2
3
4
5
6
7
8
Mungkin saja, sekali seseorang itu hancur, maka
hari untuk menyempurnakan diri itu pun tidak akan
pernah tiba, namun atas nama hasrat cinta ini, aku
harus hancur. Aku harus memulai sebuah revolusi.
9
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
10
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
♪
Ayahku memiliki pekerjaan aneh sebagai kritikus
musik — meski ini terdengar tidak sopan bagi kritikus
lain, namun aku hanya mau menekankan alasan tentang
tidak umumnya pekerjaan beliau bagiku. Karena hal
tersebut, makanya rumahku dipenuhi dengan
11
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
12
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
♪
Akan tetapi, bukan aku satu-satunya orang yang
mengunjungi tempat pembuangan tersebut kala itu.
Saat berjalan melewati hutan dan menuju ke arah
lembah, kulihat sebuah gunung yang terbentuk dari
tumpukan lemari es dan mobil rongsokan yang akan
terlihat meski dalam cuaca apa pun. Yang mengejutkan
lagi, aku juga mendengar suara piano.
Pada awalnya, kukira kalau aku hanya asal dengar,
tapi saat melangkah keluar dari hutan dan melihat ke
timbunan rongsokan yang tepat di depan mataku ini,
aku menyadari kalau suara piano itu bukan sekadar asal
dengar. Paduan nada rendah dari bassoon terdengar
seperti permukaan laut yang tenang .... Dan setelahnya,
suara klarinet segera terdengar olehku.
Aku tidak tahu lagu apa itu, tapi kurasa aku pernah
mendengarnya. Mungkin sebuah konserto piano abad
kesembilan belas dari Negara Perancis. Tapi kenapa
suara tersebut kudengar di tempat semacam ini?
Aku memanjat naik ke atap mobil bekas dan mulai
mendaki timbunan rongsokan. Melodi piano itu
berubah menjadi semacam sebuah musik mars. Pada
awalnya, kupikir suara piano itu berasal dari radio yang
masih menyala, tapi pemikiran itu pun lenyap dalam
13
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
14
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
15
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
16
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
17
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
18
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
19
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
20
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
21
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
22
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
23
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
24
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
25
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
26
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
♪
Usai berjalan menuju kota kecil di antara gunung
dan laut yang dipenuhi lereng serta jalur melandai,
27
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
28
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
29
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
30
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
31
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
32
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
33
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
34
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
♪
Itulah yang terjadi padaku saat libur musim semi
sebelum mulai masuk SMA, sebuah kebetulan yang
sulit dipercaya.
Sesampainya di rumah, aku terus mengulang <Dua
Belas Variasi pada 'Ah! Haruskah kuceritakan, Bu'>
yang direkam oleh Mafuyu di CD-nya. Saat
mendengarkannya, aku jadi teringat kembali kejadian
saat itu, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa selain
menganggap semua itu hanyalah mimpi. Sebab tidak
mungkin rongsokan-rongsokan itu bisa beresonansi
dengan sebuah piano, dan tidak mungkin pula benda-
benda itu mengeluarkan suara layaknya sebuah
orkestra.
Satu-satunya hal yang bisa membuktikan kalau
semua itu nyata adalah cola yang ia berikan padaku,
35
Bab 1: Toko Swalayan di Akhir Dunia
36
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
37
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
38
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
39
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
40
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
♪
Baru setelah memasuki SMA, akhirnya aku tahu
alasan sebenarnya Chiaki mulai berlatih drum. Setiap
hari sepulang sekolah, ia terus-menerus menggangguku
agar bergabung dengan Klub Riset Musik Rakyat.
"Nao tidak punya keahlian selain dalam bidang
musik, 'kan? Jadi, gabung saja sama kami."
41
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
42
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
43
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
♪
44
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
45
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
46
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
47
Bab 2: Padang Bunga, Ruang Musik yang Terlantar
48
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
49
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
50
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
51
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
"Yak—"
Suasana kelas berubah jadi begitu aneh. Bisik-bisik
seperti, "Bukankah ia pianis yang itu ...," dan "Aku
pernah melihatnya di iklan", saling bersahutan.
Kusadari kaki ramping Mafuyu sedikit gemetar akibat
reaksi yang ditunjukkan teman sekelas kami. Mungkin
aku satu-satunya orang yang menyadari tanda bahaya
itu.
"Ah, hmm, kalau begitu ...," goinkyo melihat ke
arah Mafuyu, dan berkata dengan tenang. "Ebisawa-
san, apa ada yang ingin kamu sampaikan pada teman-
teman sekelasmu?"
Seorang gadis tiba-tiba mengangkat tangannya dan
bertanya. "Boleh tahu kapan kamu akan mengeluarkan
album berikutnya?"
Aku tidak begitu ingat namanya, tapi aku ingat
kalau gadis itu memang banyak bicara. Pertanyaan itu
adalah ujung tombak dari rentetan pertanyaan
berikutnya.
"Bukankah kamu pernah bilang akan belajar ke
Sekolah Musik?"
"Tidak ada lagi iklan baru yang menyertakanmu.
Kenapa begitu?"
Beberapa anak laki-laki yang masih bingung
tentang situasi ini bertanya. "Iklan apa?" "Itu, lo ...,
iklan asuransi. Masa tidak tahu?" "Oh, iklan itu. Aku
52
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
53
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
54
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
55
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
56
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
57
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
58
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
59
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
♪
Hari itu, sekembalinya ke rumah, akhirnya kusadari
betapa kecil dunia ini sesungguhnya.
"Tetsurou, kamu masih ingat Ebisawa Mafuyu?"
Kutanyakan hal itu pada ayahku sewaktu aku
mempersiapkan makan malam, yang kala itu juga
berada di ruang makan. Aku sudah lupa sejak kapan
aku mulai memanggil ayahku dengan nama depannya
— apa mungkin sesaat setelah ibuku pergi dari rumah?
Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tidak bisa lagi
menganggapnya sebagai seorang ayah setelah kejadian
itu.
Tetsurou duduk jongkok di atas kursi dengan
mengenakan jersey-nya. Beliau menggunakan
mangkok dan sumpitnya untuk bermain drum dengan
irama waltzgubahan Tcaikovsky, yang terdengar
nyaring lewat pengeras suara. Beliau terus
meneriakkan. "Makan malamnya belum siap?"
memangnya seperti itukah pria berumur empat puluh
tahunan — yang juga telah memiliki anak lelaki —
berperilaku?
