Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENGANTAR TEKNIK SUNGAI


(RIVER ENGINEERING)
1. UMUM

Makhluk hidup yaitu tumbuh – tumbuhan, hewan, dan manusia untuk


melangsungkan kehidupannya selalu membutuhkan air.Sumber – sumber air berasal dari;
mata air, air tanah, air artesis, danau, danau buatan (waduk), air hujan, air pasang surut
dan sungai. Kelebihan curah hujan dan kelebihan air tanah akan mengalir kelembah
membentuk alaur – alur atau saluran yang lazim disebut Sungai.
Air sungai digunkan untuk berbagai tujuan yaitu:
a) Air bersih untuk keperluan air minum
b) Air untuk keperluan pertanian
c) Air untuk keperluan tenaga listrik
d) Air untuk keperluaan industri
e) Air untuk keperluan navigasi
f) Dan sebagainya.
Aspek negative bagi keberadaan air sungai terhadap kehidupan adalah:
a) Kelebihan air pada musim penghujan yang mungkin mengakibatkan banjir – banjir
b) Kekurangan air pada musim kemarau yang mungkin mengakibatkan kekeringan
c) Erosi pada sungai
d) Transportasi sedimen maupun material yang mengakibatkan pencemaran lingkungan
e) Pada muara sungai terutama karena pengaruh pasang surut laut, sehingga menimbulkan
penutupan muara oleh sedimen

2. DEFINISI

Teknik sungai adalah ilmu yang memepelajari bagaimana metode untuk


menetapkan manfaat air sungai semaksimal mungkin dan bagaimana metode menekan
agar aspek – aspek negatif pengaruhnya seminimal mungkin.Dengan kata lain bagaiman
kita mengaplikasikan ilmu dan teknologi secara integral, agar sungai tersebut dapat
dimanfaatkan sebesar – besarnya bagi keperluan kehidupan makhluk.
Ilmu dan teknologi yang dimaksud menyangkut aspek – aspek sebagai berikut:
a) Topografi
b) Meteorologi, Klimatologi
c) Hidrologi
d) Hidrolika
e) Geologi dan Mekanika Tanah
f) Geomorpfologi
g) Tata guna tanah
h) Ekologi
i) Lingkungan hidup
3. PENGGOLONGAN TEKNIK SUNGAI
Teknik sungai dapat digolongkan dalam tiga tipe pokok yaitu:
a) Pengaturan saluran (channel regulation)
b) Pengaturan debit (water discharge regulation)
c) Pengaturan Muka Air Sungai (river water level regulation)
Jenis pekerjaan sungai tergantungpada maksud dan tujuan pemanfaatkan sungai
apakah untuk keperluan ekaguna (single-purpose) atau untuk keperluan serbaguna
(multipurpose). Maksud dan tujuan pemanfaatan sungai yaitu untuk keperluan:
 Penanggulangan banjir
 Navigasi
 Tenaga air
 Air minum
 Air untuk industry
 Kolmatase
 Dan sebaginya

a) Pengaturan Saluran

Pengaturan saluran dimaksudkan agar dimensi (ukuran saluran) pada sungai


diformulasikan sesuai dengan bentuk rancangan yang diperlukan untuk tujuan
tertentu.Jadi lebar dan kedalaman saluran pada sungai diatur sedemikian rupa supaya
profil tertentu tersebut dapat dipertahankan sepanjang tahun, lazim disebut “normalisasi
sungai”.Maksud dan tujuan normalisasi adalah untuk keperluan navigasi, melindungi
tebing sungai karena erosi (kikisan), atau untuk memperluas profil sungai guna
menampung banjir – banjir yang terjadi.Pekerjaan untuk normalisasi untuk sungai antara
lain menggunakan mesin pengurukan (dredgingmachine), pemasangan krib (groynes),
pemasangan tanggul kanan kiri sungai (levee), pemasangan pelindung tebing
(revetment), pemasangan ambang terendam (submerged sill) dan lain – lain.

b) Pengaturan Debit

Curah hujan sepanjang tahun selalu berubah – ubah tergantung pada musim, hal
ini mempengaruhi banyaknya air yang mengalir disungai. Maka kondisi ini akan
menyulitkan pengaturan debit bagi keperluan navigasi, irigasi, tenaga air dan lain – lain.
Maka untuk itu sungai – sunagi yang fluktuasi debit sungai besar yaitu perbandingan
debit maksimum dan minimum cukup besar, maka debit sungai perlu diatur. Pengaturan
dilakukan dengan cara membangun bendungan besar, sehingga air ditampung dalam
suatu waduk (reservoir) tahunan sedangkan debit sungai melalui outlet structure
(bangunan pengeluaran) dapat diatur sepanjang tahun. Maka perlu dipasang peralatan
debit hydrograph pada sungai disebelah hilir (downstream) waduk.

c) Pengaturan Muka Air Sungai


Pengaturan muka air sungai ini dimaksudkan untuk meninggikan muka air sungai
dengan membangun sebuah ambang pada palung sungai yang berupa “BENDUNG”
(WEIR) dan air yang dialirkan melalui saluran buatan.Maksud dan tujuan tersebut
digunakan untuk berbagai tujuan yang telah disebutkan dimuka.

4. METODE PENDEKATAN
Toeri teknik sungai dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
a. Tenik sungai secara umum (General river engineering) yang mengaplikasikan
berbagai macam tipe pekerjaan di sungai yaitu:
 Pengaturan saluran
 Konstruksi pelindung tebing (revetment protection)
 Konstruksi pelindung dasar sungai (bottom revetment)
 Konstruksi tanggul (dike construction) untuk melindungi terhadap luapan banjir
 Pengeruk dasar sungai (dredging works)
 Konstruksi pengalihan aliran sungai (river diversion works)
 Pengaturan muka air sungai (river water level regulation)
 Pengendalian aliran sedimentasi (sediment control)

b. Teknik sungai secara spesifik (spesifik river engineering). Teknik sungai secara
spesifik adalah ilmu yang mempelajari pemanfaatan air sungai untuk berbagai macam
tujuan antara lain untuk tujuan pengendalian banjir, irigasi, tenaga air, drainase, water
supply navigasi dan sebagainya.

