Bab 2 PDF
Bab 2 PDF
BAB II
LANDASAN TEORI
4
5
Sebab-sebab lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya
sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder
terhadap anoksia.
2. Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih
banyak dijumpai pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan
dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris
(Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak
menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan
dalam makanannya cukup mengandung protein. (Nurjanah, 2007)
1. Mekanis
Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka
retikulum lobulus hepar yang mengalami kolaps akan berlaku
sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dalam
kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan
hidup berkembang menjadi nodul regenerasi. (Silbernagl & Lang,
2006)
2. Teori Imunologis
Sirosis hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika
melalui proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme
imunologis mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis.
Ada dua bentuk hepatitis kronis :
- Hepatitis kronik tipe B
- Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB
Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk
menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang
mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya
proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan
sel hati. (Glenda, 2002)
3. Pemeriksaan fisik
1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal
sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik.
Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10
cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal,
pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan
hati.
2. Limpa : pembesaran limpa diukur dengan dua cara :
Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju
umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-
VIII).
Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).
3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena
kolateral dan asites. Manifestasi diluar perut : perhatikan
adanya spider nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada,
pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu
diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan
atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.
4. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya
varises esophagus untuk konfirmasi hepertensi portal.
5. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai
komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi
ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises
esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan
terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale
marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan
terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda
tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta
kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.
6. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai
dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak
13
6. Komplikasi
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Koma hepatikum
3. Ulkus peptikum
4. Karsinoma hepatoselular
5. Infeksi
Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronkopneumonia, tbc paru
glomerulonefritis kronis, pielonefritis, sistitis, peritonitis,
endokarditis, erisipelas, septikema
6. Hepatic encephalopathy
7. Hepatorenal Syndrome
8. Hepatopulmonary Syndrom
9. Edema dan asites (Lawrence, 2003)
7. Penatalaksanaan
Penanganan sirosis hepatis bergantung dari etiologinya.
Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan
bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi (Nurjanah, 2007). Bilamana tidak ada koma
hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari Di Amerika dan di beberapa negara-
negara lain pada umumnya penanganan dipusatkan pada penghentian
konsumsi alkohol. Kemudian perlu ditambahkan juga multivitamin
(Lawrence, 2003).
Tatalaksana sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresivitas kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain
14
8. Prognosis
Prognosis serta keparahan sirosis sangat bervariasi dipengaruhi
sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati,
komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Tabel 1. Kriteria Child plugh untuk klasifikasi sirosis hepatis (Christensen, 2004)
No Parameter A B C
1 Asites Nihil Sedikit Sedang
2 Bilirubin (mg/dl) <2,0 2-3 >3,0
3 Albumin (gr/dl) >3, 5 2,8 - 3,5 <2,8
4 Prothrombin time (seconds) 1-3 4-6 >6
5 Hepatic enchephalopathy Nihil Ringan-sedang Sedang-berat
cerna.
3. Gejala dan Tanda
Kedua tipe SHR mempunyai tiga komponen mayor:
perubahan fungsi hati, kelainan sirkulasi, dan gagal ginjal; dan pasien
SHR ditandai dengan salah satu atau lebih dari ketiga komponen
tersebut yang dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
Biasanya, pasien SHR yang berkembang dari sirosis hepatis
mempunyai penampakan kuning (jaundice), perubahan status mental
dan gizi, dan adanya asites; sedangkan oliguria, merupakan penanda
SHR dilihat dari gagal ginjal. (Ginès P, Arroyo V, 1999)
Karena gejala dan tanda-tanda tersebut tidak selalu ada pada
SHR, maka tidak dibuat criteria mayor maupun minor untuk penyakit
ini. Untuk mendiagnosa penyakit ini cukup dilihat dari hasil
laboratorium saja. (Arroyo V, Ginès P, Gerbes AL, et al. 1996)
4. Penyebab
SHR berkembang biasanya dari penyakit sirosis hepatis
maupun orang yang mempunyai gangguan pembuluh dari portal
seperti hipertensi portal. Selain itu SHR juga dapat berkembang dari
penyakit hepatitis fulminan, sirosis hati fulminan, hepatitis alkoholik,
sirosis alkoholik, maupun gagal hati fulminan. Kadang SHR dapat
berkembang oleh karena pemberian medikasi (iatrogenik) untuk
mengatasi asites, seperti pemberian diuretik besar-besaran, dan
pengeluaran cairan asites dengan parasentesis tanpa
mempertimbangkan terapi kehilangan cairan dengan penggantian
cairan intravena. (Ginès A, Escorsell A, Ginès P, et al. 1993)
5. Diagnosis
Terdapat kriteria mayor dan minor sebagai penentu
diagnosis tipe SHR, kriteria mayor berisi penyakit hati kronik dengan
hipertensi portal dan gagal hati, seperti sirosis hati; penurunan GFR,
yang diindikasikan dengan peningkatan serum kreatinin >1,5 mg/dl
atau klirens kreatinin <40 ml/menit per 24 jam, tidak adanya syok,
infeksi, obat-obatan nefrotoksik, maupun kehilangan cairan melalui
21
7. Pencegahan
Beberapa tindakan untuk mengobati sirosis, seperti tindakan
parasentesis, dan pemberian diuretic secara berlebihan merupakan
pencetus utama untuk terjadinya SHR, oleh karenanya harus dihindari.
