Proposal Pemetaan Geologi
Proposal Pemetaan Geologi
PENDAHULUAN
1
I.3 Lokasi Daerah Pemetaan
Secara geografis, daerah pemetaan ini terletak pada 109o 57’ 16,7” – 110o 00’
00” Bujur Timur dan 07o 34’ 19” – 07o 37’ 34” Lintang Selatan dengan luas 30 km2.
Secara administratif, daerah pemetaan ini terletak di Desa Somoleter dan Puspo,
Kecamatan Bruno; Desa Prumben, Tiogosono, Ngaglik, dan Kalitengkek, Kecamatan
Gebang; Desa Jatiwangsan, Sutoragan, Girijoyo, Girimulyo, dan Winong, Kecamatan
Kemiri; Desa Gadingsukuh, Kecamatan Kepil, yang termasuk dalam Kabupaten
Purworejo dan Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.
Kondisi geologi daerah penelitian ini telah dipelajari oleh para peneliti
terutama dalam aspek tatanan stratigrafi dan tektoniknya, antara lain:
2
Pegunungan Selatan Bagian Timur, Zona Solo, Zona Kendeng, Zona
Randublatung, Zona Rembang, Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunung Api
Kuarter.
2. Asikin, S., dkk. (1992) membuat Peta Geologi Lembar Kebumen dengan
skala 1:1.000.000 yang memperlihatkan kondisi struktur dan stratigrafi
yang kompleks.
3. Irmah Jumawar (2008), melakukan pemetaan geologi pada daerah Kali
Rebug dan sekitarnya, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo, Propinsi
Jawa Tengah, yang secara geografis terletak pada 109° 54' 57.17232" –
109° 57' 40.8204 " BT dan 07° 35' 52.999332" – 07° 39' 7.952724" LS.
Menyimpulkan bahwa daerah pemetaan memiliki 3 satuan geomorfologi,
yaitu subsatuan geomorfologi perbukitan tersayat tajam denudasional,
subsatuan geomorfologi perbukitan bergelombang denudasional, dan
subsatuan geomorfologi bergelombang denudasional. Berdasarkan ciri
litologi dan umur, startigrafi daerah pemetaan dari tua menuju muda
adalah: Satuan batulempung karbonatan, diendapkan pada Akhir Miosen
Tengah – Miosen Akhir atau N15-N16, dan diendapkan pada lingkungan
pengendapan laut dengan mekanisme turbidit, mempunyai hubungan
selaras dengan satuan batupasir yang berada diatasnya. Satuan batupasir
ini, diendapkan pada Awal Miosen Akhir – Pliosen Awal atau N17-N19
yang disertai satuan breksi polimik dan mempunyai hubungan menjemari
denga satuan batupasir dan diendapkan pada lingkungan pengendapan laut
dengan mekanisme turbidit. Struktur geologi pada daerah pemetaan ialah
sesar mendatar Rebug dan sesar mendatar menurun Gede (Oblig). Aspek
geologi tata lingkungan menyangkut sumberdaya alam dan tata guna
lahan. Bencana alam pada daerah ini rawan longsor jika hujan turun.
4. Tito Rus Arjendro (2009), melakukan pemetaan geologi pada Daerah
Gunung Muncar dan sekitarnya, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo,
Jawa Tengah, yang secara geografis terletak pada 109° 54' 57.989" – 109°
57' 41.598 " BT dan 07° 30' 27.406" – 07° 33' 42.365" LS. Menyimpulkan
bahwa daerah pemetaan memiliki 3 satuan geomorfologi, yaitu satuan
pegunungan tersayat tajam, perbukitan tersayat tajam dan satuan
3
perbukitan bergelombang. Daerah pemetaan memiliki 4 satuan
litostratigrafi berdasarkan litologi batuan yang dominan dengan
menggunakan kesebandingan Asikin (1992). Pembentukan struktur pada
daerah pemetaan ini termasuk kedalam struktur regional Jawa Tengah
bagian Selatan, memiliki gaya relative berarah utara-selatan. Sejarah
Geologi daerah pemetaan dimulai dari Kala Miosen Tengah – Miosen
Akhir, Miosen Akhir – Pliosen Awal, Pliosen Awal – Pleistosen. Sebagian
besar daerah pemetaan dimanfaatkan sebagai areal perkebumam pinus,
dan sebagian kecil digunakan untuk pemukiman, persawahan dan areal
pertambangan.
