Anda di halaman 1dari 4

Faktor Penyebab Korupsi Perilaku korupsi dapat diumpamakan sebagai “warisan haram” tanpa surat

wasiat yang akan tetap lestari sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde
yang datang silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan
penyebab korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 15 Faktor internal
merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor
penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal meliputi aspek moral yang
menyangkut lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu. Selanjutnya menyangkut aspek sikap atau
perilaku yakni pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat mendorong seseorang
untuk berperilaku korup. Faktor eksternal pada umumnya berhubungan dengan aspek ekonomi
diantaranya pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan. Aspek politis menyangkut instabilitas
politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan. Yang tidak kalah pentingnya
adalah aspek managemen dan organisasi yaitu ketiadaan akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum
terlihat dalam buruknya wujud perundang-undangan dan lemahnya penegakkan hukum serta aspek
sosial meliputi lingkungan atau masyarakat yang kurang mendukung perilaku anti korupsi.

Korupsi dan Peranan Penting Perempuan

Memandang lebih jauh ke pusaran korupsi secara naional, ada satu hal yang menarik dalam fenomena
ini, yakni “korupsi keluarga”. Artinya, bila suami ketahuan korupsi, maka istrinya juga bakal dibawa
serta. Tak jarang pula anak-anak jadi korban. Ibaratnya “kesetiaan hingga mati dalam api neraka”. Inilah
yang saya dimaksudkan dengan “korupsi keluarga”. Dalam posisi ini, ada pemain utama dan ada pemain
pendukung. Pemain utamanya adalah laki-laki. Sebab, pada umumnya yang korupsi itu adalah laki-laki
karena mereka lebih banyak menjadi pejabat publik dan mengakses kekuasaan, karena itu, mereka
dengan mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang
sebagian besar menganut budaya Patrialkal (laki-laki mempunyai posisi lebih utama dari perempuan
dalam keluarga), posisi istri hanya masuk dalam pemain pendukung. Sekaligus perempuan menjadi
pejabat publik, tetapi dalam keluarga, tetap saja dia menjadi istri (ibu rumah tangga) dan ibu dari anak-
anaknya yang pada satu sisi dia harus menghormati suaminya begitu pula sebaliknya.

Pada perannya sebagai ibu rumah tangga tadi, biasanya populer dengan istilah suami mencari uang dan
istri akan menjadi “bendahara” rumah tannga. Berhubungan KKN itu dekat sekali dengan uang,
sekalipun ada macam-macam arti KKN yang sesungguhnya, tetapi yang paling di musuhi saat ini adalah
korupsi uang. Di sinilah peran perempuan atau ibu rumah tangga dalam mencegah korupsi dari dalam
keluarga. Suatu keluarga yang harmonis tentu mempunyai komunikasi yang baik (memang sulit peranan
ini dilakukan dalam keluarga yang kurang harmonis). Dalam hubungan istri sebagai bendahara keluarga
tadi, tentu ada komunikasi antara suami dan istri bahkan anak-anak, bagaimana seorang suami atau
seorang ayah mendapatkan uang. Mulai dari upah rutin tiap bulan hingga pendapatan di luar itu.
Seorang istri yang baik, tentu bertanya pada suaminya, dari mana mendapatkan uang di luar upah
tetapnya. Di sinilah seharusnya peranan penting seorang perempuan atau ibu rumah tangga untuk
mencegah perilaku suami yang koruptif. Bila ada pendapatan suami yang tidak wajar, seharusnya
menanyakan darimana asal-muasal uangnya. Jangan malah mendukung suami untuk korupsi sekeluarga.
Bila itu hasil dari perbuatan yang tidak halal atau korupsi, istri harus mengingatkan suaminya bahwa itu
tidak baik untuk masa depan keluarga. Anak-anak akan menjadi korban makan hasil yang korupsi
padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi. Perempuan harus menjadi role-model dalam keluarga,
mengingatkan suami dan anak-anak untuk mendapatkan segala sesuatu harus dengan halal. Mungkin
suaminya tidak kuat godaan ketika dalam bekerja, tetapi dalam keluarga akan menjadi tempat yang
paling nyaman untuk saling memberikan pengertian dan meguatkan. Itulah peran penting seorang
perempuan untuk mencegah perilaku koruptif saumi dan mengajarkan anak-anak pendidikan anti
korupsi.