BAB II
KARAKTERISTIK SUNGAI
1. Saluran (The Channel)
Karakter sungai berbeda-beda, tergantung pada factor geologi, morfologi, vegatasi,
iklim, curah hujan dan sebagainya.Volume rata-rata air yang diangkut bervariasi setiap
sungai, nilainya daripada Qmaks/Qmin.Ini menunjukan kondisi rata-rata sungai-sungai yang
memiliki tingkat variasi musiman memiliki perbedaan yang menyolok.
2. Faktor Sedimentasi
Faktor sedimentasi dipertungkan atas dasar sejumlah sedimen yang diangkut dan
terhadap rasio sejumlah sedimen yang mengalir melalui penampang sungai per satuan
waktu dan didasarkan atas luas DAS. Untuk menyederhanakan perhitungan dapat
dianalisa dari 9 variabel berdasarkan geomorfologi sungai, yaitu arah utama pengaliran
(X), waktu (t), debit air (Q), sedimen transpor (S), Lebar saluran sungai (B), kedalaman
saluran sungai (h), gradient sungai (i), diameter sedimen (D), koefisien dasar sungai (C).
Fungsi sungai pada dasarnya adalah sebagai pengaliran sejumlah air dan sejumlah
sedimentasi.Perubahan kondisi sungai tergantung dari konteks dasar equilibrium. Untuk
mengendalikan sebagian dari pengaruh sedimen dpat dibangun bendung pada palung
sungai .intinya aspek sungai yang paling menarik adalah sejumlah air yang dialirkan dan
sejumlah sedimen yang diangkut.
3. Karakteristik (Perilaku) Sungai
Alur sungai terbentuk secara alamiah.Air mengalir dari atas ke bawah dan berkumpul
menjadi saluran di lembah dan dialirkan ke danau atau ke laut karna itu disebut juga
saluran drainage. Pengaliran air baik yang di permukaan tanah maupun di dasar sungai
akan menggerus tanah dasarnya secara terus-menerus sepanjang masa. Volume
sedimen yang terbawa oleh pengaliran sebagai hasil erosi maupun reruntuhan tebing-
tebing sungai dimulai dari sumber mata air di daerah pegunungan dan terangkut ke hilir
kemudian terkumpul ke sungai yang seterusnya terangkut ke laut.Di daerah pegunungan
kemiringan sangat tajam sehingga pengaliran menjadi deras dan kecepatan tinggi.
Kecepatan pengaliran semakin ke hilir semaki melambat dan akan mencapai nol (V = 0)
apabila mencapai muara di danau atau di laut. Endapan-Endapan sedimen tersebut
diangkut, endapan sedimen yang berat jenisnya tinggi diendapakan terlebih dahulu
berangsur-angsur yang berat jenisnya lebih ringan diendapkan kemudian. Kejadian
tersebut dipengaruhi oleh poses erosi dan sedimentasi.

4. Lembah Dan Dataran Genangan


Daerah aliran sungai dibagi atas 3 daerah aliran yaitu Daerah aliran hulu (upstream),
Daerah aliran tengah (middle stream) dan Daerah aliran hilir (downstream).
Daerah hulu umumnya terdiri dari pegunungan, lembah sungai potongan melintangnya
berbentuk V. Pengaliran baik melalui dinding lembah dan dasar sungai sepanjang masa
cenderung mengkikis dasar tanah.Kikisan ini cenderung arah vertical. Namun di daerah
aliran tengah dan di daerah aliran hilir potongan memanjang sungai mendekati
equilibrium dan pola erosi cenderung horizontal dan membentuk lembah melebar.
Berdasarkan karakateristik hidrologi, pengaliran dapat diklasifikasikan ke dalam 2 tipe
yaitu tipe meander dan tipe berjalin (braided type).
Apabila perbedaan antara debit banjir maksimum dan debit minimum tidak besar sedang
dasar sungai mendekati profil equilibrium maka pengaliarannya akan berbentuk
sinusoidal dan termasu pada tipe meander. Di bagian luar busur saluran akan tererosi
sedangkan bagian dalam akan terjadi endapan. Pada akhirnya meander akan bergerak
perlahan-lahan ke arah hilir. Pada musim banyak hujan maka akan meluap ke kanan dan
ke kiri dan akan membentuk dataran yang tergenang (flood plain).
Pada sungai-sungai dimana perbedaan debit makasimum dan debit minimum lebih besar
daripada 50 maka tidak akan membentuk meander. Perilaku sungai lainnya akan
didapatkan yaitu pada banjir-banjir besar dimana dinding lembah tererosi dan
mengangkut material kasar dan kemudian membentuk sungai-sungai cabang yang
parallel dan saling berhubungan yang disebut tioe berjalin (braided river).
5. Tipe Sungai
Dari sudut topgrafi susunan sungai induk dan cabang-cabangnya dapat dibedakan dalam
3 tipe :
 Tipe Bulu Ayam
Susunan sungai induk dengan anak-anak sungai semacam bulu ayam yang terdiri dari
batang, cabang dan ranting.
 Tipe Sejajar
Cabang-cabang besar menngalir parallel (sejajar) kemudian setelah mendekati muara
mereka bertemu dan berkumpul menjadi sungai induk.
 Tipe Kipas
Anak-anak yang mengalir dari segala penjuru menuju ke titik pusat dan mengalir ke laut.
Secara umum dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
- Pada kondisi tanah yang lapisannya rembes air (permeable), angka kerapatannya kecil.
- Pada kondisi tanah yang lapisannya kedap air (impermeable), angka kerapatannya besar.

6.Kipas Aluvial (Alluvial Fans)


