Anda di halaman 1dari 49

1

Peran Komandan Peleton Dalam pembinaan latihan


bagi anggota anggota untuk Menyiapkan Peleton
Tangkas di Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti
Kostrad

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah.


Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah mengalami perubahan pasca
Reformasi 1998, dimana TNI tidak lagi berpolitik dan kembali pada fungsi
utamanya yaitu menjadi tentara yang profesional. Dari awal terbentuk, TNI
sebagai komponen utama kekuatan pertahanan negara di darat dikenal
dengan profesionalitasnya. Profesionalisme merupakan unsur yang tak
dapat dipisahkan sebagai jati diri seorang prajurit di setiap Angkatan
Bersenjata suatu negara manapun di dunia. Parameter kemajuan Angkatan
Bersenjata suatu negara dapat dilihat dari profesionalitas prajuritnya.
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) merupakan bagian
integral dari TNI yang pada dasarnya merupakan organisasi militer yang
dominan dalam pengerahan sumber daya manusia yang berkualitas.

Kemampuan masing-masing prajurit ini merupakan perwujudan dari


Visi dan Misi TNI AD. Seperti diketahui bahwa TNI AD memiliki Visi yakni
Solid, Profesional, Tangguh, Modern, Berwawasan Kebangsaan dan
Dicintai Rakyat. Sedangkan Misi TNI AD adalah mewujudkan kekuatan,
kemampuan dan gelar kekuatan jajaran TNI AD yang profesional dan
modern dalam penyelenggaraan pertahanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia di darat. Tugas Pokok TNI AD sendiri adalah menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Seperti yang kita ketahui sekarang, Kepala Staf TNI AD (Kasad),


Jenderal TNI Mulyono juga menyampaikan bahwa standar prajurit TNI AD
yang profesional adalah prajurit TNI AD yang disiplin, jago perang, jago
tembak, jago bela diri dan memiliki fisik yang prima sebagai implementasi
3

dari hasil pembinaan satuan guna memantapkan kesiapan satuan dalam


rangka keberhasilan tugas pokok TNI AD.

Peningkatan kemampuan prajurit dapat terlaksana dengan adanya


program pembinaan satuan yang tepat dan terencana. Setiap satuan
dituntut untuk mampu mewujudkan kesiapan prajuritnya dalam menghadapi
tantangan tugas yang semakin kompleks. Salah satu tolak ukur kesiapan
prajurit dalam satuan selain pelaksanaan program latihan yang baik adalah
melalui program pembinaan satuan dimana TNI AD saat ini sedang giat-
giatnya melancarkan Lomba Peleton Tangkas (Ton Tangkas) TNI AD.
Kegiatan ini merupakan salah satu cara membentuk soliditas, militansi,
ketangguhan dan profesionalitas prajurit yang telah dicanangkan oleh
Kasad, Jenderal TNI Mulyono. tujuan dari Lomba Ton Tangkas sendiri
adalah sebagai sarana untuk menguji keberhasilan pembinaan satuan dan
mewujudkan prajurit profesional yang siap diterjunkan dalam operasi
satuan.

Lomba Ton Tangkas ini dilaksanakan dengan dasar pembinaan


satuan yang merupakan kewajiban dari Komandan Satuan dimana
pelaksanaan pembinaan satuan sekarang kurang maksimal seperti,
tingginya pelanggaran, laporan pelaksanaan latihan tidak sesuai dengan
fakta yang sebenarnya, fisik prajurit yang belum prima, hasil operasi yang
belum memuaskan serta militansi prajurit yang rendah, ini di sebabkan
Karen moril dan motivasi dari prajurit yang rendah. Lomba Ton Tangkas
juga diadakan untuk mengatasi permasalahan di dalam pembinaan satuan
itu sendiri seperti melemahnya kemampuan kepemimpinan lapangan
komandan satuan, menurunnya nilai-nilai soliditas, profesionalitas dan
militansi prajurit, menurunnya kesiapan operasional satuan dan munculnya
bibit kegagalan dan kehancuran satuan.

Ton Tangkas juga merupakan salah satu wujud dari pengaplikasian


manajemen sumber daya manusia dimana seorang komandan satuan
sebagai seorang pemimpin sekaligus seorang manajer harus mampu
memanajemen sumber daya manusia di satuannya masing-masing.
4

Sumber daya manusia itu adalah para prajurit satuan yang siap
melaksanakan tugas satuan tersebut dalam mendukung tugas pokok TNI.
Manajemen sumber daya manusia juga sangat mudah dan bisa diterapkan
oleh seluruh unsur pimpinan. TNI AD memanfaatkan kemampuan para
komandan satuan dalam menerapkan manajemen sumber daya manusia
di satuannya dalam bentuk Ton Tangkas dimana Ton Tangkas ini akan
dilombakan dalam suatu kompetisi yaitu Lomba Ton Tangkas dan
pelaksanaannya akan diawasi, dikendalikan, diuji serta dievaluasi. Untuk itu
peran komandan satuan dalam menerapkan manajemen dalam pembinaan
latihan sangatlah penting guna menyiapkan Ton Tangkas yang siap untuk
berkompetisi. Dengan manajemen tersebut maka tujuan dari organisasi
ataupun Lomba Ton Tangkas sendiri bisa tercapai.

Lomba Ton Tangkas dilaksanakan dalam 2 kali setahun dengan


sistem pengundian secara acak untuk penentuan pesertanya dalam tingkat
peleton. Dan pelaksaannya akan diawasi, dikendalikan, diuji kemudian
dievaluasi. Materi dari Lomba Ton Tangkas yang terbaru dalam Lomba Ton
Tangkas Periode II TA 2016 adalah: (1) Kesegaran Jasmani Lari 3.200 m;
(2) Renang Militer; (3) Teori dan Aplikasi Ilmu Medan; (4) Lintas Medan; (5)
Halang Rintang; (6) Menembak Pistol; (7) Menembak Senapan; dan (8)
Peraturan Baris Berbaris. Lomba Ton Tangkas juga merupakan sarana
untuk meningkatkan kebanggaan satuan masing-masing apabila bisa
mendapatkan penghargaan sebagai juara per materi ataupun juara umum
yang langsung diberikan oleh Kasad.

Pembinaan satuan yang baik tentunya akan dapat meningkatkan


kemampuan dan efektifitas satuan dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Dalam hal ini tentunya tidak terlepas dari peran seluruh anggota dan
komandan atau pimpinan di satuan dalam melaksanakan perubahan yang
baik. Seperti yang pernah disampaikan oleh Jenderal (Purn.) George
Toisutta bahwa:

Satuan yang berhasil adalah satuan yang pasti melaksanakan


pembinaan satuan dengan baik dan benar, dan dalam
melaksanakan pembinaan satuan yang baik, terarah dan terencana
5

menuntut peran dari seluruh anggota serta pimpinan satuan (George


Toisutta, Rabiniscab TA. 2009 di Pussenarhanud).
Sehingga guna mengoptimalisasikan pembinaan satuan perlu
keterlibatan seluruh anggota dan pimpinan satuan. Selain itu
pembinaannya juga dilaksanakan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut
sesuai rencana yang telah ditentukan dengan baik dan benar.

Dalam melaksanakan pembinaan satuan tetap mengacu dengan


melihat 6 (enam) aspek komponen pembinaan satuan yang terdiri dari
pembinaan organisasi, pembinaan personel, pembinaan materiil,
pembinaan pangkalan, pembinaan piranti lunak dan pembinaan latihan.
Sesuai dengan arahan Kasad yaitu “Tingkatkan profesionalisme
keprajuritan dengan belajar dan berlatih dalam rangka mendukung
pembinaan satuan.” (Perintah Harian Kasad yang Ketiga, 2015).
Mencermati hal tersebut maka perlu adanya kesadaran dan tanggung
jawab semua prajurit TNI AD bahwa Tugas Pokok TNI AD sebagai bagian
integral dari TNI yang di dalam pelaksanaan tugas pokoknya ditentukan
oleh efektifitas pelaksanaan pembinaan satuan dan tentunya sangatlah
berat apabila satuan–satuan yang melaksanakan tugas tersebut tidak bisa
melaksanakan pembinaan satuan yang baik.

Dengan diselenggarakannya program Lomba Ton Tangkas dalam


rangka mencapai tujuan yang sudah diuraikan di atas maka pembinaan
satuan dan manajemen sumber daya manusia yang bisa dilaksanakan oleh
seorang Komandan Peleton (Danton) bagi prajurit peletonnya adalah
pembinaan latihan. Pembinaan latihan bisa langsung dilaksanakan dalam
interaksi sehari-hari dengan anggota sebagai seorang Danton di samping
itu juga diterapkan dan diawasi langsung pelaksanaannya. Sebagai
seorang pemimpin prajurit dalam suatu peleton, peran Danton sangat
dibutuhkan karena dengan adanya Danton maka anggota bisa langsung
diarahkan sesuai dengan sasaran dari pelatihan tersebut.

