Anda di halaman 1dari 4

NAMA

: Sochiva Pramesti

JURUSAN

: Teknik Sipil

NRP

: 3114100063

KELAS

: 17
Negara Kesejahteraan, dan Korupsi

Pengertian Negara Kesejahteraan


Secara sederhana negara kesejahteraan (welfare state) adalah negara yang menganut
sistem ketatanegaraan yang menitik beratkan pada mementingkan kesejahteraan
warganegaranya. Tujuan dari negara kesejahteraan bukan untuk menghilangkan perbedaan dalam
ekonomi masyarakat, tetapi memperkecil kesenjangan ekonomi dan semaksimal mungkin
menghilangkan kemiskinan dalam masyarakat. Adanya kesenjangan yang lebar antara
masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dalam suatu negara tidak hanya menunjukkan
kegagalan negara tersebut didalam mengelola keadilan sosial, tetapi kemiskinan yang akut
dengan perbedaan penguasaan ekonomi yang mencolok akan menimbulkan dampak buruk dalam
segala segi kehidupan masyarakat. Dampak tersebut akan dirasakan mulai dari rasa ketidak
berdayaan masyarakat miskin, hingga berdampak buruk pada demokrasi, yang berupa mudahnya
orang miskin menerima suap (menjual suaranya dalam pemilihan umum) akibat keterjepitan
ekonomi, sebagaimana yang banyak disinyalir terjadi di Indonesia dalam beberapa kali
pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Bahkan adanya rasa frustrasi orang miskin akan
mudah disulut untuk melakukan tindakan-tindakan anarkhis, yang berakibat kontra produktif
bagi perkembangan demokrasi.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka dikembangkan konsep negara
kesejahteraan (welfare state), yang merupakan sistem kenegaraan yang mengupayakan untuk
memperkecil jurang pemisah antara mereka yang kaya dengan yang miskin melalui berbagai
usaha pelayanan kesejahteraan warganegaranya.
Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah adalah berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah
tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat
dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik
yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

ANALISIS KONDISI KESEJAHTERAAN DAN KORUPSI DI INDONESIA


Kesejahteraan Indonesia
Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia belum terlaksana sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945, baik pada masa Orde Baru maupun era
reformasi saat ini. Penanganan masalah sosial masih belum menyentuh persoalan mendasar.
Program-program jaminan sosial masih bersifat parsial dan karitatif serta belum didukung oleh
kebijakan sosial yang mengikat. Program penanganan sosial dianggap sebagai program yang
konsumtif, sehingga tidak heran di beberapa daerah anggaran untuk pembangunan sosial relatif
sangat kecil. Sehingga jika dilihat dari model negara kesejahteraraan, maka Indonesia masuk
kategori model keempat yaitu model minimal.
Masalah utama kita sekarang adalah kebijakan ala negara kesejahteraan yang diterapkan
secara lokal di suatu daerah sangat mencederai prinsip keadilan. Dengan adanya undang-undang
otonomi daerah, memberi kebebasan bagi daerah untuk menentukan kebijakan sesuai dengan
kemampuan daerah masing-masing, sehingga dibeberapa daerah seperti di Sumatera Selatan
memperoleh pendidikan dan pengobatan gratis, di Provinsi Papua diterapkan pengobatan gratis
bagi masyarakat asli Papua. Hal ini menyebabkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
semakin jauh, dan cita-cita menjadi negara kesejahteraan juga semakin jauh.
Korupsi di Indonesia
Di Indonesia,korupsi merupakan hal yang sudah sering terdengar di telinga kita seharihari. Seakan korupsi merupakan hal yang biasa terjadi dan terjadi turun-temurun di ibu pertiwi.
Tak heran, Indonesia menduduki peringkat pertama Negara terkorup di Asia dan peringkat 114
dari 177 negara terkorup di dunia. Apalagi melihat kesenjangan ekonomi di Indonesia yang
semakin melebar, sungguhlah memprihatinkan kondisi bangsa ini. Faktor-faktor yang
menyebabkan korupsi di Indonesia diantaranya adalah
1. Tidak Menerapkan ajaran Agama, Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu
akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi ini
menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
2. Kelemahan Sistem, pengangkatan pejabat partai politik dan pejabat pemerintahan
Kelemahan pengkaderan partai dan pencalonan pemimpin partai atau yang akan menjadi
pejabat publik, legislatif atau pengawas pejabat publik yang tidak transparan dan
berbiaya tinggi memicu terjadi korupsi sebagai tindakan untuk mencapai balik modal saat
biaya mahal yang telah dikeluarkan saat menjadi pejabat partai dan pejabat public
3. Kurang Memiliki Keteladanan Pimpinan, Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal
maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak
bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi,

maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan
atasannya.
4. Tidak Memiliki Kultur Organisasi yang Benar, Kultur organisasi biasanya punya
pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik,
akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada
posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
5. Sistem Akuntabilitas, yang Benar di Instansi Pemerintahan yang Kurang Memadai Pada
institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang
diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai
dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi
pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai
sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi
penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi
yang kondusif untuk praktik korupsi.
6. Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen Pengendalian, manajemen merupakan salah
satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin
longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
7. Manajemen Cendrung Menutupi Korupsi di Organisasi, Pada umumnya jajaran
manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam
organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan
berbagai bentuk.
8. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk
terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya,
masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali
membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu
didapatkan.
9. Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan
di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang
monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang
memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan
sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi
peraturan perundang-undangan.
10. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya)
11. Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan
sebagainya).
12. Individu Pelaku Sifat Tamak Manusia Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan
karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah
cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab
korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan
rakus.

13. Moral yang Kurang Kuat Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda
untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
14. Tingkat Upah dan Gaji Pekerja di Sektor Publik Penghasilan seorang pegawai dari suatu
pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi
maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala
upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi
peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran
dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
15. Kebutuhan Hidup yang Mendesak Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang
mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi
seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
16. Gaya Hidup yang Konsumtif Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya
hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan
pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai
tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan
korupsi.
17. Malas atau Tidak Mau Bekerja Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah
pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial
melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan
korupsi.

Anda mungkin juga menyukai