4
BAB II
GEOMORFOLOGI REGIONAL
5
Pegunungan Serayu Selatan terletak di antara Zona Depresi Jawa Tengah
yang membentuk kubah dan punggungan. Di bagian barat dari
Pegunungan Serayu Selatan yang berarah barat-timur dicirikan oleh
bentuk antiklonorium yang berakhir di timur pada suatu singkapan batuan
tertua terbesar di Pulau Jawa, yaitu daerah Luk Ulo, Kebumen.
Gambar 2.1 Fisiografi Regional Jawa Tengah dan Timur (modifikasi dari Van
Bemmelen, 1949)
6
stadia sungai (Tabel 2.3) digunakan parameter – parameter yang disusun oleh Nugroho
(2001).
Tabel 2.1. Klasifikasi Van Zuidam (1983)
Satuan Relief Kelerengan Beda Tinggi (m)
(%)
Datar/Hampir Datar 0–2 <5
Bergelombang/Miring Landai 3–7 5 – 50
Bergelombang/Miring 8 – 13 25 – 75
Berbukit – Bergelombang 14 – 20 50 – 200
Berbukit Tersayat Tajam/Terjal 21 – 55 200 – 500
Pegunungan Tersayat Tajam/Sangat
56 – 140 500 – 1000
Terjal
Pegunungan Sangat Curam > 140 > 1000
7
Bentuk lahan yang berkaitan dengan aktifitas sungai dan air permukaan
yang berupa pengikisan pengangkutan, dan penimbunan pada daerah
rendah seperti lembah, ledok, dan daratan alluvial.
Dipengaruhi oleh udara dan angin yang dapat membentuk medan yang
khas dan berbeda bentuknya dari daerah lain.
8
Bentang alam Bentang alam
umumnya datar bergelombang Bentang
sampai sampai alamnya datar.
Kenampakan bergelombang. maksimum. Hasil proses
Lain Tidak ada Mulai ada gawir. pengendapan.
Gawir. Relief sedang – Tidak ada relief.
Relief kecil. maksimum. U - Datar
V V–U
9
Gambar 2.2 Klasifikasi Pola Aliran Sungai Berdasarkan Howard (1967)
Pola Dendritik, bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan
kekerasan relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar serta tahan akan
pelapukan,kemiringan landai, kurang dipengaruhi struktur geologi. Umumnya anak-
anaksungainya (tributaries) cenderung sejajar dengan induk sungainya, dimana anak-
anak sungainya bermuara pada induk sungai dengan sudut lancip.Pola ini biasanya
terdapat pada daerah berstruktur plain, atau pada daerah batuanyang sejenis (seragam,
homogen) dengan penyebaran yang luas.
Pola Paralel, bentuk umum cenderung sejajar, berlereng sedang sampai agak
curam, dipengaruhi struktur geologi, terdapat pada perbukitan memanjang dipengaruhi
10
perlipatan, merupakan transisi pola dendritik dan trelis. Beberapa wilayah di pantai
barat Sumatera memperlihatkan pola pengaliran parallel.
Pola Radial, bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah
intrusi, kerucutvulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa erosi.
Memiliki duasistem, sentrifugal dengan arah penyebaran keluar dari pusat (berbentuk
kubah)dan sentripetal dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).
