Morfologi Sungai
Morfologi Sungai
2. DEFINISI
a) Pengaturan Saluran
b) Pengaturan Debit
Curah hujan sepanjang tahun selalu berubah – ubah tergantung pada musim, hal
ini mempengaruhi banyaknya air yang mengalir disungai. Maka kondisi ini akan
menyulitkan pengaturan debit bagi keperluan navigasi, irigasi, tenaga air dan lain – lain.
Maka untuk itu sungai – sunagi yang fluktuasi debit sungai besar yaitu perbandingan
debit maksimum dan minimum cukup besar, maka debit sungai perlu diatur. Pengaturan
dilakukan dengan cara membangun bendungan besar, sehingga air ditampung dalam
suatu waduk (reservoir) tahunan sedangkan debit sungai melalui outlet structure
(bangunan pengeluaran) dapat diatur sepanjang tahun. Maka perlu dipasang peralatan
debit hydrograph pada sungai disebelah hilir (downstream) waduk.
4. METODE PENDEKATAN
Toeri teknik sungai dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
a. Tenik sungai secara umum (General river engineering) yang mengaplikasikan
berbagai macam tipe pekerjaan di sungai yaitu:
Pengaturan saluran
Konstruksi pelindung tebing (revetment protection)
Konstruksi pelindung dasar sungai (bottom revetment)
Konstruksi tanggul (dike construction) untuk melindungi terhadap luapan banjir
Pengeruk dasar sungai (dredging works)
Konstruksi pengalihan aliran sungai (river diversion works)
Pengaturan muka air sungai (river water level regulation)
Pengendalian aliran sedimentasi (sediment control)
b. Teknik sungai secara spesifik (spesifik river engineering). Teknik sungai secara
spesifik adalah ilmu yang mempelajari pemanfaatan air sungai untuk berbagai macam
tujuan antara lain untuk tujuan pengendalian banjir, irigasi, tenaga air, drainase, water
supply navigasi dan sebagainya.
BAB II
KARAKTERISTIK SUNGAI
1. Saluran (The Channel)
Karakter sungai berbeda-beda, tergantung pada factor geologi, morfologi, vegatasi,
iklim, curah hujan dan sebagainya.Volume rata-rata air yang diangkut bervariasi setiap
sungai, nilainya daripada Qmaks/Qmin.Ini menunjukan kondisi rata-rata sungai-sungai yang
memiliki tingkat variasi musiman memiliki perbedaan yang menyolok.
2. Faktor Sedimentasi
Faktor sedimentasi dipertungkan atas dasar sejumlah sedimen yang diangkut dan
terhadap rasio sejumlah sedimen yang mengalir melalui penampang sungai per satuan
waktu dan didasarkan atas luas DAS. Untuk menyederhanakan perhitungan dapat
dianalisa dari 9 variabel berdasarkan geomorfologi sungai, yaitu arah utama pengaliran
(X), waktu (t), debit air (Q), sedimen transpor (S), Lebar saluran sungai (B), kedalaman
saluran sungai (h), gradient sungai (i), diameter sedimen (D), koefisien dasar sungai (C).
Fungsi sungai pada dasarnya adalah sebagai pengaliran sejumlah air dan sejumlah
sedimentasi.Perubahan kondisi sungai tergantung dari konteks dasar equilibrium. Untuk
mengendalikan sebagian dari pengaruh sedimen dpat dibangun bendung pada palung
sungai .intinya aspek sungai yang paling menarik adalah sejumlah air yang dialirkan dan
sejumlah sedimen yang diangkut.
3. Karakteristik (Perilaku) Sungai
Alur sungai terbentuk secara alamiah.Air mengalir dari atas ke bawah dan berkumpul
menjadi saluran di lembah dan dialirkan ke danau atau ke laut karna itu disebut juga
saluran drainage. Pengaliran air baik yang di permukaan tanah maupun di dasar sungai
akan menggerus tanah dasarnya secara terus-menerus sepanjang masa. Volume
sedimen yang terbawa oleh pengaliran sebagai hasil erosi maupun reruntuhan tebing-
tebing sungai dimulai dari sumber mata air di daerah pegunungan dan terangkut ke hilir
kemudian terkumpul ke sungai yang seterusnya terangkut ke laut.Di daerah pegunungan
kemiringan sangat tajam sehingga pengaliran menjadi deras dan kecepatan tinggi.