60
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
61
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
62
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
63
Bab 3: Kebohongan, Bento, Partita
64
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
65
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
66
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
67
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
♪
Seperti biasa, saat sekolah usai, aku menghidar dari
upaya Chiaki yang memaksaku untuk bergabung ke
klubnya. Aku berjalan turun ke perpustakaan untuk
mengembalikan buku yang kupinjam, lalu menuju ke
arah ruang kelas tidak terpakai yang ada di belakang
gedung utama sekolah. Saat berbelok melewati pojok
gedung — yang cerobong asap pembakarannya terlihat
68
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
69
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
70
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
71
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
♪
Kembali ke gedung sekolah, gelombang kemarahan
dalam diriku bergejolak saat berjalan menyusuri
koridor. Tempat itu adalah daerah kekuasaanku — ia
datang belakangan, tapi ia sudah ada di sana sambil
duduk dengan santainya. Mana bisa aku terima? Kalau
begitu, aku mau protes sama Maki-sensei. Tapi entah
kenapa, kemarahanku mereda saat kudekati pintu ruang
persiapan musik. Sebuah poster Ohtsuki Kenji
ditempel di pintu geser — mungkinkah sensei adalah
penggemar band rock Kinniku Shoujo Tai? Terus, apa
72
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
73
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
74
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
75
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
76
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
77
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
78
Bab 4: Stratocaster, Teh Merah
79
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
80
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
81
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
♪
Aku menemukan sebuah cara yang sangat licik
untuk mengunci diriku sendiri di ruang itu dan
membuat Mafuyu tidak bisa masuk ke dalamnya. Saat
jam pelajaran Matematika — yang merupakan jam
keenam di hari itu — berakhir, segera kuambil tasku
lalu berlari keluar kelas seusai membungkuk tanda
berpisah kepada guru.
Akan tetapi, aku tercengang sesampainya di
kompleks bangunan musik tua yang ada di belakang
gedung. Di sana sudah tergantung gembok yang
mengunci pintu ruang kelas. Sial, berani-beraninya ia
melakukan ini pada ruangan (yang kuakui) milikku ini!
Saat menatap gembok yang ada di depanku, aku
jadi ingat penjepit kertas dan obeng yang kusimpan
dalam tasku. Jangan remehkan kemampuan yang
kudapat dari memodifikasi sistem audio semenjak
82
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
83
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
84
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
85
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
86
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
87
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
88
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
89
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
90
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
91
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
92
Bab 5: Toccata, Gembok, Revolusi
93
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
94
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
95
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
96
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
97
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
98
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
♪
Pada akhirnya, aku kembali ke kelas di jam
pelajaran kedua. Aku adalah jenis orang yang suka
menyerah di tengah jalan, aku pun tidak punya
keberanian untuk pergi ke pusat permainan. Terlebih,
jam pelajaran ketiga dan keempat adalah Olahraga —
sungguh menakutkan jika berhadapan dengan gurunya
kalau aku membolos.
Di separuh waktu istirahat makan siang, aku
berjalan menuju ruang musik lama sambil berpikir
kalau ada baiknya jika kuambil semua barang milikku
dari sana. Tepat saat aku berjalan ke lapangan, aku bisa
mendengar suara gitar; seolah suara itu mengaduk-
aduk otakku. Jadi gadis itu memainkan gitar saat
istirahat juga? Cih, kupikir sebaiknya aku datang lain
kali saja. Tepat saat akan kembali ke kelas,
pandanganku tertarik oleh sesuatu yang diletakkan di
samping pintu ruangan. Itu ... kantung sampah yang
berisi sampah yang tidak bisa dibakar. Kira-kira isi di
dalamnya itu apa, ya?
Aku mendekati kantung sampah itu, dan mengintip
ke dalam; kemarahan meledak dalam diriku. Di dalam
kantung itu terdapat banyak CD — The Beatles, The
99
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
100
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
101
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
♪
Aku bergegas ke rumah sepulangnya sekolah, tapi
karena lupa membuka pintu pelan-pelan, alhasil, CD-
CD di rumah berjatuhan mengenaiku seperti tanah
longsor. Kutumpuk baik-baik serakan CD itu kembali,
lalu melepas sepatuku dan berjalan menuju koridor.
Dari ruang tamu terdengar komposisi gubahan
Bruckner.
"Tetsurou, ada yang mau kubicarakan denganmu!"
Aku membuka pintu ruang tamu. Tetsurou sedang
duduk di sofa dengan laptop di lututnya, dan beliau
sedang mengetik artikel dengan kecepatan tinggi,
sampai menimbulkan bunyi hantaman keras pada
kibornya — laptop itu sebentar lagi pasti rusak.
Dari pengeras suara terdengar suara
gebukan timpani, dan Tetsurou mengetik pada kibor
sambil mengeluarkan bunyi *darararara* bersamaan
102
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
103
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
104
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
105
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
106
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
107
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
♪
Kemarahanku mereda setelah aku melempar koran-
koran dan pisang yang separuh dimakan ke arah
Tetsurou. Aku kembali ke kamarku dan merenung
sambil tiduran di kasur.
Sebelum ini aku memang tidak pernah punya alat
musik yang cukup layak digunakan. Toko CD musik
pun sebenarnya juga memajang beberapa gitar, tapi aku
tidak berniat mendapatkan barang yang kurang
meyakinkan. Meski begitu, rasanya tidak nyaman jika
108
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
109
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
110
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
♪
Untuk mencapai toko alat musik yang Chiaki
tunjukkan padaku, kita harus keluar dari pintu masuk
utara stasiun kereta, lalu berjalan turun melalui
jembatan hingga mencapai landasan tangga di ujung.
Setelah berjalan menuruni tangga, toko tersebut
terletak tepat di persimpangan jalanan pertokoan dan
daerah pemukiman yang cukup sepi. Toko itu diapit di
antara dua bangunan besar dan agak terlihat seperti
punggung buku yang tipis. Sebuah papan nama
bertuliskan Toko Musik Nagashima terpasang di atas
pintu masuk. Toko itu memang sedikit sempit, tapi
temboknya didekorasi dengan gitar-gitar di kedua sisi,
mulai dari lantai dasar hingga atap — yang membuat
toko ini terlihat cukup mengintimidasi. Musik yang
diputar di toko tersebut biasanya bergenre heavy
metal dari Eropa Utara, yang menambah aura
intimidasinya.
111
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
112
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
113
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
114
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
115
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
116
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
117
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
118
Bab 6: Pemakaman, Rapat, Dana
119
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
120
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
121
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
122
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
123
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
124
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
125
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
126
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
127
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
128
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
♪
Mafuyu mengunci diri di ruang kelas dekat
lapangan. Meski pintunya tertutup rapat dan tidak
terdengar suara dari dalam, aku langsung
mengetahuinya saat aku memasuki lapangan, saat
melihat gembok yang tergantung di pintu terbuka.
Aku bediri di depan ruang musik lama, dan mulai
menyusun pemikiranku. Sedang apa aku ini? Aku
mengikuti kemauan teman-teman sekelasku dan keluar
mencari Mafuyu, tapi aku harus apa? Apa aku harus
meminta maaf padanya? Lantas, salahku itu apa?
Harusnya aku kembali saja ke ruang kelas dan
berkata pada teman-teman di sana, "Aku tidak tahu ia
129
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
130
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
131
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
132
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
133
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
134
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
135
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
♪
136
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
137
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
138
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
"... ke-kenapa?"
"Kamu tidak suka dipanggil dengan namamu
ataupun nama margamu, 'kan? Sangat merepotkan bagi
kami jika ingin berbicara denganmu."
"Ja-jadi itu alasannya ...."
Seorang anak perempuan di samping Ketua kelas
dengan santai berkata, "Kalau kamu berlutut dan
meminta maaf, kami tidak akan memanggilmu dengan
nama memalukan itu."
"... tidak akan."
"Oh, baiklah. Kalau begitu, mohon kerja samanya
mulai sekarang, Hime-sama."
"Besok giliran Anda piket, Hime-sama. Karena itu,
Anda harus datang lebih awal. Jangan seperti biasanya
di mana Anda selalu hampir telat."