Pola Anular, bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai,
sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus. Mencirikan kubah
dewasa yang sudah terpotong atau terkikis dimana disusun perselingan batuan keras
dan lunak. Jugaberupa cekungan dan kemungkinan stocks. Terdapat pada daerah
berstruktur dome (kubah) yang topografinya telah beradapada stadium dewasa. Daerah
dome yang semula (pada stadium remaja) tertutup oleh lapisan-lapisan batuan endapan
yang berselang-seling antara lapisan batuan keras dengan lapisan batuan lembut.
Pola Kontorted, terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein
yang menunjukkan daerah yang relatif keras batuannya, anak sungai yang lebih
panjang ke arah lengkungan subsekuen, umumnya menunjukkan kemiringan lapisan
batuan metamorf dan merupakan pembeda antara penunjaman antiklin dan sinklin.
Berdasarkan Lobeck (1939), genetik sungai dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
11
a. Subsekuen, sungai yang mengalir mengikuti arah jurus lapisan batuan.
b. Konsekuen, merupakan sungai yang mengalir mengikuti kemiringan
lapisan batuan yang dilaluinya.
c. Obsekuen, merupakan sungai yang mengalir berlawanan kemiringan
lapisan yang dilalui.
Pada dasarnya, stadia daerah berkaitan dengan ciri-ciri geomorfologi suatu daerah
dan ciri-ciri dari sungai yang ada pada daerah pemetaan. Stadia daerah ini dapat
menentukan sejauh mana tingkat erosi atau proses denudasi/penelanjangan yang
sedang terjadi pada daerah pemetaan. Lobeck (1939) membagi stadia daerah menjadi
tiga, yaitu:
12
Gambar 2.4 Stadia Daerah Dewasa (Lobeck, 1939)
13
BAB III
STRATIGRAFI REGIONAL
14
Gambar 3.1 Kolom Stratigrafi Regional Daerah Kebumen (Asikin, 1992). Tanpa skala.
15
III.2 Formasi Totogan
Formasi ini terdiri dari breksi denngan komponen batu lempung, batu pasir,
batu gamping, dan napal, massa dasar batulempung bersisik dan terdapat campuran
yang tidak beratur dari batulempung, napal, tuff, strukturnya juga tidak teratur. Tebal
lapisan ini melebihi 150 meter dan menipis kearah selatan dan terletak selaras dengan
formasi Karangsambung. Umur formasi ini adalah Oligosen sampai Miosen awal
dengan lingkunan pengendapan batial atas.
Formasi ini terdiri atas breksi gunung api dan batupasir wacke dengan sisipan
batulempung dibagian atas. Sisipan batupasir wacke tebal antara 60-300 cm dan
ketebalan breksi rata-rata 5 meter. Breksi berkomponen andesit dan basal berukuran 3
cm sampai beberapa meter, massa dasar batupasir dan tuff, mempunyai struktur
sedimen perlapisan bersusun, perlapisan sejajar dan konvolut. Di beberapa tempat ada
permukaan erosi yang jelas, umur satuan ini Miosen awal dan endapkan di lingkungan
laut dalam. Dilihat dari struktur sedimennya dapat disimpulkan bahwa sebagian dari
formasi ini diendapkan oleh arus turbidit.
16
Analisis arus purba di daerah Tambak (bagian Barat daerah Kebumen) dengan
cara mengukur sumbu struktur sedimen tikas seruling pada batu pasir dan kalkarenit
di bagian bawah formasi ini, menghasilkan tafsiran bahwa arus serta sumbernya dating
dari Utara (Iskandar, 1974). Bagian bawah formasi ini berupa sedimen turbidit
proksimal, kemudian distal dan bagian atas kembali prksimal. Formasi ini terletak
selaras diatas Formasi Waturanda.
Peneliti terdahulu menamakan sebagai horizon breksi III. Formasi ini menindih
selaras diatas formasi haling dan merupakan sedimen turbidit termuda yang
diendapkan di Zona pegunungan serayu selatan. Litologinya terdiri dari breksi aneka
bahan dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan masa dasar batupasir
sisipan tufa, batupasir, napal, dan batulempung.