Salah satu satuan yang memiliki beberapa permasalahan dalam


menghadapi Lomba Ton Tangkas adalah Batalyon Infanteri (Yonif) Mekanis
6

412/Bharata Eka Sakti Kostrad Purworejo. Permasalahan yang utama


terdapat pada kondisi Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad
Purworejo yang kini sudah menjadi Satuan Mekanis Infanteri. Dengan
diresmikannya Yonif 412/Bharata Eka Sakti menjadi Satuan Mekanis
Infanteri pada bulan April tahun 2016 ini, maka harus ada perubahan dalam
penerapan materi taktik untuk Yonif Mekanis serta penggunaan kendaraan
tempur M113 A1 untuk mobilitas pertempuran menggunakan kendaraan
tempur yang mengacu pada kesiapan satuan sebagai Satuan Mekanis
Infanteri itu sendiri dan semuanya membutuhkan proses yang berkala
sedangkan kondisi satuan juga terfokus dalam penyiapan satuan guna
menghadapi Lomba Ton Tangkas yang akan datang.

Di samping itu terdapat juga kendala-kendala masalah keterbatasan


kemampuan karena usia dan fakta dimana prajurit Yonif Mekanis
412/Bharata Eka Sakti Kostrad Purworejo sering mendapatkan perintah
untuk mengirimkan prajuritnya untuk kegiatan-kegiatan yang situasional
seperti kegiatan protokoler dan pengamanan serta latihan bersama
sehingga kualitas prajurit dan jadwal latihan untuk menghadapi Lomba Ton
Tangkas pun berkurang, di samping itu waktu yang tersedia sudah sangat
padat dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk latihan guna
menunjang kemampuan prajuritnya dalam mengahadapi Ton Tangkas
yang akan datang. Kemudian ada juga kendala dalam anggaran yaitu
dalam pembinaan latihan yang dilaksanakan tidak ada anggaran khusus
untuk pembinaan tersebut, tetapi bisa menggunakan anggaran untuk
Program Latihan Standarisasi (Proglatsi) yang diberikan setiap tahunnya
pada setiap satuan TNI AD.

Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad Purworejo pernah


mendapatkan prestasi juara II dalam Lomba Ton Tangkas Periode I TA
2016, dan ini merupakan tantangan yang besar jika dilihat dari kondisi dan
permasalahan di satuan Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad
Purworejo jika dihadapkan dengan kesiapan dalam pembinaan latihan yang
efektif guna mempertahankan prestasi ataupun meraih prestasi yang lebih
7

tinggi dalam Lomba Ton Tangkas berikutnya. Walaupun sarana dan


prasarana sudah cukup memadai tetapi dengan kondisi satuan dan
personel di atas, pelaksanaan pembinaan latihan dalam menghadapi
Lomba Ton Tangkas menjadi kurang maksimal. Hal ini mempengaruhi
motivasi prajurit untuk melaksanakan latihan karena dapat diyakinkan
bahwa tanpa ada program latihan yang baik serta pengawasan pelatih
maupun komando atas yang intens maka latihan tersebut tidak akan
memperoleh hasil yang maksimal.

Mencermati kondisi tersebut di atas maka perlu kiranya membuat


suatu strategi bagi seorang Danton dalam melaksanakan pembinaan
latihan yang baik, terarah dan terencana disertai dengan pengaplikasian
manajemen sumber daya manusia dengan tetap memperhatikan kondisi
prajurit di satuan tersebut guna mempertahankan dan meningkatkan
prestasi satuan Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad yang sudah
diraih pada Lomba Ton Tangkas Periode I TA 2016. Strategi yang
dilaksanakan dapat dilaksanakan dalam bentuk upaya yang dilaksanakan
guna mengoptimalisasikan pembinaan latihan tersebut dalam rangka
pencapaian keberhasilan tugas pokok di masa depan. Bertolak dari uraian
di atas maka penulis tertarik untuk menulis tentang “Peran Komandan
Peleton Dalam pembinaan latihan bagi anggota untuk Menyiapkan
Peleton Tangkas di Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad.”

2. Fokus Penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti mengangkat permasalahan peran
Komandan Peleton dalam pembinaan latihan bagi anggota dalam
menyiapkan Peleton Tangkas di Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti
Kostrad. Lingkup materi yang dapat dibahas dalam permasalahan ini
sangatlah luas, oleh karena itu peneliti menentukan fokus penelitian pada
strategi yang tepat bagi Danton dalam pembinaan latihan guna menyiapkan
Peleton Tangkas di
Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad Purworejo yang profesional
agar dapat mempertahankan dan meningkatkan prestasi satuan untuk
8

mewujudkan prajurit Peleton Tangkas yang disiplin, jago perang, jago


tembak, jago bela diri dan memiliki fisik yang prima, sebagai implementasi
dari hasil pembinaan satuan, guna memantapkan kesiapan satuan dalam
rangka keberhasilan tugas pokok TNI AD.

3. Perumusan Masalah.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
- Bagaimana strategi pembinaan latihan yang tepat digunakan
untuk meningkatkan kesiapan anggota dalam menyiapkan Peleton
Tangkas di Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad
Purworejo?
- Apa upaya danton untuk dalam mempertahankan semangat
dan motivasi anggota dalam menyiapkan peleton tangkas di yonif
mekanis 412/bharata eka sakti kostrad purworejo?

4. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui strategi pembinaan latihan yang tepat
digunakan untuk meningkatkan kesiapan anggota dalam
menyiapkan Peleton Tangkas di Yonif Mekanis 412/Bharata Eka
Sakti Kostrad Purworejo.

5. Manfaat Penelitian.
a. Manfaat Teoritis. Sebagai sumbangan pemikiran bagi para
calon Perwira TNI-AD dan para Danton dalam melaksanakan
pembinaan latihan guna menyiapkan peleton tangkas satuannya
yang profesional.
b. Manfaat Praktis :
1) Untuk menambah informasi dan pengetahuan
mengenai strategi pembinaan latihan yang efektif dalam
penyiapan peleton tangkas satuannya dengan anggaran
terbatas.
9

2) Untuk menambah informasi dan pengetahuan dalam


mengoptimalisasikan pembinaan latihan.
3) Untuk memberikan masukan kepada komandan
satuan bagaimana peran seorang Danton mampu
memberikan pembinaan latihan yang efektif sehingga dapat
menyiapkan peleton tangkas yang disiplin, jago perang, jago
tembak, jago beladiri dan memilki fisik prima.

6. Sistematika Penulisan.
Sistematika penulisan proposal dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah
dilaksanakannya penelitian, fokus penelitian, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Tujuan
dari bab ini adalah memberikan gambaran atau kerangka pikir
secara umum mengenai pelaksanaan penelitian.
b. BAB II STUDI KEPUSTAKAAN
Bab ini merupakan bab yang akan menguraikan keseluruhan
dasar teori dan definisi dari variabel yang diteliti dari studi pustaka
dan kemudian penelitian ini dikaitkan dengan hasil penelitian
terdahulu bagi pengembangan pengetahuan khususnya di
lingkungan pendidikan militer. Tujuan bab ini adalah dalam
membentuk acuan kerangka berfikir yang akan berguna dalam
pelaksanaan penelitian ini.
c. BAB III PROSEDUR PENELITIAN
Bab ini berisi pemilihan metode penelitian, lokasi penelitian,
instrumen penelitian, sampel sumber data, teknik pengumpulan data
dan teknik analisis data. Tujuan dari bab ini adalah untuk
memberikan gambaran mengenai metode yang dipakai untuk
melakukan penelitian yang nantinya dapat digunakan sebagai
jembatan antara teori dengan pembahasan masalah yang akan
diteliti.
10

d. BAB IV ORGANISASI DAN JADWAL PENELITIAN


Bab ini berisikan tentang organisasi penelitian dan jadwal
penelitian. Tujuan dari bab ini adalah untuk memberikan gambaran
mengenai organisasi pelaksana penelitian dan jadwal kegiatan yang
akan dilakukan dimana dalam jadwal berisi kegiatan yang dilakukan
dan waktu yang diperlukan.
e. BAB V BIAYA PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang biaya penelitian. Biaya penelitian
adalah biaya yang digunakan untuk operasional penelitian. Biaya
operasional penelitian secara keseluruhan didukung oleh lembaga.
Bab ini menguraikan tentang rincian biaya yang dikeluarkan dalam
pelaksanaan penelitian.
11

BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

7. Teori Peran.
Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan terhadap
sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran (Soeharto, 2002;
Soekamto, 1984:237). Teori peran (Role Theory) adalah teori yang
merupakan perpaduan teori, orientasi, maupun disiplin ilmu, selain dari
psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam
sosiologi dan antropologi (Sarwono, 2002). Dalam ketiga ilmu tersebut,
istilah “peran” diambil dari dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor
harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai
tokoh itu ia mengharapkan berperilaku secara tertentu. Dari sudut pandang
inilah disusun teori-teori peran. Menurut Biddle dan Thomas (1966) teori
peran terbagi menjadi empat golongan yaitu yang menyangkut :
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial;
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut;
c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku; dan
d. Kaitan antara orang dan perilaku.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori menurut Biddle dan


Thomas (1966) untuk menjadi dasar pengertian peran yang dimaksud
dalam penelitian karena Danton mengambil bagian sebagai pemimpin
dalam hubungannya dengan anggota, di samping itu perilaku yang muncul
dalam interaksi antara komandan dengan bawahan bisa dilihat dari
kedudukannya antara pemimpin dan anggota yang dipimpin, kemudian
antara Danton dan perilaku sebagai pemimpin punya keterkaitan yang
tinggi.

