08
Agustus
10
Draf
CF City Facilitator
Kab Kabupaten
Kel Kelurahan
Kec Kecamatan
KK Kepala Keluarga
Kata Pengantar
Daftar Singkatan
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB III
BAB V
BAB VI PENUTUP
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Millennium Development Goals (Tujuan Pembangunan Milenium, atau MDGs) mengandung delapan tujuan sebagai
respon atas permasalahan perkembangan global, dengan target pencapaian pada tahun 2015. Tujuan
Pembangunan Milenium terdapat dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangi oleh
147 kepala Negara dan pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan di bulan September tahun
2000. Delapan butir MGDs terdiri dari 21 target kuantitatif dan dapat diukur oleh 60 indikator.
Salah satu target MDGs adalah mengurangi hingga setengahnya jumlah penduduk yang tidak memiliki akses
terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar, dengan indikator:
Proporsi dari populasi yang menggunakan sumber air minum berkualitas
Proporsi dari populasi yang menggunakan sarana sanitasi berkualitas
MDGs mencanangkan pada 2015 sebanyak 77,2% persen penduduk Indonesia ditargetkan telah memiliki akses air
minum yang layak dan minimal 59.1 persen penduduk Indonesia di Kota dan Desa sudah memperoleh pelayanan
sanitasi yang memadai (Status Millenium Development Goal Indonesia 2009). Secara nasional, Indonesia telah
mencapai target ini, tetapi cakupan ini belum merata dan belum menggambarkan kualitas yang sebenarnya
mengenai fasilitas sanitasi tersebut. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kondisi ini, antara lain
disebabkan lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi, yang ditandai dengan pembangunan sanitasi tidak
Salah satu upaya memperbaiki kondisi sanitasi adalah dengan menyiapkan sebuah perencanaan pembangunan
sanitasi yang responsif dan berkelanjutan. Dalam hal ini, Pemerintahmendorong kota dan kabupaten di Indonesia
untuk menyusun Strategi Sanitasi Perkotaan atau Kabupaten (SSK) yang memiliki prinsip:
Untuk menghasilkan SSK yang demikian, maka kota atau kabupaten harus mampu memetakan situasi sanitasi
wilayahnya. Pemetaan situasi sanitasi yang baik hanya bisa dibuat apabila kota atau kabupaten mampu
mendapatkan informasi lengkap, akurat, dan mutakhir tentang kondisi sanitasi, baik menyangkut aspek teknis
mapun non teknis. Dalam konteks ini Buku Putih merupakan prasyarat utama dan dasar bagi penyusunan SSK.
Buku Putih Sanitasi merupakan pemetaan situasi sanitasi kota atau kabupaten berdasarkan kondisi aktual.
Pemetaan tersebut mencakup aspek teknis dan aspek non-teknis, yaitu aspek keuangan, kelembagaan,
pemberdayaan masyarakat, perilaku hidup bersih dan sehat, dan aspek-aspek lain seperti keterlibatan para
pemangku kepentingan secara lebih luas. Buku Putih merupakan “database sanitasi kota atau kabupaten” yang
Sebagai gambaran kondisi sanitasi Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2009 adalah data Program Lingkungan
Sehat Propinsi DIY (Tabel 1). Dari Tabel tersebut dapat dilihat walaupun terdapat realisasi target yang di atas target
dan realisasi Nasional dan Propinsi (prosentase keluarga yang menggunakan air bersih di perdesaan dan perkotaan
dan prosentase keluarga yang menggunakan jamban sehat), tetapi persentase air bersih yang memenuhi syarat
kualitas bakteriologis dan persentase rumah sehat belum memenuhi target.
Oleh karena itu, sesuai dengan maksud penyusunannya, maka Buku Putih Sanitasi Kabupaten Gunungkidul ini akan
menggambarkan:
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) secara umum sanitasi didefinisikan sebagai usaha untuk membina
dan menciptakan suatu keadaan yg baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat. Sedangkan
pengertian yang lebih teknis dari adalah upayapencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui
penyediaan saranasanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga (termasuk sistemjaringan
perpipaan air limbah), drainase dan sampah (Bappenas, 2003). Sehingga dengan definisi tersebut dapat dilihat 3
sektor yang terkait dengan sanitasi adalah sistem pengelolaan air limbah rumah tangga, pengelolaan persampahan
dan drainase lingkungan.
Air limbah rumah tangga adalah air sisa proses dari kegiatan rumah tangga. Berkaitan dengan pengelolaan air
limbah rumah tangga, maka limbah yang muncul dari rumah tangga dikelompokkan dalam dua bagian. Bagian
Sektor lain yang terkait dengan sanitasi adalah sektor sampah. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau proses alam yang berbentuk padat. (Undang-Undang No. 18/2008). Di dalam pengelolaan sampah dikenal
istilah sampah spesifik dan sampah non spesifik.