Ah, ia lagi-lagi hampir menangis. Ada apa dengan
murid-murid kelas ini — apa mereka menjahili
pendatang baru? Tapi memang salah Mafuyu sendiri
hingga ia mengalami ini. Itu sebabnya, sedikit pun aku
tidak merasa kasihan padanya. Biarpun begitu, ada apa
dengan perbedaan sikap pada anak muda Jepang zaman
sekarang?
"Ah, kalau ada yang Hime-sama butuhkan, Anda
bisa mengatakannya pada Nao," kalimat dingin dari
ketua kelas langsung meyegel takdirku tanpa perlu
menunggu persetujuanku. Aku hampir jatuh dari kursi
ketika mendengarnya.
139
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
"Kenapa aku?"
"Nao, begini, ya ...."
Anak lelaki yang duduk di kursi di samping
depanku menjelaskan, "Kita selalu memanggil
pangeran atau tuan putri dengan sebutan Yang Mulia,
'kan? Kamu tahu kenapa?"
"Aku tidak tahu ..., dan apa hubungan antara dua
hal itu?"
"Itu artiya, kita adalah orang-orang bawahannya
yang juga melayani mereka — seperti itu. Dan
sangatlah tidak sopan berbicara langsung kepada
keluarga kerajaan, kita hanya bisa berbicara pada
pelayannya saja."
"Ohhh—" "Hari ini aku dapat pengetahuan baru,"
para anak lelaki bodoh di sekitarku menjadi
bersemangat.
"Yang artinya, sang pelayan yang dimaksud adalah
dirimu!"
"Aku? Kenapa?" meski aku memprotes dengan
berulang kali memukulkan tinjuku ke meja, tidak
seorang pun menghiraukanku; karena keputusan itu
telah diterima oleh banyaknya murid di kelas ini, dan
terlalu kuat bagiku untuk menolaknya. Aku melihat ke
arah satu-satunya yang mungkin menjadi penyelamatku
— Chiaki. Akan tetapi, yang dilakukannya hanyalah
melihat ke arahku dan Mafuyu dengan pandangan
140
Bab 7: Handuk, Pembasmi Serangga, Plester
141
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
142
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
143
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
144
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
145
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
146
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
147
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
148
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
149
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
150
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
151
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
152
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
♪
Aku dan senpai berulang kali mempertimbangkan
bagaimana memodifikasi bas itu. Ini terasa begitu
menarik, karena kebetulan aku juga cukup ahli dalam
hal ini.
"... suara dari basmu sudah bisa disetarakan dengan
bas milik Greg Lake."
153
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
154
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
155
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
♪
Setelah satu jam berlatih, aku merasa ada sesuatu
yang janggal. Pada dasarnya, aku tidak tahu perasaan
apa ini.
Hingga aku melepaskan jari-jariku dari senar dan
menghentikan metronom, aku baru menyadarinya—
Aku tidak lagi mendengar suara gitar Mafuyu. Aku
menengadah dan melirik sekilas ke jam di atas tembok
pintu masuk — hampir pukul enam. Mafuyu biasanya
akan terus bermain sampai waktunya gerbang sekolah
ditutup, jadi seharusnya ia belum pulang. Mungkin ia
pergi ke toilet atau semacamnya?
156
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
157
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
158
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
159
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
160
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
161
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
162
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
163
Bab 8: Tuan Putri, Revolusionis
164
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
165
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
166
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
167
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
168
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
169
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
170
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
171
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
172
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
173
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
174
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
175
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
176
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
177
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
178
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
179
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
180
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
181
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
"Intinya ...."
Suara Chiaki tiba-tiba terdengar dan membuyarkan
lamunanku.
Tanpa kusadari, Chiaki sudah berjongkok di
depanku sambil menatap mataku.
"Kamu begitu peduli terhadap Ebisawa-san, ya?"
"Hmm ..., hmm?" samar-samar kujawab, "Eh ...,
apa? Kamu ini bicara apa?"
"Tidak usah pura-pura bodoh."
Chiaki menyunggingkan senyum yang tampak
dibuat-buat sambil menepuk dahiku. Setelahnya, ia pun
berdiri.
"Baiklah, aku mau pulang dulu. Panggil saja aku
jika kamu butuh teman latihan. Yah, tapi sepertinya itu
tidak perlu."
Chiaki lalu berjalan masuk ke dalam gedung tanpa
menoleh ke arahku. Kini tinggal aku sendiri di atas
atap yang luas ini dengan ditemani oleh alunan melodi
kesepian yang Mafuyu mainkan di gedung bawah.
Kenapa semua perempuan di sekitarku ini punya
pribadi yang rumit? Kugelengkan kepala sembari
tanganku kembali mengambil bas.
Tiba-tiba aku teringat kejadian saat Mafuyu naik ke
atap sini tempo hari.
Setelah semua yang kulalui hari ini, aku mulai
kembali berlatih seusai menyetem basku.
182
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
♪
Keesokan harinya, setelah ia datang ke kelas,
Mafuyu menyerahkan sebuah benda persegi berwarna
abu-abu yang dikeluarkan dari tasnya padaku. Benda
itu dibungkus dengan rapi — apa ini?
"Nih ...."
"Eh? Apa?"
Dia menyodorkan benda itu ke tanganku.
Kuperhatikan benda tersebut dari segala sisi.
"Itu, itu untuk menebus ... kesalahanku. Aku
membelikannya untukmu."
Sekarang aku jadi bingung. Mafuyu membelikanku
sesuatu? Apa ini cuma gurauan?
"Tapi awas saja kalau kamu membukanya di sini!"
Aku mengangguk walau pikiranku sendiri masih
kebingungan. Meski begitu, teman-teman sekelasku
yang tidak mau mendengar penjelasan orang lain ini
mulai mengerumuniku — heboh seperti biasanya. Dan
salah seorang anak lelaki merebut benda itu dari
tanganku.
"Apa ini? Hadiah dari hime-sama? Oi, oi, yang
benar, nih?"
"CD, ya? Nao, apa boleh kubuka?"
183
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
184
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
185
Bab 9: Paus, Paganini, Pejuang
186
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
187
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
188
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
189
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
190
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
191
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
192
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
193
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
♪
Keesokan harinya, saat aku berjalan menuju kelas,
kudengar teman-temanku sedang berbincang soal
sebuah acara di TV.
"Acaranya ditayangkan langsung?"
"Ya, sepertinya ia sudah kembali ke Jepang."
"Mereka membahas apa saja?"
"Aku bingung dengan yang mereka perbincangkan.
Yah, walau tidak sebingung saat aku mendengarkan
musik klasik, sih."
"Apa mereka berdua ada kemiripan?"
"Tidak sedikit pun. Hime-sama lebih mirip
ibunya?"
Setelah mendengar sedikit pembicaraan mereka,
aku jadi tahu kalau mereka sedang membicarakan
Ebichiri. Sekilas aku melirik ke kursi Mafuyu yang
kosong.
"Pembawa acaranya juga menanyakan soal hime-
sama."
194
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
195
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
196
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
♪
Jangankan berbicara, bahkan Mafuyu sejak tadi
tidak sekali pun menoleh ke arahku. Ia langsung
bergegas keluar kelas setelah bel istirahat berbunyi.
"Ia marah ...."
"Hime-sama marah ...."