A. Kondisi Topografi
Berdasarkan kondisi topografi transisi antara daerah pegunungan dan daerah dataran
berbeda-bada, ada yang perubahan dari pegunungan ke dataran kelandaiannya
beraturan, ada yang tidak beraturan bahkan ada yang sekoyong-koyong (abrupt)
berubah, sehingga terjadi air terjun. Hal ini sangat tergantung daripada kondisi geologi
maupun kondisi geomorfologi, antara lain alur sungai melalui patahan (fault). Dalam
keadaan transisi yang tiba-tiba dari pegunungan ke daratan, maka kemampuan
transportasi dari pengaliran sungai juga akan berkurang sekali. Kalau daratan itu luas,
maka sungai akan membentuk cabang-cabang sungai atau delta sungai di dekat muara.
Di sini endapan alluvium akan tersebar luas dimulai dari kaki pegunungan dan berbentuk
kipas. Jenis-jenis endapan dimulai dari batu bongkahan (boulder) yang diendapkan
terlebih dahulu di kaki pegunungan atau puncak kipas (apex) berturut-turut batuan yang
ukuran lebih kecil, kemudian krakal-krikil-pasir dan terakhir lumpur (silt) dan tanah liat
(clay). Lumpur dan tanah liat diendapkan pada bagian alas (base) dari kipas tersebut.
Kipas alluvial luasnya bervariasi kadang-kadang radiusnya mencapai lebih daripada 50
km. Sudut celupan (dip) pada permukaan kipas alluvial jarang melebihi 10°, pada
umumnya 5° atau 6°. Pada umumnya kipas alluvial ditemukan pada daerah pegunungan
yang reliefnya tajam-tajam dan pembentukan sungai-sungai menonjol.Kipas alluvial jga
dapat terbentuk di daerah yang kondisi iklimnya lembab.Alluvial terbentuk karena
tumpukan endapan dari hasil pelapukan tanah dari sebelah hulu.
Kelompok-kelompok endapan yang terkumpul di dataran atau di dearah kipas dapat
dibedakan sebagai alluvial sebagai berikut.
- Alluvial berupa lembaran karena banjir-banjir
- Alluvial berupa lembaran karena pengaliran normal
- Alluvial berupa hasil dari hujan local
Alluvial yang terbentuk dari banjir-banjir karena dibawa oleh pengaliran dari pegunungan
melalui lembah-lembah (jumlah butiran kasar banyak tetapi sesaat).Alluvial yang
terbentuk karena pengaliran normal komposisi butiran dapat dikatakan seragam, tetapi
karena periodenya lama, maka tumpukan cukup tebal.
Adapun distribusi ukuran butiran (the grain size distribution) dari endapan sangat
bervariasi dan dalam hal ini sebagai fungsi dari :
a. Komposisi ukuran butiran dari hasil pelapukan batuan asli.
b. Tipe pengangkutan endapan dan jenis butiran endapan, yaitu besarnya debit pengaliran
dan ukuran butiran (grain size) yang diangkut.
c. Jarak material yang diangkut. Material yang diangkut dengan jarak yang dekat dengan
sendirinya butirannya besar-besar dan sedikit terurai menjadi butiran yang lebih kecil.

B. Susunan Tanah (Soil Structure)


Susunan tanah adalah susunan partikel tanah utama dan partikel tanah sekunder.Partikel
tanah utama merupakan susunan yang terdiri dari kerikil (gravel), pasir (sand), lumpur
(silt), dan tanah liat (clay).Partikel tanah sekunder merupakan susunan dari agregat mikro
yang terdiri dari mineral dan organic.Dalam tanah yang telah tersusun, ukuran dan
bentuk agregat menjadi model terhadap tempat retakan maupun pori-pori. Pergerakan
air pada dasarnya akan melalui retakan-retakan atau lubang pori yang besar.
Terdapat 4 aspek dalam susunan tanah yaitu :
a. Berdasarkan penyelidikan lapangan apa yang kelihatan dari bentuk dan ukuran butir-
butiran dapat dibedakan sekilas mengenai butir-butiran, warna, rupa dan sebagainya
terhadap susunan tanah tersebut.
b. Spasi-spasi yang terkandung dalam susunan tanah itu baik makro maupun agregat mikro
ataupun distribusi ukuran pori-porinya.
c. Susunan stabilitas tanah, khususnya tanah teratas (topsoil) atau lapisan-lapisan yang
dapat dibajak (plough layer).
d. Profil susunan tanah, macam tanah, ketebalan tanah dan urut-urutan lapisan terhadap
macam-macam susunan horizontal tanah tersebut.

Struktur Makro
Struktur makro dari tanah dapat dibedakan oleh :
a. Susunan sederhana, berhubungan (coherent) atau tidak berhubungan (non coherent),
dimana bidang-bidang belahannya (cleaved plane) tidak tersusun.

Adapun susunan ini sebagai bentuk sebagai berikut :


- Butiran tunggal (single grain), biasanya pasir lepas dan lumpur yang mengandung bahan
organic, dan susunan padat ; biasanya pasir bertanah pekat, lumpur pekat.
Susunan tersebut pada umumnya saling melekat karena adanya tanah liat atau benda
organic lainnya, namun pecah-pecah atau belahan tidak terlihat.
- Susunan agregat dimana secara alami terlihat adanya belahan-belahan. Agregat ini dapat
segera terlihat apabila telah diadakan penggalian maupun pembajakan.
Susunan tanah dapat dibedakan dalam 4 tipe utama berdasarkan panjang garis sumbu
(relative) baik vertical maupun horizontal, kontur dan sudut-sudut yaitu :
1. Platy
Dimensi horizontal lebih besar daripada vertical (dominasi oleh belahan bidang horizontal
dimana klas medium 2-10 mm).
2. Prismatic
Apabila agregat didudukan secara vertical berbentuk seperti prisma bulatan di puncak
separti kolom. (klas medium 20-55 mm).
3. Blocky
Dimensi vertical dan horizontal hampir sama (klas medium 10-20 mm). Blok-blok yang
bersudut, permukaan datar dengan sudut-sudut tajam.Blok-blok yang tidak bersudut,
muka datar dengan sudut-sudut yang bulat.
4. Granular
Butiran-butiran bulat dengan muka dan seragam. Apabila didapatkan butiran-butiran
yang muka dan ukurannya tidak sama, maka disebut Crumb. Struktur tanah ini lebih
bersifat porous (mudah lolos air).

Jenis-jenis struktur tanah :


 Susunan tanah yang lemah (weakly structured soil)
 Susunan tanah yang cukup (well structured soil)
 Susunan tanah yang kuat (strongly developed soil structured)
 Susunan tanah yang baik (good structure)
 Susunan tanah yang jelek (bad structure)
C. Distribusi Porositas Pada Tanah (Pore Distribution On Soil)
Terdapat 2 genetik utama pada pori-pori tanah yaitu :
a) Spasi antar agregat dimana pori-pori tersebut sebagai hasil bersama-sama dari partikel-
partikel tanah (The aggregation of soil particles).
b) Pori-pori akibat akar-akar dari tumbuhnya tanaman-tanaman (rootlets of plant growth),
dan makhluk hidu dalam tanah (soil fauna)
Jenis-jenis pori :
- Makro, ukurannya 100 mikron, berfungsi dalam aerasi dan dranage (pengaliran gravitasi)
- Meso, ukurannya berkisar 30-100 mikron, berfungsi dalam kelakuan air (pengaliran
kapasitas cepat)
- Mikro, ukurannya antara 3-30 mikron, berfungsi sebagai penghalang pengaliran (water
retention). Pengaliran kapilaritas perlahan-lahan.