Sektor terakhir yang berhubungan dengan sanitasi adalah sektor drainase lingkungan. Drainase lingkungan adalah
suatu sistem penanganan atau pengaliran air hujan. Secara konvensional, hujan yang turun pada suatu wilayah
diusahakan secepat mungkin mengalir melalui saluran-saluran air hujan menuju badan air penerima. Hal ini
dilakukan untuk mencegah timbulnya genangan di pemukiman atau jalan. Sistem ini sebagian besar berhasil
digunakan untuk mengendalikan terjadinya genangan, tetapi menjadi tidak terkait dengan konservasi air. Konsep
penanganan air hujan dengan memperhatikan konservasi air tanah biasa disebut sebagai konsep drainase
berwawasan lingkungan atau ecodrainage. Dengan konsep ini maka air hujan yang turun diusahakan untuk
semaksimal mungkin meresap ke dalam tanah atau ditampung untuk dimanfaatkan, sedangkan kelebihannya baru
dialirkan melalui saluran air hujan. Peresapan air hujan dapat dilakukan dengan menggunakan kolam retensi atau
embung, sumur resapan air hujan dan biopori.
Walaupun sektor air besih/air minum tidak termasuk di dalam sektor-sektor yang terkait dengan sanitasi, tetapi
sektor air minum dianggap sangat mempengaruhi kondisi sanitasi. Oleh karena itu seringkali sektor air minum
Buku Putih Sanitasi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas dan faktual mengenai kondisi dan
profil sanitasi Kabupaten Gunungkidul pada saat ini. Pemetaan kondisi dan profil sanitasi (sanitation mapping)
dilakukan untuk menetapkan zona sanitasi prioritas yang penetapannya berdasarkan urutan potensi resiko
kesehatan lingkungan (priority setting). Dalam Buku Putih ini, priority setting dilakukan dengan menggunakan data
sekunder yang tersedia, hasil studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk
Assessment) atau EHRA, dan persepsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Gunungkidul yang
menangani secara langsung pembangunan dan pengelolaan sektor sanitasi di Kabupaten Gunungkidul.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam proses penyusunan Buku Putih ini antara lain adalah pembangunan
kapasitas (capacity building) Pemerintah Kabupaten Gunungkidul beserta stakeholder lainnya untuk mampu
mengidentifikasi, memetakan, menyusun rencana tindak dan menetapkan strategi pengembangan sanitasi
Kabupaten. Di samping itu, pembentukan Pokja Sanitasi diharapkan dapat menjadi embrio entitas suatu badan
permanen yang akan menangani dan mengelola program pembangunan dan pengembangan sanitasi di tingkat
Kabupaten.
Secara umum metode di dalam penyusunan Buku Putih ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu :
pertemuan secara berkala dengan anggota Pokja yang dikoordinasikan oleh Bappeda Kabupaten Gunungkidul
selaku Ketua Pokja
meninjau tempat-tempat yang dilayani program sanitasi serta sebagian dari daerah pelayanan di kawasan
perkotaan dan daerah kumuh (survey dan observasi)
diskusi yang bersifat teknis (focus group discussion) dan mendalam juga akan dilakukan dengan pihak-pihak
yang terlibat dalam sanitasi. Diskusi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terkait kondisi yang ada serta
upaya-upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah kepada
masyarakat di bidang sanitasi
Buku Putih Sanitasi menyediakan data dasar yang esensial mengenai struktur, situasi, dan kebutuhan sanitasi
Kabupaten Gunungkidul. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 ini, diposisikan sebagai acuan
perencanaan strategis sanitasi tingkat kabupaten. Rencana pembangunan sanitasi Kabupaten Gunungkidul
dikembangkan atas dasar permasalahan yang dipaparkan dalam Buku Putih Sanitasi.
Setiap tahun data yang ada akan dibuat “Laporan Sanitasi Tahunan” yang merupakan gabungan antara Laporan
Tahunan SKPD dan status program/kegiatan sanitasi. Laporan Sanitasi Tahunan menjadi Lampiran Buku Putih
Sanitasi 2010 dan setelah 3 tahun, semua informasi tersebut dirangkum dalam Revisi Buku Putih Sanitasi.
Data yang dikumpulkan dalam tahap ini sebagian besar berasal dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), baik berupa data umum maupun data khusus yang menyangkut teknis, keuangan, kebijakan daerah dan
kelembagaan, peran serta swasta dalam layanan sanitasi, dan media. Sumber data lainnya adalah LSM atau
universitas yang pernah melakukan penelitian di Kabupaten Gunungkidul.