Kecepatan pengaliran semakin ke hilir semaki melambat dan akan mencapai nol (V = 0)
apabila mencapai muara di danau atau di laut. Endapan-Endapan sedimen tersebut
diangkut, endapan sedimen yang berat jenisnya tinggi diendapakan terlebih dahulu
berangsur-angsur yang berat jenisnya lebih ringan diendapkan kemudian. Kejadian
tersebut dipengaruhi oleh poses erosi dan sedimentasi.
Struktur Makro
Struktur makro dari tanah dapat dibedakan oleh :
a. Susunan sederhana, berhubungan (coherent) atau tidak berhubungan (non coherent),
dimana bidang-bidang belahannya (cleaved plane) tidak tersusun.
F. Warna Tanah
Secara alamiah warna tanah berasal dari material nenek moyangnya yang bersenyawa
dan bergabung menjadi susunan tanah.Hal ini tergantung pada factor internal dan
eksternal dari sistem drainage temperature juga karena adanya sisipan mineral-mineral
logam dan sebagainya.Pada umumnya warna tanah di permukaan diselimuti oleh partikel
mineral. Pada tanah yang langsung terkena udara umumnya berwarna coklat tua.
Apabila terhidrasi oleh Fe warna tanah kekuning-kuningan atau kemerah-
merahan.Apabila tereduksi oleh ferric iron warna tanah adalah kelabu. Pada letak
horizontal umumnya warna seragam dan kadang-kadang berbintik-bintik warna merah,
kuning atau warna lainnya tergantung proses oksidasi dan periode reduksiakibat kondisi
fluktuasi air yang menggenanginya. Factor diagnose yang penting mengenai warna ialah
adanya genangan air sementara karena pengaruh akar tumbuh-tumbuhan dan pengaruh
aerasi.
G. Kelembaban Tanah
1. Air yang dapat dipindahkan dari tanah
Sejumlah air yang dapat dipindahkan dapat melalui gravitasi atau oleh tenaga kapilaritas
atau oleh kedua-duanya.Struktur tanah berarti kondisi susunan butir tanah yang
menghasilkan suatu bentuk ikatn tertentu secara alamiah. Tanah yang berbutir kasar
didapatkan ruang pori yang tidak terputus atau kontinyu yang menyababkan mudah
meloloskan air. Tanah yang berbutir halus, air di dalam pori tidak dapat dengan segera
meloloskan air apabila tanah di atas tidak mendapatkan beban. Keluarnya air dari pori-
pori tanah menyababkan butir-butir semakin merapat karena terjadi penurunan tanah.
2. Air yang dapat ditahan oleh tanah
Suatu lapisan dikatakan lolos air apabila karena gravitasi air dapat dipindahakan atau
tanah tersebut mempunyai sifat mengalirkan air cukup baik.
Suatu lapisan tanah disebut semi pervious apabila sifat-sifat meloloskan air kurang
baik.Aliran air dalam lapisan ini hanya bergerak secara vertical.
Sutu lapisan tanah disebut impervious apabila kemampuan meloloskan air sangat kecil dan
hanya sedikit sekali air yang dapat melaluinya baik secara vertical maupun horizontal.
Lapisan tanh yang kedap air jarang dijumpai di permukaan tanah tetapi banyak didapat
pada lapisan yang lebih dalam akibat proses pemadatan, sedimentasi dan proses
konsolidasi.
Masalah aliran air tanah dari sistem aquifer dikenal :
- Air tanah yang tidak terkurung atau tidak tertekan (Unconfined groundwater)
- Aiar tanah yang agak terkurung (Semi confined groundwater)
- Air tanah yang terkurung (Confined groundwater)
Air tanah yang dapat dipindahkan dapat juga disebut air bebas.
Dalam istilah teknik sipil klasifikasi tanah dibedakan dalam batuan massif (rock), batu
glondongan (boulder atau cobble stone), kerikil (gravel), pasir (sand) dan lempung (clay).