Pendidikan Hidup Sederhana

Pada umumnya, korupsi terjadi bukan karena orang kekurangan tetapi karena rakus. Jadi semua
berangkat dari keinginan bukan dari kebutuhan. Keinginan itu membuatnyarakus. Rakus untuk hidup
mewah, rakus untuk mengumpul harta di dunia, rakus ingin memiliki seluruh isi dunia. Karena rakus itu,
orang bisa berbuat apa saja untuk mendapatkan apa yang dia inginkan termasuk korupsi sekalipun.
Sebab para para koruptor itu mempunyai upah yang tinggi setiap bulan. Misalnya saja, para anggota
dewan dan para kepala daerah yang dibui karena korupsi, mereka mempunyai upah puluhan bahkan
ratusan juta per bulannya, tetap saja korupsi. Itu bukan karena kekurangan, tetapi karena rakus. Tinggal
dirumah dinas, air dan listrik, kendaraan serta segala kebutuhan sehari-hari di tanggung oleh rakyat,
belum lagi upah dengan berbagai macam tunjangan yang dibuat-buat. Beda halnya dengan para
pegawai operasional dan para guru, mereka hidup memang dari upah yang mereka dapatkan setiap
bulan.
Oleh sebab itu, peran seorang istri adalah membudayakan hidup sederhana dalam keluarga. Kata Slank,
“hidup sederhana tetapi banyak cinta. Dari pada hidup bermewah-mewah tetapi dibui”. Inilah yang
harus menjadi budaya keluarga agar suami tidak mencari pendapatan lain demi hidup mewah dengan
keluarga. Bila istrinya saja hobi shopping, akhir pekan ke mall, membeli perhiasan mahal, jalan-jalan
habiskan uang, maunya rumah mewah, bagaimana suami tidak mencari sumber pemasukkan lain selain
upah yang sewajarnya. Selain itu, anak-anak juga harus diajarkan untuk tidak bermewah-mewah. Semua
berawal dari keluarga, yaitu peran dan kasih sayang seorang ibu. Dan bila itu yang terjadi maka genaplah
seperti apa kata orang bijak, “Di balik kesuksesan seorang laki-laki, ada seorang perempuan hebat di
belakangnya”. Tetapi jangalah sukses karena korupsi.

“Nah pada saat itu kita kasih pengertian pada si anak, jawab jujur ya. Enggak boleh bohong, nanti kalau
bohong dosa loh,” katanya.

Begitupun ia juga mengingatkan sang suami, Eka Suhartono yang bekerja sebagai karyawan swasta, agar
bekerja dengan jujur dan tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya.

“Contohnya kalau ada kerjaan di kantor, suami lagi ada progress baru, setelah selesai, biasanya suka ada
yang kasih amplop. Saya sarankan kepada suami, jangan diterima. Karena sebanyak apapun isinya
enggak berkah buat keluarga,” kisah Rohanah.

Yang dilakukan Rohanah, ternyata juga tercermin dalam baseline study Pencegahan Korupsi Berbasis
Keluarga oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan, KPK pada 2013. Kajian itu menunjukkan peran
ibu cenderung lebih dominan di dalam keluarga. Tak hanya pada ibu pekerja, melainkan juga ibu rumah
tangga.

Hasilnya, sebanyak 43 persen keluarga menganggap peran ibu paling dominan untuk mendidik dan
mengasuh anak-anaknya. Sisanya, sebanyak 41 persen menganggap sosok pendidik dan pengasuh,
adalah kedua pasangan suami-istri.

Gerakan SPAK yang dimotori perempuan ini juga mendorong peran sentral perempuan dalam keluarga
untuk menanamkan nilai-nilai dasar kejujuran, keadilan, kerja sama, kemandirian, disiplin, tanggung
jawab, kegigihan, keberanian dan kepedulian di dalam keluarga sebagai upaya mencegah perilaku
korupsi.

faktor internal yang tak kalah penting adalah ketidakmampuan mengendalikan nafsu duniawi yang
terlewat batas. Hidup untuk membiayai gaya hidup dan gengsi sementara pendapatan tak akan pernah
cukup menutupi gaya hidup.

"Ada gengsi seakan istri pejabat gaul sama sosialita. Ada tuntutan gaya hidup. Masa istri pejabat ngopi di
kafe kelas mewah. Kalau tidak punya qanaah pasti akan merasa kurang saja dalam hidup dan ujung-
ujungnya pasti korupsi," kata dia.
Dia menjelaskan, mengapa para ibu dan perempuan penting dilibatkan memberantas korupsi karena
berdasarkan sejumlah hasil riset KPK 2012 di sejumlah daerah terungkap yaitu hanya 4 persen anak
yang diajarkan kejujuran oleh ibu, sebanyak 80 persen pendidikan diperoleh dari ibu, dan 50 persen
lebih penduduk Indonesia adalah perempuan.

"Kita anggap andai seluruh perempuan kita ajak bersama , sesuai dengan pekerjaaan masing-masing
jaksa hakim PNS selalu ingatkan korupsi. Kalau di rumah ingatkan anak, adik, suami, dan di kantor
ingatkan teman-teman rasanya pencegahan akan ringan," kata dia sembari mengajak ibu-ibu mengenali,
memahami, mengingkatkan, lalu melaporkan tindak pidana korupsi agar bisa melindungi suami dan
anak atau keluarga dari perbuatan melanggar hukum tersebut.

Menurut dia, perempuan bisa berpartisipasi melakukan pencegahan korupsi apapun latarbelakang
pendidikan dan pekerjaaannya. Pihaknya menginisiasi mencetak kader perempuan di internal Kemenag
melalui kegiatan ini bekerjasama dengan AIPJ dan KPK.

Anda mungkin juga menyukai