D. Stabilitas Susunan Tanah (Structural Stability Of Soil)


Variasi agregat dipengaruhi oleh kondisi alam seperti curah hujan, iklim, gempa bumi,
pengaliran permukaan dan penyaluran dalam tanah, erosi, aerasi, vegetasi, dan sangat
tergantung pada stabilitas lapisan tanah bagian atas (top soil).Bahan organic juga
menentukan stabilitas tanah baik kuantitas maupun macamnya.Susunan tanah yang
stabil apabila mengandung bahan organic, lumpur yang banyak, pasir halus yang banyak,
dan tanah liat yang banyak.

E. Kepekatan Tanah (Soil Consistence)


Kepekatan tanah tergantung pada manifestasi gaya-gaya fisik kohesi dan adhesitanah itu
sendiri dalam berbagai macam keadaan kelengasan atau keadaan kering, keaddan
lembabatau keadaan basah kondisi sebagai kenyataan terhadap perilaku tanah karena
adanya tegangan mekanik maupun gaya berat. Kepekatan tanah akan ditentukan oleh
adanya suatu periode pembajakan atau pemadatan.
Tanah friabilitas adalah lepas-lepas (loose), sanagat mudah hancur, mudah hancur, sulit
hancur, sangat sulit hancur dan paling sulit hancur.
Tanah kering adalah lepas-lepas, lunak (soft),agak keras (slightly hard), keras, sangat
keras, luar biasa keras (extremely hard)
Plastisitas tanah berhubungan dengan kesanggupan dari tanah basah menurut
kelembaban tertentu. Kepekatan dapat dilakukan dengan cara pemadatan tanah (soil
compaction). Dengan cara ini tanah menjadi padat derajat kepekatan naik karena
partikel-partikel tanah saling berdesakan dan hasilnya porositan tanah semakin rendah.

F. Warna Tanah
Secara alamiah warna tanah berasal dari material nenek moyangnya yang bersenyawa
dan bergabung menjadi susunan tanah.Hal ini tergantung pada factor internal dan
eksternal dari sistem drainage temperature juga karena adanya sisipan mineral-mineral
logam dan sebagainya.Pada umumnya warna tanah di permukaan diselimuti oleh partikel
mineral. Pada tanah yang langsung terkena udara umumnya berwarna coklat tua.
Apabila terhidrasi oleh Fe warna tanah kekuning-kuningan atau kemerah-
merahan.Apabila tereduksi oleh ferric iron warna tanah adalah kelabu. Pada letak
horizontal umumnya warna seragam dan kadang-kadang berbintik-bintik warna merah,
kuning atau warna lainnya tergantung proses oksidasi dan periode reduksiakibat kondisi
fluktuasi air yang menggenanginya. Factor diagnose yang penting mengenai warna ialah
adanya genangan air sementara karena pengaruh akar tumbuh-tumbuhan dan pengaruh
aerasi.

G. Kelembaban Tanah
1. Air yang dapat dipindahkan dari tanah
Sejumlah air yang dapat dipindahkan dapat melalui gravitasi atau oleh tenaga kapilaritas
atau oleh kedua-duanya.Struktur tanah berarti kondisi susunan butir tanah yang
menghasilkan suatu bentuk ikatn tertentu secara alamiah. Tanah yang berbutir kasar
didapatkan ruang pori yang tidak terputus atau kontinyu yang menyababkan mudah
meloloskan air. Tanah yang berbutir halus, air di dalam pori tidak dapat dengan segera
meloloskan air apabila tanah di atas tidak mendapatkan beban. Keluarnya air dari pori-
pori tanah menyababkan butir-butir semakin merapat karena terjadi penurunan tanah.
2. Air yang dapat ditahan oleh tanah
Suatu lapisan dikatakan lolos air apabila karena gravitasi air dapat dipindahakan atau
tanah tersebut mempunyai sifat mengalirkan air cukup baik.
Suatu lapisan tanah disebut semi pervious apabila sifat-sifat meloloskan air kurang
baik.Aliran air dalam lapisan ini hanya bergerak secara vertical.
Sutu lapisan tanah disebut impervious apabila kemampuan meloloskan air sangat kecil dan
hanya sedikit sekali air yang dapat melaluinya baik secara vertical maupun horizontal.
Lapisan tanh yang kedap air jarang dijumpai di permukaan tanah tetapi banyak didapat
pada lapisan yang lebih dalam akibat proses pemadatan, sedimentasi dan proses
konsolidasi.
Masalah aliran air tanah dari sistem aquifer dikenal :
- Air tanah yang tidak terkurung atau tidak tertekan (Unconfined groundwater)
- Aiar tanah yang agak terkurung (Semi confined groundwater)
- Air tanah yang terkurung (Confined groundwater)
Air tanah yang dapat dipindahkan dapat juga disebut air bebas.
Dalam istilah teknik sipil klasifikasi tanah dibedakan dalam batuan massif (rock), batu
glondongan (boulder atau cobble stone), kerikil (gravel), pasir (sand) dan lempung (clay).
BAB IV
MORFOLOGI SUNGAI
1. PENGERTIAN
Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri, jenis, dan
perilaku sungai dengan segala aspek pembahasannya dalam dimensi ruang dan waktu
menyangkut sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang saling berkaitan.Sifat-sifat
sungai sangat dipengaruhi oleh luas dan bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) seerta
kemiringan sungai.
Data-data mengenai morfologi sungai merupakan salah satu dari beberapa jenis
data hidraulik yang diperlukan untuk mendesain bangunan teknik sipil di sungai.
Berbagai macam pekerjaan sipil di bidang persungaian:
 Perbaikan dan pengaturan sungai
 Pemanfaatan air sungai untuk berbagai tujuan
 Pengembangan wilayah sungai
 Perbaikan dan pelestarian lingkungan sungai
 Navigasi
Teknik sungai memberikan gambaran mengenai berbagai macam sifat sungai dan
berdasarkan pengetahuan ini, maka peranan perencanaan bangunan dan pekerjaan sipil
menjadi sangat penting dengan tujuan pemanfaatan air sungai maupun sungainya
sendiri. Karena karakter sungai berbeda-beda dan cenderung memiliki sifat khusus, maka
desain dan metode pelaksanaan pekerjaan mungkin akan berbeda antara sungai yang
satu dengan yang lainnya.
Demikian pula dalam penanganan perbaikan atau pengembangan sungai, metode
yang diterapkan di bagian hulu akan berbeda di bagian hilir, bahkan perbaikan tebing kiri
dan tebing kanan kemungkinan dakan berbeda pula.
Secara umum dapat dikatakan bahwa studi mengenai morfologi sungai adalah untuk
mencoba menguraikan mengenai tipe-tipe raut muka (typical features) daripada sungai-
sungai itu sendiri, yang dipengaruhi oleh 3 dimensi, yaitu:
 Pengaruh waktu ke waktu
 Pergerakan air yang membawa endapan (sediment) maupun puing-puing (debris atau
ruins)
 Pegaruh fenomena alam