Beberapa dimensi peran sebagai berikut :


a. Peran sebagai suatu kebijakan. Penganut paham ini
berpendapat bahwa peran merupakan suatu kebijkasanaan yang
tepat dan baik untuk dilaksanakan;
12

b. Peran sebagai strategi. Penganut paham ini mendalilkan


bahwa peran merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan dari
masyarakat (public supports);
c. Peran sebagai alat komunikasi. Peran didayagunakan
sebagai instrumen atau alat untuk mendapatkan masukan berupa
informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini
dilandaskan oleh suatu pemikiran bahwa pemerintahan dirancang
untuk melayani masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi
dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai guna
mewujudkan keputusan yang responsif dan responsibel;
d. Peran sebagai alat penyelesaian sengketa, peran
didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi atau meredam
konflik melalui usaha pencapaian konsesus dari pendapat-pendapat
yang ada. Asumsi yang melandasi persepsi ini adalah bertukar
pikiran dan pandangan dapat meningkatkan pengertian dan toleransi
serta mengurangi rasa ketidakpercayaan dan kerancuan; dan
e. Peran sebagai terapi. Menurut persepsi ini, peran diakukan
sebagai upaya masalah-masalah psikologis masyarakat seperti
halnya perasaan ketidakberdayaan , tidak percaya diri dan perasaan
bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat
(Horoepoetri, Arimbi dan Santosa, 2003).

Sosiolog yang bernama Glen Elder (dalam Sarwono, 2002)


membantu memperluas penggunaan teori peran menggunakan
pendekatan yang dinamakan “life-course” yang artinya bahwa setiap
masyarakat mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori
usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut teori peran menggambarkan
interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan
apa-apa yang ditetapkan oleh budaya (Sarwono, 2002:89). Sesuai dengan
teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang
menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori
ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai tentara,
mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar
13

seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Seorang tentara


misalnya, jadi karena statusnya adalah tentara maka ia harus menjaga
daerah tempat dia bertugas agar tercipta kemanaan, hal tersebut ditentukan
oleh peran sosialnya. Sebagaimana yang telah dipaparan oleh Sarwono di
atas dimana seseorang/organisasi yang mempunyai peran tertentu
diharapkan agar seseorang/organisasi tadi berperilaku sesuai dengan
peran tersebut.

Dalam penelitian ini penulis menarik suatu kesimpulan bahwa peran


adalah suatu perilaku dan kedudukan seseorang dalam suatu interaksi
kelompok atau masyarakat yang saling berkaitan dan mempengaruhi
dalam mencapai tujuan tertentu berdasarkan hak dan kewajibannya dalam
interaksi tersebut.

8. Teori Pembinaan.
Menurut Mathis (2002:112), pembinaan adalah suatu proses dimana
orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai
tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terkait dengan berbagai tujuan
organisasi, pembinaan dapat dipandang secara sempit maupun luas.
Sedangkan Ivancevich (2008:46), mendefinisikan pembinaan sebagai
usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang
atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera.

Selanjutnya sehubungan dengan definisi tersebut, Ivancevich


mengemukakan sejumlah butir penting yaitu, pembinaan adalah sebuah
proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok
pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi. Pembinaan terkait
dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan
yang sekarang dilakukan. Pembinaan berorientasi ke masa sekarang dan
membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan
(kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.
14

Mathis (2009:307-308) juga mengemukakan empat tingkatan pokok


dalam kerangka kerja untuk mengembangkan rencana pembinaan
strategis, antara lain:
a. Mengatur strategi. Yaitu manajer-manajer SDM dan
pembinaan harus terus lebih dahulu bekerja sama dengan
manajemen untuk menentukan bagaimana pembinaan akan
terhubung secara strategis pada rencana bisnis strategis, dengan
tujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi;
b. Merencanakan, yaitu perencanaan harus terjadi dengan
tujuan untuk menghadirkan pembina yang akan membawa hasil-
hasil positif untuk organisasi dan karyawannya. Sebagai bagian dari
perencanaan, tujuan dan harapan dari pembinaan harus
diidentifikasi serta diciptakan agar tujuan dari pembelajaran dapat
diukur untuk melacak efektivitas pembinaan;
c. Mengorganisasi, yaitu pembinaan tersebut harus diorganisasi
dengan memutuskan bagaimana pembinaan akan dilakukan, dan
mengembangkan investasi-investasi pembinaan; dan
d. Memberi pembenaran yaitu mengukur dan mengevaluasi
pada tingkat mana pembinaan memenuhi tujuan pembinaan
tersebut. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diidentifikasi pada
tahap ini, dan dapat meningkatkan efektivitas pembinaan dimasa
depan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori menurut Mathis


(2002:112) yang didukung dengan empat tingkatan pokok dalam kerangka
kerja untuk mengembangkan rencana pembinaan strategis yang
dikemukakan oleh Mathis (2009:307-308), dimana pembinaan yang
merupakan suatu proses dimana para prajurit peleton tangkas yang dilatih
oleh Dantonnya bisa mencapai kemampuan yang diharapkan untuk
membantu mencapai tujuan satuannya dalam lomba ton tangkas yaitu
mempertahankan dan meningkatkan prestasi satuannya dan hal ini bisa
diterapkan dengan empat tingkatan pokok yang dikemukakan oleh Mathis
(2009:307-308).
15

9. Teori Kepemimpinan.
a. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan secara harfiah berasal dari kata pimpin. Kata
pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau
mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun
mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara
fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang
dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan
setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan
kepemimpinannya.

Menurut Wahjosumidjo (2005:17) kepemimpinan di


terjemahkan kedalam istilah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh
terhadap orang lain, pola-pola, interaksi, hubungan kerja sama
antarperan, kedudukan dari satu jabatan administratif, dan persuasif,
dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh. Miftah Thoha
(2010:9) kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain, atau seni memengaruhi perilaku manusia baik
perorangan maupun kelompok.

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat


penting dalam suatu organisasi karena sebagian besar keberhasilan
dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan
dalam organisasi tersebut. Menurut C. Turney (1992) dalam Martinis
Yamin dan Maisah (2010:74) mendefinisikan kepemimpinan sebagai
suatu proses yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola dan
menginspirasikan sejumlah pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi melalui aplikasi teknik-teknik manajemen.

Menurut George R. Terry (Miftah Thoha, 2010:5)


kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang
supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan
meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
16

organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,


mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.

Sedangkan A. Dale Timple (2000:58) mengartikan


kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial di dalam mana
manajer mencari keikutsertaan sukarela dari bawahan dalam usaha
mencapai tujuan organisasi. Dengan kepemimpinan yang dilakukan
seorang pemimpin juga menggambarkan arah dan tujuan yang akan
dicapai dari sebuah organisasi. Sehingga dapat dikatakan
kepemimpinan sangat berpengaruh bagi nama besar organisasi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori


kepemimpinan menurut Sudarwan Danim (2004:56), dimana
kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu
atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada
individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga
kepemimpinan disini merupakan suatu usaha, pekerjaan dan
kegiatan yang dilakukan oleh Danton untuk mengkoordinasi dan
memberi arah kepada para prajurit peleton tangkas yang akan
menghadapi lomba peleton tangkas yang akan datang.

Menurut Yamin dan Maisah (2010:74) kepemimpinan adalah


suatu proses mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang dalam
mengelola anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan bentuk strategi atau teori memimpin
yang tentunya dilakukan oleh orang yang biasa kita sebut sebagai
pemimpin. Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan
sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.

Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang


formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para
bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan
17

dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan. Pemimpin pertama-


tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan
mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya.
Secara sederhana pemimpin yang baik adalah seorang yang
membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka
tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.