Seluruh penghuni kelas bergumam penuh
penyesalan, bersama dengan tatapan-tatapan mereka
yang tertuju padaku. Kali ini memang benar-benar
197
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
198
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
199
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
200
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
201
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
♪
Aku berjalan keluar dari ruangan, tapi aku masih
bisa mendengar suara samar dari hujan yang masih
202
Bab 10: Sang Burung Api, Mancanegara, Tas Obat
203
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
204
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
205
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
206
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
207
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
208
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
♪
Langit sudah mulai gelap ketika aku sampai di
Toko Musik Nagashima. Melalui sebuah celah
selebar pensil, bisa kulihat segala macam gitar yang
209
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
210
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
211
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
212
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
213
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
214
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
215
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
216
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
217
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
♪
Lantai tiga Toko Musik Nagashima diubah
menjadi studio untuk disewakan. Terdapat dua pintu
yang tertutup erat sepanjang lorong panjang dan
218
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
219
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
220
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
221
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
222
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
223
Bab 11: Padang Pasir, Jantung, Kashmir
224
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
225
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
226
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
227
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
228
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
♪
"Shounen, kini kamu lumayan pandai bicara."
Kagurazaka-senpai mengatakan itu padaku saat aku
sampai di atap. Tampaknya ia telah mengawasi kami
dari pagar.
"Aku sungguh tidak percaya kalau tiga minggu
yang lalu kamu adalah pecundang."
"Jangan panggil aku pecundang!" kualihkan
pandanganku dari senpai. Entah kenapa, sejak hari itu,
aku merasa agak malu setiap kali melihat langsung ke
arahnya.
"Saat aku benar-benar memikirkannya, tidak ada
kerugian apa pun jika kalah dalam pertandingan ini.
Sekarang pun aku juga tidak bisa menggunakan
ruangan latihan, jadi tidak ada bedanya andai aku
229
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
230
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
"Hah?"
"Sebenarnya tidak ada alasan khusus soal
memegang pick di antara jari-jariku, selain untuk
membingungkanmu sehingga kamu akan
mengeluarkan pilihan sesuai tempoku. Itu saja. Ingat
ini baik-baik. Strategi menang mutlak adalah dengan
mengeluarkannya belakangan."
Aku terkejut hingga tidak mampu berkata-kata, dan
hanya menatap wajah senpai yang penuh kemenangan.
Setelahnya, aku pun menghela napas panjang di antara
lututku. Itu tidak mungkin. Sejak awal, aku tidak punya
kesempatan untuk menang melawan orang seperti dia.
"Selalu dikatakan bahwa pertempuran dimenangkan
jauh sebelum hal itu dimulai — itulah yang sebenarnya
kumaksud. Yang berarti, cara kamu memancing lawan
ke dalam wilayahmu itu sangatlah penting. Oh benar,
apa kamu tahu alasanku memilih lagu ini untuk
pertandinganmu dengan Mafuyu? Biar kuberi tahu."
Setelah mengatakannya, ia mengambil partitur dari
arsip di dalam kotak belakang kami, lalu menyebarkan
lembaran partitur di depan kami. Ia kemudian berkata,
"Ada empat alasan kenapa aku memilih komposisi ini."
Harusnya Senpai bilang dari awal! pikiran itu
melintas dalam benakku untuk sesaat. Selama beberapa
hari terakhir, aku telah bertanya pada diri sendiri
sewaktu berlatih, Kenapa komposisi ini? namun,
setelah mendengarkan penjelasan panjang senpai, aku
hanya bisa menjawab dengan desahan.
231
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
232
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
233
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
234
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
235
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
♪
Aku kebetulan bertemu Maki-sensei dalam
perjalanan pulang. Setelah masuk ke dalam kereta
biasa, yang berhenti di setiap stasiun, beliau bertanya,
"Belakangan ini tampaknya kamu sering mengobrol
dengan Mafuyu-chan?"
Aku menundukkan kepala saat berpegangan pada
gagang menggantung. Aku tertangkap oleh orang yang
merepotkan.
"Tidak, itu tidak bisa dianggap mengobrol."
236
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
237
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
238
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
239
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
♪
240
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
241
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
242
Bab 12: Memori, Janji, Alasan
243
Bab 13: Eroica
244
Bab 13: Eroica
245
Bab 13: Eroica
246
Bab 13: Eroica
♪
Setelah pulang sekolah, aku membawa basku ke
atap. Senpai ingin aku pergi ke sana terlebih dahulu,
sebelum pertandingan, tapi sesampainya di sana, aku
tidak melihat ada dirinya di sekitar. Kemudian, aku
ingat kalau ia sedang bekerja hari ini. Lalu aku melihat
sesuatu di lantai, di dekat pagar di mana senpai
biasanya duduk. Aku berjalan ke sana untuk
memeriksanya. Rupanya itu album John Lennon yang
bertajuk <Rock 'n Roll>. Lagu kedua dari CD itu
berjudul <Stand by Me>. Aku mengambil pemutar CD-
ku dan menempatkan CD tersebut ke dalamnya.
Sewaktu kudengar suara serak dari John Lennon, aku
memandang ke bawah melalui pagar dan menunggu.
Aku mengambil sepotong roti lapis yang belum habis
dimakan lalu melahapnya ke dalam mulutku.
Setelah separuh lagu berlalu, tiba-tiba aku ingat
bahwa Mafuyu akan selalu langsung pulang ke
rumahnya pada hari Jumat. Sial, aku benar-benar lupa
tentang itu.
Tapi sesaat kemudian, punggung seorang gadis,
beserta rambut berwarna merah marunnya, mulai
terlihat. Aku merasa lega. Ada apa ini? Ia tidak perlu
berbuat hal yang biasanya tidak perlu ia lakukan.
Aku terus membiarkan alunan lagu dari earphone-
ku masuk ke dalam tubuh, bahkan di saat aku sedang
247
Bab 13: Eroica
♪
Ketika sampai di ruang latihan, aku mendengar
Mafuyu memainkan sedikit komposisi Beethoven di
balik pintu. Aku menghentikan langkahku dan berpikir
tentang bagaimana aku harus memasuki ruangan. Aku
memikirkan berbagai ide bodoh, seperti menendang
pintu agar terbuka lalu berteriak, "Maaf mengganggu!"
tapi pada akhirnya, aku memutuskan untuk mengetuk
pintu saja.
Komposisi itu tiba-tiba berhenti, seolah-olah
terkejut.
Keheningan yang tidak nyaman ini bagai semburan
udara dingin yang menusuk tulang, merembes melalui
celah-celah kecil. Ini berlangsung selama beberapa
saat.
"Anu ...," akulah yang pertama bicara, tapi aku
tidak tahu harus berkata apa. "Aku ke sini untuk
bertanding denganmu. Kemarin aku sudah
mengatakannya, 'kan?"
Pintu pun terbuka.
248
Bab 13: Eroica
249
Bab 13: Eroica
250
Bab 13: Eroica
251
Bab 13: Eroica
♪
Waktu itu—
Kagurazaka-senpai mengatakan padaku ada empat
alasan untuk memilih komposisi tersebut.