2. UNSUR MORFOLOGI SUNGAI


Unsur morfologi yang harus diketahui sebagai penunjang kegiatan desain bangunan
teknik sipil adalah fenomena dan karakter sungai, parameter fenomena sungai serta
dimensinya.Geometri atau bentuk sungai dapat berubah dalam dimensi ruang baik
horizontal maupun vertikal dan waktu akibat daripada perubahan morfologi sungai.Data-
data hasil studi dan pemantauan dijadikan bahan pendukung untuk keperluan desain,
konstruksi (pembangunan), eksploitasi dan sistem pemeliharaannya baik untuk
bangunan-bangunannya maupun sungainya sendiri.
3. PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI
Perubahan morfologi sungai yang distudi serta dipantau sebagai data pendukung
pekerjaan desain menyangkut aspek-aspek sebagai berikut:
a. Geometri (bentuk) sungai

Studi geometri sungai akan mencakup pembuatan peta topografi, alur, palung dan
lembah. Potongan-potongan horizontal dan vertikal diperlukan pada lokasi yang
kemungkinan atraktif untuk dikembangkan.
Adapun data-data yang diperlukan:
 Panjang sungai
 Lebar sungai
 Elevasi
 Kemiringan
 Sudut belokan
 Azimuth
 Arah arus
Data-data tersebut diperoleh dengan cara pengukuran di lapangan yang dilaksanakan
dengan cara:
 Pengukuran teriris
 Foto udara
 Foto radar
Dari hasil pengukuran tersebut dibuat peta topografi yang digunakan untuk
membuat peta lokasi pengembangan sungai. Biasanya selama melakukan pengukuran
tanah unutk mebuat peta topografi juga diadakan penyelidikan-penyelidikan lainnya
seperti kualitas air, sedimen, koefisien pengaliran dan sebagainya.
b. Hidrograf
Hidrograf merupakan salah satu luaran dari hidrologi di dalam DAS yang sangat
penting sebagai data penunjang kegiatan desain. Data-data tersebut adalah:
 Debit puncak (peak discharge)
 Jangka waktu untuk mempercepat debit puncak
 Kecepatan naik dan turunnya pengaliran
 Volume banjir
 Volume pengaliran
 Tinggi muka air
Pengaliran itu perlu dipertimbangkan terhadap pengaruh geometri sungai, terutama di
daerah-daerah dimana batuannya mudah tererosi, sering terjadi banjir-banjir besar,
daerah-daerah yang gundul dan sebagainya.Pengaliran kecil perlu dipertimbangkan
terhadap ketersediaan air bagi rencana pemanfaatan untuk tujuan-tujuan tertentu seperti
listrik, irigasi, industri, air minum, navigasi serta sistem eksploitasi dan pemeliharaannya.
c. Hidrolika
Dibedakan atas:
1) Hidrolika Sungai
Air sungai dapat menujukkan gejala diam dan mengalir.Air yang mengalir dapat menjadi
sifat-sifat laminer, turbulen, pusaran, loncatan, mengahantam dan sebagainya.
Air mengalir karena adanya perbedaan tinggi, semakin besar volume air dan semakin
besar perbedaan tingginya, maka tekanan airnya semakin besar.Karena itu pengaliran air
di sungai dapat menyeret partikel dasar sungai, tergantung dari jenis tanah dan
batuannya.Pengaliran itu berupa tenaga angkut dan tenaga angkat sedimen.Angkutan
sedimen itu dapat berupa muatan dasar dan muatan layang.Faktor sedimen meliputi jenis
material, diameter butiran dan volume persatuan waktu. Akibat angkutan sedimen yang
ikut mengalir berarti gaya seret menjadi lebih besar apabila kemiringan sungai besar,
lazim disebut degradasi.
Namun apabila pengalirannya lambat maka butiran yang berat0berat diendapkan terlebih
dahulu.Pengendapadan sedimen lazim disebut agradasi.Degradasi berarti penurunan
dasar alur sungai atau dasar palung sungai.Parameternya adalah panjang, lebar, dan
dalam.Agradasi berarti kenaikan dasar alur sungai atau dasar palung
sungai.Parameternya adalah panjang lebar dan tinggi (tebal).
Mengingat bahwa arah pengaliran itu tergantung pada kondisi alam, maka arah itu
menjadi sembarangan, sehingga mengakibatkan berbagai macam tenaga yaitu:
 Pengerusan lokal pengaliran terhadap struktur dasar sungai
 Penggerowongan tebing sungai akibat aliran helikoidal, aliran spiral atau pusaran air.
Akibatnya tebing sungai dapat longsor.
 Angkutan material lain berupa biotis, abiotis dan bahan-bahan kimia.
 Penghanyutan material oleh rembesan-rembesan pada tebing sungai.
 Karakter sungai dapat membentuk sungai menjadi meander atau berjalin. Sungai meander
adalah bentuk sungai yang sinusoidal (berliku-liku) didataran dan memanjang.
Sungai berjalin (braided river) adalah bentuk kombinasi sungai di dataran yang banyak
jumlahnya.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi morfologi sungai adalah:
 Tempat dan tipe semua bangunan teknik sipil
 Pengaruh lingkungan seperti pembabatan atau pembakaran hutan, penambangan.
 Pengaruh kelautan yaitu, air mengandung garam (saline water), sedimentasi dan erosi
karena pengaruh gelombang dan angin laut, arus laut dan pasang surut.
 Pengaruh gempa bumi, letusan gunung berapi, angin topan.