Formasi ini terdiri dari perselingan batupasir, batugamping, napal dan tuf
dengan sisipan breksi. Dipengaruhi oleh arus turbid dan pelengseran bawah air laut.
17
BAB IV
Proses tektonik yang terjadi di sebagian besar Pulau Jawa dipengaruhi oleh
pergerakan Lempeng Indo Australia yang menujam ke bawah Lempeng Mikro Sunda.
Berdasarkan penelitian lapangan, foto udara dan citra satelit, Pulau Jawa memiliki tiga
arah kelurusan struktur yang utama. Tiga arah kelurusan itu adalah Pola Meratus, Pola
Sunda dan PolaJawa.
Gambar 4.1 Pola Struktur Pulau Jawa yang terdiri dari Pola Meratus, Pola Sunda dan Pulau
Jawa (Pulunggono dan Martodjodjo, 1994) dalam Tugas Akhir Muhammad Farabi, 2010 dengan judul
“Geologi daerah Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah”.
Pola dengan arah timur laut – barat daya disebut sebagai Pola Meratus. Pola
Meratus merupakan pola struktur yang dominan di Pulau Jawa (Pulunggono dan
Martodjodjo, 1994). Pola ini diperkirakan terbentuk sekitar 53 – 80 juta tahun yang
lalu. Pola Meratus ini berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal.
18
Pola struktur dengan arah utara – selatan disebut sebagai Pola Sunda. Pola ini
diwakili oleh sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan
Arjuna. Pola Sunda terbentuk sekitar 32 – 53 juta tahun yang lalu. Pola Sunda ini
berumur Eosen Awal – Oligosen Awal.
Pola struktur dengan arah barat – timur disebut sebagai Pola Jawa. Pola Jawa
ini diwakili oleh sesar baribis dan sesar – sesar dalam Zona Bogor yang berupa sesar
naik (van Bemmelen, 1949).
19
Banjarnegara). Dijumpai dalam bentuk korok-korok, jenjang dan sumbat vulkanik,
aliran lava serta intrusi-intrusi dangkal. Umurnya secara radiometrik berkisar antara
11.16 Ma, 8.9 Ma dan 3 Ma. Batuan vulkanik Tersier muda juga didapatkan di daerah
Cilacap berupa korok dan sill yang memotong Fm.Halang yang berumur N16-N18.
Secara petrografis memperlihatkan kesamaan dengan batuan andesit dan basalt di
daerah Karangkobar. Penentuan umur memberikan angka 8.7 dan 5.1 Ma.
Dari data gaya berat, pola struktur Jawa Tengah memperlihatkan adanya 3
(tiga) arah utama, yaitu : baratlaut – tenggara di dekat perbatasan dengan Jawa Barat,
timurlaut – baratdaya di selatan sekitar G. Muria, dan barat – timur yang umumnya
berupa perlipatan.
20
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN
21
V.1 Tahap Persiapan dan Perencanaan
Tahap ini terdiri dari 4 kegiatan, antara lain:
22
Pencatatan data observasi dalam buku lapangan.
Pengambilan foto geomorfologi dan singkapan batuan.
Pembuatan penampang tektonik.
V.3 Tahap Penelitian Laboratorium
Tahap penelitian laboratorium dilaksanakan untuk melengkapi dan
memperkuat data lapangan.
23
Pada BAB III, berisi penjelasan tentang runtunan satuan batuan
berurutan dari tua ke muda yang dijumpai di daerah pemetaan yang
ditunjang oleh stratigrafi regional.
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI
Pada BAB IV, berisi penjelasan tentang berbagai kenampakan struktur
geologi di daerah pemetaan yang ditinjau dari struktur geologi regional.
BAB V SEJARAH GEOLOGI
Pada BAB V, menjelaskan tentang setiap aspek dan peristiwa geologi
(satuan batuan dan struktur geologi) yang terjadi di daerah pemetaan secara
kronologis.