"Kamu lihat sendiri, 'kan ...," senpai mulai
menunjuk pada partitur saat ia menjelaskan. "Ini adalah
bagian yang dimulai dengan melodi tunggal pada nada
rendah. Hanya bas yang akan bermain di pembukaan
32 bar — ia pasti akan langsung mengenali ini sebagai
<Eroica>. Dengan ini, kita akan lebih dulu melakukan
rentetan tembakan dan menarik lawan ke dalam musik
kita."
Dengan itu, senpai mengetuk tempo pada partitur
dengan jarinya.
"Ini allegretto vivace, jadi jangan pernah bermain
terlalu cepat. Salah satu senjata Ebisawa Mafuyu
adalah kemampuannya untuk memetik gitar secara
akurat pada kecepatan tinggi. Jika pertandingan
252
Bab 13: Eroica
253
Bab 13: Eroica
♪
Aku mengingat setiap kalimat yang sudah senpai
katakan, dan berjalan dengan langkah berat seiring lagu
pembuka. Pada akhir melodi bernada rendah yang
kumainkan, terdapat jeda panjang. Gitar Mafuyu
akhirnya mulai terdengar, dan suara gitar listriknya
mengakhiri jeda.
Aku menahan napas saat kami memasuki
pembukaan kedua; serangkaian melodi gitar sederhana
namun ragu-ragu pun muncul. Aku merinding dalam
sekejap. Penggunaan cerdik sinkopesasi bergerak dan
menyatu hanya dalam dua nada yang berkejaran. Akan
254
Bab 13: Eroica
255
Bab 13: Eroica
♪
"E♭ mayor itu—"
Saat ia dengan lembut membelai bas yang terbaring
di lututku dengan ujung jarinya, ia berkata,
"Kamu seharusnya tahu, 'kan? Itu salah satu nada
yang paling sulit untuk dimainkan pada bas dan gitar."
Aku mengangguk.
Sederhananya, tangga nada yang mudah bagi gitar
adalah yang tidak mengharuskan untuk menekan akor
sebanyak mungkin saat bermain. Namun, E♭ — yang
biasanya E♭ mayor — adalah nada yang lebih rendah
dari nada terendah yang dapat dimainkan oleh gitar
256
Bab 13: Eroica
257
Bab 13: Eroica
258
Bab 13: Eroica
259
Bab 13: Eroica
♪
Setelah bermain melalui frasa yang berkelanjutan,
aku menyenderkan punggungku dengan kuat pada
pintu dan menarik napas dalam-dalam. Senar maupun
setang bas telah menjadi licin karena keringatku.
Variasi kelima akhirnya kembali ke dua suara melodi
sederhana, tapi waktu untuk beristirahat itu usai dalam
sekejap. Aku bergegas langsung ke variasi keenam
dalam C minor tanpa mendapatkan kesempatan untuk
memperlambat tempo. Itu adalah satu-satunya bagian
di mana penurunan setengah nada pada bas tidak
mampu memperlihatkan dampaknya. Seolah Mafuyu
telah membelah frasa pembukaan dengan sebuah
kapak. Melodi melengking menyeret tubuhku. Jariku
mulai berputar, dan aku beberapa kali salah
memainkan not. Aku hampir bisa melihat pertanyaan
beruntun dari Mafuyu yang muncul di tempat yang
telah kurencanakan untuk berhenti — sebagai
tanggapan, aku menjawab dengan menggunakan nada
serupa yang bercampur dengan desahanku.
Bahkan ketika kami memasuki kanon yang bagai
mimpi itu, Mafuyu hampir tidak menunjukkan belas
260
Bab 13: Eroica
261
Bab 13: Eroica
262
Bab 13: Eroica
263
Bab 13: Eroica
264
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
"—Mafuyu?"
Tidak ada tanggapan yang kudengar, padahal aku
sudah berteriak keras dari luar, itu sebabnya aku mulai
mengetuk pintu. Tiba-tiba kudengar suara sesuatu yang
jatuh. Gemuruh suara feedback bergema di dalam
ruangan.
Kucoba membuka pintu dengan menekan keras
gagangnya, tapi untuk sesaat, aku lupa caranya
membuka kunci, dan hampir saja mendobrak pintunya.
Akhirnya aku ingat kalau aku harus menekan gagang
secara diagonal ke kanan bawah sebelum memutarnya.
Sewaktu pintu terbuka, Mafuyu yang seharusnya
bersandar pada pintu, justru ambruk ke tubuhku. Aku
segera menopangnya. Punggung Mafuyu membentur
basku, membuat amplifier mengeluarkan suara gaduh
yang kencang.
Kulit Mafuyu yang sudah putih itu tampak menjadi
lebih pucat.
"Kamu ... kenapa?"
Suaraku terdengar satu oktaf lebih tinggi karena
gugup.
"... tidak apa-apa."
"Apanya yang tidak apa-apa?! Kamu sanggup
berdiri?"
"Tidak, tapi ... aku tidak apa-apa."
265
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
266
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
♪
Sewaktu hendak bergegas masuk ke ruang UKS,
aku hampir menabrak Kumiko-sensei yang bertugas
sebagai perawat sekolah. Kumiko-sensei masih sangat
muda, dan rumor mengatakan kalau beliau dulunya
adalah berandalan yang sangat menakutkan. Dan benar,
hal pertama yang dilakukannya adalah menarik
kerahku lalu berteriak, "Jangan berlarian di lorong!"
yang kemudian beliau melepaskan cengkeramannya
karena menyadari sesuatu.
267
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
268
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
269
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
270
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
♪
Kulihat ada dua pria berjas berjalan ke arah kami
dari tempat parkir. Aku memang pernah melihat
Ebisawa Chisato hanya dari sampul CD saja, namun
terlepas dari itu —walaupun aku berada dalam jarak
yang cukup jauh — aku langsung tahu kalau orang
yang berjalan paling depan itu adalah ayah Mafuyu.
"Ada apa ini?"
Pertanyaan bodoh yang sama — yang pernah pula
ditanyakan seseorang sebelumnya — juga datang dari
mulut Ebisawa Chisato. Rambutnya disisir rapi dan
dibuat kelimis, meski ada sedikit uban yang berbaur.
Rautnya yang tegas dan jelas itu menampakkan
amarahnya. Maki-sensei tiba di lapangan setelah
mendapat telepon dari Kumiko-sensei. Setelah melihat
kedatangannya, ayah Mafuyu mulai berteriak,
271
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
272
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
♪
Aku tidak terlalu yakin dengan yang terjadi setelah
itu. Mungkin aku dimarahi secara brutal oleh Maki-
sensei atau Kumiko-sensei? Mungkin alasan kenapa
aku tidak dapat mengingat detailnya adalah karena
keduanya tidak mau menceritakan yang telah terjadi
pada Mafuyu. Satu-satunya hal yang kuingat adalah
bahwa aku tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Chiaki-lah yang menggantikanku menjawab hampir
semua pertanyaan mereka.
Sudah pukul enam lewat sesampainya aku di
rumah, dan pengeras suara di ruang tamu sedang
273
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
274
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
275
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
276
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
277
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
♪
Bulan Juni tiba seminggu kemudian. Mafuyu benar-
benar telah menghilang. Ia tidak lagi datang ke
sekolah.
Teman-teman sekelasku sedang mendiskusikan
sesuatu, sesuatu yang tampaknya terjadi di hari Jumat
sebelum libur. Biasanya mereka selalu mengabaikan
perkataan orang, dan tidak memerhatikan suasana hati
orang tersebut, tapi kali ini, mereka tidak bertanya apa-
apa padaku.
