Anda di halaman 1dari 14

Model Matematis untuk Sistem Fisik

Untuk memahami sistem kendali yang ruwet, terlebih dahulu mendapat-


kan model matematisnya, yang bersifat kwantitatif. Hal ini dikarenakan oleh
hubungan antara variabel sistem dan model matematis pada sistem kendali
keadaannya dapat berbentuk dinamis, berubah-ubah. Persamaan yang
sering digunakan adalah persamaan deferensial, dan dibuat linier agar
penyelesaian nya lebih mudah dengan menggunakan tranformasi laplace.
Dalam prakteknya sistem yang begitu ruwet maka diperlukan asumsi
mengenai cara kerja sistem tersebut.Oleh karena itu, diperlukan
pertimbangan suatu sistem fisis dengan membuat asumsi (pengandaian) dan
melinierkan sistem tersebut. Akhirnya dalam penyelesaian memanfaatkan
beberapa peralatan matematis.
Sebagai contoh: Sistem sederhana yang terdiri dari massa pegas dan
peredam seperti gambar di bawah:

Gesekan
f Massa y
M

r(t)
Gaya
Gambar 1. Sistem massa-pegas-peredam

Gambar di atas melukiskan oleh hukum Newton kedua untuk gerakan,


maka persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:

d2y(t) dy(t)
M  + f  + Ky(t) = r(t)
dt2 dt

K adalah tetapan pegas untuk pegas ideal dan f adalah tetapan gesek.
Persamaan di atas berbentuk persamaan diferensial kedua dengan koefisien
yang tetap. Penyelesaian persamaan diferensial yang melukiskan proses
tersebut diperoleh dengan cara klasik, seperti penggunaan faktor integral

1
dan metoda koefisien tak tentu. Sebagai contoh, bila massa tersebut mula-
mula disimpangkan sejarak y(t)=y(0) kemudian dilepas, maka tanggapan
dinamik untuk sistem tersebut adalah kurang teredam (underdamped) yang
diperoleh persamaan sebagai berikut:

y(t)=K1 e-t sin (t + )

Dengan cara lain, suatu rangkaian listrik RLC seperti gambar di bawah
dengan menggunakan hukum Kirchoff, dapat persamaan ditulis sebagai
berikut:

R(t) V(t)
R L C
Sumber
Arus

Gambar 2. Rangkaian Listrik Paraleh RLC

v(t) dv(t) 1
 + C  +  intg v(t) dt = r(t)
R dt L

Untuk penyelesaian rangkaian RLC di atas mirip dengan sistem


mekanik pegas yaitu sumber mengalirkan arus yang tetap r(t)=I, maka
tegangannya diperoleh

v(t)=K e-t cos (t + )

Lengkung tegangan yang merupakan ciri khas suatu rangkaian RLC


yang kurang teredam seperti gambar di bawah:

Tegangan
V(t)

e-t

Waktu (t)
0

2()

Gambar 3. Kurva tegangan dr Rangk. RLC yang


kurang teredam

2
Pendekatan Linier dari Sistem Fisis
Kebanyakan sistem-sitem fisis bersifat linier dalam batasan harga
variabel yang akhirnya akan tidak linier jika nilai dari batasan dilewati.
Sebagai contoh, jika sistem massa pegas hanya bersifat linier selama massa
mengalami simpangan kecil y(t), tetapi bila y(t) terus menerus bertambah,
pegas akan terlalu terentang dan putus. Hal ini, persoalan kelinieran dari
batasan (range) penggunaannya harus diperhitungkan untuk tiap sistem.
Suatu sistem dapat didefinisikan sebagi linier ditinjau dari tanggapan
dan penguatannya. Untuk rangkaian listrik, sebagai penguatannya adalah
arus listrik masukkan r(t), sedangkan sebagai respon adalah tegangan v(t).
Jadi kelinieran dari sistem tergantung dari penguatan x(t) dan respon y(t).
Jika sistem pada kondisi awalnya dikuatkan x 1(t) maka akan memberikan
respon y2(t), dan jika sistem adalah linier diberikan penguat x 1(t)+x2(t) dan
respon yang diterjadi y1(t)+y2(t), hal ini disebut prinsip superposisi.
Untuk sistem yang dicirikan oleh hubungan y=x 2 tidaklah linier karena
sifat superposisi dan sifat kebersamaan. Sistem yang digambarkan oleh
persamaan y=mx + b dikatakan tidak linier, tetapi sistem ini dapat dianggap
linier sekitar titik kerja x 0, y0 untuk perubahan kecil x dan y. bila x=x0+x,
y=y0+ y kita dapatkan
y=mx + b

atau

y0+ y = mx0 + mx + b

karena y = m x memenuhi syarat maka sistem dikatakan linier.