BAB IV
MORFOLOGI SUNGAI
1. PENGERTIAN
Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri, jenis, dan
perilaku sungai dengan segala aspek pembahasannya dalam dimensi ruang dan waktu
menyangkut sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang saling berkaitan.Sifat-sifat
sungai sangat dipengaruhi oleh luas dan bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) seerta
kemiringan sungai.
Data-data mengenai morfologi sungai merupakan salah satu dari beberapa jenis
data hidraulik yang diperlukan untuk mendesain bangunan teknik sipil di sungai.
Berbagai macam pekerjaan sipil di bidang persungaian:
Perbaikan dan pengaturan sungai
Pemanfaatan air sungai untuk berbagai tujuan
Pengembangan wilayah sungai
Perbaikan dan pelestarian lingkungan sungai
Navigasi
Teknik sungai memberikan gambaran mengenai berbagai macam sifat sungai dan
berdasarkan pengetahuan ini, maka peranan perencanaan bangunan dan pekerjaan sipil
menjadi sangat penting dengan tujuan pemanfaatan air sungai maupun sungainya
sendiri. Karena karakter sungai berbeda-beda dan cenderung memiliki sifat khusus, maka
desain dan metode pelaksanaan pekerjaan mungkin akan berbeda antara sungai yang
satu dengan yang lainnya.
Demikian pula dalam penanganan perbaikan atau pengembangan sungai, metode
yang diterapkan di bagian hulu akan berbeda di bagian hilir, bahkan perbaikan tebing kiri
dan tebing kanan kemungkinan dakan berbeda pula.
Secara umum dapat dikatakan bahwa studi mengenai morfologi sungai adalah untuk
mencoba menguraikan mengenai tipe-tipe raut muka (typical features) daripada sungai-
sungai itu sendiri, yang dipengaruhi oleh 3 dimensi, yaitu:
Pengaruh waktu ke waktu
Pergerakan air yang membawa endapan (sediment) maupun puing-puing (debris atau
ruins)
Pegaruh fenomena alam
Studi geometri sungai akan mencakup pembuatan peta topografi, alur, palung dan
lembah. Potongan-potongan horizontal dan vertikal diperlukan pada lokasi yang
kemungkinan atraktif untuk dikembangkan.
Adapun data-data yang diperlukan:
Panjang sungai
Lebar sungai
Elevasi
Kemiringan
Sudut belokan
Azimuth
Arah arus
Data-data tersebut diperoleh dengan cara pengukuran di lapangan yang dilaksanakan
dengan cara:
Pengukuran teriris
Foto udara
Foto radar
Dari hasil pengukuran tersebut dibuat peta topografi yang digunakan untuk
membuat peta lokasi pengembangan sungai. Biasanya selama melakukan pengukuran
tanah unutk mebuat peta topografi juga diadakan penyelidikan-penyelidikan lainnya
seperti kualitas air, sedimen, koefisien pengaliran dan sebagainya.
b. Hidrograf
Hidrograf merupakan salah satu luaran dari hidrologi di dalam DAS yang sangat
penting sebagai data penunjang kegiatan desain. Data-data tersebut adalah:
Debit puncak (peak discharge)
Jangka waktu untuk mempercepat debit puncak
Kecepatan naik dan turunnya pengaliran
Volume banjir
Volume pengaliran
Tinggi muka air
Pengaliran itu perlu dipertimbangkan terhadap pengaruh geometri sungai, terutama di
daerah-daerah dimana batuannya mudah tererosi, sering terjadi banjir-banjir besar,
daerah-daerah yang gundul dan sebagainya.Pengaliran kecil perlu dipertimbangkan
terhadap ketersediaan air bagi rencana pemanfaatan untuk tujuan-tujuan tertentu seperti
listrik, irigasi, industri, air minum, navigasi serta sistem eksploitasi dan pemeliharaannya.
c. Hidrolika
Dibedakan atas:
1) Hidrolika Sungai
Air sungai dapat menujukkan gejala diam dan mengalir.Air yang mengalir dapat menjadi
sifat-sifat laminer, turbulen, pusaran, loncatan, mengahantam dan sebagainya.
