Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

Disusun Oleh:
Nama : Hoiniza Luliski Besyi
NPM : 02071900012
Semester : I/B

Dosen Pengajar:
M. Ali, S.Ag., M.Pd

UNIVERSITAS MUSI RAWAS


Fakultas Teknik Prodi Teknik Sipil
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kehadirat Allaah Subhanahu wa ta’ala, karena berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “FAKTOR
PENYEBAB KORUPSI” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Bapak M. Ali, S.Ag.,M.Pd selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, dan untuk ke depannya saya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Saya menyadari bahwa makalah yang saya susun ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi perbaikan makalah
berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Lubuklinggau, 23 November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Namun, di sisi lain Indonesia adalah salah satu negara demokrasi yang mengadopsi sistem
kapitalisme dan sekulerisme dalam pelaksanaan roda pemerintahan. Hal ini berdampak pada
pemisahan konsep syariah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga agama hanya
dianggap sebagai salah satu nilai kultural yang diwariskan secara turun temurun. Adanya
pemisahan konsep syariah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menyebabkan adanya
pandangan bahwa kehidupan materialisme pada sebagian orang menjadi tujuan utama. Oleh
karena itu, muncul berbagai pelanggaran norma sebagai dampak dari keinginan yang
berlebihan untuk saling berlomba dalam mencapai tujuan materialistik.

Salah satu bentuk pelanggaran norma dalam masyarakat yang marak saat ini adalah
korupsi. Dan indonesia adalah salah satu negara dengan kasus korupsi tertinggi di dunia.
Korupsi telah masuk ke dalam berbagai elemen masyarakat, baik pejabat publik, lembaga
legislatif dan bahkan lembaga agama dan peradilan sekalipun. Korupsi agaknya telah menjadi
persoalan yang amat kronis. Ibarat penyakit, korupsi dikatakan telah menyebar luas ke
seantero negeri dengan jumlah yang dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat.

Korupsi di alam demokrasi saat ini telah merasuk ke setiap instansi pemerintah
(eksekutif), parlemen/wakil rakyat (legislatif), peradilan (yudikatif), dan juga swasta. Mantan
Ketua MK (mahkamah konstitusi) Mahfud MD pernah menyebutkan pusat-pusat korupsi di
Indonesia terdapat di empat sektor lembaga pemerintah, yaitu: pajak, bea cukai, pertamina
dan pertanahan ( Laporan Transparency international-Indonesia/ TII).

Berdasarkan fakta-fakta yang ada bahwa hukum yang berlaku dalam pemerintahan
demokrasi tidak memiliki kekuatan untuk memberantas korupsi sehingga perlu adanya solusi
alternatif yang lebih progresif dan representatif serta tepat sasaran untuk memberantas
kejahatan publik ini. Saatnya al-Quran tidak lagi diletakkan sebagai kesadaran normatif yang
hanya bergerak pada wilayah cultural, namun harus mampu menyelinap dalam perbaikan
pada ruang-ruang structural, dimana al-Quran sesungguhnya bisa menjadi landasan teoritik
yang bisa dipakai untuk melakukan pembebasan kemanusiaan, bahkan untuk masalah seperti
korupsi ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa faktor penyebab terjadinya korupsi?
2. Bagaimana perspektif Islam mengenai korupsi ?

C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama yang diberikan oleh dosen
2. Untuk mengetahui faktor penyebab korupsi
3. Untuk mengetahui perspektif Islam tentang korupsi.
BAB I
PEMBAHASAN

A. PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI


Bagi Indonesia, korupsi adalah penyakit kronis hampir tanpa obat, menyelusup di segala
segi kehidupan dan tampak sebagai pencitraan budaya buruk bangsa Indonesia. Secara sinis
orang bisa menyebut jati diri Indonesia adalah perilaku korupsi. Pencitraan tersebut tidak
sepenuhnya salah, sebab dalam realitanya kompleksitas korupsi dirasakan bukan masalah
hukum semata, akan tetapi sesungguhnya merupakan pelanggaraan atas hak-hak ekonomi dan
sosial masyarakat. Korupsi telah menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang
besar. Masyarakat tidak dapat menikmati pemerataan hasil pembangunan dan tidak
menikmati hak yang seharusnya diperoleh. Dan secara keseluruhan, korupsi telah
memperlemah ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
1. Kurangnya Gaji Atau Pendapatan Pegawai Negeri Dibandingkan Dengan
Kebutuhan Yang Makin Hari Makin Meningkat
Mengenai masalah kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri sipil di Indonesia telah
dikupas oleh B. Sodarsono yang menyatakan antara lain.
“ Pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling
gampang dihubungkan misalnya kurang gaji – gaji pejabat – pejabat, buruknya ekonomi,
mental pejabat yang kurang baik, administrasi dan manajemen yang kacau yang
menghasilkan ada prosedur yang berliku-liku dan sebagainya.”
Namun demikian, kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memeng faktor yang
paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia.
2. Kebutuhan Hidup Yang Mendesak
Kebutuhan yang mendesak seperti kebutuhan keluarga, kebutuhan untuk membayar
utang, kebutuhan untuk membayar pengobatan yang mahal karena istri atau anak, kebutuhan
untuk membiayai sekolah anaknya, kebutuhan untuk mengawinkan anaknya, kebutuhan
dimasa pensiun merupakan bentuk-bentuk dorongan seorang pegawai untuk berbuat korupsi.
Kebutuhan-kebutuhan yang mendesak tersebut akan menjadikan penghasilan yang sedikit
semakin terasa kurang. Hal tersebut akan mendorong seseorang untuk melakukan korupsi
bilamana kesempatan untuk melakukannyas ada.
3. Penghasilan Yang Kurang Memadai
Penghasilan pegawai negeri seharusnya dapat memenuhi kebutuhan hidup pegawai
tersebut beserta keluarganya secara wajar. Apabila ternyata penghasilannya sebagai pegawai
negeri tidak dapat menutup kebutuhan hidupnya secara wajar, misalnya hanya cukup untuk
hidup wajar selama sepuluh hari dalam sebulan, maka mau tidak mau pegawai negeri tersebut
harus mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Usaha untuk
mencari tambahan penghasilan tersebut tentu sudah merupakan bentuk korupsi. Misalnya
menyewakan sarana dinas, menggelapkan peralatan kantor, perjalan dinas fiktif, mengadakan
kegiatan yang tidak perlu dengan biaya yang tidak wajar. Hai seperti itu akan parah apabila
mendapatkan kesempatan untuk melakukan korupsi terrhadap sumber daya besar yang
dimiliki organisasinya.
4. Malas Atau Tidak Mau Untuk Bekerja Keras
Kemungkinan lain, orang yang melakukan korupsi adalah orang yang segera
mendapatkan sesuatu yang banyak atau hanya dalam waktu singkat, tetapi malas untuk
bekerja keras dan meningkatkan penghasilannya. Kalau ada kesempatan untuk mudah untuk
mendapatkan penghasilan yang besar tanpa usaha yang setimpal mangapa tidak di
manfaatkan. Akan timbul dipikiran orang tersebut, berapa tahun saya harus membanting
tulang untuk memperoleh penghasilan sebesar itu? Apakah mungkin saya dapat
mengumpulkan kekayaan seperti itu dengan gaji dari pekerjaan yang sekarang? Lebih baik
saya korupsi dengan menjual temuan-temuan pemerriksa, dua tiga kali memeriksa bisa punya
mobil bagus dan mewah serta punya rumah mewah. Asik! Tanpa kerja keras dan sekolah lagi
saya jadi kaya.
5. Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
Pada organisasi dimana pengendalian manajemennya lemah akan lebih banyak pegawai
yang melakukan korupsi dibanding pada organisasi yang pengendaliannya manajemennya
kuat. Seorang pegawai yang mengetahui bahwa sistem pengendalian manajemen pada
organisasi dimana dia bekerja lemah, maka akan timbul kesempatan atau peluang baginya
untuk korupsi.
6. Sanksi Yang Tidak Setimpal Dengan Hasil Korupsi
Tidak redanya perbuatan korupsi, malahan kualitas dan kuantitasnya selalu meningkat
dari tahun ke tahun dan menjalar keseluruh bidang penyelenggaraan negara tidak saja di
lingkungan eksekutif , yudikatif, dan belakang telah merasuki legislatif, dan partai politik
dikarenakan calon koruptor dan masyarakat melihat sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada
para pelaku korupsi sangat ringan atau tidak setimpal dengan tindakan yang dilakukannya.
Sehingga orang yang tadinya tidak korupsi atau terlibat dalam skala kecil akan berupaya
untuk bisa melakukan korupsi atau terlibat dalam perbuatan korupsi yang lebih besar lagi.
7. Lemahnya Penegakan Hukum
Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi mencakup beberapa
aspek pertama, bisa tidak adanya tindakan hukum sama sekali terhadap pelaku korupsi
dikarenakan pelaku adalah atasan dari penegak hukum atau bawahan dari penegak hukum
yang menjadi penyokong utama yang membiayai operasional kegiatan si penegak hukum,
atau si penegak hukum telah menerima bagian dari hasil korupsi si pelaku atau si pelaku
adalah kolega dari pimpinan instansi penegak hukum. Kedua, tindakan ada tetapi penanganan
si ulur-ulur dan sanksi di peringan. Ketiga, tidak dilakukan pemindahan sama sekali karena si
pelaku mendapat beking dari jajaran tertentu atau tindak pidana korupsinya
bermotif kepentingan untuk kelompok tertentu atau partai tertentu.
8. Ajaran-Ajaran Agama Kurang Diterapkan Secara Benar
Secara umum, masyarakat di Indonesia adalah masyarakat yang beragama dimana ajaran-
ajaran dari setiap agama yang diakui keberadaannya di Indonesia dapat dipastikan melarang
perbuatan-perbuatan korupsi. Para pelaku korupsi secara umum adalah orang-orang yang
juga beragama. Mereka memahami ajaran-ajaran agama yang dianutnya melarang tetapi
mereka tidak peduli dan terus saja melakukan korupsi demi mendapatkan segalanya.
9. Kurang Atau Tidak Ada Pengendalian
Korupsi yang terjadi tidak terjadi dengan sendirinya tetapi telah direncanakan jauh-jauh
sebelumnya, yaitu sejak proses perencanaan kegiatan dan anggaran. Dalam tahap
perencanaan inisiator korupsi sudah bisa melihat apakah ada pengendalian atau pengawasan
untuk pencegahan korupsi pada tahap perencanaan, apabila sebaliknya pihak-pihak inisiator
berinisiatif untuk merancang korupsi. Apabila tidak ada pengawasan dan pengendalian pada
tahap perencanaan, maka niat yang terselubung tersebut dibulatkan untuk dijadikan perbuatan
korupsi dengan menuangkannya kedalam rekayasa perhitungan-perhitungan hasil kedalam
dokumen perencanaan untuk bisa dilaksanakan dengan melibatkan pihak pengawasan dan
pngendali dalam perncanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

B. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI


1. Faktor internal
a. Sifat Tamak
Sifat tamak merupakan sifat yang dimiliki manusia, di setiap harinya pasti manusia
meinginkan kebutuhan yang lebih, dan selalu kurang akan sesuatu yang di dapatkan.
Akhirnya munculah sifat tamak ini di dalam diri seseorang untuk memiliki sesuatu yang lebih
dengan cara korupsi.
b. Gaya hidup konsumtif
Gaya hidup konsumtif ini dirasakan oleh manusia manusia di dunia, dimana manusia
pasti memiliki kebutuhan masing masing dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia
harus mengonsumsi kebutuhan tersebut,dengan perilaku tersebut tidak bisa di imbangi
dengan pendapat yang diperoleh yang akhirnya terjadilah tindak korupsi.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor politik
Faktor politik ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi. Di
dalam sebuah politik akan ada terjadinya suatu persaingan dalam mendapatkan kekuasaan.
Setiap manusia bersaing untuk mendapat kekuasaan lebih tinggi, dengan berbagai cara
mereka lakukan untuk menduduki posisi tersebut. Akhirnya munculah tindak korupsi atau
suap menyuap dalam mendapatkan kekuasaan.
b. Faktor hukum
Faktor hukum ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi.
Dapat kita ketahui di negara kita sendiri bahwa hukum sekarang tumpul ke atas lancip
kebawah. Di hukum sendiri banyak kelemahan dalam mengatasi suatu masalah. Sudah di
terbukti bahwa banyak praktek praktek suap menyuap lembaga hukum terjadi dalam
mengatasi suatu masalah. Sehingga dalam hal tersebut dapat dilihat bahwa praktek korupsi
sangatlah mungkin terjadi karena banyak nya kelemahan dalam sebuah hukum yang
mendiskriminasi sebuah masalah.
c. Faktor ekonomi
Sangat jelas faktor ekonomi ini sebagai penyebab terjadinya tindak korupsi. Manusia
hidup pasti memerlukan kebutuhan apalagi dengan kebutuhan ekonomi itu sangatlah di
pentingkan bagi manusia. Bahkan pemimpin ataupun penguasa berkesempatan jika mereka
memiliki kekuasaan sangat lah ingin memenuhi kekayaan mereka. Di kasus lain banyak
pegawai yang gajinya tidak sesuai dengan apa yang di kerjakannya yang akhirnya ketika ada
peluang, mereka di dorong untuk melakukan korupsi.
d. Faktor organisasi
Faktor organisasi ini adalah faktor eksternal dari penyebab terjadinya korupsi. Di suatu
tempat pasti ada sebuah organisasi yang berdiri, biasanya tindak korupsi yang terjadi dalam
organisasi ini adalah kelemahan struktur organisasi, aturan aturan yang dinyatakan kurang
baik, kemudian kurang adanya ketegasan dalam diri seorang pemimpin. Di dalam suatu
struktur organisasi akan terjadi suatu tindak korupsi jika di dalam struktur tersebut belum
adanya kejujuran dan kesadaran diri dari setiap pengurus maupun anggota.

Anda mungkin juga menyukai