Anda di halaman 1dari 4

TUGAS ETIKA BISNIS

NAMA : WIDARSIH

RUANG : 307 MANAJEMEN SRJ

NO.DP : 1534021292

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA

JAKARTA

2017
Soal kuis :

1. Apa landasan terbentuknya lembaga keuangan syariah ?


2. Mengapa bank syariah masih berada diposisi bawah jika dibandingkan dengan bank
konvesional ?
3. Jelaskan riba dan berikan contoh kegiatan riba minimal 2 ?

Jawaban kuis :

1. Salah satu bentuk bisnis yang dijalankan secara syariah adalah bisnis keuangan yang
dilakukan oleh berbagai lembaga keungan baik yang berbentuk bank atau non bank.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan salah satu sektor ekonomi islam yang
berkembang pesat pada beberapa dekade terakhir. Perkembangan yang pesat ini tidak saja
didorong oleh memburuknya sistem perekonomian dunia uang dimotori oleh sistem
konvensial, akan tetapi juga oleh semangat religius dan kepetingan praktis pragmatis
dalam membangun perekonomian umat karena LKS berdiri di atas fondasi syariah, maka
ia harus senantiasa sejalan dengan syariah (shariah compliance). Baik dalam spirit
maupun aspek teknisnya. Dalam ajaran islam, transaksi keuangan harus terbebas dari
transaksi yang haram berprinsip kemaslahatan (tayyib), misalnya bebas dari riba, gharar,
riswah dan masyir. Secara umum dapat dikatakan bahwa keuangan islam harus mengikuti
kaidah dan aturan dalam fiqh muamalah. Persyaratan-persyaratan ini akan mengakibatkan
adanya perbedaan yang relatif subtansial antara keuangan islam dan keuangan
konvensial. Faktor lain yang membedakan adalah adanya dewan Pengawas Syariah
(DPS) dalam struktur organisasi LKS yang bertugas mengawasi produk dan
operasionalnya.
2. Persoalan pertama yang dihadapi dan berdampak terhadap pengembangan perbankan
syariah di Indonesia yaitu, belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antar
pemerintah dan otoritas dalam pengembangan perbankan syariah tersebut.
3. Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada
peminjam. Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada
beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, tetapi secara umum terdapat benang merah
yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-
beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat
dalam Islam.
Contoh riba dalam utang-piutang (riba qardh), misalnya, jika si A mengajukan
utang sebesar Rp. 20 juta kepada si B dengan tempo satu tahun. Sejak awal keduanya
telah menyepakati bahwa si A wajib mengembalikan utang ditambah bunga 15%, maka
tambahan 15% tersebut merupakan riba yang diharamkan.
Termasuk riba duyun adalah, jika kedua belah pihak menyepakati ketentuan apabila
pihak yang berutang mengembalikan utangnya tepat waktu maka dia tidak dikenai
tambahan, namun jika dia tidak mampu mengembalikan utangnya tepat waktu maka
temponya diperpanjang dan dikenakan tambahan atau denda atas utangnya tersebut.
Contoh yang kedua inilah yang secara khusus disebutriba jahiliyah karena banyak
dipraktekkan pada zaman pra-Islam, meski asalnya merupakan transaksi qardh (utang-
piutang).
Sementara riba utang yang muncul dalam selain qardh (pinjam) contohnya adalah
apabila si X membeli motor kepada Y secara tidak tunai dengan ketentuan harus lunas
dalam tiga tahun. Jika dalam tiga tahun tidak berhasil dilunasi maka tempo akan
diperpanjang dan si X dikenai denda berupa tambahan sebesar 5%, misalnya.
Perlu diketahui bahwa dalam konteks pinjaman, riba atau tambahan diharamkan secara
mutlak tanpa melihat jenis barang yang diutang. Maka, riba jenis ini bisa terjadi pada
segala macam barang. Jika si A meminjam dua liter bensin kepada si B, kemudian
disyaratkan adanya penambahan satu liter dalam pengembaliannya, maka tambahan
tersebut adalah riba yang diharamkan. Demikian pula jika si A meminjam 10 kg buah
apel kepada si B, jika disyaratkan adanya tambahan pengembalian sebesar 1kg, maka
tambahan tersebut merupakan riba yang diharamkan.
Contoh riba dalam jual beli, Berbeda dengan riba dalam utang (dain) yang bisa
terjadi dalam segala macam barang, riba dalam jual-beli tidak terjadi kecuali dalam
transaksi enam barang tertentu yang disebutkan oleh Rasulullah saw. bersabda: Jika emas
ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, bur (gandum) ditukar dengan bur,
syair (jewawut, salah satu jenis gandum) ditukar dengan syair, kurma dutukar dengan
kurma, dan garam ditukar dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus
sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan,
maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang
memberinya sama-sama berada dalam dosa.(HR. Muslim no.1584).
Dalam riwayat lain dikatakan
Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut
dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus semisal dengan
semisal, sama dengan sama (sama beratnya/takarannya), dan dari tangan ke tangan
(kontan). Maka jika berbeda jenis-jenisnya, juallah sesuka kamu asalkan dari tangan ke
tangan (kontan). (HR Muslim no 1210; At-Tirmidzi III/532; Abu Dawud III/248).
Ada beberapa poin yang bisa kita ambil dari hadits di atas: Pertama, Rasulullah saw
dalam kedua hadits di atas secara khusus hanya menyebutkan enam komoditi saja, yaitu:
emas, perak, gandum, jewawut, kurma dan garam. Maka ketentuan/larangan dalam hadits
tersebut hanya berlaku pada keenam komoditi ini saja tanpa bisa diqiyaskan/dianalogkan
kepada komoditi yang lain. Selanjutnya, keenam komoditi ini kita sebut sebagai barang-
barang ribawi. Kedua,Setiap pertukaran sejenis dari keenam barang ribawi,seperti emas
ditukar dengan emas atau garam ditukar dengan garam, maka terdapat dua ketentuan
yang harus dipenuhi, yaitu:pertamatakaran atau timbangan keduanya harus sama;
dankeduakeduanya harus diserahkan saat transaksi secara tunai/kontan.
Berdasarkan ketentuan di atas, kita tidak boleh Kita juga tidak boleh menukar 10
kg kurma kualitas jelek dengan 5 kg kurma kualitas bagus, karena pertukaran kurma
dengan kurma harus setakar atau setimbang. Jika tidak setimbang atau setakaran, maka
terjadi riba, yang disebutriba fadhl.menukar kalung emas seberat 10 gram dengan gelang
emas seberat 5 gram, meski nilai seni dari gelang tersebut dua kali lipat lebih tinggi dari
nilai kalungnya.

Anda mungkin juga menyukai