Air mengalir karena adanya perbedaan tinggi, semakin besar volume air dan semakin
besar perbedaan tingginya, maka tekanan airnya semakin besar.Karena itu pengaliran air
di sungai dapat menyeret partikel dasar sungai, tergantung dari jenis tanah dan
batuannya.Pengaliran itu berupa tenaga angkut dan tenaga angkat sedimen.Angkutan
sedimen itu dapat berupa muatan dasar dan muatan layang.Faktor sedimen meliputi jenis
material, diameter butiran dan volume persatuan waktu. Akibat angkutan sedimen yang
ikut mengalir berarti gaya seret menjadi lebih besar apabila kemiringan sungai besar,
lazim disebut degradasi.
Namun apabila pengalirannya lambat maka butiran yang berat0berat diendapkan terlebih
dahulu.Pengendapadan sedimen lazim disebut agradasi.Degradasi berarti penurunan
dasar alur sungai atau dasar palung sungai.Parameternya adalah panjang, lebar, dan
dalam.Agradasi berarti kenaikan dasar alur sungai atau dasar palung
sungai.Parameternya adalah panjang lebar dan tinggi (tebal).
Mengingat bahwa arah pengaliran itu tergantung pada kondisi alam, maka arah itu
menjadi sembarangan, sehingga mengakibatkan berbagai macam tenaga yaitu:
Pengerusan lokal pengaliran terhadap struktur dasar sungai
Penggerowongan tebing sungai akibat aliran helikoidal, aliran spiral atau pusaran air.
Akibatnya tebing sungai dapat longsor.
Angkutan material lain berupa biotis, abiotis dan bahan-bahan kimia.
Penghanyutan material oleh rembesan-rembesan pada tebing sungai.
Karakter sungai dapat membentuk sungai menjadi meander atau berjalin. Sungai meander
adalah bentuk sungai yang sinusoidal (berliku-liku) didataran dan memanjang.
Sungai berjalin (braided river) adalah bentuk kombinasi sungai di dataran yang banyak
jumlahnya.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi morfologi sungai adalah:
Tempat dan tipe semua bangunan teknik sipil
Pengaruh lingkungan seperti pembabatan atau pembakaran hutan, penambangan.
Pengaruh kelautan yaitu, air mengandung garam (saline water), sedimentasi dan erosi
karena pengaruh gelombang dan angin laut, arus laut dan pasang surut.
Pengaruh gempa bumi, letusan gunung berapi, angin topan.
2) Hidrolika Bangunan
Struktur bangunan air harus diperhitungkan terhadap penentuan bentuk hidroliknya dan
dalam hal ini harus diperhitungkan pula perubahan morfologi sungan dan sifat
hidroliknya.
Sifat hidraulik bangunan mengacu kepada rumus-rumus yang menyatakan antara
fenomena dan parameter aliran. Apabila terdapat beberapa rumus gunakan rumus-rumus
tersebut dan pilihlah mana yang paling aman.
Rumus-rumus hidrolika bangunan didapatkan secara teoritis juga secara empiris. Rumus-
rumus tersebut mengenai banjirkoefisien run-off, perkolasi, lengkung hidrograf,
gelombang, kavitasi, kapasitas spillway, peredaman energi, penggerusan, tekanan
hidrostatis, tekanan sedimentasi, gaya angkat (uplift) dan sebagainya.
Bentuk bangunan kecuali dikaji dengan rumus desain hidrolik, tapi juga harus dikaitkan
dengan morfologi sungai. Oleh karena itu dimensi bangunan maupun bentuk hidrolik
bangunan harus diuji melalui penyelidikan di laboratorium juga penyelidikan di lapangan.
d. Angkutan sedimen
Diuraikan dalam bab IX
e. Geoteknik
Diberikan pada mata kuliah tersendiri
f. Lingkungan dan sebagainya
Diberikan pada mata kuliah tersendiri
KESIMPULAN
Kesimpulan daripada butir 1, 2, dan 3 adalah pengaruh morfologi sungai dengan segala
perubahannya akibat kegiatan pembangunan dan produknya harus dipertimbangkan
dalam desain bangunan pada tingkat keamanan dan resiko.
http://sudarman28.blogspot.co.id/2011/09/rekayasa-sungai.html
Kasus Degradasi-Agradasi Sungai dan Penanganannya
Transportasi sedimen merupakan fenomena yang terjadi secara alamiah pada aliran sungai.
