Anda di halaman 1dari 14

Wahyu Siami Purnamasari

113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

A. HUKUM PEMANTULAN DAN PEMBIASAN SNELL

Objek dapat dilihat karena objek tersebut memantulkan cahaya ke mata kita.
Berdasarkan kekasaran bidang pantulnya, pemantulan dibedakan menjadi pemantulan baur
dan pemantulan regular atau pemantulan spekuler.

Pemantulan baur adalah pemantulan yang terjadi pada bidang yang kekasarannya
lebih besar daripada panjang gelombang yang dipantulkan.Permukaan yang tidak rata
mengakibatkan arah pantulan cahaya tidak teratur sehingga bayangan yang terbentuk tidak
jelas.

Berikut adalah visualisasi pemantulan baur.

Pemantulan regular adalah pemantulan yang terjadi pada bidang yang kekasarannya
lebih kecil daripada panjang gelombang yang dipantulkan. Permukaan yang rata
menyebabkan arah pantulan teratur sehingga bayangan yang dihasilkan dapat terlihat jelas.

Berikut adalah visualisasi pemantulan regular atau pemantulan spekuler.

Dalam kehidupan sehari-hari, peristiwa pemantulan yang sering dimanfaatkan adalah


pemantulan reguler atau pemantulan spekuler. Jadi, dalam pembahasan selanjutnya setiap
kata pemantulan diartikan sebagai pemantulan reguler.

Pembiasan adalah peristiwa pembelokan arah sinar ketika memasuki medium dengan
kerapatan yang berbeda. Pembelokan ini diakibatkan karena perbedaan cepat rambat dari
medium satu ke medium berikutnya.

1
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

Sinar A Garis Normal B Sinar


Datang Pantul
ɸa ɸb

udara

air

ɸc Sinar
Bias
C

Gambar di atas menunjukkan bahwa cahaya merambat dari udara menuju air. Dapat
diperhatikan bahwa sebagian cahaya yang datang dan menyentuh bidang batas air
dipantulkan dan sebagian yang lainnya dibiaskan. ɸa adalah sudut antara sinar datang dan
garis normal, selanjutnya disebut dengan sudut datang. ɸb adalah sudut antara sinar pantul
dan garis normal. Selanjutnya disebut dengan sudut pantul dan ɸc adalah sudut antara sinar
bias dengan garis normal, selanjutnya disebut sebagai sudut bias.

Penelitian eksperimental terhadap peristiwa pemantulan dan pembiasan menghasilkan


hukum yang ditemukan oleh Willebror Snell (1591-1626) sebagai berikut.

1) Sinar datang, sinar pantul, sinar bias dan garis normal terhadap permukaan terletak
pada satu bidang.
2) Sudut pantul sama besar dengan sudut datang untuk semua warna cahaya dan untuk
setiap pasangan yang terdiri atas dua jenis zat.
3) Untuk cahaya monokromatik dan untuk 2 zat tertentu pada sisi permukaan pemisah
yang berlawanan, perbandingan sin ɸa (antara sinar datang dan garis normal)
terhadap sin ɸc (antara sinar bias dan garis normal) adalah konstan

Hasil eksperimen yang menunjukkan bahwa sudut datang sama besar dengan sudut
pantul, serta sinar datang, sinar pantul dan garis normal berada pada bidang yang sama
dikenal sebagai Hukum Pemantulan.

Hasil eksperimen yang menunjukkan bahwa sinar datang, sinar pantul dan garis
𝑠𝑖𝑛ɸ𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
normal berada pada bidang yang sama serta bahwa = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 dikenal sebagai
𝑠𝑖𝑛ɸ𝑏𝑖𝑎𝑠
Hukum Pembiasan.

2
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

INDEKS BIAS

Apabila seberkas cahaya monokromatik yang bergerak dalam ruang hampa


membentuk sudut datang ɸ dan sudut bias ɸa ketika menembus medium a, maka konstanta
yang dimaksud dalam hukum Snell disebut indeks bias zat a (na)

sin ɸ
= 𝑛𝑎
sin ɸ𝑎

Indeks bias yang didapatkan memalui perbandingan sudut datang dari ruang hampa
terhadap sudut bias pada suatu medium disebut dengan indeks bias absolute medium
tersebut. Sedangkan pada kehidupan sehari-hari cahaya pada umumnya tidak terbias dari
ruang hampa. Melalui hukum Snell indeks bias relative yang berlaku pada peristiwa
pembiasan dari satu medium ke medium yang lain dapat ditinjau sebagai berikut.