BAB VI EVALUASI GEOLOGI
Pada BAB VI, evaluasi geologi berisi penjelasan mengenai evaluasi
geologi (bahan galian dan bencana alam) daerah pemetaan.
BAB VII KESIMPULAN
Pada BAB VII, berisi kesimpulan geologi daerah pemetaan.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi semua referensi buku, makalah, dan sumber referensi lain yang
digunakan selama melakukan pemetaan dan menyusun laporan.
LAMPIRAN
Berupa peta, analisis kalsimetri dan analisis petrografi.
24
V.6 Waktu dan Rencana
Pembuatan proposal
dan studi pustaka
Tahapan II
Kegiatan lapangan
Tahapan III
Laboratorium:
1. Sayatan
2. Fosil
3. Analisis
Tahapan IV
Penyusunan laporan
Kolokium
25
BAB VI
Bab ini akan menjelaskan kondisi daerah pemetaan yang berskala 1:12.500
dengan menunjukan lokasi daerah pemetaan menggunakan citra landsat, peta geologi
regional, peta geomorfologi, peta struktur geologi, dan peta pola aliran sungai.
VI.1 Daerah Pemetaan
Secara geografis, daerah pemetaan ini terletak pada 109o 57’ 16,7” – 110o 00’
00” Bujur Timur dan 07o 34’ 19” – 07o 37’ 34” Lintang Selatan dengan luas 30 km2.
Secara administratif, daerah pemetaan ini terletak di Desa Somoleter dan Puspo,
Kecamatan Bruno; Desa Prumben, Tiogosono, Ngaglik, dan Kalitengkek, Kecamatan
Gebang; Desa Jatiwangsan, Sutoragan, Girijoyo, Girimulyo, dan Winong, Kecamatan
Kemiri; Desa Gadingsukuh, Kecamatan Kepil, yang termasuk dalam Kabupaten
Purworejo dan Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.
26
VI.2 Stratigrafi Daerah Pemetaan
Peta geologi lembar Kebumen yang dibuat oleh Asikin, dkk (1992)
menerangkan bahwa daerah Kebumen dahulunya mempunyai tatanan tektonik yang
disebut kompleks Luk-Ulo. Asikin, dkk (1992) membagi beberapa formasi seperti
Formasi Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Penosogan, Formasi Halang,
Formasi Peniron dan Endapan pantai serta Alluvium. Khusunya pada daerah
pemetaan, terdapat Formasi Halang, Formasi Peniron dan Endapan Alluvium.
Gambar 6.2 Peta Geologi Regional Lembar Kebumen (Asikin, S. Dkk, 1992). Daerah pemetaan
ditandai dengan kotak merah. Pembesaran ada pada Gambar 6.3
27
Gambar 6.3 Kondisi Geologi Daerah Pemetaan Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar
Kebumen (Asikin, S. Dkk, 1992)
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Kebumen (Asikin, S., dkk, 1992),
pada daerah pemetaan terdapat 2 formasi dan 1 anggota yang terendapkan, yaitu:
Anggota Tuf Formasi Waturanda (Tmwt), terdiri dari perselingan tuf kaca, tuf
kristal, batupasir gampingan, dan napal tufan.
Formasi Peniron (Tpp), terdiri dari breksi aneka bahan dengan komponen
andesit, batulempung, batugamping; masa dasar batupasir tufan, bersisipan tuf.
Formasi Halang (Tmph), terdiri dari perselingan batupasir, batugamping napal,
dan tuf dengan sisipan breksi; dipengaruhi oleh arus turbid dan pelengseran.
28
VI.3 Geomorfologi Daerah Pemetaan
Berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1983), diketahui bahwa daerah penelitian
terbagi menjadi 3 satuan geomorfologi, yaitu satuan miring, satuan berbukit –
bergelombang, dan satuan berbukit terjal.
Gambar 6.4. Peta Geomorfologi Daerah Penelitian berdasarkan Van Zuidam (1983).