Faktor morfologi sungai seperti tikungan, perubahan tampang aliran menjadi penyebab
perubahan angkutan sedimen di alur sungai. Tak hanya itu, perubahan suplai sedimen di hulu
baik yang terjadi dari proses alam maupun akibat campur tangan manusia juga turut berperan
dalam proses perubahan pola angkutan sedimen yang terjadi yang berdampak pada dinamika
konfigurasi dasar sungai. Fenomena ini menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam
manajemen sumber daya air karena tak jarang memberikan dampak negatif pada bangunan air
maupun ekosistem yang ada di sekitar aliran sungai.
Tulisan ini merupakan rangkuman dari kegiatan kuliah lapangan mahasiswa S2 Keairan Jurusan
Teknik Sipil dan Lingkungan UGM pada tanggal 16 Juni 2014 dengan arahan beberapa Dosen
pengampu mata kuliah Teknik Sungai Lanjut. Kuliah lapangan ini menyoroti masalah fenomena
perubahan dasar sungai akibat perubahan angkutan sedimen yang terjadi di wilayah DIY serta.
Pada kuliah lapangan ini, para mahasiswa diajak untuk mengamati fenomena yang diakibatkan
oleh perubahan angkutan sedimen seperti gerusan pada pilar jembatan, perubahan alur muara
sungai, degradasi pada saluran pengambilan air irigasi, dan beberapa kasus lainnya. Kegiatan
ini menjadi sebuah kesempatan bagi mahasiswa untuk memahami permasalahan-permasalahan
yang banyak terjadi di aliran sungai serta penanganan sedimen yang tepat dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Gunung Merapi yang terletak di 30 km sebelah utara Yogyakarta merupakan salah satu gunung
berapi teraktif di Indonesia. Sepanjang sejarah, Gunung Merapi telah mengalami beberapa kali
erupsi yang menyebabkan kerusakan ekosistem, kerugian ekonomi hingga korban jiwa di daerah
sekitar dusun Merapi. Tercatat pada tahun 2010, erupsi Merapi yang merupakan letusan terbesar
sejak 1872 menelan 386 korban jiwa (Sutikno dkk, 2007).
Bahaya sekunder dari bencana erupsi merapi adalah terjadinya banjir lahar akibat curah hujan
yang sangat deras yang terjadi di hulu yang membawa jutaan partikel deposit lahar, meluncur
dengan deras. Apabila pergerakan aliran lahar ini tidak diantisipasi dengan benar, dapat
membahayakan kehidupan manusia di sekitarnya dan dapat merusak fasilitas di sekitar Gunung
Merapi. Oleh karena itu, dibangun sistem pengendalian banjir lahar dingin yaitu sabo dam.
Check Dam atau Dam Pengendali Sedimen merupakan salah satu bangunan yang termasuk ke
dalam rangkaian pengendalian lahar sabo dam. Bangunan berbentuk bendung yang melintang
sungai ini berfungsi untuk mengendalikan sedimen, debit dan arah sedimen.
Check Dam Turgo yang terletak di hulu Kali Boyong ini dibangun pada tahun 2007. Kemudian
pada tahun 2010, Gunung Merapi mengalami erupsi yang mengarah ke Kali Boyong. Curah
hujan yang tinggi di awal musim penghujan 2011 menyebabkan terjadinya banjir lahar yang
membawa deposit erupsi di hulu hingga memenuhi check dam ini.
Gambar II.1 Check Dam BOD 7 Turgo
Prinsip desain check dam adalah mengurangi kecepatan aliran dan energi kinetik aliran lahar.
Oleh karena itu, kemiringan dasar sungai dan kemiringan permukaan endapan sedimen menjadi
parameter penting dalam mendesain bangunan check dam dan juga dalam menentukan perkiraan
volume sedimen yang mampu ditampung.