"Soalnya Nao terlihat sangat tertekan ...," ujar
Chiaki dengan lembut sewaktu istirahat makan siang.
"Tertekan? Tidak," aku berbohong.
"Aku sampai bertanya pada Maki-sensei tentang hal
itu."
278
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
279
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
♪
Sesampainya di rumah, kubawa basku ke pusat
daur ulang dan membuangnya di sana. Sepertinya saat
Mafuyu membanting basku ke lantai, ada semacam
aliran yang putus di suatu tempat. Bas itu tidak bisa
lagi mengeluarkan suara apa pun. Kuputar kenopnya
sampai maksimal, bahkan sampai kucoba membongkar
lalu memasangnya kembali, tapi tidak ada yang
280
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
281
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
282
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
tidak satu pun yang menyadari ada hal ganjil pada jari-
jemari tangan kanannya.
Bisakah kita tidak melakukan apa-apa tentang itu?
Aku sungguh berharap ada yang berkata, Itu semua
salahmu! atau, Ini sebenarnya bukan
salahmu, langsung, tanpa ragu di hadapanku. Namun,
setelah mendengar aku mengatakan itu, Tetsurou
dengan dingin menjawab,
"Memangnya aku bisa tahu? Pikirkan sendiri!"
Yang bisa kulakukan hanyalah menutupi kepalaku
dalam keputusasaan.
"... Tetsurou, apa yang ada di pikiranmu saat
menceritakan ini?"
Pertanyaan barusan sangat bodoh hingga aku
sendiri pun menyesal menanyakannya. Itu sebabnya,
setelah menanyakan itu, aku jadi tidak berani
memandang Tetsurou.
"Tidak ada? Aku hanya merasa kalau itu sedikit
disayangkan karena tidak bisa lagi mendengarkan ia
bermain piano. Aku sungguh berharap setidaknya ia
bisa membuat rekaman <Rangkaian Perancis> secara
keseluruhan! Tapi bagiku, ia hanyalah satu dari sekian
ribu pianis."
Kalau saja aku bisa berpikir sebagaimana halnya
beliau — bukankah itu akan jauh lebih mudah buatku?
"—soalnya itu memang tidak ada hubungannya
denganmu, 'kan?"
283
Bab 14: Dokter, Katalog Burung, Jawaban
♪
Setelah masuk ke kamarku yang ada di lantai dua,
aku langsung merebahkan diri ke ranjang tanpa
mengganti pakaianku. Kupejamkan mata, dan
berencana untuk melupakan semuanya, seperti yang
diminta Mafuyu.
Harusnya itu mudah untuk dilakukan. Aku begitu
yakin terhadap daya ingatku yang lemah, dan dalam
beberapa bulan, aku pasti sudah lupa kalau seseorang
yang bernama Mafuyu itu pernah ada. Dan aku tidak
akan mengingat apa pun yang berhubungan dengan
bas. Aku akan kembali ke kehidupan di mana
kuhabiskan waktu dengan membenamkan diri dalam
musik orang lain.
Andai saja aku tidak menghiraukan suara orang
yang mengetuk jendelaku dua hari kemudian ....
284
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
285
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
286
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
287
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
288
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
289
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
290
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
291
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
292
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
"Jadi ...."
Sepertinya Mafuyu enggan melanjutkan
kalimatnya. Ia kembali menundukkan kepalanya.
"Saat ini, tanganku ... tidak bisa membawa koper,
karena itu .... Bersama ...." setelah mengatakan itu,
Mafuyu kembali memejamkan matanya, lalu
menggelengkan kepala kuat-kuat.
"Maaf, anggap saja aku tidak pernah
mengatakannya."
Mafuyu tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arahku. Ia
mengambil gitarnya, dan saat hendak mengambil
sepatu lalu memanjat keluar jendela, aku langsung
memanggilnya.
"Tunggu!"
Mafuyu menoleh. Aku kehabisan kata-kata. Ia
menatap lurus ke arahku, dan yang semula ingin
kuucapkan telah hancur di dalam mulutku. Sebaliknya,
yang aku tanyakan justru sesuatu yang tidak
berhubungan dan konyol— "Apa kamu bisa keluar
lewat pintu utama saja?"
"Memangnya tidak ada orang lain di rumah ini?"
"Tetsurou sedang keluar. Mungkin beliau akan
kembali agak lama."
"Begitu ya. Tapi ini pertama kalinya aku memanjat
pohon, dan kurasa itu cukup menyenangkan."
Masalahnya, ekspresi wajah Mafuyu menyiratkan
yang sebaliknya. Tidak, tunggu, bukan itu maksudku!
293
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
♪
Koper Mafuyu yang tidak terlalu besar tergeletak di
bawah pohon pekarangan. Di bagian atasnya
tergantung recorder yang dulu sempat kuperbaiki,
meski aku hampir lupa kapan melakukannya.
"Apa kamu benar-benar ikut denganku?"
"Kamulah yang menginginkanku ikut!"
"Yah, itu benar, tapi ... kenapa?"
Aku juga tidak tahu. Aku bahkan tidak tahu harus
ke mana setelah ini.
Yang kutahu bahwa aku tidak bisa membiarkan
Mafuyu pergi seorang diri.
Kuambil koper itu dan memanggulnya di
pundakku. Ternyata ringan.
"Di mana basmu? Aku hanya melihat sarung gitar
kosong di kamarmu."
294
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
295
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
"... ah, kalau itu karena ..., karena aku waktu itu
...."
Aku menggelengkan kepala dan memotong
perkataan Mafuyu.
"Ayo lekas. Tetsurou mungkin akan kembali
sebentar lagi."
Wajah Mafuyu terselimuti oleh gelapnya malam,
dan karena itu aku tidak bisa melihat jelas ekspresi
wajahnya. Tapi entah kenapa, rasanya yang ia
tunjukkan saat ini adalah ekspresi kesepian.
Aku mendorong Mafuyu keluar dari pintu sambil
memanggul gitarnya di bahuku.
"Kita mau ke mana?"
"Menurutmu kita harus ke mana?"
Mafuyu dan aku dengan bodohnya saling melempar
pertanyaan.
Kami berdua mulai berjalan bersama, melewati
jalan sepi di daerah pemukiman yang diterangi oleh
beberapa lampu jalan, lalu berjalan menuju stasiun
kereta.
♪
Rencana pelarian kami mendapat halangan besar —
kereta terakhir telah berangkat. Stasiun kecil itu berdiri
296
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
297
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
298
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
299
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
300
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
301
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
♪
Setelah menempuh jarak sekitar empat stasiun
kereta, Mafuyu mulai mengeluhkan kakinya yang sakit.
Karena itu kami berjalan ke sebuah taman kecil di
pinggir rel dan beristirahat di atas bangku taman.
Taman itu hanya terdiri dari sebuah kotak pasir kecil,
dua pasang jungkat-jungkit dan sebuah bangku. Betapa
sepinya tempat ini.
"Apa kaki kananmu sakit?"
"Bukan itu saja, tapi dua-duanya. Ini tidak ada
hubungannya dengan yang itu."