2) Hidrolika Bangunan

 Struktur bangunan air harus diperhitungkan terhadap penentuan bentuk hidroliknya dan
dalam hal ini harus diperhitungkan pula perubahan morfologi sungan dan sifat
hidroliknya.
 Sifat hidraulik bangunan mengacu kepada rumus-rumus yang menyatakan antara
fenomena dan parameter aliran. Apabila terdapat beberapa rumus gunakan rumus-rumus
tersebut dan pilihlah mana yang paling aman.
 Rumus-rumus hidrolika bangunan didapatkan secara teoritis juga secara empiris. Rumus-
rumus tersebut mengenai banjirkoefisien run-off, perkolasi, lengkung hidrograf,
gelombang, kavitasi, kapasitas spillway, peredaman energi, penggerusan, tekanan
hidrostatis, tekanan sedimentasi, gaya angkat (uplift) dan sebagainya.
 Bentuk bangunan kecuali dikaji dengan rumus desain hidrolik, tapi juga harus dikaitkan
dengan morfologi sungai. Oleh karena itu dimensi bangunan maupun bentuk hidrolik
bangunan harus diuji melalui penyelidikan di laboratorium juga penyelidikan di lapangan.

d. Angkutan sedimen
Diuraikan dalam bab IX
e. Geoteknik
Diberikan pada mata kuliah tersendiri
f. Lingkungan dan sebagainya
Diberikan pada mata kuliah tersendiri
KESIMPULAN
Kesimpulan daripada butir 1, 2, dan 3 adalah pengaruh morfologi sungai dengan segala
perubahannya akibat kegiatan pembangunan dan produknya harus dipertimbangkan
dalam desain bangunan pada tingkat keamanan dan resiko.

Diposting oleh sudarman di 02.52

http://sudarman28.blogspot.co.id/2011/09/rekayasa-sungai.html
Kasus Degradasi-Agradasi Sungai dan Penanganannya
Transportasi sedimen merupakan fenomena yang terjadi secara alamiah pada aliran sungai.
Faktor morfologi sungai seperti tikungan, perubahan tampang aliran menjadi penyebab
perubahan angkutan sedimen di alur sungai. Tak hanya itu, perubahan suplai sedimen di hulu
baik yang terjadi dari proses alam maupun akibat campur tangan manusia juga turut berperan
dalam proses perubahan pola angkutan sedimen yang terjadi yang berdampak pada dinamika
konfigurasi dasar sungai. Fenomena ini menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam
manajemen sumber daya air karena tak jarang memberikan dampak negatif pada bangunan air
maupun ekosistem yang ada di sekitar aliran sungai.

Tulisan ini merupakan rangkuman dari kegiatan kuliah lapangan mahasiswa S2 Keairan Jurusan
Teknik Sipil dan Lingkungan UGM pada tanggal 16 Juni 2014 dengan arahan beberapa Dosen
pengampu mata kuliah Teknik Sungai Lanjut. Kuliah lapangan ini menyoroti masalah fenomena
perubahan dasar sungai akibat perubahan angkutan sedimen yang terjadi di wilayah DIY serta.
Pada kuliah lapangan ini, para mahasiswa diajak untuk mengamati fenomena yang diakibatkan
oleh perubahan angkutan sedimen seperti gerusan pada pilar jembatan, perubahan alur muara
sungai, degradasi pada saluran pengambilan air irigasi, dan beberapa kasus lainnya. Kegiatan
ini menjadi sebuah kesempatan bagi mahasiswa untuk memahami permasalahan-permasalahan
yang banyak terjadi di aliran sungai serta penanganan sedimen yang tepat dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut.

 Check Dam BOD7 Turgo, Sleman

Gunung Merapi yang terletak di 30 km sebelah utara Yogyakarta merupakan salah satu gunung
berapi teraktif di Indonesia. Sepanjang sejarah, Gunung Merapi telah mengalami beberapa kali
erupsi yang menyebabkan kerusakan ekosistem, kerugian ekonomi hingga korban jiwa di daerah
sekitar dusun Merapi. Tercatat pada tahun 2010, erupsi Merapi yang merupakan letusan terbesar
sejak 1872 menelan 386 korban jiwa (Sutikno dkk, 2007).

Bahaya sekunder dari bencana erupsi merapi adalah terjadinya banjir lahar akibat curah hujan
yang sangat deras yang terjadi di hulu yang membawa jutaan partikel deposit lahar, meluncur
dengan deras. Apabila pergerakan aliran lahar ini tidak diantisipasi dengan benar, dapat
membahayakan kehidupan manusia di sekitarnya dan dapat merusak fasilitas di sekitar Gunung
Merapi. Oleh karena itu, dibangun sistem pengendalian banjir lahar dingin yaitu sabo dam.

Check Dam atau Dam Pengendali Sedimen merupakan salah satu bangunan yang termasuk ke
dalam rangkaian pengendalian lahar sabo dam. Bangunan berbentuk bendung yang melintang
sungai ini berfungsi untuk mengendalikan sedimen, debit dan arah sedimen.

Check Dam Turgo yang terletak di hulu Kali Boyong ini dibangun pada tahun 2007. Kemudian
pada tahun 2010, Gunung Merapi mengalami erupsi yang mengarah ke Kali Boyong. Curah
hujan yang tinggi di awal musim penghujan 2011 menyebabkan terjadinya banjir lahar yang
membawa deposit erupsi di hulu hingga memenuhi check dam ini.
Gambar II.1 Check Dam BOD 7 Turgo

Prinsip desain check dam adalah mengurangi kecepatan aliran dan energi kinetik aliran lahar.
Oleh karena itu, kemiringan dasar sungai dan kemiringan permukaan endapan sedimen menjadi
parameter penting dalam mendesain bangunan check dam dan juga dalam menentukan perkiraan
volume sedimen yang mampu ditampung.

Volume tampungan check dam dibagi menjadi dua macam yaitu tampungan mati (dead storage),
tampungan total. Terdapat pula istilah tampungan kontrol, yaitu tampungan yang berubah
menurut musim, dimana saat musim kemarau sedimen terendapkan di atas tampungan mati
kemudian saat musim hujan tampungan tersebut terbawa arus banjir.