Penyusunan Program Strategi Pembangunan Sanitasi di Kabupaten Gunungkidul didasarkan pada aturan-aturan
dan produk hukum yang meliputi :
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alami Hayati dan Ekosistemnya
2. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hihup
4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
9. Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu propinsi yang terletak di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan
terletak antara 7o46’- 8o09’ Lintang Selatan dan 110o21’ - 110o50’ Bujur Timur.Lokasi Kabupaten Gunungkidul dapat
dilihat pada Gambar 2.1. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km 2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah
Propinsi DIY. Pusat Kabupaten Gunungkidul terletak di Kecamatan Wonosari.Peta Kecamatan Wonosari dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
Curah hujan rata-rata Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2007 sebesar 1720,86 mm/tahun dengan jumlah hari
hujan rata-rata 115 hari per tahun. Bulan basah 4 – 6 bulan, sedangkan bulan kering berkisar antara 4 – 5 bulan.
Musim hujan dimulai pada bulan Oktober – Nopember dan berakhir pada bulan Mei-Juni setiap tahunnya. Puncak
curah hujan dicapai pada bulan Desember – Pebruari.Wilayah Kabupaten Gunungkidul Utara merupakan wilayah
yang memiliki curah hujan paling tinggi dibanding wilayah tengah dan selatan, Tabel 2.1 Jumlah Hari Hujan dan
Curah Hujandi Kabupaten Gunungkidul.
Bulan 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-Rata
Hujan
HujanCurah
HujanCurah
HujanCurah
HujanCurah
HujanCurah
Curah
Hari Hari Hari Hari Hari Hari
Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan
Suhu udara Kabupaten Gunungkidul untuk suhu rata-rata harian 27,7° C, Suhu minimum 23,2°C dan suhu
maksimum 32,4° C. Kelembaban nisbi di Kabupaten Gunungkidul berkisar antara 80 % - 85 %. Kelembaban nisbi ini
bagi wilayah Kabupaten Gunungkidul tidak terlalu dipengaruhi oleh tinggi tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh
musim. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari – Maret, sedangkan terendah pada bulan September.
Wilayah Kabupaten Gunungkidul secara regional (berdasarkan pembagian zona fisiografi di Pulau Jawa, menurut
Van Bemmelen, 1949) termasuk ke dalam zona fisiografi Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian Barat. Zona
fisiografi tersebut dibagi lagi menjadi 4 sub zona fisiografi, yaitu:
Di Kabupaten Gunungkidul terdapat 2 Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu Opak – Oyo dan Dengkeng. Masing-masing
DAS itu terdiri dari beberapa Sub DAS. Sungai Oyo dan sungai Beton merupakan sungai permanen yang airnya
mengalir sepanjang tahun. Kondisi hidrologi di Kabupaten Gunungkidul dapat dibagi menjadi dua bahasan utama
Sedangkan dalam konteks hidrogeologi, karakteristik hidrogeologi di Kabupaten Gunungkidul dipengaruhi oleh
jenis litologi yang menyusun lapisan akuifer. Daerah Kabupaten Gunungkidul pada umumnya tersusun atas
litologi berupa batuan volkanik tersier, batu gamping berlapis, dan batugamping terumbu yang membentuk
daerah karst. Keberadaan air tanah pada umumnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan rekahan-rekahan
pada batuan, baik yang disebabkan oleh proses pelarutan maupun proses tektonik
2.2. Administratif
Secara Administratif, Kabupaten Gunung Kidul masuk di dalam Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang
berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah di sebelah utara, Kabupaten Wonogiri,
Jawa Tengah di sebelah timur, Samudra Indonesia di sebelah selatan dan Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, DI
Yogyakarta di sebelah barat.
2.3. Kependudukan
Penduduk Kab. Gunungkidul berdasarkan hasil proyeksi Sensus Penduduk 2000 dan SensusPenduduk Antar Sensus
2005 tahun 2007 berjumlah 685 210 jiwa yang tersebar di 18 Kecamatan dan 144 desa, dengan jumlah penduduk
terbanyak yaitu Kecamatan Wonosari dengan 75 517 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih
banyak daripada penduduk laki-laki, yang tercermin dari angka rasio jenis kelamin kurang dari 100.
Dilihat dari status pekerjaan utama, sebagian besar penduduk Kabupaten Gunungkidul bekerja sebagai pekerja
keluarga sekitar 36,56 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Sedangkan yang berusaha dengan dibantu
buruh tetap masih sangat sedikit yaitu hanya sekitar 0,80 persen.
Untuk penduduk berdasarkan usia tahun 2007 sesuai dengan proyeksi SP 2000 - SUPAS2005 & Proporsi Susesnas
2006 adalah sebagai berikut Usia 0-4 Tahun (balita) sebanyak 41.935 orang, 5-9 Tahun sebanyak 46.041 orang ,
Usia 10-14Tahun adalah sebanyak 53.143 Jiwa sedangkan usia 15-19Tahun sebanyak 49.730 jiwa, usia 20-24
tahun sebanyak 32.508 Jiwa, usia 25-29 sebanyak 40.984 jiiwa, usia 30-34 sebanyak 46.246 jiwa, usia 35-39
Jumlah penduduk dan kepadatan kecamatan di Gunungkidul ditunjukkan pada tabel 2.4 Berikut ini.