Misalkan sinar membias dari medium a ke medium b, maka indeks bias absolute masing-
masing medium adalah:

sin ɸ sin ɸ
= 𝑛𝑎 , = 𝑛𝑏
sin ɸ𝑎 sin ɸ𝑏

Dengan membagi kedua persamaan tersebut didapatkan persamaan baru yaitu:

sin ɸ𝑎 𝑛𝑏
=
sin ɸ𝑏 𝑛𝑎

Ketika sinar membias dari medium a ke medium b, indeks bias yang berlaku adalah

sin ɸ𝑎
𝑛𝑎𝑏 =
sin ɸ𝑏
𝑛𝑏
𝑛𝑎𝑏 =
𝑛𝑎

3
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

B. PEMANTULAN SEMPURNA

Berikut adalah gambar peristiwa pemantulan sempurna.

1 2
ɸb
ɸb= 90⁰ Medium b
3 nb

ɸkritis
ɸa

Medium a
P na

Gambar di atas menunjukkan beberapa sinar yang memancar dari titik P dalam
medium a yang indeks biasnya na. dan dibiaskan di medium b yang indeks biasnya nb (na >
nb).Sesuai dengan hukum Snell,

𝑛𝑎 𝑠𝑖𝑛ɸ𝑎 = 𝑛𝑏 𝑠𝑖𝑛ɸ𝑏

𝑛𝑎
𝑠𝑖𝑛ɸ𝑏 = 𝑠𝑖𝑛ɸ𝑎
𝑛𝑏

𝑛𝑎
Karena ⁄𝑛𝑏 lebih besar dai pada 1 maka 𝑠𝑖𝑛ɸ𝑏 lebih besar daripada 𝑠𝑖𝑛ɸ𝑎 .
Sehingga sinar dari titik P yang melewati medium A menuju medium B dengan sudut
tertentu akan dibiaskan dengan sudut 90⁰ terhadap garis normal, bahkan lebih. Pada sinar
nomor 3 yang digambarkan di atas, sinar dari titik P menuju medium b dibiaskan menyusuri
permukaan (90⁰ terhadap garis normal). Sudut datang yang dibentuk sinar nomor 3 disebut
dengan sudut kritis. Apabila sudut datang semakin besar dan telah melampaui sudut kritis
maka sinar tidak akan dibiaskan ke medium b, namun akan memantul sempurna dari bidang
batas. Besar sudut kritis dapat diketahui melalui persamaan hukum Snell sebagai berikut:
𝑛𝑏
𝑠𝑖𝑛ɸ𝑎 = 𝑠𝑖𝑛90°
𝑛𝑎
𝑛𝑏
𝑠𝑖𝑛ɸ𝑎 =
𝑛𝑎

4
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

C. PENINJAUN PERISTIWA PEMANTULAN DAN PEMBIASAN


MENURUT HUYGENS

a. Peninjauan Peristiwa Pemantulan menurut Prinsip Huygens

Menurut prinsip Huygens setiap titik padagelombang cahaya dapat dianggap sebagai
pusat gelombang baru (sekunder) yang memancarkan gelombang baru ke sagala arah dengan
cepat rambat yang sama dengan cepat rambat gelombang. Hal ini dapat menjelaskan proses
pemantulan cahaya melalui visualisasi sebagai berikut:
C

B M
A vt

O
C’

C”

A’
MEDIUM 1 MEDIUM 2

B’
M’ B”