Menurut Kartini Kartono (2003:48) kepemimpinan itu sifatnya


spesifik, khas, diperlukan bagi situasi khusus. Sebab dalam satu
kelompok yang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, dan punya
tujuan serta peralatan khusus, pemimpin kelompok dengan ciri-ciri
karakteristiknya itu merupakan fungsi dari situasi khusus tadi.
Jelasnya sifat-sifat utama dari pemimpin dan kepemimpinannya
harus sesuai dan bisa diterima oleh kelompoknya, juga
bersangkutan, serta cocok/pas dengan situasi dan zamannya.

Berdasarkan teori-teori menurut para ahli diatas, maka


penulis menyimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu
proses dan kegiatan yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok
dalam mempengaruhi individu dan kelompok lainnya yang berada
pada satu wadah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam kelompok tersebut, sehingga tiap-tiap individu punya
kepemimpinan yang berbeda-beda untuk diterapkan.

b. Gaya Kepemimpinan
Menurut Mifta Thoha (2010:49) gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada
saat orang itu mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti
yang ia lihat. Macam-macam gaya kepemimpinan antara lain :
1) Gaya Kepemimpinan Otokratik
Menurut Sudarwan Danim (2004:75) kata otokratik
diartikan sebagai tindakan menurut kemauan sendiri, setiap
produk pemikiran dipandang benar, keras kepala, atau
otoriter yang bersifat dipaksakan. Kepemimpinan otokratik
18

disebut juga kepemimpinan otoriter. Mifta Thoha (2010:49)


mengartikan kepemimpinan otokratis sebagai gaya yang
didasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas.
Jadi kepemimpinan otokratik adalah kepemimpinan yang
dilakukan oleh seorang pemimpin dengan sikapnya yang
menang sendiri, tertutup terhadap saran dari orang lain dan
memiliki idealisme tinggi.

Menurut Sudarwan Danim (2004:75) pemimpin


otokratik memiliki ciri-ciri antara lain:
a) Beban kerja organisasi pada umumnya
ditanggung oleh pemimpin;
b) Bawahan oleh pemimpin hanya dianggap
sebagai pelaksana dan mereka tidak boleh
memberikan ide-ide baru;
c) Bekerja dengan disiplin tinggi, belajar keras,
dan tidak kenal lelah;
d) Menentukan kebijakan sendiri dan kalaupun
bermusyawarah sifatnya hanya penawar saja;
e) Memiliki kepercayaan yang rendah terhadap
bawahan dan kalaupun kepercayaan diberikan,
didalam dirinya penuh ketidak percayaan;
f) Komunikasi dilakukan secara tertutup dan satu
arah; dan
g) Korektif dan minta penyelesaian tugas pada
waktu sekarang.
2) Gaya Kepemimpinan Demokratis
Menurut Sudarwan Danim (2004:75) kepemimpinan
demokratis bertolak dari asumsi bahwa hanya dengan
kekuatan kelompok, tujuan-tujuan yang bermutu dapat
tercapai. Mifta Thoha (2010:50) mengatakan gaya
kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan
19

personal dan keikut sertaan para pengikut dalam proses


pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Menurut Sudarwan Danim (2004:76) pemimpin
demokratis memiliki ciri-ciri antara lain:
a) Beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab
bersama personalia organisasi itu;
b) Bawahan oleh pemimpin dianggap sebagai
komponen pelaksana secara integral harus diberi
tugas dan tanggung jawab;
c) Disiplin akan tetapi tidak kaku dan memecahkan
masalah secara bersama;
d) Kepercayaan tinggi terhadap bawahan dengan
tidak melepaskan tanggung jawab pengawasan; dan
e) Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka
dan dua arah.
3) Gaya Kepemimpinan Permisif
Menurut Sudarwan Danim (2004:76) pemimpin
permisif merupakan pemimpin yang tidak mempunyai
pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Pemimpin
memberikan kebebasan kepada bawahannya, sehingga
bawahan tidak mempunyai pegangan yang kuat terhadap
suatu permasalahan. Pemimpin yang permisif cenderung
tidak konsisten terhadap apa yang dilakukan.

Menurut Sudarwan Danim (2004:77) pemimpin


permisif memiliki ciri-ciri antara lain:
a) Tidak ada pegangan yang kuat dan
kepercayaan rendah pada diri sendiri;
b) Mengiyakan semua saran;
c) Lambat dalam membuat keputusan;
d) Banyak “mengambil muka” kepada bawahan;
dan
e) Ramah dan tidak menyakiti bawahan.
20

10. Teori Disiplin.


Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin “discipline” yang
berarti “latihan atau pendidikan kesopanan dan kerokhanian serta
pengembangan tabiat.” Disiplin muncul sebagai usaha untuk memperbaiki
perilaku individu sehingga taat azas dan selalu patuh pada aturan atau
norma yang berlaku. Terkait dengan pengertian disiplin, para ahli
pendidikan banyak memberi batasan diantaranya, Siswanto (2001)
memandang bahwa disiplin adalah suatu sikap menghormati, menghargai,
patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak
mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas
dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori disiplin menurut


Siswanto (2001) sebagai landasan teori untuk penelitian karena sikap
menghormati, menghargai, patuh dan taat akan aturan tersebut merupakan
sikap dasar dari seorang prajurit militer baik seorang Danton maupun
anggotanya dalam melaksanakan tugas yang diembankan kepadanya.

Flippo (dalam Atmodiwirjo, 2000) mengemukakan bahwa displin


adalah setiap usaha mengkoordinasikan perilaku seseorang pada masa
yang akan datang dengan mempergunakan hukum dan ganjaran. Definisi
di atas memfokuskan pengertian disiplin sebagai usaha untuk menata
perilaku seseorang agar terbiasa melaksanakan sesuatu sebagaimana
mestinya yang dirangsang dengan hukuman dan ganjaran. Atmosudirjo
(dalam Atmodiwirjo, 2000) mendefinisikan disiplin sebagai bentuk ketaatan
dan pengendalian diri erat hubungannya rasionalisme, sadar, tidak
emosional. Pendapat ini mengilustrasikan bahwa displin sebagai suatu
bentuk kepatuhan terhadap aturan melalui pengendalian diri yang dilakukan
melalui pertimbangan yang rasional.

Fathoni (2006) kedisiplinan dapat diartikan bila mana pegawai selalu


datang dan pulang pada tepat waktu yang ditentukan oleh kepala manajer,
pimpinan dari masing-masing instansi. Menurut Hasibuan (2002) disiplin
21

adalah suatu sikap menghormati dan menghargai suatu peraturan yang


berlaku, baik secara tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup
menjalankannya dan tidak menolak untuk menerima sanksi-sanksi apabila
dia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin


kerja adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui serangkaian
perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,
ketentraman, keteraturan dan ketertiban.

11. Teori Prestasi Kerja.


Pengertian Prestasi Kerja Byars dan Rue (1984) dalam Sutrisno
(2010:150) mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan seseorang
pada tugas-tugas yang mencakup pada pekerjaan. Bernadin dan Russel
(1993) dalam Sutrisno (2010:150) memberikan definisi tentang prestasi
adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu
tertentu. Prestasi kerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di
dalam melaksanakan suatu pekerjaan (Maier, 1965) dalam Sutrisno
(2010:150). Lawler dan Porter (1967) dalam Sutrisno (2010:150) yang
menyatakan bahwa job performance (prestasi kerja) adalah "successful role
achievement" yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya.

Hasibuan (2000) menjelaskan bahwa prestasi kerja adalah hasil


kerja baik kualitas dan kuantitas yang dapat dihasilkan oleh pegawai
tersebut dari uraian pekerjaannya. Efendi (2002) mendefinisikan prestasi
kerja sebagai hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata
yang ditampilkan sesuai dengan peran pegawai dalam organisasi. Prabu
(2009) dalam Sutrisno (2010:151) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan
kepada pegawai tersebut.
22

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori prestasi kerja


menurut Hasibuan (2007) dalam Sutrisno (2010:151) yang menyatakan
bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada pegawai yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
Dalam pelaksanaan lomba ton tangkas diharapkan suatu satuan mampu
meraih prestasi tertinggi maupun mempertahankan prestasi yang sudah
diraih sebelumnya dan itu semua didasari oleh dedikasi para prajurit peleton
tangkas yang cakap, berpengalaman dan punya kesungguhan yang tinggi
serta waktu latihan yang maksimal.

Dari definisi-definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa


prestasi kerja adalah suatu catatan hasil kerja suatu organisasi maupun
kelompok yang dicapai seseorang atau kelompok sebagai kesuksesan dan
keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan
kesungguhan serta waktu dimana catatan hasil kerja ini memiliki kepuasan
dan prestasi yang membanggakan bagi orang tersebut karena telah
dilaksanakan sesuai harapan dan sasaran organisasi.