Volume tampungan check dam dibagi menjadi dua macam yaitu tampungan mati (dead storage),
tampungan total. Terdapat pula istilah tampungan kontrol, yaitu tampungan yang berubah
menurut musim, dimana saat musim kemarau sedimen terendapkan di atas tampungan mati
kemudian saat musim hujan tampungan tersebut terbawa arus banjir.
Check Dam Turgo merupakan check dam dengan tipe terbuka (slit). Tipe ini memungkinkan
aliran banjir dengan kemiringan dinamis (Id) untuk membawa kembali deposit sedimen yang
menumpuk sehingga check dam masih memiliki kemampuan tampungan jika nantinya mendapat
kiriman sedimen kembali dari hulu dengan kemiringan statis perkiraan Is. Ditinjau dari
mekanisme pengendalian aliran lahar, check dam dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe terbuka dan
tertutup. Tipe terbuka dapat berupa slit ataupun kisi-kisi. Contoh tipe check dam dapat dilihat
pada Gambar II.2
Bangunan check dam didesain dengan fondasi tipe floating atau mengapung di atas deposit
sedimen. Hal inilah yang menyebabkan tahanan gesernya kecil meskipun daya dukung yang
dimiliki besar. Agar mampu menahan tegangan geser yang terjadi, check dam dibangun dengan
struktur jepit dimana sayap kanan dan kiri check dam tertanam ke dalam tebing. Tinggi tebing
menjadi dasar penentuan desain tinggi puncak check dam sehingga semakin ke hilir tinggi check
dam semakin rendah. Bagian bangunan check dam dapat dilihat pada Gambar II. 4 dan
Gambar II.5
Check Dam BOD7 juga dilengkapi dengan stasiun AWLR (Automatic Water Level Recorder)
dan kamera untuk memantau ketinggian muka air. Stasiun AWLR ini merupakan satu bagian
dari sistem mitigasi bencana banjir lahar dingin. Stasiun ini diintegrasikan dengan alat Data
Logger untuk menyimpan data serta pengirim sinyal untuk pemantauan secara realtime.
Jembatan Kebon Agung terletak di Sendang Agung, Minggir, Sleman. Jembatan ini
menghubungkan Minggir, Sleman dan Kalibawang, Kulonprogo yang melintasi Kali Progo dan
merupakan jembatan paling vital di antara dua kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada
hilir jembatan terdapat groundsill yang bertujuan menjaga agar elevasi dasar sungai tidak
mengalami penurunan atau degradasi sehingga pilar jembatan yang berada di bagian hulu sungai
tetap dalam keadaan aman. Struktur groundsill berupa tumpukan batu yang diberi selimut beton.
Sayangnya, pada tahun 1997, groundsill tersebut mengalami kerusakan di sisi kanan. Akibatnya,
aliran sungai yang melintasi groundsill cenderung ke sisi yang rusak sehingga dapat memicu
erosi tebing sungai di sisi kanan serta degradasi dasar sungai di bagian hulu groundsill yang
berisiko terhadap turunnya pilar jembatan. Penanganan awal dilakukan dengan meletakkan
tumpukan blok beton berbentuk tetrapod di bagian yang mengalami kerusakan. Akan tetapi,
tetrapod tersebut ternyata tidak mampu menahan debit aliran Kali Progo yang besar saat kondisi
banjir hingga terbawa beberapa meter ke hilir. Kegagalan penanganan dengan blok beton
tersebut makin memperparah kerusakan groundsill.
Gambar II.8 Kondisi Hilir Jembatan Kebon Agung
Degradasi di pilar Jembatan Kebon Agung pada saat itu sudah mencapai ketinggian di bawah
pile cap. Hal tersebut sangat membahayakan 2 pondasi sumuran di bawahnya. Untuk
menghindari kerusakan struktur lainnya, dilakukan pembangunan groundsill baru di hilir
groundsilll yang rusak. Selama pelaksanaan pembuatan groundsill, dilakukan perlindungan
sementara untuk melindungi pilar jembatan yaitu dengan perlindungan rip rap batuan di dalam
bronjong di bawah pile cap. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa ketinggian rip rap tersebut
jangan sampai melebihi pile cap karena justru akan memicu terjadinya gerusan lokal pada pilar.