Tabel 2.4 Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk, & Kepadatan Penduduk per Ha menurut Kecamatan di Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2007
Banyaknya Kepadatan
Luas Wilayah
Kecamatan Penduduk Penduduk
(Km2)
(jiwa) Per Km2
Panggang 99,80 26.127 261,80
Purwosari 71,76 18.790 261,84
Paliyan 58,07 30.284 521,51
Saptosari 87,83 36.336 413,71
Tepus 104,91 33.342 317,82
Tanjungsari 71,63 26.267 366,70
Rongkop 83,46 29.283 350,86
Girisubo 94,57 24.219 256,10
Semanu 108,39 54.557 503,34
Ponjong 104,49 50.572 484,00
Karangmojo 80,12 47.629 594,47
Wonosari 75,51 75.936 608,34
Playen 105,26 52.865 502,23
Patuk 72,04 28.838 400.30
Gedangsari 68,14 36.676 538,24
Nglipar 73,87 28.534 386,27
Ngawen 46,59 32.001 686,86
Semin 78,92 51.131 647,88
Kab.Gunungkid
1.485,36 683.389 460,08
ul
2.4. Pendidikan
2.5. Kesehatan
Pada tahun 2007 di Kabupaten Gunungkidul hanya terdapat 1 RSUD Pemerintah, 2 RS swasta dan 30 puskesmas,
108 Puskesmas Pembantu, 13 Puskesmas Perawatan, dan 17 Puskesmas Non Perawatan. Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan porgram KB jumlah akseptor aktif di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2007 mencapai 107.307
orang. Pada umumnya aksektor tersebut memilih menggunakan alat kontrasepsi suntik, IUD dan pil, masing-
masing 45.298, 25.262 dan 20.291 orang atau ketiga kontrasepsi tersebut dipilih oleh sekitar 84,66 % dari seluruh
akseptor aktif.
Perkembangan pembangunan di bidang spiritual dapat dilihat dari banyaknya sarana peribadatan masing-masing
agama. Tempat peribadatan umat Islam, Kristen, Kholik, Hindu dan Budha masing-masing 2.541 unit, 96 unit, 28
unit, 14 unit dan 8 unit. Ditinjau dari jumlah pemeluk agama, pada tahun 2007 di Kabupaten Gunungkidul tercatat
732.701umat Islam, 12.795 umat Kristen, 10.142 umat Katholik, 2.776 umat Hindu, dan 626 umat Budha.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Gunungkidul atas dasar harga berlaku tahun 2007
sebesar 4.872.123 juta rupiah dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian yaitu sebesar 34,03%
kemudian disusul sektor jasa-jasa dengan sumbangan sebesar 18,25 %.
PDRB Kabupaten Gunungkidul atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2007 sebesar 2.941.288 juta rupiah atau
naik sekitar 110.705 juta rupiah. Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 penduduk Kabupaten
Gunungkidul pad atahun 2007 sebesar 4.292.535 rupiah. Dan PDRB per kapitas atas dasar harga berlaku penduduk
Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2007 sebesar 7.110.408 rupiah.
Visi Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2005-2010 adalah: “Menjadi pemerintah daerah yang baik dan bersih,
responsive, untuk mendukung terwujudnya masyarakat mandiri dan kompetitif’.
Visi dan misi kabupaten Gunungkidul ini ditunjang dengan 4 Arah Kebijakan Pembangunan. Empat arah kebijakan
pembangunan Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2005-2010 adalah :
Secara institusi dan organisasi pemerintahan Kabupaten Gunungkidul terdiri atas 13 Dinas dan 11 Lembaga Teknis
daerah.
Dasar keberadaan dinas yang ada di Kabupaten Gunungkidul adalah Peraturan Daerah No 11 Tahun 2008 tentang
Pembentukan, Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas Dinas-Dinas Daerah, dimana didalam Peraturan Daerah
ini dinas-dinas yang ada di lingkungan Kabupaten Gunungkidul adalah:
Sedangkan berdasar pada Peraturan Daerah No 12 tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi,
Kedudukan dan Tugas Lembaga Teknis Daerah, maka Lembaga Teknis Daerah yang ada di Kabupaten Gunungkidul
terdiri dari:
Hirarki kota-kota berdasarkan peran dan fungsinya secara ketataruanganan di Kabupaten Gunungkidul ditunjukkan
pada Tabel berikut ini.
Jumlah
Kecamata
Penduduk Peran dan Fungsi
n
Tahun 2006
Sebagai penyedia tenaga kerja, lokasi
fasilitas jasa regional seperti rumah sakit,
sekolah menengah dan perguruan tinggi,
Wonosari 75.172 perbankan, dan pusat distribusi hasil-hasil
pertanian.