Steers (1984) dalam Sutrisno (2010:151) mengatakan bahwa pada


umumnya orang percaya bahwa prestasi kerja individu merupakan fungsi
gabungan dari tiga faktor, yaitu:
a. Kemampuan, perangai, dan minat seorang pekerja;
b. Kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peranan seorang
pekerja; dan
c. Tingkat motivasi kerja.

Byars (1984) dalam Sutrisno (2010:151) mengemukakan ada dua


faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan faktor
lingkungan. Faktor-faktor individu yang dimaksud adalah:
a. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan
mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas;
23

b. Abilities, yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk


melaksanakan suatu tugas; dan
c. Persepsi tugas, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa
perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjan.

Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja


adalah: kondisi fisik, peralatan, waktu, material, pendidikan, supervisi,
desain organisasi, pelatihan, dan keberuntungan. Faktor-faktor lingkungan
ini tidak langsung menentukan prestasi kerja seseorang, tetapi
mempengaruhi faktor-faktor individu. McCormick dan Tiffin (1974) dalam
Sutrisno (2010:152) mengemukakan bahwa prestasi kerja merupakan hasil
dari gabungan variabel individual dan variabel fisik, pekerjaan, variabel
organisasi dan sosial.

18. Komandan Peleton TNI AD


Sebagaimana yang diharapkan oleh para Pimpinan TNI, khususnya
TNI AD bahwa apapun situasi dan kondisi dimanapun satuan berada harus
menerima latihan-latihan kegiatan yang pada dasarnya untuk
meningkatkan kesiapan dalam rangka melaksanakan tugas-tugas operasi,
maka visualisasi latihan harus sudah lebih mengarah kepada keadaan yang
sesungguhnya. Seorang Komandan Peleton adalah jabatan bagi Perwira
TNI AD yang berpangkat Letnan Dua dan Letnan Satu baik lulusan Taruna
Akademi Militer, Sekolah Perwira Prajurit Karir (Sepa PK) dan Sekolah
Calon Perwira bagi Bintara. Dan seorang Danton memimpin anggota
peletonnya dengan jumlah yang berbeda-beda sesuai korps dan satuan
masing-masing. Untuk Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad
Purworejo masih menggunakan struktur organisasi Peleton Senapan TOP
ROI 2009 dengan jumlah anggota peleton beserta Dantonnya adalah 34
orang.

Suatu pertempuran dikatakan berhasil dan keberhasilan seorang


Komandan Peleton sebagai pemimpin dalam memimpin anggota
peletonnya, baik disatuan manapun di daerah operasi sangat dipengaruhi
oleh kemampuan Komandan tersebut dalam melatih anggotanya.
24

Pembinaan latihan disatuan dapat memberikan kepercayaan diri dan


Komandan Peleton beserta anggotanya dapat berjalan sesuai dengan apa
yang disepakati bersama, kendala-kendala di lapangan harus dipecahkan
bersama-sama.

Dalam mempersiapkan prajurit menghadapi tugas-tugas yang


dibebankan, maka diharapkan prajurit selama dibasis mendapatkan suatu
pembinaan mental latihan yang baik hal ini tidak terlepas dari peran
Komandan Peleton dalam menerapkan kepemimpinan dan selaku pembina
latihan di peletonnya, antara lain:
a. Memberikan kemampuan teknis dan taktis yang lebih
prakmatis dibandingkan apa yang didapat dari pendidikan;
b. Latihan harus lebih keras dalam arti penggunaan fisik dan
dampak psikologis untuk menambah keyakinan;
c. Perlu dipegang secara prinsip bahwa latihan adalah
pengganti pertempuran yang sebenarnya;
d. Memberikan kemampuan teknis, taktis dan administrasi yang
lebih praktis dan pragmatis dibanding apa yang didapat dari
pendidikan; dan
e. Latihan harus keras dalam arti pembunaan fisik, adanya
tekanan serta ancaman sehingga memberikan keberanian dan
kemampuan dalam pengambilan keputusan.

Kemampuan Danton dalam penerapan pembinaan latihan dalam


kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya dalam
pelaksanaan tugas pokok. Seorang Komandan Peleton harus mampu
menguasai pembinaan latihan sebagai upaya meningkatkan kemampuan
anggotanya. Seorang Komandan Peleton harus menguasai Binlat sebagai
dasar dalam melatih anggotanya. Adapun hal-hal yang berpengaruh
terhadap Binlat dan harus menjadi acuan bagi Danton dalam menerapkan
pembinaan latihan adalah:
a. Disiplin.
25

Pembinaan disiplin prajurit sangat diperlukan dimana hal ini


sangat tergantung kepada penerapan disiplin oleh Danton didalam
pelaksanaan tugas maupun di basis.
b. Moril.
Pembinaan moril prajurit sangat berpengaruh terhadap tugas
pokok. Seorang Komandan Peleton harus mampu meningkatkan
moril anggotanya.
c. Jiwa Korsa.
Penerapan kepemimpinan lapangan yang dilakukan oleh
Komandan agar tercipta kebersamaan, kekompakan dan rasa jiwa
korsa yang kuat antar prajurit di satuan, sehingga akan menunjang
kesiapan pelaksanaan tugas.
d. Motivasi.
Dengan dorongan ini bisa dilakukan selama berada di basis
maupun di daerah operasi, maka motivasi pribadi pimpinan
merupakan sikap mental seorang pemimpin disegala tempat.

19. Lomba Peleton Tangkas TNI AD.


a. Lomba Peleton Tangkas.
Program pembinaan satuan bertujuan untuk mewujudkan
satuan yang siap operasional dalam melaksanakan tugas pokok
secara berhasil dan berdaya guna. Untuk mengukur hasil pembinaan
satuan dalam kurun waktu satu tahun, perlu diadakan Lomba
Peleton Tangkas sebagai salah satu teknik pengawasan langsung
(operatif) terhadap pelaksanaan pembinaan satuan di satuan jajaran
TNI AD. Lomba Peleton Tangkas TNI AD adalah suatu lomba yang
diselenggarakan secara periodik oleh TNI AD kepada satuan
jajarannya sebagai bahan tolak ukur atas keberhasilan pembinaan
satuan yang diselenggarakan oleh satuan yang mengikutinya
melalui perlombaan dalam berbagai materi. Lomba Peleton Tangkas
diselenggarakan oleh Komandan Komando Pendidikan dan Latihan
(Dankodiklat) TNI AD atas perintah langsung Kepala Staf Angkatan
Darat (Kasad).
26

Dalam Lomba Peleton Tangkas TNI AD dilombakan 8


(delapan) materi dengan menggunakan peraturan yang berbeda
antara satu materi dengan materi lainnya, maka diperlukan sistem
penilaian yang obyektif, terukur dan transparan, serta memuat
ketentuan-ketentuan yang harus dipedomani dan dilaksanakan oleh
penyelenggara maupun peserta lomba. Dengan demikian
diharapkan hasil Lomba Peleton Tangkas TNI AD yang dicapai dapat
dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan pembinaan satuan dan
sebagai bahan evaluasi dalam pembinaan satuan jajaran TNI AD di
masa yang akan datang.

Untuk Lomba Peleton Tangkas 2016 diselenggarakan dengan


tema “Melalui Lomba Peleton Tangkas, kita wujudkan prajurit TNI AD
yang disiplin, jago perang, jago tembak, jago beladiri dan memiliki
fisik prima, sebagai implementasi dari hasil pembinaan satuan, guna
memantapkan kesiapan satuan dalam rangka keberhasilan tugas
pokok TNI AD”.

b. Tujuan.
1) Memberikan gambaran tentang pencapaian
profesionalitas satuan setingkat Peleton dan keberhasilan
pembinaan satuan; dan
2) Memberikan gambaran tentang kemampuan para
Komandan, Perwira Staf dan Danki/Danrai di
Satpur/Satbanpur, sebagai unsur utama pembina serta
penentu keberhasilan penyelenggaraan Binsat di satuan.

c. Sasaran.
1) Kuantitatif. Sebanyak 15 Peleton perwakilan Kotama
(diperkuat oleh Danyon, Pa Staf Yon dan Danki/Danrai),
sesuai hasil pengundian oleh Kasad.
2) Kualitatif.
a) Fisik.
27

(1) Terwujudnya ketahanan mental dan fisik


prajurit; dan
(2) Terwujudnya profesionalisme
keprajuritan.

b) Non Fisik.
(1) Terbentuknya jiwa korsa, semangat
juang dan motivasi keprajuritan yang tinggi;
(2) Meningkatnya kemampuan dalam
kepemimpinan lapangan;