Bendung Sapon terletak di Dukuh Sapon, Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten
Kulonprogo. Bendung Sapon melayani irigasi tiga Kecamatan, yaitu Panjatan, Galur dan Temon.
Sebelum bendung ini dibangun, irigasi dilakukan melalui free intake dari Kali Progo yang dibuat
pada tahun 1986. Akan tetapi, akibat maraknya penggalian sumber bahan galian C di Kali Progo
yang merupakan endapan material erupsi Merapi, terjadi penurunan dasar sungai di daerah intake
mengalami penurunan pada tahun 1990-an. Turunnya dasar sungai mengakibatkan pada debit-
debit tertentu terutama pada saat musim kering, air tidak mampu masuk ke saluran intake
sehingga tidak mampu melayani irigasi ribuan Ha sawah pada saat itu. Oleh karena itu, agar
tetap mampu beroperasi, dibangun bendung Sapon dengan tipe bendung tetap selebar 153,15 m.
Bendung ini diharapkan mampu mengendalikan dasar Kali Progo di bagian hulu.
(www.pustaka.pu.go.id). Model Bendung dibuat di Pusat Studi Ilmu Teknik (PSIT) UGM pada
tahun 2003 – 2004.
Gambar II.11 merupakan foto sand trap atau kantong lumpur yang bertujuan untuk
mengendapkan sedimen agar tidak masuk ke saluran irigasi. Sebelum adanya Bendung Sapon,
kantong lumpur belum dilengkapi dengan adanya saluran pembilas. Endapan sedimen diambil
dengan cara dikeruk pada periode-periode tertentu. Saat ini, kantong lumpur telah dilengkapi
dengan saluran pembilas yang mampu menggelontorkan sedimen kembali ke alur sungai semula.
Jembatan Srandakan merupakan jembatan jalur lintas selatan yang menghubungkan kabupaten
Bantul dengan kabupaten Kulon Progo. Jembatan yang melintasi Kali Progo ini dibangun pada
tahun 1925 dengan panjang 531 m yang pada saat itu merupakan jembatan terpanjang di Pulau
Jawa. Pada mulanya, jembatan Srandakan berfungsi sebagai jembatan lori angkutan tebu
kemudian berkembang untuk angkutan umum pada tahun 1950. Alih fungsi jembatan diikuti
dengan perubahan struktur yang ada dimana struktur bangunan atasnya diganti gelagar baja
dengan lantai kayu, sedangkan struktur bawahnya berupa pilar ganda dengan pondasi tiang
pancang 8 buah, terdiri dari 59 bentang dengan jarak antar pilar 8 m. Seiring perkembangan
zaman, lantai kayu berubah menjadi lantai beton.
Pada tahun 1990-an, mulai terjadi penurunan dasar pilar jembatan akibat gerusan lokal, bahkan
hingga ketinggian air berada di bawah pile cap (tiang pancang terlihat). Karena upaya
penanganan dengan groundsill dirasa terlalu mahal, dilakukan upaya perlindungan pilar jembatan
dengan memberikan selimut bronjong di sekeliling pile cap pada tahun 1997. Akan tetapi, upaya
tersebut ternyata tidak mampu menyelesaikan masalah yang terjadi, bahkan justru memperparah
kedalaman gerusan. Hal ini dikarenakan oleh selimut bronjong yang terlampau lebar sehingga
alur semakin sempit, akibatnya kecepatan di sekitar pilar membesar dan gerusan pun semakin
dalam. Kondisi ini diperparah dengan rusaknya bronjong saat banjir sehingga memicu turunnya
pilar jembatan ke-25 dan ke-26 pada tahun 2000.