Contoh. Perhatikan osilator bandul seperti gambar di bawah menghasilkan
torsi pada massa sebesar:

T  MgLSin

g adalah tetapan gaya tarik bumi, keseimbangan terjadi bila massa 0 = 00


hubungan tak linier antara T dan  ditunjukkan secara grafis turunan pertama
yang dihitung pada titik keseimbangan kelihatan hampir linier.

3
   0 
Sin
T  MgL
    0 

 MgL Cos 0 0
  0  0

 MgL

Pendekatan dapat dilakukan ketentuan sebegai berikut:


 
-
4 4
T

- -/2
Panjang L 
/2 
 Massa M

Gambar 4. Bandul mekanik

Transformasi Laplace
Untuk memperoleh pendekatan linier penggunaan transformasi laplace
pada sistem fisik menyederhanakan persamaan deferensial yang
dimaksudkan mempermudah dalam penyelesaian persoalan yang rumit.
Penyelesaian respon waktu (fungsi waktu) didapatkan pada tahapan sebagai
berikut:
1. Persamaan diferensial;
2. Transformasi Laplace untuk persamaan diferensial;
3. Menyelesaikan persamaan aljabar yang didapatkan.
Pembahasan singkat keberadaan transformasi Laplace yang sering
dijumpai dalam menggambarkan penurunannya, sebagai contoh:
f(t) = fungsi waktu t sedemikian rupa sehingga f(t)=0 untuk t<0;
s = variabel komplek;
 = simbul operator yang menunjukkan bahwa besaran yang ditrans-
formasikan dengan integral Laplace;
F(s) = fungsi waktu t sedemikian rupa sehingga f(t)=0 untuk t<0;

Selanjutnya transformasi laplace dari f(t)


[f(t)] = F(s) = ∫ e-st dt[f(t)] = ∫ f(t) e-st dt
4
Contoh:
1. Fungsi exponensial
f(t) = 0 untuk t<0
= A e-t untuk t  0
A dan  adalah konstanta. Transformasi Laplace dari f(t) diperoleh sebagai
berikut:
[f(t)] = ∫ A e-t e-st dt[f(t)] = A ∫ e-(+s)t dt
A
= 
S+

Terlihat bahwa fungsi eksponensial menghasilkan satu pole pada


bidang kompleks. Dalam melakukan integrasi ini dianggap bagian nyata dari
s lebih besar dari -.

Fungsi Transfer untuk Sistem Linier


Fungsi transfer suatu sistem linier didefinisikan sebagai hasil bagi
transformasi laplace dari variabel keluaran dengan masukan dengan seluruh
syarat mula (initial Condition) dianggap sama dengan nol. Fungsi transfer
hanya dapat didefinisikan untuk sistem linier dan stasioner (berparameter
tetap).
Fungsi transfer waktu suatu jaringan RC seperti gambar di bawah
dengan menggunakan hukum Kirchoff akan menghasilkan persamaan
sebagai berikut:

R
V1 C V2

Gambar 5. Rangk. Listrik RC tanpa beban

 1 
V1 ( s )   R   I ( s )
 Cs
Respon Keluaran
1
V1 ( s )  I ( s)
Cs

5
Dengan menyelesaikan dua persamaan di atas maka diperoleh:

1 / Cs
V2 ( s )  V1 ( s )
R  1 / Cs

Maka fungsi transfer diperoleh sebagai perbandingan V 2(s)/V1(s)

V2 ( s ) 1
G(s)  
V2 ( s ) RCs  1
1 1/ 
 
s  1 s  1 / 

 adalah tetapan waktu pada jaringan.


Jika diamati rangkaian tersebut di atas merupakan suatu pembagi tegangan:
V2(s) Z2(s)
 =  Z1(s)= R; Z2(s)= 1/Cs
V1(s) Z1(s) + Z2(s)

Contoh:
1. Jika V1(s) sebagai masukkan diberi fungsi denyut (t)=1 maka V2(s)
diperoleh:

1/ 
V2 (t )  V1 (t )
s  1/
1/  1/ 
V2 (t )  1
s  1/ s  1/
dengan menggunakan transformasi Laplace diperoleh:

1
V2 (t )  e 1 / t

Jika V1(s) sebagai masukkan diberi fungsi Step u (t)=1/s maka V2(s)
diperoleh:

1/
V2 (t )  V1 (t )
s  1/ 
1/ 1 1/
V2 (t )  
s  1 /  s s(s  1 /  )

dengan menggunakan transformasi Laplace diperoleh:

