Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ibnu Malik

Nim. : 33010190135
Makul : Pendidikan Anti Korupsi ( C )

Korupsi Harus di Paksa Berhenti

A. Pendahuluan

Korupsi merupakan santapan sehari-hari masyarakat Indonesia dari kalangan atas


hingga kalangan bawah. Korupsi sering terdengar, terucap, terlihat oleh kalangan masyarakat
di massa media. Politik, gratifikasi, uang, suap, kolusi, dan nepotisme memiliki relasi yang
saling berkesinambungan dengan kata korupsi1.Korupsi juga menjadi masalah pelik dan
menjadi bahaya laten yang harus segera ditangani oleh seluruh kalangan masyarakat
disebabkan kondisi keuangan negara tergerogoti habis oleh praktek korupsi pejabat negara.
Retorika yang disebarkan oleh pemerintah hanya sebagai kedok untuk menutupi praktek
tercela ini. Peraturan perundang-undangan mengenai korupsi hanya dijadikan pelengkap dan
penambahan peraturan saja. Bila dikaji lebih lanjut mengenai kasualitas korupsi di Indonesia,
sudah dapat dipastikan hanya menguntungkan para kalangan elite politik dan hanya
menjeblokan kondisi perekonomian Indonesia dikancah internasional.
Praktek korupsi itu bila dikaji menurut ilmu periodesasi sejarahnya, sudah terjadi
sejak zaman kolonialisme yang mewariskan budaya tersebut, pada masa itu rakyat masih
tergolong lemah moral, mental dan agama sehingga rakyat Indonesia menjadi terpengaruh
oleh budaya tersebut2. Di era orde baru merupakan puncak dari praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme dikarenakan banyaknya kejanggalan-kejanggalan yang dilakukakan oleh para
petinggi negara, serta pasca orde baru negara Indonesia meninggalkan hutang yang
menumpuk di Pemerintahan Bangsa-Bangsa. Pasca rubuhnya mandat kekuasaan dari orde
baru, tak lantas langsung menghilangkan praktek korupsi, hal itu dikarenakan sudah menjadi
kebiasaan yang buruk dari rakyat Indonesia.

B. Pembahasan

1
Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, (Malang: Media Nusa creatif, 2017). Hal. 165.

2
Bulletin Dakwah al-Islam, Masa Depan Korupsi di Indonesia, (Jakarta: Hizbu al-Tahrir Indonesia) hlm 3 .
Orang yang melakukan korupsi dan menerima suap dipastikan memiliki motif serta
keinginan untuk harta yang lebih. Padahal gaji mereka sudah mencukupi, namun dikarenakan
kurangnya moral dan ketamaknnya akhirnya melakukan tindak korupsi. Banyak peluang yang
didapat koruptor menjadikannya ingin melakukan tindak korupsi. Masyarakat juga melakukan
tindakan suap untuk mempermudah segala urusan kepada aparat hukum maupun
keadministrasian. Selain itu korupsi juga dapat berasal dari pengusaha. Pengusaha terkadang
melakukan praktek suap kepada aparat-aparat yang terkait demi kepentingan bisnis pribadi.

Faktor-faktor yang menjadikan pejabat di masa reformasi melakukan praktek korupsi


ialah kurangnya pendidikan politik dari pejabat-pejabat negara, kurangnya seleksi dari partai
politik untuk memilih calon yang berkualitas dalam menempati kursi anggota dewan,
banyaknya jumlah partai politik sehingga memungkinkan terjadinya politik pragmatis dengan
suap, peraturan korupsi di Indonesia yang bertele-tele, dan peraturan yang kurang tegas serta
kurang mengikat sehingga tidak menimbulkan efek jera dari pelakunya 3. Pejabat negara juga
mudah melakukan korupsi dikarenakan banyak peluang di daerah-daerah otonom yang
memiliki sistem pemerintahan berjenjang.

Dampak korups bagi Rakyat menjadi korban utama dari praktek korupsi ini. Uang
pajak rakyat yang seharusnya digunakan utuk fasiliats negara justru hanyak memperkaya para
pejabatnya. Rakyat yang miskin menjadi semakin miskin, rakyat menjadi terkotak-kotak,
rakyat dipermainkan, dan hak-hak rakyat banyak dilupakan. Selain itu efek yang ditimbulkan
dari praktek korupsi ialah terjadi inflasi besar-besaran keuangan negara, situasi pembangunan
ekonomi negara yang tidak pasti, jaminan hak serta kesejahteraan rakyat terganggu, dan yang
berbahaya rakyat membuat jaringan anti pemerintah, lalu melakukan kudeta dikarenakan rasa
tidak puas yang terlarut-larut akibat pemerintahan yang melakukan tindak korupsi4.