Pada gambar diatas terlihat bahwa muka-gelombang datang AA’ menabrak bidang
pantul MM’. Posisi muka gelombang pada selang waktu t dapat dicari dengan menerapkan
asas Huygens. Dengan sejumlah titik pada AA’ sebagai pusat, dapat ditarik sejumlah
gelombang sekunder pada radius vt, dimana v adalah cepat rmbat gelombang di medium 1.
Gelombang sekunder yang muncul di dekat ujung atas AA’ menyebar tanpa penghalang dan
membentuk muka gelombang yang baru yaitu garis OB. Namun gelombang sekunder yang
berada di dekat ujung bawah AA’ terhalang bidang pantul, seandainya bidang pantul
ditiadakan maka gelombang sekunder yang muncul adalah sepanjang garis BB”. Efek bidang
pantul adalah mengubah arah rambatan gelombang yang membentur bidang pantul tersebut,
sehungga sebagian gelombang yang seharusnya menembus bidang pantul (warna abu-abu)
menjadi berubah arah dengan posisi tetap berada di sebelah kiri bidang pantul (warna merah)
yaitu garis OB’. Jadi setelah selang waktu t maka gelombang primer (garis AA’) membentuk
gelombang sekunder (garis BOB’). Dengan proses yang sama, setelah selang waktu t
berikutnya gelombang akan membentuk gelombang sekunder lagi sesuai garis CPC’.

5
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

M
B

ɸ
A

B’ B”
A’
MEDIUM 1 MEDIUM 2
M’

Sudut ɸ adalah sudut antara sinar datang dengan permukaan bidang pantul yang
selanjutnya disebut dengan sudut datang. Begitu pula dengan r yang merupakan sudut antara
sinar pantul dengan bidang pantul selanjutnya disebut dengan sudut pantul.

Berikut adalah visualisassi sinar datang dan sinar pantul untuk mengetahui hubungan
antara sudut datang dan sudut pantul.

P
r

ɸ
Q

6
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

Dari titik O ditarik garis OP = vt yang tegak lurus terhadap garis AA’. Kemudian dari
titik A ditarik garis AQ sepanjang vt yang tegak lurus terhadap garis sinar pantul OB. Maka
didapatkan dua buah segitiga siku-siku yang sebangun, yaitu APO dan AQO (AQ = OP dan
AO berhimpit) sehingga sudut ɸ sama dengan sudut r. sudut datang sama dengan sudut
pantul.

O
𝐴𝑄 = 𝑂𝑃 = 𝑥
𝐴𝑄 𝑂𝑃 𝑥 x
= =
𝐴𝑂 𝐴𝑂 𝐴𝑂 ɸ
sin ɸ = sin 𝑟
ɸ=𝑟 P A

x
r

O Q

7
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

b. Peninjauan Peristiwa Pembiasan menurut prinsip Huygens

C M
B

A
vat O
ɸa

C’

ɸb

Vbt B’
A’
medium a medium b
M’

Gambar di atas menunjukkan bahwa gelombang cahaya yang datang di sepanjang


garis AA’ menyentuh permukaan medium b (garis MM’). sesuai dengan asas Huygens, dapat
ditinjau beberapa titik di sepanjang garis AA’ sebagai pusat yang kemudian membentuk
gelombang sekunder (garis BB’)pada radius vat setelah selang waktu t. va adalah cepat
rambat gelombang di medium a. Dapat diperhatikan bahwa ketika gelombang menembus
medium b, gelombang tidak bergerak bersamaan dengan bagian gelombang yang bergerak di
medium a. sehingga bentuk sinar yang muncul patah di titik O. Hal ini dikarenakan cepat
rambat gelombang di medium a dan medium b berbeda. Dengan proses yang sama
gelombang kembali akan membentuk gelombang sekunder CPC’ dalam selang waktu t
berikutnya.

Sudut ɸa menunjukkan sudut antara sinar datang dengan garis batas antara medium a
dengan medium b (garisMM’) yang selanjutnya akan disebut sebagai sudut datang. Sudut ɸb
menunjukkan sudut antara sinar yang dibiaskan dengan garis batas antara medium a dengan
medium b (garis MM’). selanjutnya sudut ini disebut dengan sudut bias.

Berikut adalah analisa yang menunjukkan hubungan antara sudut datang dan sudut
bias dalam peristiwa pembiasan yang ditinjau menurut prinsip Huygens.