1
V2 (t )  1  e 1 / t

6
2. Suatu rangkaian RLC di bawah ini yang terdiri dari suatu induktansi
L(henry) tahanan R (Ohm), dan kapasitansi C (farad) dengan mengguna-
kan hukum Kirchoff pada sistem kita peroleh persamaan:

L R
V1 C V2

Gambar 6. Rangk. Listrik Seri RLC


di 1
L  Ri   idt  V1
dt c
1
 idt  V2
c

dengan mencari Transformasi Laplace dari persamaan di atas, dan


menganggap syarat awal nol maka
1 1
LsI ( s )  RI ( s )  I ( s )  V1 ( s )
C s
1 1
I ( s )  V2 ( s )
C s
Jika V1 dianggap sebagai masukan dan V 2 sebagai keluaran, maka fungsi
alih dari sistem diperoleh:

V2 ( s ) 1 / Cs

V1 ( s ) Ls  R  1 / Cs
1

LCs  Rs  1
2

Persamaan di atas dari penyebut akan diperoleh dua akar nyata jika
R2>4LC, satu akar nyata jika R2=4LC dan imajiner R2<4LC

3. Tinjau sistem pada gamabar 7, V 1 adalah masukan dan V2 keluaran, pada


rangkaian tingkat dua (R2C2) akan berpengaruh pembebanan pada tingkat
pertama (R1C1).

R1 R2

V1 C1 C2 V2
i1 I2

Gambar 5. Rangk. Listrik RC dg beban


7
1
C1  (i
1  i 2 )dt  R1i1  V1

1 1
C1  (i 2  i1 )dt  R2 i 2  
C2 i 2 dt  V2

Dengan mengeliminasi I1(s) dan I2(s) dari persamaan di atas kita peroleh
bahwa fungsi alih antara V1(s) dan V2(s) adalah
V2 ( s ) 1

V1 ( s )  R1C1 s  1 R2 C 2 s  1 R1C 2 s
1

R1C1 R2 C 2 s   R1C1  R2 C 2  R1C 2  s  1
2

Bentuk R1C2s pada penyebut dari fungsi alih menyatakan interaksi dua
rangkaian RC sederhana, jika (R 1C1+ R2C2+ R1C2)2 > 4 R1C1R2C2 maka
dua akar dari persamaan adalah nyata

8
Contoh
1.
C
R1

Vi R2 Vo

Gambar 1. Rangk. Listrik Seri RC

1
Vi ( s )  ( R1  R2 ) I ( s )  I (s)
CS
Vo ( s )  R 2 I ( s )
R2 C
S
Vo ( s ) R2 I ( s ) R2 CS ( R1  R2 )C
  
Vi ( s ) 1 ( R1  R2 )CS  1 1
( R1  R2 ) I ( s )  I (s) S
CS ( R1  R2 )C
Vo ( s )  R2  S
  
Vi ( s )  ( R1  R2 )  1
S
( R1  R2 )C

Jika sumber (Vi ) diberi sinyal 1/S maka diperoleh persamaan:


 R2  S 1
Vo    x 
 ( R1  R2 )  S  1 S
( R1  R2 )C
 R2  1
Vo   
 ( R1  R2 )  S  1
( R1  R2 )C

Dengan menggunakan persamaan Laplace diperoleh


 R2   at
Vo (t )   e
 R1  R2 

9
2.
C
L1

Vi L2 Vo

Gambar 2. Rangk. Listrik Seri LC

1
Vi ( s )  ( L1  L2 ) I ( s )  I ( s)
CS
Vo ( s )  L2 I ( s )
L2 C
S2
Vo ( s ) L2 SI ( s ) L2 CS 2
( L1  L2 )C
  
1 1
I ( s ) ( L1  L2 )CS  1 S 2 
2
Vi ( s )
( L1  L2 ) SI ( s ) 
CS ( L1  L2 )C
Vo ( s )  L2  S2
  
Vi ( s )  ( L1  L2 )  2 1
S 
( L1  L2 )C

Jika sumber (Vi ) diberi sinyal 1/S2 maka diperoleh persamaan


 L2  S2 1
Vo    x 2
 ( L1  L2 )  S 2  1 S
( L1  L2 )C
 L2  1
Vo   
 ( L1  L2 )  S 2  1
( L1  L2 )C
1
Jika ( L  L )C merupakan variabel kuadrat maka pers. Laplace
1 2

1 Sin at

S  a2
2
a
Dengan menggunakan persamaan Laplace diperoleh
 L2  Sin at
Vo (t )   
 L1  L2  a