Sepertinya rasa sakit tersebut hanya karena kami
berjalan terlalu lama. Dan aku cukup bersyukur karena
ada kesempatan beristirahat, soalnya tali dari kotak
gitar ini membuat bahuku sakit.
Kutengadahkan kepala melihat langit suram tanpa
bintang, dan tiba-tiba, sebuah pertanyaan serius
menghantamku — sedang apa aku tengah malam di
tempat seperti ini? Harus apa aku setelah ini?
Kugelengkan kepala, menatap ke kaki, lalu
memutuskan untuk sementara melupakan pertanyaan
tersebut.
"Kakiku selalu mudah lelah, dan sering sekali
kram."
302
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
303
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
304
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
305
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
306
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
307
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
308
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
309
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
310
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
311
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
"... maaf."
Mafuyu tidak perlu meminta maaf. Aku lalu
menggelengkan kepala.
"Akulah yang merusak segalanya. Benar ..., aku
memang tidak bisa berjalan dengan kekuatanku
sendiri."
Ia rangkul lututnya dan membenamkan wajahnya di
atasnya.
"Dan tidak ada gunanya aku mengatakan semua ini.
Basmu tidak akan kembali, dan aku sudah ...."
Suara Mafuyu tertahan.
Aku sungguh tidak ingin mendengarnya berkata
seperti itu. Terlebih, aku mengikutinya bukan untuk
mendengar kata-kata itu keluar dari dirinya.
Aku harus apa—
Hanya satu kalimat yang keluar dari mulutku—
"Itu tidak akan begitu saja menghilang. Ayo kita
sama-sama mendapatkannya lagi."
Mafuyu perlahan mengangkat kepalanya agar bisa
melihatku. Matanya tampak sedikit sembab.
"... hah?"
"Mendapatkan lagi basku. Bas yang sudah
kubuang. Aku bisa memainkannya lagi setelah itu
kuperbaiki."
"Ta-tapi ...."
Mafuyu terisak.
312
Bab 15: Layla, Kereta, Semua yang Telah Hilang
313
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
314
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
♪
Kami turun di stasiun yang berletak di tengah kota,
lalu berjalan melalui gerbang utara menuju area
315
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
316
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
♪
Dinas Lingkungan berlokasi di pinggiran sisi lain
kota. Kami pun turun di sebuah stasiun yang tidak
pernah kami kunjungi sebelumnya, dan itu menempuh
waktu dua puluh menit hingga sampai di tujuan, di
317
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
318
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
319
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
320
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
321
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
322
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
"Begitu ...."
Rasanya peluang jadi kian menipis. Mungkinkah
aku sudah terlalu naif?
"Omong-omong, kapan basmu diambil pengangkut
sampah? Apa hari ini? Jangan bilang kalau itu minggu
kemarin!"
"Eng .... Hmm ..., kemarin lusa."
Bapak itu tiba-tiba membelalakkan matanya,
"Kemarin lusa?!"
Aku hampir mengira jika beliau hendak berubah
wujud. Saking terkejutnya, aku termundur satu
langkah.
"Jadi kalau kemarin lusa ..., tandanya sudah
terlambat, ya?"
"Apa itu memang kemarin lusa? Mustahil."
"... eh?"
"Kami memungut sampah hanya pada hari Rabu.
Apa kamu sendiri yang membuangnya kemari?"
Kugelengkan kepala karena kebingungan.
Aku yakin sudah membuangnya di pusat daur ulang
pada Senin malam, dan itu sudah tidak ada saat hari
Rabu.
"Apa mungkin ada yang mengambilnya?"
"Eh ...?"
Kalau memang begitu, berarti sudah tidak ada
harapan. Jelas aku tidak akan bisa menemukannya.
323
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
324
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
Eh?
"Kalau masih berkisar di ranah operator yang
kukenal, aku bisa memberitahumu!"
Seketika aku menoleh ke belakang, bapak tersebut
terlihat seperti pria berotot layaknya Freddie Mercury.
Beliau mengacungkan jempolnya dan berkata,
"Kamu ingin agar alat musik kesayanganmu
kembali, 'kan? Sudah jelas aku tidak akan
membiarkanmu sendiri!"
♪
Sewaktu Mafuyu memandang langit dari balik
jendela kereta, ia bergumam, "Sepertinya akan turun
hujan."
Aku mengangguk. Aku duduk bersebelahan dengan
Mafuyu, dengan gitar yang terapit di antara kedua
kakiku. Kuambil daftar informasi — yang dibuat bapak
itu — tentang para operator dan memeriksanya dengan
saksama. Walau beliau sudah memberikan detail dari
keenam operator tersebut, tapi tidak satu pun yang
memuat alamat. Kurasa itu wajar bagi seseorang dari
fasilitas pengolahan sampah. Beberapa nama dari
operator yang terdaftar ini tampak seperti nama sebuah
agensi pengiriman atau semacamnya. Yang lebih
mencurigakan lagi adalah yang menggunakan nama
325
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
326
Bab 16: Lucille, Rintik Awal Hujan
327
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
328
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
329
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
330
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
331
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
332
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
333
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
334
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
335
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
336
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
♪
Jasa Permesinan Mutou terletak sekitar dua kota
jauhnya. Setelah menaiki kereta yang melewati empat
stasiun, kami masih harus berpindah ke kereta lain dan
melewati tiga stasiun lagi sebelum tiba di tempat.
Waktu sudah sekitar pukul empat sesampainya kami di
sana. Kenapa mereka sampai rela jauh-jauh ke
rumahku untuk mengumpulkan sampah? Jika bukan
karena bapak di pabrik pengolahan itu, tidak mungkin
aku menemukan tempat ini.
Kota di mana rumahku berada tidaklah begitu
padat, juga tidak penuh dengan keramaian, tapi kalau
boleh bersikap berlebihan, tempat ini benar-benar sepi.
Meski kota ini dipisahkan oleh sungai, tanah kosong di
depan stasiun — yang dipenuhi gulma — terlihat
sangat mencolok. Suara dari tempat Pachinko di
kejauhan turut menambah kesan dari sepinya tempat
ini.
Mafuyu masih belum berbicara sejak tadi.
"Apa kakimu baik-baik saja?"
Ia pasti akan menganggukkan kepala kalau aku
menanyakan itu padanya, akan tetapi, siapa pun bisa
melihat kegoyahan langkah kakinya. Aku sedikit
khawatir, karena itu, sebisa mungkin kucoba
337
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
338
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
339
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
340
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
341
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
342
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
343
Bab 17: Bagel Lapis, Musim Semi, Jasa Permesinan
"... apa kamu yakin kalau ini truk yang kita lihat
saat itu?"
Mafuyu tidak menjawabku, namun aku juga tidak
menunggu jawabannya. Kami tidak punya pilihan lain,
karena ini adalah satu-satunya petunjuk yang tersisa.
Mafuyu dan aku saling memandang dan
mengangguk di waktu bersamaan.
Kalau begitu — ayo ke sana.
Kami pun pergi dari jasa permesinan itu dan
berjalan kembali ke stasiun kereta.
Menuju <Toko Swalayan Keinginan Hati>.
344
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
345
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
346
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
347
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
348
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
349
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
350
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
351
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
352
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
353
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
354
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
355
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
356
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
357
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
358
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
359
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
♪
"... kamu sungguh menemukannya?"