29
VI.4 Struktur Geologi Daerah Pemetaan
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Kebumen (Asikin, S. Dkk, 1992)
terdapat 1 struktur di daerah pemetaan, yang mana terletak di sebelah barat laut peta,
struktur tersebut adalah sesar mendatar mengiri (sinistral). Selain itu jika dilihat dari
kelurusan kontur, adanya sungai, dan morfologi perbukitan, terdapat indikasi sesar
naik dan sesar mengiri (sinistral).
Gambar 6.5. Struktur Geologi Daerah Pemetaan Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar
Kebumen (Asikin, S. Dkk, 1992) dan interpretasi penulis.
30
VI.5 Pola Aliran Sungai Daerah Pemetaan
Dilihat dari pola sungai daerah pemetaan, maka penulis membagi pola aliran
sungai menjadi 2 zona, yaitu pola paralel dan trelis.
Gambar 6.6. Pola Aliran Sungai Daerah Pemetaan menunjukan pola parallel dan trelis.
31
VI.6 Peta Rencana Lintasan Daerah Pemetaan
Peta lintasan merupakan rangkaian pengamatan yang didapatkan dengan cara
melintasi suatu wilayah, yang hasilnya akan disajikan dalam penampang geologi atau
peta lintasan. Pada lintasan bertujuan untuk membantu penulis dalam melakukan
pemetaan, didasari dengan pemilihan jalur yang mudah dilewati, memotong jurus
umum perlapisan batuan, mewakili perubahan bentuk morfologi, dan lain-lain.
32
BAB VII
PENUTUP
33
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R.W Van. 1949. The Geology of Indonesia Vol. I A. The Hague: General
Geology.
Sujanto, F.X., Sumantri, Yanto R.. 1977. Preliminary Study on the Tertiary
Depositional Patterns of Java, Indonesian Pet. Assoc., 6th Annual Convention
Proceeding.
34
LAMPIRAN
35
Tabel 1 Perhitungan Persen Kelerengan Menggunakan Klasifikasi Van Zuidam (1983)
36
34 4 0,97 15,46391753 Berbukit
Bergelombang
35 5 0,7 28,57142857 Berbukit Terjal
36 5 0,8 25 Berbukit Terjal
37 5 1,04 19,23076923 Berbukit
Bergelombang
38 3 0,84 11,9047619 Miring
39 5 0,78 25,64102564 Berbukit Terjal
40 6 1,1 22,72727273 Berbukit Terjal
41 7 0,85 35,29411765 Berbukit Terjal Struktural
42 5 0,56 35,71428571 Berbukit Terjal Berbukit Terjal
43 4 0,87 17,24137931 Berbukit
Bergelombang
44 5 0,84 23,80952381 Berbukit Terjal
45 4 0,81 18,51851852 Berbukit
Bergelombang
46 4 0,72 20,83333333 Berbukit Terjal
47 5 0,66 30,3030303 Berbukit Terjal
48 4 0,72 20,83333333 Berbukit Terjal
49 4 0,85 17,64705882 Berbukit Struktural
Bergelombang Berbukit
50 4 0,9 16,66666667 Berbukit Bergelombang
Bergelombang
51 3 0,71 14,08450704 Berbukit
Bergelombang Struktural
52 4 0,62 24,19354839 Berbukit Terjal Berbukit Terjal
53 4 0,7 21,42857143 Berbukit Terjal
54 3 0,73 13,69863014 Miring Struktural
Miring
55 6 0,54 46,2962963 Berbukit Terjal
56 5 0,52 38,46153846 Berbukit Terjal
57 4 0,6 25 Berbukit Terjal Struktural
58 3 0,67 14,92537313 Berbukit Berbukit Terjal
Bergelombang
59 4 0,67 22,3880597 Berbukit Terjal
60 3 0,54 18,51851852 Berbukit
Bergelombang Struktural
61 3 0,52 19,23076923 Berbukit Berbukit
Bergelombang Bergelombang
62 3 0,68 14,70588235 Berbukit
Bergelombang
37