Gambar II.2 Volume Tampungan Check Dam (bbwspemali.pdsda.net)

Check Dam Turgo merupakan check dam dengan tipe terbuka (slit). Tipe ini memungkinkan
aliran banjir dengan kemiringan dinamis (Id) untuk membawa kembali deposit sedimen yang
menumpuk sehingga check dam masih memiliki kemampuan tampungan jika nantinya mendapat
kiriman sedimen kembali dari hulu dengan kemiringan statis perkiraan Is. Ditinjau dari
mekanisme pengendalian aliran lahar, check dam dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe terbuka dan
tertutup. Tipe terbuka dapat berupa slit ataupun kisi-kisi. Contoh tipe check dam dapat dilihat
pada Gambar II.2

Gambar II.3 Tipe Check Dam (www.jcpoweryogyakarta.blogspot.com)

Bangunan check dam didesain dengan fondasi tipe floating atau mengapung di atas deposit
sedimen. Hal inilah yang menyebabkan tahanan gesernya kecil meskipun daya dukung yang
dimiliki besar. Agar mampu menahan tegangan geser yang terjadi, check dam dibangun dengan
struktur jepit dimana sayap kanan dan kiri check dam tertanam ke dalam tebing. Tinggi tebing
menjadi dasar penentuan desain tinggi puncak check dam sehingga semakin ke hilir tinggi check
dam semakin rendah. Bagian bangunan check dam dapat dilihat pada Gambar II. 4 dan
Gambar II.5

Gambar II.4 Potongan Memanjang Struktur Check Dam


(www.jcpoweryogyakarta.blogspot.com)
Gambar II.6 Struktur Check Dam

Check Dam BOD7 juga dilengkapi dengan stasiun AWLR (Automatic Water Level Recorder)
dan kamera untuk memantau ketinggian muka air. Stasiun AWLR ini merupakan satu bagian
dari sistem mitigasi bencana banjir lahar dingin. Stasiun ini diintegrasikan dengan alat Data
Logger untuk menyimpan data serta pengirim sinyal untuk pemantauan secara realtime.

Gambar II.7 Stasiun AWLR Rejodani

 Kerusakan Groundsill di Hilir Jembatan Kebon Agung

Jembatan Kebon Agung terletak di Sendang Agung, Minggir, Sleman. Jembatan ini
menghubungkan Minggir, Sleman dan Kalibawang, Kulonprogo yang melintasi Kali Progo dan
merupakan jembatan paling vital di antara dua kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada
hilir jembatan terdapat groundsill yang bertujuan menjaga agar elevasi dasar sungai tidak
mengalami penurunan atau degradasi sehingga pilar jembatan yang berada di bagian hulu sungai
tetap dalam keadaan aman. Struktur groundsill berupa tumpukan batu yang diberi selimut beton.

Sayangnya, pada tahun 1997, groundsill tersebut mengalami kerusakan di sisi kanan. Akibatnya,
aliran sungai yang melintasi groundsill cenderung ke sisi yang rusak sehingga dapat memicu
erosi tebing sungai di sisi kanan serta degradasi dasar sungai di bagian hulu groundsill yang
berisiko terhadap turunnya pilar jembatan. Penanganan awal dilakukan dengan meletakkan
tumpukan blok beton berbentuk tetrapod di bagian yang mengalami kerusakan. Akan tetapi,
tetrapod tersebut ternyata tidak mampu menahan debit aliran Kali Progo yang besar saat kondisi
banjir hingga terbawa beberapa meter ke hilir. Kegagalan penanganan dengan blok beton
tersebut makin memperparah kerusakan groundsill.
Gambar II.8 Kondisi Hilir Jembatan Kebon Agung

Degradasi di pilar Jembatan Kebon Agung pada saat itu sudah mencapai ketinggian di bawah
pile cap. Hal tersebut sangat membahayakan 2 pondasi sumuran di bawahnya. Untuk
menghindari kerusakan struktur lainnya, dilakukan pembangunan groundsill baru di hilir
groundsilll yang rusak. Selama pelaksanaan pembuatan groundsill, dilakukan perlindungan
sementara untuk melindungi pilar jembatan yaitu dengan perlindungan rip rap batuan di dalam
bronjong di bawah pile cap. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa ketinggian rip rap tersebut
jangan sampai melebihi pile cap karena justru akan memicu terjadinya gerusan lokal pada pilar.

Gambar II.9 Perlindungan Rip Rap pada Pilar Jembatan

 Degradasi Dasar Pintu Pengambilan Air Irigasi

Bendung Sapon terletak di Dukuh Sapon, Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten
Kulonprogo. Bendung Sapon melayani irigasi tiga Kecamatan, yaitu Panjatan, Galur dan Temon.
Sebelum bendung ini dibangun, irigasi dilakukan melalui free intake dari Kali Progo yang dibuat
pada tahun 1986. Akan tetapi, akibat maraknya penggalian sumber bahan galian C di Kali Progo
yang merupakan endapan material erupsi Merapi, terjadi penurunan dasar sungai di daerah intake
mengalami penurunan pada tahun 1990-an. Turunnya dasar sungai mengakibatkan pada debit-
debit tertentu terutama pada saat musim kering, air tidak mampu masuk ke saluran intake
sehingga tidak mampu melayani irigasi ribuan Ha sawah pada saat itu. Oleh karena itu, agar
tetap mampu beroperasi, dibangun bendung Sapon dengan tipe bendung tetap selebar 153,15 m.
Bendung ini diharapkan mampu mengendalikan dasar Kali Progo di bagian hulu.
(www.pustaka.pu.go.id). Model Bendung dibuat di Pusat Studi Ilmu Teknik (PSIT) UGM pada
tahun 2003 – 2004.

Gambar II.10 Pintu Intake Bendung Sapon

Gambar II.11 Kantong Lumpur (Sand Trap)

Gambar II.11 merupakan foto sand trap atau kantong lumpur yang bertujuan untuk
mengendapkan sedimen agar tidak masuk ke saluran irigasi. Sebelum adanya Bendung Sapon,
kantong lumpur belum dilengkapi dengan adanya saluran pembilas. Endapan sedimen diambil
dengan cara dikeruk pada periode-periode tertentu. Saat ini, kantong lumpur telah dilengkapi
dengan saluran pembilas yang mampu menggelontorkan sedimen kembali ke alur sungai semula.

 Turunnya Pilar Jembatan Srandakan Lama

Jembatan Srandakan merupakan jembatan jalur lintas selatan yang menghubungkan kabupaten
Bantul dengan kabupaten Kulon Progo. Jembatan yang melintasi Kali Progo ini dibangun pada
tahun 1925 dengan panjang 531 m yang pada saat itu merupakan jembatan terpanjang di Pulau
Jawa. Pada mulanya, jembatan Srandakan berfungsi sebagai jembatan lori angkutan tebu
kemudian berkembang untuk angkutan umum pada tahun 1950. Alih fungsi jembatan diikuti
dengan perubahan struktur yang ada dimana struktur bangunan atasnya diganti gelagar baja
dengan lantai kayu, sedangkan struktur bawahnya berupa pilar ganda dengan pondasi tiang
pancang 8 buah, terdiri dari 59 bentang dengan jarak antar pilar 8 m. Seiring perkembangan
zaman, lantai kayu berubah menjadi lantai beton.