Kemudian pemberian albumin dirasa cukup ampuh untuk mengurangi
progresivitas penyakit dan memperbaiki aliran darah ginjal. (Velamati
PG, Herlong HF, 2006)
8. Pengobatan
Terdapat tiga pengobatan utama untuk SHR, transplantsi
hati, pemberian obat-obatan, dan pengobatan prosedural. Transplantasi
hati ditentukan dengan skor MELD (model for end-stage liver disease)
ataupun kriteria Child-Pugh. Xu X, Ling Q, Zhang M, et al. (Mei
2009) menyatakan transplantasi yang baik dan benar dapat
menurunkan angka kematian sebesar 25%. Sebagai antisipasi
tambahan sebelum melaksanakan transplantasi, pasien sebaiknya
diberikan terapi albumin, vasopressin, pintasan radiologis
(radiological shunt, untuk mengurangi tekanan pembuluh darah
portal), dan dialysis.
Untuk terapi dengan obat-obatan, pasien bisa diberikan
analog vasopressin, agonis alfa (midodrine), analog somatostatin –
hormone yang dapat mengubah tekanan pembuluh darah di saluran
pencernaan – (octreotide). Kesemua obat-obatan tersebut bekerja
selektif sebagai vasodilator pembuluh darah sistemik, tetapi sebagai
vasokonstriktor pembuluh darah portal maupun splangnik. Studi kasus
menunjukkan 3 dari 13 pasien SHR yang diberi midodrine peroral dan
ocreotide subkutan dapat pulang dengan kondisi yang lebih baik.
(Pomier-Layrargues G, Paquin SC, Hassoun Z, Lafortune M, Tran A,
2003)
Untuk terapi prosedural, terdapat beberapa pilihan,
diantaranya Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS),
renal replacement therapy, hemodialisis, liver dialysis. TIPS
mengurangi tekanan pembuluh darah porta dengan memasangkan sten
24
kecil di antara vena porta dan vena hepatica. Komplikasi dari TIPS
adalah ensefalopati hepatik – akibat dari tidak terdegradasinya toksin-
toksin yang ada dalam darah yang seharusnya melewati hati sehingga
zat-zat toksin tersebut kembali ke jantung dan diedarkan kembali
keseluruh tubuh – dan perdarahan. (Wong F, Pantea L, Sniderman K,
2004)
yang lebih tua kadar kreatinin plasmanya dapat menurun karena massa
otot yang berkurang pada orang tua. Sementara itu, bayi mempunyai kadar
kreatinin sekitar 0,2 mg/dl dan terus berkembang seiring pertumbuhan
mereka. Pada orang yang mengalami malnutrisi atau penurunan berat
badan berlebihan dan seseorang yang berdiri dalam waktu yang lama
kadar kreatinin plasma mereka dapat berkurang. (Hecht, 2011)
Orang dengan satu ginjal kadar kreatinin plamanya sekitar 1,8
sampai 1,9 mg/dl merupakan kadar yang normal. Kadar kreatinin plasma
2,0 mg/dl pada bayi dan 0 mg/dl pada orang dewasa menandakan adanya
kerusakan ginjal yang berat dan memerlukan dialisis segera. (Hecht, 2011)
Selama berlangsungnya sirosis, hipertensi portal mengakibatkan
vasodilatasi arteriol splangnik dan arteri sistemik yang bertanggung jawab
terhadap timbulnya penurunan jumlah volume darah arteri efektif. Sebagai
hasilnya, terjadi vasokonstriksi pembuluh darah ginjal yang
mengakibatkan timbulnya gagal ginjal. Kejadian ini ditandai dengan
peningkatan kadar kreatinin serum menjadi >1,5 mg/dl. (Daniela P, 2009)
28
Sirosis
hepatis
Oliguria
Azotemia
Fibrosis Nodul-nodul
regeneratif
Vasokonstriksi
Nekrosis Sirosis hepatis pemb. Darah ginjal
Peningkatan kadar
kreatinin plasma
dan BUN