Penghubung antara daerah perkotaan
dengan PKN Yogyakarta
Semanu 55.109 Berperan sebagai penghubung antara
Playen 52.222 daerah perkotaan dengan daerah
perdesaan.
Semin 50.809 Berfungsi sebagai pusat suatu wilayah
Karangmojo 48.593 perdesaan yang besar.
Rongkop 29.061 Penyedia lapangan pekerjaan yang pada
umumnya berkaitan dengan kegiatan
Nglipar 28.264 pertanian untuk menampung tenaga kerja
yang berlebihan pada daerah pedesaan
Ponjong 50.829 Berfungsi mendistribusikan barang barang
kebutuhan perdesaan yang diperolehnya
Tepus 33.595 dari kota orde III, II dan I.
Mengumpulkan hasil-hasil yang berasal
Ngawen 31.841 dari daerah perdesaan dan membawanya
ke kota orde III,II,I.
Paliyan 30.207
Penyedia pelayanan dasar seperti faktor
Patuk 28.776 produksi untuk pertanian dan barang
Panggang 26.116
Hasil survey yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul untuk pembuatan Profil Kesehatan
Kabupaten Gunungkidul tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah rumah yang dikategorikan sebagai rumah sehat
sebanyak 53,42%. Dimana untuk jumlah rumah tangga yang mempunyai jamban adalah 80.69% dengan kondisi
jamban yang sehat adalah 94,31%. Sedangkan jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih
94,67%.
Kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten Gunungkidul dapat terlihat dari jumlah timbulan penyakit,
terutama penyakit menular akibat sanitasi buruk dan kondisi polahidup masyarakat yang menyangkutsanitasi. Dari
data Profil Kesehatan Kabupaten Gunungkidul tahun 2009 diperoleh bahwa jumlah rumah tangga yang telah
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebanyak 77.64%. Angka tersebut cukup tinggi dan
menunjukkan bahwa masyarakat Gunungkidul telah menerapkan pola hidup sehat di keluarganya masing-masing.
Sedangkan jumlah kasus penyakit menular yang diakibatkan sanitasi buruk seperti diare ditemukan sebanyak
Pada saat ini, PDAM Tirta Handayani Kabupaten Gunungkidul telah menyediakan air bersih sebanyak 658
L/det untuk melayani 553.921jiwa atau dengan cakupan pelayanan sebanyak 78%. Selain dari PDAM, masyarakat
Kabupaten Gunungkidul juga melakukan pengambilan air dari sumur, telaga dan sungai. Untuk kualitas air sumur,
berdasarkan pemeriksaan oleh Dinas Kesehatan Gunungkidul terhadap sumur penduduk untuk parameter
bakteriologi dari 600 sampel di 18 kecamatan diperoleh data 64% kualitasnya jelek atau hanya 36% saja yang
baik. Sedangkan untuk kualitas air telaga, berdasarkan pemeriksaan Kapedal Kabupaten Gunungkidul terdapat dua
parameter yang melebihi baku mutu yaitu pH dan total Coliform. Untuk pH air telaga, dijumpai bahwa 65% telah
melebihi angka 8,5 atau kondisi basa, sedangkan hasil pemeriksaan total coliform diperoleh 55% telah melebihi
baku mutu. Untuk air sungai terutama Sungai Oyo, berdasarkan status mutu air dengan peruntukan kelas I dan II
berada pada kondisi antara baik sampai tercemar ringan.
Kondisi umum penanganan limbah cair rumah tangga di Kabupaten Gunungkidul adalah mempergunakan
sistem setempat (onsite system) berupa septic tank, namun juga dijumpai penggunaan cubluk di beberapa tempat.
Sampai saat ini Kabupaten Gunungkidul belum memiliki sistem pengolahan air limbah terpusat berupa IPAL
maupun IPLT dikarenakan kondisi daerah yang tidak memungkinkan untuk dibangun sistem ini. Walaupun
demikian, dibeberapa lokasi sudah dibangun sistem komunal untuk melayani satu kawasan pemukiman, pondok
Sistem drainase di Kabupaten Gunungkidul memanfaatkan topografi yang cukup terjal dan berbukit-bukit.
Dengan kondisi seperti itu, air hujan yang jatuh dapat mengalir dengan lancar menuju 14 sungai yang ada di
Kabupaten Gunungkidul. Selain itu kondisi tanah di wilayah ini yang sebagian berupa karst menyebabkan air hujan
mudah terserap ke dalam tanah melalui pori-pori maupun celah di dalam tanah.
Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Kapedal Kabupaten Gunungkidul terhadap 13 titik lokasi
di kota Wonosari yang berpotensi menimbulkan terjadinya pencemaran udara seperti persimpangan jalan, pasar,
terminal dan lokasi dekat kegiatan usaha dan industri menunjukkan bahwa untuk semua parameter udara (NO 2,
Hasil uji udara di lokasi pengkawuran gamping di lingkungan desa gari kec. Wonosari adalah 17,7643 mg/m³
sedangkan Hasil uji udara di lokasi depan kantor dusun tegalrejo dan lingkungan permukiman desa gari kecamatan
Industri yang berkembang di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 19.255 unit usaha dengan kategori jenis
usaha antara lain pengolahan pangan, batik, bahan bangunan, kerajinan dan industri logam dan elektronik. Dimana
jenis usaha yang paling banyak berkembang adalah industri pengolahan pangan. Limbah industri yang dihasilkan
oleh jenis industri tersebut memiliki kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand)
dan TSS (Total Suspended Solid) yang tinggi. Dari pemeriksaan terhadap dua lokasi industri pengolahan makanan
yaitu Rumah Makan “RMP” dan industri makanan “NS”, dijumpai bahwa limbah yang dihasilkannya telah melebihi
baku mutu air limbah.
Di Kabupaten Gunungkidul terdapat tiga rumah sakit yaitu RSUD Wonosari, RS Pelita Husada Semanu dan RS
Nur Rohmah Playen. Selain itu juga terdapat 30 Puskesmas, 108 Puskesmas Pembantu,18 apotik, 45 Balai
Pengobatan, dan5 rumah bersalin. Dari sejumlah sarana kesehatan tersebut dipastikan menghasilkan limbah
medisyang mengandung bahan kimia maupun limbah infeksius yang berbahaya bagi lingkungan. Untuk menangani
limbah medis, baru RSUD Wonosari yang telah membangun IPAL di lingkungan rumah sakit. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan pencemaran yang disebabkan oleh limbah tersebut.
Pengolahan limbah padat Rumah sakit dengan Insenerator sebanyak 6 buah (1di RSUD dan 5 di Puskesmas),
dengan kondisi operasional 5 buah. Bagi sarana pengobatan yang belum mempunyai sarana insenerator maka ada
Landasan hukum pengelolaan air limbah di Kabupaten Gunungkidul masih menggunakan Peraturan daerah
yang berasal dari Propinsi.
Instansi yang terkait dengan pengelolaan air limbah di Kabupaten Gunungkidul adalah:
1. Seksi Permukiman dan Penyehatan Lingkungan, Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Pekerjaan Umum
2. Seksi Kesehatan Lingkungan, Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Dinas Kesehatan
3. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan
Pelayanan yang terkait dengan penanganan air limbah di Kabupaten Gunungkidul baru terbatas kepada
penanganan dengan sistem komunal di beberapa lokasi pemukiman, pondok pesantren dan industri pembuatan
tahu.
Sampai saat ini, Kabupaten Gunungkidul belum memiliki sistem pengolahan air limbah terpusat baik berupa
IPAL maupun IPLT.
b. Sistem Komunal
Sejak Tahun 2007 di beberapa lokasi di Gunungkidul telah dibangun sistem pengolahan air limbah komunal. Data
dari LPTP Yogyakarta. Lokasi Loaksi tersebut ditunjukkan pada Tabel berikut ini.
Tahun Sumbe
Nama Jumlah
No Alamat Dana Operas r
Kelompok Pelayanan
i Limbah
1. KSM Sari Mulyo Sumbermulyo, Rp. 720 14 Kelompok 2006 Limbah
I Kepek, juta pengrajin tahu
Ketua : Yono Wonosari
Pawiro
2. KSM Sari Rejo Besari, Rp. 300 7 Kelompok 2007 Limbah
Ketua : Siraman, juta pengrajin tahu
Purwodiharjo Wonosari
3. KSM Nglegani Pondok Rp. 350 150 jiwa 2007 Limbah
Ketua : Pesantren juta domesti
Abdulrohim Mardhotulloh, k
Siyono,
Secara tidak langsung, pengolahan secara komunal juga dilakukan pada Kawasan wisat Pantai Baron, dimana
Pengolahan ikan membuang limbahnya pada septictank bersama. Hanya saja pada saat dilakukan observasi
tampak baik saluran air limbah maupun septictank dalam kondisi yang kurang terawat.
3.2.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Penanganan Air Limbah
Peran serta masyarakat dalam penanganan air limbah diwujudkan dalam program sanitasi berbasis masyarakat
(Sanimas). Di Kabupaten Gunungkidul sudah terdapat 8 lokasi sanimas yang melayani kawasan pemukiman,
pondok pesantren dan industri tahu. Kondisi dari masing-masing sanimas tersebut dapat dilihat pada tabel
pengelolaan sanjimas di atas.