Pada tahun 1990-an, mulai terjadi penurunan dasar pilar jembatan akibat gerusan lokal, bahkan
hingga ketinggian air berada di bawah pile cap (tiang pancang terlihat). Karena upaya
penanganan dengan groundsill dirasa terlalu mahal, dilakukan upaya perlindungan pilar jembatan
dengan memberikan selimut bronjong di sekeliling pile cap pada tahun 1997. Akan tetapi, upaya
tersebut ternyata tidak mampu menyelesaikan masalah yang terjadi, bahkan justru memperparah
kedalaman gerusan. Hal ini dikarenakan oleh selimut bronjong yang terlampau lebar sehingga
alur semakin sempit, akibatnya kecepatan di sekitar pilar membesar dan gerusan pun semakin
dalam. Kondisi ini diperparah dengan rusaknya bronjong saat banjir sehingga memicu turunnya
pilar jembatan ke-25 dan ke-26 pada tahun 2000.

Gambar II.12 Turunnya Pilar Jembatan Srandakan


Gambar II.13 Perlindungan Awal dengan Bronjong (www.istiarto.staff.ugm.ac.id)

Upaya selanjutnya yang dilakukan pasca penurunan dua buah pilar jembatan adalah dengan
membangun groundsill sekitar 500 m di hilir jembatan untuk mengembalikan ketinggian dasar
sungai hingga sejajar pile cap pada tahun 2002-2003. Penurunan dasar sungai yang terjadi saat
itu sudah mencapai 2,7 m sehingga groundsill yang dibangun menjadi sangat tinggi dimana
mercu groundsill didesain sama dengan tinggi pile cap. Selain itu, dibangun pula lantai hilir dari
blok beton tetrapod dan bronjong.

Gambar II.14 Perlindungan dengan Lantai Hilir Beton (www.istiarto.staff.ugm.ac.id)

Pada tahun 2005-2007, dimulai proyek pembuatan jembatan Srandakan. Mulanya, kontrak
pembangunan jembatan baru akan diikuti dengan pembongkaran jembatan lama karena
dikhawatirkan gerusan pada pilar jembatan lama terus terjadi hingga menyebabkan gerusan
lokal di jembatan baru. Kekehawatiran lain yaitu jika terjadi banjir dan pilar jembatan collapse,
dapat membahayakan jembatan baru yang ada di sebelah hilirnya. Akan tetapi, karena biaya
pembongkaran yang diperkirakan sangat besar, dilakukan analisis terhadap struktur jembatan
lama dengan bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, sebagai dasar pertimbangan perlu
tidaknya dilakukan pembongkaran.
Setelah dilakukan analisis ulang, dibuktikan bahwa dengan perkiraan beban arus lalu lintas yang
ada, kapasitas struktur atas dan fondasi masih cukup kuat untuk menahan beban tersebut. Upaya
penanganan gerusan lokal yang sebelumnya telah dilakukan juga diperkirakan telah mampu
mengatasi ancaman gerusan lokal di Jembatan Srandakan Baru. Oleh karena itu, diambil
keputusan bahwa pembongkaran Jembatan Srandakan Lama tidak jadi dilakukan.

 Perubahan Alur Muara Kali Progo

Muara atau estuari merupakan tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut dari laut.
Adanya pertemuan dua arus ini menyebabkan kondisi muara sangat dinamis. Permasalahan yang
sering dijumpai akibat pengaruh kondisi muara yang dinamis adalah terjadinya pengendapan di
muara sungai sehingga tampang aliran berkurang yang dapat mengganggu pembuangan debit
sungai ke laut.

Permasalahan sedimentasi juga terjadi di Muara Kali Progo. Pada saat musim kering dimana
debit dari sungai kecil, arus dari sungai tidak mampu menahan suplai sedimen yang berasal dari
laut. Akibatnya, timbul gundukan pasir di muara. Pengurangan tampang sungai menyebabkan
kapasitas tampungan sungai berkurang sehingga pada awal musim penghujan aliran sungai
meluap. Dari Gambar II.16 terlihat bahwa sedimentasi tidak hanya berdampak pada muara Kali
Progo tetapi juga Kali Galur yang bermuara di Kali Progo. Untuk mengantisipasi hal ini,
dibangun tanggul sungai.

Gundukan pasir atau biasa disebut lidah pasir (sand spit) dibawa oleh gelombang air laut yang
dominan ke arah barat sehingga lama-kelamaan terjadi perubahan alur pada mulut muara sungai
ke arah barat. Pantai di sisi timur mengalami pertambahan panjang akibat tumpukan sedimen
sedangkan pantai di sisi barat semakin tererosi. Berikut ini adalah gambar perubahan mulut
muara Kali Progo. Apabila melihat kondisi di lapangan dimana pengaruh angin cukup
signnifikan, pengaruh dari gaya angkat angin yang mampu membawa butiran sedimen menutupi
mulut muara perlu dipertimbangkan, di samping efek gelombang terhadap transpor sedimen.

Gambar II.15 Foto Udara Muara Kali Progo Tahun 2001 (www.istiarto.staff.ugm.ac.id)
Gambar II.16 Foto Udara Muara Kali Progo Tahun 2004 (www.istiarto.staff.ugm.ac.id)

Demi mengatasi erosi yang terjadi serta mengantisipasi adanya penutupan muara oleh lidah
pasir, dibangun Jetty yang terbuat dari blok beton dan tumpukan batu ke arah laut. Dengan
adanya Jetty ini, diharapkan dapat menjaga stabilitas alur muara Kali Progo.

REFERENSI

Istiarto. Teknik Sungai Lanjut.(www.istiarto.staff.ugm.ac.id)

Joko Cahyono. Bab 4 Sabo Dam. (www.jcpoweryogyakarta.blogspot.com)

Kementrian Pekerjaan Umum. Pembangunan Bendung Sapon. (www.pustaka.pu.go.id).

Sutikno, Langgeng S, dkk. 2007. Kingdom of Merapi Volcano : Potential of Natural Resources
and Its Carrying.

https://runningcivil.wordpress.com/2015/11/23/kasus-degradasi-agradasi-sungai-dan-
penanganannya/

Anda mungkin juga menyukai