Mafuyu menatap ke arah Aria Pro II yang ada di
tanganku dengan ekspresi tidak percaya. Selama itu ia
sudah menungguku di dekat piano.
"Sudah kubilang kalau pasti akan kutemukan."
Suaraku masih gemetaran sewaktu menjawabnya.
Aku sendiri masih tidak percaya bisa menemukannya.
Mafuyu lalu mengambil bas itu dari tanganku.
Sejenak ia memandangi goresan panjang pada bodinya
sebelum membelainya dengan lembut lewat jari-
jemarinya.
"Maaf ... pasti sakit, ya?"
"Eng, kamu tidak perlu minta maaf ...."
"Hah?! Aku tidak minta maaf padamu!"
Mafuyu langsung berbalik sambil merangkul bas
itu di dadanya.
"... syukurlah."
Keajaiban itu tampak sirna seketika Mafuyu
menggumamkannya. Gemuruh guntur menggelegar,
dan hujan mulai turun dengan derasnya di timbunan
rongsokan itu, membuat suara *braasss* yang begitu
ramai.
360
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
♪
"Aku sungguh tidak menyangka kalau ada mobil
sebesar ini tertimbun di sini."
Ucap Mafuyu sewaktu duduk di samping kursi
kemudi.
"Aku menemukannya saat keduakalinya kemari."
Rambutku yang basah masih menetes sewaktu
menjawab pertanyaannya. Interior di dalam mobil ini
ternyata masih bersih — hingga tidak ada yang
menyangka kalau ini di dalam mobil bekas — yang
membuatku kadang kemari jika ingin beristirahat.
361
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
362
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
363
Bab 18: Toko Swalayan di Akhir Dunia
364
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
365
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
366
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
367
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
368
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
369
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
370
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
371
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
372
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
♪
Kami tidak saling berbicara sewaktu perjalanan
kembali ke stasuin. Bahu kiriku memanggul koper
sementara tangan kananku menenteng bas — yang
dibungkus handuk — sehingga Mafuyu tidak punya
pilihan selain membawa gitarnya sendiri. Langkah
kami berdua amat stabil, tidak seperti kemarin, ketika
kami berjalan sambil terhuyung. Cuaca juga sangat
cerah, dan membuatku merasa seolah bisa berjalan ke
ujung dunia.
Walau begitu, baik aku dan Mafuyu tidak ada yang
menanyakan ke mana kami akan pergi setelah ini.
Sebaliknya, kami berjalan berdampingan menyusuri
jalan-jalan di kota kecil, yang telah kering karena sinar
matahari pagi. Mungkin karena kami sama-sama punya
firasat tentang hal itu?
"Apa kakimu baik-baik saja?"
"Hmm, sementara ini tidak apa-apa."
"Benarkah? Separuh tubuhmu itu nantinya tidak
tahu-tahu jadi lumpuh, 'kan?"
373
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
374
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
375
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
376
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
377
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
♪
Orang pertama yang menemukan kami ialah
seorang polisi muda yang sedang bersepeda di jalan
yang berlawanan arah dari kami. Dengan cepat ia
hentikan sepedanya setelah sepuluh meter
meninggalkan kami, dan hampir terpeleset ke parit sisi
jalan. Polisi muda itu mengeluarkan buku catatannya
dan berulang kali memastikan wajah kami, lalu
mengambil radio panggilnya dan melapor pada
seseorang.
"Bagaimana ini? Lari?"
Meski polisi itu sudah meraih lenganku, aku masih
berbisik ke telinga Mafuyu. Akan tetapi, ia menggeleng
pelan.
Itu adalah akhir dari perjalanan kami.
Saat menunggu jawaban dari atasannya, polisi itu
pun meminta Mafuyu untuk tanda tangan, bahkan
hingga di buku catatannya. Hei, apa itu tidak masalah?
Kami kemudian dibawa ke stasiun kereta. Ada
beberapa mobil di halte bus beserta sekelompok besar
378
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
379
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
380
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
381
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
382
Bab 19: Nyanyian Burung Sikatan Hitam
383
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
384
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
385
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
♪
"Jadi kamu bertemu dengan Ebichiri? Apa kamu
bilang kalau kamu anakku?"
Tanya Tetsurou dengan ekspresi tidak senang
sewaktu aku sedang menyiapkan makan malam di
dapur.
"Orang itu selalu saja mengeluh padaku. Karena ia
yang membayar tagihan panggilan luar negerinya, jadi
aku sengaja membiarkannya. Hehehe!"
386
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
387
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
♪
Bulan Juni pun berlalu.
Ruang latihan masih tidak tersentuh karena pemilik
gemboknya tidak kembali. Sebenarnya aku bisa saja
membobol kuncinya, tapi Kazugaraka-senpai
bilang, Itu melanggar peraturan, dan karena aku tidak
berhasil membuat Mafuyu menandatangani formulir
klubnya, maka kepemilikan ruangan itu belum jatuh ke
tanganku. Lagi pula, aku tidak berniat menggunakan
ruangan tersebut seorang diri.
Entah kenapa, orang-orang di sekitarku sudah tidak
lagi menanyakan hal-hal yang menyangkut Mafuyu
maupun keberadaannya. Yang bisa kulakukan hanyalah
berlatih setiap hari di atap dalam rangka mengasah
teknikku. Bahkan aku sudah mempelajari beberapa
lagu baru.
Kabarnya, Mafuyu ternyata mengikuti ayahnya ke
Amerika meski itu sudah telat beberapa hari dari
rencana mereka. Aku mengetahuinya dari sebuah
majalah yang masih belum kuketahui keakuratannya.
Apa akhirnya ia mau menjalani pemeriksaan? Dan
apa ia sudah memutuskan untuk menjalani operasi?
388
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
389
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
♪
Mafuyu hanya pernah mengirimkan sebuah surat
padaku. Surat itu sampai di hari Minggu selepas siang.
Cukup lama aku terdiam dalam ketidakpercayaan saat
tersadar kalau nama pengirimnya adalah Ebisawa
Mafuyu.
Tidak ada tulisan apa pun dari dalam amplop itu,
yang ada hanyalah sebuah kaset pita. Segera kuambil
pemutar musik berdebu yang kupunya lalu memutar
kasetnya. Terdengar sebuah alunan memilukan dari
prelude sonata piano yang dimainkan dalam E♭
mayor.
<Sonata Piano No. 26 dalam E♭ Mayor> gubahan
Beethoven.
Itu adalah komposisi yang Beethoven tulis untuk
sahabatnya yang terpisah karena perang. Terlebih,
meski jarang bagi seorang Beethoven untuk
menyematkan judul, tapi komposisi tersebut memiliki
judul,
<Perpisahan>
Kuserahkan kaset itu pada Tetsurou tanpa
berkomentar apa-apa. Setelah mendengarkannya,
beliau berkata,
390
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
391
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
♪
Lalu, sewaktu jam istirahat makan siang di awal
Juli, pintu belakang kelas kami mendadak dibuka
seseorang.
"Rekan Aihara, buruan, sudah waktunya pergi!
Shounen, kamu juga buruan. Ayo bergegas!"
392
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
393
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
394
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
395
Bab 20: Sonata Piano Perpisahan
396
Tamat
397
Kata Penutup
398
Kata Penutup
399
Kata Penutup
400
Kata Penutup
401
Kata Penutup
402