8
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

vat O

ɸb

ɸa

B
A vbt

M’
Dari gambar di atas diketahui bahwa dari titik O ditarik garis OQ = vat tegak lurus
terhadap sinar datang yaitu garis AQ. Dari titik A ditarik garis AB = vbt tegak lurus terhadap
sinar bias (garis OB) sehingga terbentuk dua segitiga siku-siku yaitu AQO dan ABO.

Berdasarkan segitiga AQO:

𝑂𝑄 𝑣𝑎 𝑡
sin ɸ𝑎 = =
𝐴𝑂 𝐴𝑂
Berdasarkan segitiga ABO:

𝐴𝐵 𝑣𝑏 𝑡
sin ɸ𝑏 = =
𝐴𝑂 𝐴𝑂
Sehingga:

sin ɸ𝑎 𝑣𝑎
=
sin ɸ𝑏 𝑣𝑏

Karena va /vb merupakan konstanta, maka persamaan ini merupakan Hukum Snell.

Berikut adalah bentuk umum dari Hukum Snell:

sin ɸ𝑎 𝑛𝑏
=
sin ɸ𝑏 𝑛𝑎

9
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

Sehingga:
𝑣𝑎 𝑛𝑏
=
𝑣𝑏 𝑛𝑎

Atau

𝑛𝑎 𝑣𝑎 = 𝑛𝑏 𝑣𝑏

Jika salah satu medium tersebut adalah ruang hampa (indeks bias =1, cepat rambat=
c) maka:
𝑐 𝑐
𝑛𝑎 = , 𝑛𝑏 =
𝑣𝑎 𝑣𝑏

Sehingga dapat disimpulkan bahwa indeks bias suatu medium adalah perbandingan
kecepatan cahaya dalam ruang hampa terhadap kecepatannya di medium yang bersangkutan.

Pada gambar sebelumnya jika vat diambil untuk periode gelombang (T), maka jarak
tersebut menunjukkan panjang gelombang tersebut (λa) . Begitu pula yang terjadi pada
medium b, vbt diambil untuk satu periode gelombang (T), maka jarak tersebut menunjukkan
panjang gelombang di medium b (λb) .

𝜆𝑎 𝜆𝑏
𝑣𝑎 = = 𝜆𝑎 𝑓 𝑑𝑎𝑛 𝑣𝑏 = = 𝜆𝑏 𝑓
𝑇 𝑇

𝜆𝑎 𝜆 𝑏
=
𝑣𝑎 𝑣𝑏

𝜆𝑎 𝜆𝑏
𝑐= 𝑐
𝑣𝑎 𝑣𝑏

𝜆𝑎 𝑛𝑎 = 𝜆𝑏 𝑛𝑏

Jika salah satu medium adalah ruang hampa (indeks bias=1, panjang gelombang = λc)
maka:

𝜆𝑐 𝜆𝑐
𝜆𝑎 = , 𝜆𝑏 =
𝑛𝑎 𝑛𝑏

10
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

D. PENINJAUAN PERISTIWA PEMANTULAN DAN PEMBIASAN


MENURUT FERMAT

a. Peninjauan Peristiwa Pemantulan menurut prinsip Fermat

Dalam prinsip Fermat diungkapkan bahwa sinar cahaya yang merambat dari satu titik
ke titik yang lain akan melalui lintasan dengan waktu tempuh terpendek.

Prinsip Fermat dalam meninjau peristiwa pemantulan dapat divisualisasikan sebagai


berikut:

A B

ɸa
ɸb
a ɸa b
ɸb

M M’
O
x
d

Gambar di atas menunjukkan bahwa sinar datang (garis AO) menyentuh permukaan
bidang pantul (garis MM’) sehingga arah rambahnya berubah dan membentuk sinar pantul
OB. Sudut ɸa adalah sudut antara sinar datang dengan garis normal, yang selanjutnya disebut
sebagai sudut datang, sedangkan sudut ɸb adalah sudut antara sinar pantul dengan garis
normal, yang selanjutnya disebut sebagai sudut pantul.