Korupsi mungkin hampir menjadi budaya di masyarakat Indonesia, diketahui dari


fakta kontekstualnya praktek ini terjadi diberbagai instansi pemerintah maupun swasta. Hal
itu tak dapat dipungkiri, kebanyakan masyarakat masih membiasakan korupsi kecil-kecilan
yang disebut gratifikasi yang kebanyakan sudah biasa dilakukan sejak dini, karena kurangnya
pendidikan moral serta penyuluhan pemerintah tentang korupsi.Padahal korupsi sudah jelas
melanggar norma agama, dan norma yang berlaku di masyarakat tentang kejujuran.Tindak

3
Baharuddin Loppa , Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, (Jakarta, ttb, 2001), hlm. 66

4
Ibid
korupsi di Indonesia juga diakibatkan kurangnya pendidikan nilai-nilai norma saat belajar di
bangku sekolah.

Pemilu merupakan pesta demokrasi rakyat terbesar di Indonesia. Pemilu juga


menjadi ajang partai politik untuk menambah pengaruh politik yang cenderung pragmatis di
lingkungan masyarakat. Hal itu menjadikan anggota partai politik yang sudah menjadi
penyelenggara negara mencalonkan kader-kader baru yang berasal dari partai politiknya
untuk meneruskan pengaruh politik partai tersebut. Namun terkadang mereka juga melakukan
tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme untuk memenangkan kader-kader dari partai politik
mereka.5 Maka dapat disimpulkan secara pragmatis anggota dewan yang terpilih kembali
mungkin saja hanya menggerogoti keungan negara dikarenakan di tahun ketiga mereka sudah
tidak dapat mencalonkan diri kembali. Namun, Sebagai warga negara yang baik kita
sepatutnya menyalurkan hak pilih kita dengan menggunakan hati nurani dan memilih
pemimpin yang kompeten. Hal itu untuk menghindari dan mengurangi praktek korupsi di
lingkungan legislatif maupun eksekutif.
Peran kita sebagai Mahasiswa merupakan pondasi awal dan menjadi pioner untuk
melakukan revolusi anti korupsi di negara kita. Sebagai Mahasiswa kita juga sepatutnya peka
dan peduli terhadap keadaan bangsanya sendiri. Kita juga seharusnya menghilangkan dogma
negatif bahwa semua pejabat melakukan korupsi yang realitanya juga masih banyak juga
aparatur pemerintahan yang masih jujur. Kita juga seharusnya berpikir positif, kritis dan
bersikap jujur agar kita selaku pelajar dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih di negara
yang tercinta Indonesia.6

C. Kesimpulan

Korupsi banyak menimbulkan akibat serta korupsi tersebut banyak dampak yang
ditimbulkan Tentunya, ini menyangkut moral dan perilaku bangsa ini yang sudah tidak
mengetahui etika bernegara, jabatan yang sudah tinggi sudah membuat mereka lupa diri dan
hanya mendahulukan nafsu sendiri. Olehnya itu katakan tidak untuk Korupsi, ini bisa dimulai
dari jenjang Sekolah dasar dengan menjadikan korupsi sebagai mata pelajaran agar kelak anak
cucu kita sudah mengetahui tentang bahaya Korupsi.

5
Handoyo, Eko. 2008. Pendidikan Anti Korupsi. (Yogyakarta: Penerbit Ombak). Hlm. 30.

6
Tri Wahyu Widiastuti, 2009, Korupsi dan Upaya Pemberantasannya, WACANA HUKUM VOL VIII NO. 2, Surakarta, hlm. 109
Faktor-faktor yang menjadikan pejabat di masa reformasi melakukan praktek korupsi
ialah kurangnya pendidikan politik dari pejabat-pejabat negara, kurangnya seleksi dari partai
politik untuk memilih calon yang berkualitas dalam menempati kursi anggota dewan,
banyaknya jumlah partai politik sehingga memungkinkan terjadinya politik pragmatis dengan
suap, peraturan korupsi di Indonesia yang bertele-tele, dan peraturan yang kurang tegas
serta kurang mengikat sehingga tidak menimbulkan efek jera dari pelakunya
Peran kita sebagai Mahasiswa kita juga sepatutnya peka dan peduli terhadap
keadaan bangsanya sendiri. Kita juga seharusnya menghilangkan dogma negatif bahwa
semua pejabat melakukan korupsi yang realitanya juga masih banyak juga aparatur
pemerintahan yang masih jujur. Kita juga seharusnya berpikir positif, kritis dan bersikap jujur
agar kita selaku pelajar dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih di negara yang
tercinta ini, Indonesia.

Daftar Pustaka

Chazawi Adami, 2017, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Malang:

Media Nusa Creative

Bulletin Dakwah al-Islam. 2009. Masa Depan Korupsi di Indonesia. Jakarta: Hizbu

al-Tahrir Indonesia.
Baharuddin Loppa. 2011. Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum.Jakarta, ttb.

Handoyo, E. (2008). Pendidikan Anti Korupsi. Yogyakarta: Pendidikan Anti Korupsi

Widiastuti Tri Wahyu, 2009, Korupsi dan Upaya Pemberantasannya, Surakarta,

Wacana Hukum Vol. VIII No. 2.

Anda mungkin juga menyukai