(3) Meningkatnya militansi dan sportifitas


prajurit; dan

(4) Meningkatnya semangat belajar dan


berlatih prajurit.
d. Materi.
1) Kesegaran Jasmani “A”
a) Ketentuan Umum : Jarak 3200 Meter, peserta
23 orang setiap Peleton (1 orang Danyon, 1 orang
Pasi/Kasi Yon, 1 orang Danki/Danrai, 1 orang Danton
dan 19 orang anggota Peleton);
b) Pakaian : Seragam Aerobik masing-
masing satuan; dan
c) Perlengkapan : Sepatu Olahraga.
2) Renang Militer
a) Ketentuan Umum : Jarak tempuh 50 Meter,
peserta 23 orang setiap Peleton (1 orang Danyon, 1
orang Pasi/Kasi Yon, 1 orang Danki/Danrai, 1 orang
Danton dan 19 orang anggota Peleton);
b) Pakaian : PDL Helm (tanpa sepatu
dan kopel);
c) Perlengkapan : Tali sandang (standar TNI
AD); dan
28

d) Persenjataan : 23 pucuk senapan organik


masing-masing satuan.
3) BDM Yongmoodo
a) Ketentuan Umum : Berpasangan, peserta 22
orang setiap Peleton (1 orang Pasi/Kasi Yon, 1 orang
Danki/Danrai, 1 orang Danton dan 19 orang anggota
Peleton);
b) Pakaian : Dobog; dan
c) Perlengkapan : Sabuk dan sepatu olah
raga.
4) Lintas medan
a) Ketentuan Umum : Jarak tempuh 6 Km,
peserta 20 orang setiap Peleton (1 orang Danton dan
19 orang anggota Peleton);
b) Pakaian : PDL III; dan
c) Persenjataan :
(1) 16 pucuk senapan organik masing-
masing satuan;
(2) 3 pucuk SO Minimi (Tabak SO); dan
(3) 1 pucuk Pistol (Danton).
5) Menembak.
a) Sub materi dan ketentuan umum.
(1) Pistol.
(a) Menembak tepat, jarak 25 Meter,
sikap berdiri 2 tangan, peserta 4 orang
setiap Peleton (1 orang Danyon, 1 orang
Pasi/Kasi Yon, 1 orang Danki/Danrai dan
1 orang Danton); dan
(b) Jumlah munisi tembakan koreksi 3
butir dan tembakan penilaian 10 butir.
(2) Senapan.
29

(a) Menembak tepat, jarak 100 Meter,


sikap tiarap, duduk/jongkok dan berdiri,
peserta 23 orang setiap Peleton (1 orang
Danyon, 1 orang Pasi/Kasi Yon, 1 orang
Danki/Danrai, 1 orang Danton dan 19
orang anggota Peleton); dan
(b) Jumlah munisi tembakan koreksi 3
butir dan tembakan penilaian 30 butir
(sikap tiarap, jongkok/duduk dan berdiri
masing-masing sikap 10 butir).
b) Pakaian : PDL Helm.

c) Perlengkapan : Kopel, Ear Muff dan kaca


mata tembak.

d) Persenjataan :
(1) Pistol P1 Pindad (disiapkan panitia); dan

(2) Senapan organik masing-masing satuan


(penembak SO menggunakan senapan).
6) Ilmu medan.
a) Ketentuan Umum : Peserta 23 orang setiap
Peleton (1 orang Danyon, 1 orang Pasi/Kasi Yon, 1
orang Danki/Danrai, 1 orang Danton dan 19 orang
anggota Peleton).
b) Sub Materi.
(1) Teori ilmu medan, peta, kompas dan
GPS; dan
(2) Aplikasi Ilmu medan.
c) Pakaian : PDL III.
d) Perlengkapan : Tali sandang, Protektor
dan Alat Tulis.
e) Persenjataan :
30

(1) 20 pucuk senapan organik masing-


masing satuan;
(2) 3 pucuk SO Minimi; dan
(3) 4 pucuk Pistol (Perwira).
7) HTF.
a) Ketentuan Umum : Peserta 21 orang setiap
Peleton (1 orang Danki/Danrai, 1 orang Danton dan 19
orang anggota Peleton).
b) Sub Materi.
(1) Naik Togel;
(2) Turun Hesty;
(3) Jembatan Tali Tiga;
(4) Peluncuran;
(5) Rayapan Tali satu;
(6) Jaring Pendarat;
(7) Snapling; dan
(8) Lempika.
c) Pakaian : PDL III.
d) Perlengkapan : Alat Mountainering
perorangan (sesuai Protap) dan Tali Sandang.
e) Persenjataan :
(1) 18 pucuk senapan organik masing-
masing satuan;
(2) 3 pucuk SO Minimi; dan
(3) 2 pucuk Pistol (Perwira).

e. Macam, metode dan sifat.


1) Macam : Perlombaan;

2) Metode : Teori, Praktik dan Uji; dan

3) Sifat : Satu pihak dikendalikan.


31

f. Waktu : 2 (dua) kali periode tiap tahun.

g. Peserta.
1) Peleton (Pelaku), jumlah 26 orang, dengan komposisi:
a) 1 Pok Pa Yon : Terdiri dari 1 orang
Danyon, 1 orang Kasi/Pasi Yon dan 1 orang
Danki/Danrai (Total 3 orang);

b) 1 Pok Koton : Terdiri dari 1 orang


Danton dan 1 orang Baton (Total 2 orang); dan

c) 3 Regu : Setiap Regu jumlah 7


orang, terdiri dari 1 orang Danru, 1 orang Wadanru, 1
orang Tabak SO, 1 orang Taban SO dan 3 orang
Tabakpan (Total = 3 Regu X 7 orang = 21 orang).

2) Kontingen pelaku sebanyak 15 Peleton Tangkas


(Kontingen)
32

BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

21. Metode Penelitian.


Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah untuk menjawab hasrat
keingintahuan manusia yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi,
yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Dengan
demikian penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia
untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.
a. Jenis Penelitian.
Didasari oleh karateristik masalah yang akan dihadapi jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Dimana penelitian
kualitatif deskriptif merupakan suatu proses penelitian berdasarkan
data deskriptif, yaitu berupa lisan ataupun kata tertulis dari subjek
yang telah diamati dan memiliki karakteristik bahwa data yang
diberikan merupakan data asli yang tidak diubah serta menggunakan
cara yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
b. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian
yang menggunakan pendekatan kualitatif bertujuan untuk menggali
atau membangun suatu proposisi atau menjelaskan dibalik realita.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari prespektif partisipan
(Dr. Basrowi, M.Pd. & Dr. Suwandi, M.Si., 2008 Hal. 23). Dalam
penelitian kualitatif membutuhkan data yang pasti. Data yang
sebenarnya telah terjadi dan bukan merupakan sebuah manipulasi.
Digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna, makna dibalik data yang sebenarnya. Data
tersebut berupa fakta dan pemahaman yang bersifat umum dan
diperoleh dari berbagai sumber baik dari wawancara berdasarkan
pengalaman, studi pustaka maupun dari berita-berita aktual yang ada.
33

22. Lokasi Penelitian.


Penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan di Batalyon Infanteri (Yonif)
Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad Purworejo dengan alasan karena
Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad Purworejo pernah
mendapatkan prestasi juara II dalam Lomba Ton Tangkas Periode I TA
2016, dan jika dilihat dari kondisi dan permasalahan di satuan Yonif
Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad Purworejo saat ini maka diperlukan
strategi pembinaan latihan yang tepat digunakan untuk menyiapkan
Peleton Tangkas di Yonif Mekanis 412/Bharata Eka Sakti Kostrad
Purworejo yang profesional agar dapat mempertahankan dan
meningkatkan prestasi satuan.
23. Instrumen Penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri sehingga peneliti harus “divalidasi”.
Validasi terhadap peneliti meliputi pemahaman metode penelitian kualitatif,
penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk
memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logiknya.

Peneliti kualitatif sebagai human instrument berfungsi menetapkan


fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data
dan membuat kesimpulan atas temuannya.

24. Sampel Sumber Data.


Sampel dalam penelitian ini menggunakan sampling purposive.
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian tentang kualitas makanan,
maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli makanan, atau
penelitian tentang kondisi militer di suatu daerah, maka sampel sumber
datanya adalah orang yang berprofesi di bidang militer. Sampel ini lebih
cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang
tidak melakukan generalisasi.
34

25. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
penulis mencari dan mengumpulkan data dengan:
a. Metode studi dokumentasi. Artinya peneliti membaca buku
dan mencari sumber data yang berhubungan dengan
permasahahan. Dalam tulisan ini, peneliti mendapatkan sumber data
berasal dari buku-buku yang diperoleh dari toko buku dan dokumen-
dokumen dari naskah departemen, buku petunjuk instruksi dan
artikel yang berhubungan dengan pembinaan latihan dan Ton
Tangkas, website yang terkait masalah Ton Tangkas, pembinaan
latihan dan kepemimpinan. Macam pengumpulan teknik
pengumpulan data adalah dokumentasi. Pengumpulan data dengan
dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari,
mengumpulkan, dan mempelajari dokumen yang relevan dengan
penelitian.
b. Wawancara mendalam, kegiatan ini merupakan proses
komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan
cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek
penelitian. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini,
wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui
media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan
kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang
sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau,
merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan
yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya. Dalam
penelitian ini wawancara akan dilakukan kepada Komandan Kompi,
Komandan Peleton, Pelatih dan anggota Peleton Yonif Mekanis
412/Bharata Eka Sakti Kostrad Purworejo.
c. Non-Participant Observation, dalam observasi partisipan
peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang
diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat
dan hanya sebagai pengamat independen. Pengumpulan data
35

dengan observasi nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data


yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna
adalah nilai-nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan
yang tertulis.