Menurut prinsip Fermat garis sinar AOB akan menempuh waktu terpendek, dimana
𝑑𝑥
= 0 panjang lintasan adalah L= AO + OB dan waktu tempuh adalah t= tAO + tOB.
𝑑𝑡

Sehingga:

𝑡 = 𝑡𝐴𝑂 + 𝑡𝑂𝐵
1 1
(𝑎2 + 𝑥 2 ) ⁄2 [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ] ⁄2
𝑡= +
𝑣 𝑣
𝑑𝑥 1 2 1 1 1
0= = (𝑎 + 𝑥 2 )− ⁄2(2𝑥) + [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ]− ⁄2 (2)(𝑑 − 𝑥)(−1)
𝑑𝑡 2 2
1 1
0 = 𝑥(𝑎2 + 𝑥 2 )− ⁄2 − (𝑑 − 𝑥)[(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ]− ⁄2
𝑥 (𝑑 − 𝑥)
0= 1 − 1
(𝑎2 + 𝑥 2 ) ⁄2 [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ] ⁄2

atau

11
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

𝑥 (𝑑 − 𝑥)
1⁄ = 1⁄
(𝑎2 + 𝑥 2 ) 2 [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ] 2

𝑠𝑖𝑛ɸ𝑎 = 𝑠𝑖𝑛ɸ𝑏

ɸ𝑎 = ɸ𝑏

12
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

b. Peninjauan Peristiwa Pembiasan menurut prinsip Fermat

Ketika sinar menembus medium yang memiliki indeks bias yang berbeda maka sinar
akan mengalami pembelokan karena terjadi perubahan cepat rambat.

Berikut adalah visualisasi dari analisa peninjauan peristiwa pembiasan menurut


prinsip Fermat.

a ɸa ɸa
Medium A
M M’
Medium B O

x ɸb b

d B

Pada gambar di atas diperlihatkan bahwa sinar datang dari medium A menembus
medium B melalui garis MM’ (garis AO) dan dibiaskan membentuk garis OB. ɸa adalah
sudut yang terbentuk antara sinar datang dengan garis normal yang selanjutnya disebut
sebagai sudut datang. Sedangkan ɸb adalah sudut yang terbentuk antara sinar yang dibiaskan
dan garis normal, selanjutnya sudut ini disebut dengan sudut bias.

Menurut prinsip Fermat garis sinar AOB akan menempuh lintasan dengan waktu
𝑑𝑥
tempuh terpendek dimana = 0 panjang lintasan adalah L= AO + OB dan waktu tempuh
𝑑𝑡
adalah t= tAO + tOB.

sehingga:

𝑡 = 𝑡𝐴𝑂 + 𝑡𝑂𝐵
1⁄ 1⁄
(𝑎2 + 𝑥 2 ) 2 [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ] 2
𝑡= +
𝑣𝑎 𝑣𝑏
1⁄ 1⁄
(𝑎2 + 𝑥 2 ) 2 [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ] 2
𝑡= 𝑐⁄ + 𝑐⁄
𝑛𝑎 𝑛𝑏
1⁄ 1⁄
(𝑎2 + 𝑥 2 ) 2 [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ] 2
𝑡 = 𝑛𝑎 + 𝑛𝑏
𝑐 𝑐

𝑑𝑥 1 1 1 1
0= = 𝑛𝑎 (𝑎2 + 𝑥 2 )− ⁄2 (2𝑥) + 𝑛𝑏 [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ]− ⁄2 (2)(𝑑 − 𝑥)(−1)
𝑑𝑡 2 2
13
Wahyu Siami Purnamasari
113184029
Pendidikan Fisika A 2011
Universitas Negeri Surabaya

1 1⁄
0 = 𝑛𝑎 (𝑥)(𝑎2 + 𝑥 2 )− ⁄2 − 𝑛𝑏 (𝑑 − 𝑥)[(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ]− 2
𝑥 (𝑑 − 𝑥)
0 = 𝑛𝑎 1 − 𝑛𝑏 1
(𝑎2 + 𝑥 2 ) ⁄2 [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ] ⁄2

atau

𝑥 (𝑑 − 𝑥)
𝑛𝑎 1 = 𝑛𝑏 1⁄
(𝑎2 + 𝑥 2 ) ⁄2 [(𝑑 − 𝑥)2 + 𝑏 2 ] 2

𝑛𝑎 𝑠𝑖𝑛ɸ𝑎 = 𝑛𝑏 𝑠𝑖𝑛ɸ𝑏

14

Anda mungkin juga menyukai