3.2.6. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan air limbah adalah :
a. Hasil studi EHRA menunjukkan hampir semua responden yang mempunyai septictank tidak pernah menguras
septictanknya
b. Hal ini menunjukkan konstruksi septictank yang diterapkan belum memenuhi kriteria teknis yang ada
a. Seksi Permukiman dan Penyehatan Lingkungan, Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Pekerjaan Umum
b. UPT Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum
c. Seksi Kesehatan Lingkungan, Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Dinas Kesehatan
d. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan
Cakupan pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Gunungkidul adalah kota Wonosari dan daerah
disekitarnya. Volume sampah yang dihasilkan per hari adalah 103 m 3, dengan volume terangkut 71 m3 atau sekitar
72%. Retribusi yang masuk dari pelayanan sampah perbulannya adalah Rp 4.086.000,-.
Di dalam pengangkutan sampah, UPT Kebersihan dan Pertamanan mempergunakan 10 buah gerobak sampah
di pasar, 9 unit truk sampah, 6 unit dump truk, 3 unit armada roll truk serta 17 unit container dimana 14 unit
dalam kondisi baik dan 3 unit sudah dalam kondisi rusak berat.
Jumlah TPS yang ada di wilayah pelayanan persampahan Kabupaten Gunungkidul berjumlah 48 unit dimana 23
Sampah yang diangkut dari TPS kemudian di buang di TPA yang berada di Dusun Wukirsari, Desa Baleharjo,
Kecamatan Wonosari. Lahan TPA yang dimiliki seluas 1,5 Ha, dimana kondisinya sekarang sudah hampir penuh.
Metode yang digunakan di TPA adalah open dumping, dimana sampah ditimbun di area terbuka (open dumping)
tanpa ditutup tanah kemudian dilakukan pemadatan dengan buldozer serta dilakukan pembakaran. Untuk
membantu proses tersebut TPA Baleharjo memiliki 1 unit buldozer dan 1 unit excavator.
Meskipun telah terdapat sarana pengolahan air sampah (lindi), tetapi dari hasil observasi terlihat sarana ini sudah
tidak berfungsi lagi, dan lindi langsung masuk ke dalam saluran yang menuju badan air.
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah diwujudkan dalam adanya usaha jual beli barang bekas.
Sampah yang memiliki nilai jual dikumpulkan dan dipilah berdasarkan jenisnya kemudian dijual. Pada tahun 2009,
Karang Taruna Baleharjo bekerjasama dengan LSM Gemari untuk mengolah sampah organik di TPA dengan cara
penyortiran, pengayakan, pencacahan untuk dibuat kompos. LSM Gemari mampu mengolah sampah perharinya
mencapai 50 m3. Kompos tersebut dijual kepada para petani di kabupaten Gunungkidul dan daerah sekitarnya.
Namun saat ini, proses pembuatan kompos tersebut sudah berhenti dikarenakan kurang ekonomis.
Instansi yang bertanggungjawab dalam penanganan drainase adalah Seksi Permukiman dan Penyehatan
Lingkungan, Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Pekerjaan UmumKabupaten Gunungkidul
Data eksisting drainase di Kabupaten Gunungkidul masih sangat terbatas (hanya untuk wilayah Kota
Dari kondisi topografi wilayah yang berbukit dan kemiringan lahan yang sangat besar, maka masalah
drainase wilayah bukan menjadi masalah utama. Kawasan Gunungkidul berusaha mempertahankan limpasan air
hujan dengan memperbanyak tampungan – tampungan atau tandon. Air ini akan dapat dimanfaatkan pada musim
kemarau.Sedangkan saluran drainase yang ada di Kabupaten Gunungkidul kebanyakana memiliki tipe konstruksi
saluran berupa saluran pasangan batu. Dimana dimensi saluran yang ada lebar bawah antara 30 – 40 cm, lebar
atas antara 40 – 60 cm, serta kedalaman (H) sekitar 50 cm.
3.4.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Drainase Lingkungan
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan drainase dalam bentuk pembersihan saluran drainase disekitar
pemukiman mereka melalui kegiatan gotong royong.
3.4.6. Permasalahan
Permasalahan pengelolaan drainase yang dihadapi Kabupaten Gungkidul adalah belum adanya master plan
dalam pengelolaan drainase.
Landasan hukum dari penyediaan air bersih di Kabupaten Gunungkidul mengacu kepada Peraturan Daerah
Kabupaten Gunungkidul No 2 Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Handayani Kabupaten
Gunungkidul dan Keputusan Bupati Gunungkidul nomor 133/KPTS/2009 tentang Tarif Air Minum Tirta Handayani
Kabupaten Gunungkidul.
Instansi yang terkait dengan penyediaan air bersih di Kabupaten Gunungkidul adalah PDAM Tirta Handayani.
Selain itu juga terdapat instansi lain yaitu Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum.