26. Teknik Analisis Data


Permasalahan-permasalahan yang ada dianalisis menggunakan
metode analisis USG (Urgent, Serious, Growth) yaitu model yang dapat
digunakan untuk menyusun urutan prioritas yang mendesak, serius dan
berkembang untuk segera diselesaikan (Sianipar, 2003). Analisis lain yang
digunakan yaitu analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities,
and Threaths) untuk analisis identifikasi masalah ditinjau dari factor-faktor
internal maupun eksternal guna mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan organisasi (Sianipar, 2003).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis SWOT.


Langkah awal Peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber yang
didapat, berdasarkan data-data tersebut maka dapat diketahui fakta-fakta
yang ada di lapangan, dan berdasarkan fakta-fakta yang telah ditemukan
tersebut peneliti membuat sebuah kesimpulan yang dikaitkan dengan teori-
teori yang ada. Analisis SWOT adalah suatu metoda analisis yang
digunakan untuk menentukan dan mengevaluasi, mengklarifikasi dan
memvalidasi perencanaan yang telah disusun, sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Analisis ini merupakan suatu metoda untuk menggali aspek-
aspek kondisi yang terdapat di suatu wilayah yang direncanakan maupun
untuk menguraikan berbagai potensi dan tantangan yang akan dihadapi
dalam pengembangan wilayah tersebut. Kata SWOT itu sendiri merupakan
kependekan dari variabel-variabel penilaian, yaitu:
a. S, merupakan kependekan dari STRENGTHS, yang berarti
potensi dan kekuatan yang terdapat dalam tubuh organisasi.
b. W, merupakan kependekan dari WEAKNESSES, yang berarti
masalah dan tantangan di dalam organisasi yang dihadapi.
36

c. O, merupakan kependekan dari OPPORTUNITIES, yang


berarti peluang merupakan kondisi peluang berkembang di masa
datang yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari
luar organisasi, misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi
lingkungan sekitar.
d. T, merupakan kependekan dari THREATS, yang merupakan
faktor eksternal yang berpengaruh dalam pembangunan. merupakan
kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu
organisasi.

Analisis SWOT bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai faktor


secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Sebagai sebuah
konsep dalam manajemen strategik, teknik ini menekankan mengenai
perlunya penilaian lingkungan eksternal dan internal, serta kecenderungan
perkembangan/perubahan di masa depan sebelum menetapkan sebuah
strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman
(Threats).

27. Teknik Analisis Manajemen


Teknik Analisis Manajemen (TAM) adalah cara menerapkan metode
ilmiah dalam merinci dan menilai keadaan lingkungan secara komprehensif
guna memperoleh informasi faktor kunci keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuan dan sasaran organisasi, sehingga menghasilkan strategi,
program, kegiatan yang tepat dilakukan (TAM, 2008:32-55).
a. Menelusuri Keadaan Lingkungan Organisasi
Organisasi perlu melakukan identifikasi sebagai upaya
mengenali atau menelusuri keadaan lingkungan organisasi. Secara
internal Organisasi mempunyai kekuatan dan kelemahan,
keduanya dapat dijadikan kekuatan organisasi sebagai kapasitas
sumber daya. Sejalan dengan hal tersebut, maka organisasi harus
mencermati kemampuan yang dimiliki sebagai kapasitas sumber
37

daya terhadap pencapaian tujuan dan sasaran. Kekuatan apa yang


harus dikenali dan kelemahan apa yang harus diatasi. Sehingga
organisasi mengkondisikan sumber kekuatan dan kapasitas
sumber daya sangatlah perlu untuk menentukan kekuatan mana
yang paling dirasa penting dan kelemahan apa yang paling perlu
diatasi, sehingga menghasilkan identifikasi kekuatan yang dimiliki
dan harus dimiliki untuk mengatasi kelemahan apa yang harus
diatasi demi mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
b. Identifikasi faktor internal
Identifikasi dapat dilakukan dengan teknik brainstorming.
Teknik ini pada awalnya diperkenalkan Alex Osborn (1966:47) untuk
meningkatkan kreatifitas dalam mencari pemecahan masalah.
Analog dengan itu suatu unit organisasi dapat melakukan
brainstorming untuk mengidentifikasi sejumlah kemampuan dan
sumber daya internal yang dapat diandalkan dalam mencapai tujuan
dan sasarannya. Identifikasi dapat juga dilakukan dengan observasi
atau telaahan dokumen dan catatan dalam lembar periksa.
Hasil brainstorming itu diklasifikasi atau dikelompokkan ke dalam
kategori strengths dan weaknesses. Kemampuan melaksanakan
atau menyelesaikan tugas dengan baik dan benar, dan sumber
daya yang tersedia cukup, serta berada dalam kondisi baik,
dikategorikan sebagai strengths (kekuatan). Sebaliknya
kemampuan yang rendah dalam menyelesaikan tugas, dan
sumber daya yang terbatas dan kapasitasnya berkurang,
dikategorikan sebagai weaknesses (kelemahan).
c. Identifikasi faktor eksternal
Organisasi tidak ada yang lepas dari pengaruh lingkungan,
selalu membutuhkan lingkungan yang kondusif. Organisasi yang tidak
mampu mencermati dan menganalisis perubahan keadaan dan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal secara
akurat, akan menimbulkan berbagai hambatan dalam
mewujudkan masa depan sebagaimana dirumuskan dalam visi dan
38

misi. Untuk itu setiap organisasi harus mencermati perubahan keadaan


lingkungan eksternalnya.
Tabel 3.1
Identifikasi Faktor Internal Dan Eksternal

FAKTOR INTERNAL

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

FAKTOR EKSTERNAL

Peluang (O) Ancaman (T)

d. Evaluasi Faktor internal dan eksternal


Faktor-faktor kunci keberhasilan adalah berbagai hal yang
berkaitan dengan misi dan sangat mempengaruhi pencapaaian misi
organisasi dan juga berfungsi untuk lebih memfokuskan strategi
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran secara
efektif dan efisien. Untuk dapat menentukan faktor keberhasilan
sebagai faktor-faktor strategi atau faktor kunci keberhasilan, maka
perlu dilakukan penilaian terhadap setiap faktor yang teridenfikasi.
Suatu faktor disebut strategis apabila memiliki nilai lebih dari faktor
yang lain, faktor yang telah memberikan nilai dukungan (kontribusi)
tinggi dan keterkaitan tinggi terhadap keberhasilan yang diraih
organisasi selama ini dan untuk masa yang akan datang, dianggap
sebagai Faktor strategi dan selanjutnya disebut sebagai Faktor Kunci
Keberhasilan (FKK). Aspek yang di nilai dari tiap-tiap faktor:
1) Penilaian presentasi Bobot Faktor (BF) dari masing-
masing faktor internal maupun eksternal, dengan cara
memprosentasikan perbandingan antara nilai urgensi masing-
masing faktor yang ada pada faktor internal dengan jumlah
39

nilai total urgensi dari semua faktor internal. Begitu juga


dengan faktor-faktor yang ada pada eksternal yaitu
memprosentasikan perbandingan atara nilai urgensi masing-
masing faktor yang ada pada faktor eksternal. Lihat tabel 3.2
dan 3.3.
Tabel 3.2
Matrik Urgensi Dan Faktor Internal
Faktor Yang Lebih Urgen Bobot
No Faktor Internal
a b c d e f TOTAL BF
1 KEKUATAN (S)

2 KELEMAHAN (W)

Jumlah
40

Tabel 3.3
Matrik Urgensi Dan Faktor Eksternal

Faktor Yang Lebih Urgen


No Faktor Internal BF
a b c d e f TOTAL
1 PELUANG (O)

2 ANCAMAN (T)

Jumlah

2) Penentuan faktor-faktor kunci keberhasilan dan teknis


analisis yang digunakan:
a) Penentuan faktor-faktor kunci keberhasilan
Untuk menentukan faktor kunci keberhasilan
misi sebagai faktor-faktor strategis atau faktor kunci
keberhasilan, maka perlu dilakukan penilaian terhadap
setiap faktor yang teridentifikasi. Suatu faktor disebut
strategis apabila memiliki nilai lebih dari faktor yang
lain. Faktor yang telah memberikan nilai dukungan
(kontribusi) tinggi dan keterkaitan tinggi terhadap
berbagai keberhasilan yang diraih organisasi selama
ini dan untuk yang akan datang, dianggap sebagai
faktor strategis dan selanjutnya disebut menjadi faktor
kunci keberhasilan. Adapun yang dinilai dari tiap faktor
adalah:
(1) Urgensi faktor terhadap misi, meliputi
Nilai Urgensi (NU) dan Bobot Faktor (BF);
41

(2) Dukungan faktor terhadap misi, meliputi


Nilai Dukungan (ND) dan Nilai Bobot Dukungan
(NBD); dan
(3) Keterkaitan antar faktor terhadap misi,
meliputi Nilai Keterkaitan (NK), Nilai Rata-rata
Keberhasilan (NRK) dan Nilai Bobot Keterkaitan
(NBK).