10
3.
R L
C1
Vi Vo
C2

Gambar 3. Rangk. Listrik Seri RLC

 1 1   1 
Vi ( s )   R  LS    I ( s)   R  LS   I ( s)
 C1 S C 2 S   (C1  C 2 ) S 
I ( s)
Vo ( s) 
(C1  C 2 ) S
I ( s)
Vo ( s ) (C1  C 2 ) S 1
 
Vi ( s ) 
 R  LS 
1 
 I ( s)
 R (C1  C 2 ) S  L(C1  C 2 ) S 2  1
 (C1  C 2 ) S 
Vo ( s ) 1

Vi ( s )  L(C1  C 2 ) S  R (C1  C 2 ) S  1
2

Vo ( s )  1  1
  
Vi ( s )  L(C1  C 2 )  2 R(C1  C 2 ) S 1
S  
L(C1  C 2 ) L(C1  C 2 )
1
Jika K  maka
L(C1  C 2 )
Vo ( s ) K

Vi ( s ) R
S2  S  K
L
Jika sumber (Vi ) diberi sinyal 1/S maka diperoleh persamaan
K 1 K
Vo  x 
R S R
S2   K S (S 2   K )
L L
1
Jika B>4ac akan diperoleh
S ( S  a )( S  b)

Dengan menggunakan persamaan Laplace diperoleh


1  1 
Vo (t )  1  (be  at  ae bt ) 
ab  ab 

11
4.
C
R

Vi L Vo

Gambar 4. Rangk. Listrik Seri RLC

 1 
Vi ( s )   R  LS   I ( s)
 CS 
Vo ( s)  LS I ( s )
Vo ( s ) LS I ( s ) LS CS LCS 2
  
Vi ( s )  1  LS 2  RCS  1 LS 2  RCS  1
 R  LS   I ( s)
 CS 
2
Vo ( s ) CS

Vi ( s ) RCS 1
S2  
L L
Jika sumber (Vi ) diberi sinyal 1/S maka diperoleh persamaan
CS 2 1 CS
Vo  x 
RCS 1 S RCS 1
S2   S2  
L L L L
Dengan menggunakan persamaan Laplace diperoleh

Vo (t ) 
C
ba
be bt  ae at ) 

Jika sumber (Vi ) diberi sinyal 1/S2 maka diperoleh persamaan


CS 2 1 C
Vo  x 2 
RCS 1 S RCS 1
S2   S2  
L L L L
Dengan menggunakan persamaan Laplace diperoleh

Vo (t ) 
C
ba
 e  at  e bt ) 

12
5.
L R1

Vi R2 Vo

Gambar 4. Rangk. Listrik Seri RLC

 1 
Vi ( s )   ( R1  R2  LS   I ( s)
 CS 
1
Vo ( s )  ( R 2  ) I ( s)
CS
1 1
( R2  ) I ( s) ( R2  )CS
Vo ( s ) CS CS R2 CS  1
  
Vi ( s )  1  LS  ( R1  R2 )CS  1 LS  ( R1  R2 )CS  1
2 2
 R1  R2  LS   I ( s)
 CS 
 1 
 
Vo ( s ) R2 CS  1 R C S 1
 x 2 
Vi ( s ) LS  ( R1  R2 )CS  1  1 
2
L ( R  R2 )CS 1
  S2  1 
 R2 C  R 2 C R2 C R2 CL
R2 C
Vo ( s ) S 1 R C S 1
 x L  2 
Vi ( s ) L ( R  R2 )C 1 R2 C  L  2 ( R1  R2 ) R2 C 1
S2  1 S S  S 2
R2 C R2 C R2 CL L L L

Jika sumber (Vi ) diberi sinyal 1 maka diperoleh persamaan

R C S 1
Vo (t )   2 
 L  S 2  ( R1  R2 ) R2 C S  1
L L2
Dengan menggunakan persamaan Laplace diperoleh
Vo (t )  .............................

13
6.
R
L
Vi L Vo

Gambar 4. Rangk. Listrik Seri RLC

 1 
Vi ( s )   R  LS   I ( s)
 CS 
 1 
Vo ( s )   LS   I ( s)
 CS 
 1  1
 LS   I ( s)
Vo ( s )  CS  CS LCS 2  1 LC
 x  x
Vi ( s )  1  CS LCS 2  RCS  1 1
 R  LS   I ( s)
 CS  LC
1
S2 
Vo ( s ) LC

Vi ( s ) R
S  S 1
2

L
Jika sumber (Vi ) diberi sinyal 1 maka diperoleh persamaan
Vo  .......... ....................

14

Anda mungkin juga menyukai