Pada saat sekarang, cakupan pelayanan dari PDAM Tirta Handayani Kabupaten Gunungkidul adalah 78%
atau sekitar 592.396 jiwa. Adapun rekapitulasi dari pelayanan PDAM Tirta Handayani untuk tiap kecamatan di
Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Rekapitulasi Cakupan Pelayanan Air Bersih PDAM Tirta Handayani Kab. Gunungkidul Per
Kecamatan Bulan Desember 2009
Jumlah
No Kecamatan SR HU
Desa Dusun KK Jiwa
(unit) (unit)
1 Panggang 6 25 1.726 39 5.728 17.877
Sedangkan untuk jumlah unit produksi air bersih yang beroperasi adalah sebanyak 13 unit dengan total
produksi 658 L/det. Tambah data dari Pamsimaskarta dan data terlayani
Sistem penyediaan air bersih di Kabupaten Gunungkidul mempergunakan sistem pemompaan, hal ini
disebabkan karena kondisi topografi yang berbukit-bukit dan juga dikarenakan sumber air yang diambil sebagian
besar berasal dari sungai bawah tanah. Berikut ini adalah instalasi air minum yang dikelola oleh PDAM Tirta
3.5.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Penyediaan Air Bersih
Dengan kondisi daerah Gunungkidul yang seringkali mengalami kekurangan air di musim kemarau, maka
masyarakat Kabupaten Gunungkidul berupaya untuk menampung air pada musim hujan. Sistem penampungan air
hujan (PAH) telah lama dipergunakan oleh sebagian besar masyarakat Gunungkidul. Unit PAH yang dipergunakan
Selain mempergunakan sistem PAH, masyarakat juga mulai dilibatkan dalam pembangunan penyediaan air
bersih melalui Paguyuban PAMASKARTA (Paguyuban Air Minum Masyarakat Yogyakarta).
3.5.6. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi di dalam penyediaan air bersih di Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut :
a. Jumlah sumber air seperti mata air dan sungai sangat terbatas, hal ini disebabkan kondisi daerah berupa
pegunungan karst yang menyebabkan air mudah meresap dalam tanah dan membentuk sungai bawah tanah
sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengambil air.
b. Letak pemukiman yang berjauhan dan kondisi daerah yang berbukit-bukit menyulitkan di dalam pengaliran
air bersih
c. Sistem pengaliran air bersih dengan mempergunakan pompa menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk operasional PDAM Tirta Handayani
d. Debit air bersih yang diproduksi untuk musim kemarau mengalami penurunan yang cukup banyak sehingga
banyak pelanggan PDAM yang tidak teraliri air bersih sedangkan untuk masyarakat yang tidak memiliki
Limbah industri yang sudah mulai ditangani di Kabupaten Gungkidul adalah indsutri tahu dengan dibangunnya IPAL
komunal. Sedangkan untuk industri yang lain belum ada penanganan limbahnya
Limbah medis yang dihasilkan dari fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan klinik masih belum semuanya
tertangani. Rumah sakit yang sudah memiliki IPAL adalah RSUD Wonosari.
Kampanye PHBS menjadi program rutin yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul untuk
menyadarkan masyarakat supaya memiliki perilaku hidup yang bersih dan sehat serta untuk menumbuhkan
pemberdayaan di masyarakat.
Alokasi Pembiayaan Program Sanitasi untuk tiap SKPD di Kabupaten Gunungkidul dalam adalah sebagai berikut
Anggaran
Sumber
No SKPD Program Kegiatan Lokasi
Dana
Air Minum Sanitasi
3,612,607,2 3,043,546,000
Total Anggaran 2009 55
Anggaran Sumber
No SKPD Program Kegiatan Lokasi
Air Minum Sanitasi Dana
Lingkungan Sehat Penyediaan sarana air bersih Wonosari & 1,232,380,000 APBD
Perumahan dan sanitasi dasar terutama Semin
bagi masyarakat miskin
Dari hasil penilaian data sekunder, Persepsi SKPD dan Studi EHRA
didapatkan lokasi-lokasi yang merupakan area beresiko di Kabupaten
Gunungkidul.
GEDANGSARI
U
NGAWEN
PATUK SEMIN
9130000 9130000
NGLIPAR
PLAYEN KARANGMOJO
9120000 9120000
WONOSARI PONJONG
PALIYAN SEMANU
PURWOSARI
9110000
PANGGANG 9110000
SAPTOSARI
TANJUNGSARI RONGKOP
Dari kegiatan ini dapat dilihat beberapa hal yang berkaitan dengan
sanitasi
1. Meskipun sebagian besar warga sudah memiliki jamban dengan
septictank, tetapi masih ada warga yang menggunakan cubluk
sebagai sarana buang air besarnya
2. Keterwakilan perempuan dalam kegiatan perencanaan
pembangunan masih kurang, walaupun secara operasional tingkat
kepesertaannya lebih tinggi dari laki-laki
1. Air Minum
2. Air Limbah
3. Drainase
4. Persampahan