Penilaian yang digunakan untuk menentukan faktor kunci


keberhasilan adalah sebagai berikut:
1) Menentukan Nilai Urgensi (NU) dengan Rating Skala 1
sampai 5, sesuai teori yang dianjurkan Rensis Likert.
a) Angka 5, artinya mempunyai dukungan yang
sangat tinggi;
b) Angka 4 arlinya mempunyai dukungan tinggi;
c) Angka 3, artinya mempunyai dukungan cukup
tinggi;
d) Angka 2, artinya mempunyai dukungan kurang;
dan
e) Angka 1, artinya mempunyai dukungan sangat
kurang.
2) Menentukan Bobot Faktor (BF). Penilaian dilakukan
dengan menjumlah bobot faktor internal maupun eksternal
dengan hasil akhir harus 1,00 atau 100%.
Rumus untuk menentukan BF adalah sebagai berikut:

NU
BF = x 100%

 NU-1

3) Menentukan Nilai Dukungan (ND) sama dengan


menentukan Nilai Urgensi (NU) di atas. Dengan skala nilai
42

antara 1 sampai dengan 5, kriteria skor 5 adalah yang paling


tinggi nilai dukungannya berturut-turut sampai dengan 1
adalah criteria yang sangat kurang nilai dukungannya.
4) Pemberian NiIai Bobot Dukungan (NBD) pada masing-
masing faktor yang ada pada faktor internal maupun
eksternal. Pemberian nilai ini dilakukan dengan cara
mengalikan antara Bobot Faktor (BF) dengan Nilai Dukungan
(ND) pada masing-rnasing faktor yang digunakan dalam
mencari NBD adalah sebagai berikut:

BF x ND
NBD =
100

5) Pemberian Nilai Keterkaitan (NK) antara masing-


masing faktor yang ada pada faktor internal dan eksternal.
Pemberian Niiai Keterkaitan (NK) ini diakukan dengan cara
mengalikan satu persatu kepada semua faktor-faktor yang
ada pada faktor internal maupun eksternal dengan nilai
keterkaitan antara nilai 1 - 5 sama dengan menentukan NU
6) Mencari Nilai Rata-rata Keterkaitan (NKR) dengan
menggunakan formula sebagai berikut:

TNK
NRK =

 NK-1

7) Mencari Nilai Bobot Keterkaitan (NBK) dengan


menggunakan rumus sebagai berikut:
43

NRK x BF
NBK =
100

8) Mencari Total Nilai Bobot (TNB), total nilai bobot ini


diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TNB = NBK + NBD

Setalah dilakukan pembobotan dengan menggunakan


langkah-langkah seperti tersebut di atas, maka langkah selanjutnya
adalah mencari Faktor Kunci Keberhasilan (FKK). Faktor Kunci
Keberhasilan adalah faktor yang mempunyai Total Nilai Bobot (TNB)
yang terbesar pertama dan kedua. Kedua faktor tersebut mempunyai
pengaruh yang sangat dominan terhadap tingkat pencapaian kinerja
peningkatan pelaksanaan tugas.

Untuk memperjelas uraian di atas tentang pembobotan


terhadap faktor dan penentuan faktor kunci keberhasilan (FKK) dari
masing-masing faktor dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut:
44

Tabel 3.4
Evaluasi Faktor Internal Dan Eksternal
BF NK
NO URAIAN NU ND NBD TNK NRK NBK TNB FKK
(%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
FAKTOR INTERNAL
KEKUATAN (S)

KELEMAHAN (W)

FAKTOR EKSTERNAL
PELUANG (O)

ANCAMAN (T)
45

Dari nilai-nilai TNB yang telah diketahui kemudian diformulasikan ke


dalam table faktor-faktor kunci keberhasilan seperti yang diperlihatkan pada
table 3.5 berikut ini:
Tabel 3.5
Faktor–Faktor Kunci Keberhasilan
FAKTOR INTERNAL
KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)

No. FAKTOR EKSTERNAL


PELUANG (O) ANCAMAN (T)

Berdasarkan jumlah masing-masing TNB dari Strengths,


Weaknesses, Opportunities dan Threats dapat dipetakan posisi kekuatan
organisasi dengan diagram Cartesius.

28. Memilih dan Menetapkan Kunci Keberhasilan Prioritas


Setelah pembahasan mengenai posisi kekuatan yang berada pada
kuadran I, maka akan ditentukan strategi yang akan dipilih yaitu
mengembangkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Agar strategi
yang dilaksanakan tepat guna dan tepat sasaran perlu ditetapkan kunci
keberhasilan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan.
46

Tabel 3.6
Formulasi Strategi SWOT

FKK Internal Strengths Weaknesses


(Kekuatan) “S” (Kelemahan) “W”

FKK Eksternal
Opportunities
Strategi “SO” Strategi “WO”
(Peluang) “O”

Threaths
Strategi “ST” Strategi “WT”
(Ancaman) “T”

Agar lebih terarah strategi yang akan dijalankan maka perlu


dirumuskan tujuan yang akan dicapai, sebagai berikut:
- Perumusan Tujuan
Perumusan tujuan pada peta posisi kekuatan
organisasi kuadran I yaitu dengan mengembangkan kekuatan
dan memanfaatkan peluang yang ada. Seperti terlihat pada
table 3.7 berikut ini:
47

Tabel 3.7
Perumusan Tujuan

FAKTOR KEKUATAN KUNCI (FKK)


No. KEKUATAN ALTERNATIF TUJUAN
PELUANG KUNCI
KUNCI

Dari kedua alternatif tujuan tersebut di atas, maka untuk menentukan


prioritas tujuan yang dipilih diadakan penilaian untuk menentukan alternatif
terbaik berdasarkan nilai manfaatnya (M), bagi publik dan nilai kemampuan
mengatasi kelemahan (KM), dan kemampuan untuk mengatasi ancaman
(KMA) yang diperkirakan dapat menghambat pencapaian tujuan. Penilaian
dan penentuan tujuan dapat dilihat pada table 3.8 berikut ini:

Tabel 3.8
Penilaian Dan Penentuan Tujuan

Faktor Kekuatan Kunci (FKK) Alternatif


M KML KMA TN
Kekuatan Kunci Peluang Kunci Tujuan
48

BAB IV
ORGANISASI DAN JADWAL PENELITIAN

29. Organisasi Penelitian.


Dalam penelitian ini, penulis bertindak sebagai peneliti tunggal
dimana seluruh kegiatan penelitian dikerjakan secara mandiri. Tanpa ada
ikatan keorganisasian secara formal.

30. Jadwal penelitian.

Kegiatan Bulan
IX X XI XII I II
1. Pembuatan Usulan Penelitian
a. Penelaahan Kepustakaan (Studi
Pendahuluan).
b. Penetapan: Masalah, Judul Usulan
Penelitian.
c. Bimbingan Usulan Penelitian.
d. Seminar Usulan Penelitian.
e. Penyempurnaan Usulan Penelitian

2. Pelaksanaan Penelitian
3. Pengolahan, Analisis Data dan Interpretasi
Hasil Analisis Data
4. Penulisan Draft Tugas Akhir/Skripsi
5. Penulisan Tugas Akhir/Skripsi dan
Bimbingan
6. Ujian Tugas Akhir/Skripsi
49

BAB V
BIAYA PENELITIAN

31. Biaya Penelitian.


Biaya penelitian adalah biaya yang digunakan untuk operasional
penelitian. Tugas Akhir ini merupakan program yang diselenggarakan oleh
Akademi Militer sebagai salah satu syarat bagi Taruna tingkat IV untuk
menyandang gelar kesarjanaan oleh karena itu biaya penelitian yang
digunakan oleh Penulis seperti kebutuhan kegiatan penelitian, pengadaan
alat tulis, sarana prasarana dan bahan untuk penyempurnaan tugas akhir
sepenuhnya ditanggung oleh lembaga Akademi Militer.

Anda mungkin juga menyukai