Upaya selanjutnya yang dilakukan pasca penurunan dua buah pilar jembatan adalah dengan
membangun groundsill sekitar 500 m di hilir jembatan untuk mengembalikan ketinggian dasar
sungai hingga sejajar pile cap pada tahun 2002-2003. Penurunan dasar sungai yang terjadi saat
itu sudah mencapai 2,7 m sehingga groundsill yang dibangun menjadi sangat tinggi dimana
mercu groundsill didesain sama dengan tinggi pile cap. Selain itu, dibangun pula lantai hilir dari
blok beton tetrapod dan bronjong.
Pada tahun 2005-2007, dimulai proyek pembuatan jembatan Srandakan. Mulanya, kontrak
pembangunan jembatan baru akan diikuti dengan pembongkaran jembatan lama karena
dikhawatirkan gerusan pada pilar jembatan lama terus terjadi hingga menyebabkan gerusan
lokal di jembatan baru. Kekehawatiran lain yaitu jika terjadi banjir dan pilar jembatan collapse,
dapat membahayakan jembatan baru yang ada di sebelah hilirnya. Akan tetapi, karena biaya
pembongkaran yang diperkirakan sangat besar, dilakukan analisis terhadap struktur jembatan
lama dengan bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, sebagai dasar pertimbangan perlu
tidaknya dilakukan pembongkaran.
Setelah dilakukan analisis ulang, dibuktikan bahwa dengan perkiraan beban arus lalu lintas yang
ada, kapasitas struktur atas dan fondasi masih cukup kuat untuk menahan beban tersebut. Upaya
penanganan gerusan lokal yang sebelumnya telah dilakukan juga diperkirakan telah mampu
mengatasi ancaman gerusan lokal di Jembatan Srandakan Baru. Oleh karena itu, diambil
keputusan bahwa pembongkaran Jembatan Srandakan Lama tidak jadi dilakukan.
Muara atau estuari merupakan tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut dari laut.
Adanya pertemuan dua arus ini menyebabkan kondisi muara sangat dinamis. Permasalahan yang
sering dijumpai akibat pengaruh kondisi muara yang dinamis adalah terjadinya pengendapan di
muara sungai sehingga tampang aliran berkurang yang dapat mengganggu pembuangan debit
sungai ke laut.
Permasalahan sedimentasi juga terjadi di Muara Kali Progo. Pada saat musim kering dimana
debit dari sungai kecil, arus dari sungai tidak mampu menahan suplai sedimen yang berasal dari
laut. Akibatnya, timbul gundukan pasir di muara. Pengurangan tampang sungai menyebabkan
kapasitas tampungan sungai berkurang sehingga pada awal musim penghujan aliran sungai
meluap. Dari Gambar II.16 terlihat bahwa sedimentasi tidak hanya berdampak pada muara Kali
Progo tetapi juga Kali Galur yang bermuara di Kali Progo. Untuk mengantisipasi hal ini,
dibangun tanggul sungai.
Gundukan pasir atau biasa disebut lidah pasir (sand spit) dibawa oleh gelombang air laut yang
dominan ke arah barat sehingga lama-kelamaan terjadi perubahan alur pada mulut muara sungai
ke arah barat. Pantai di sisi timur mengalami pertambahan panjang akibat tumpukan sedimen
sedangkan pantai di sisi barat semakin tererosi. Berikut ini adalah gambar perubahan mulut
muara Kali Progo. Apabila melihat kondisi di lapangan dimana pengaruh angin cukup
signnifikan, pengaruh dari gaya angkat angin yang mampu membawa butiran sedimen menutupi
mulut muara perlu dipertimbangkan, di samping efek gelombang terhadap transpor sedimen.
Gambar II.15 Foto Udara Muara Kali Progo Tahun 2001 (www.istiarto.staff.ugm.ac.id)
Gambar II.16 Foto Udara Muara Kali Progo Tahun 2004 (www.istiarto.staff.ugm.ac.id)
Demi mengatasi erosi yang terjadi serta mengantisipasi adanya penutupan muara oleh lidah
pasir, dibangun Jetty yang terbuat dari blok beton dan tumpukan batu ke arah laut. Dengan
adanya Jetty ini, diharapkan dapat menjaga stabilitas alur muara Kali Progo.
REFERENSI
Sutikno, Langgeng S, dkk. 2007. Kingdom of Merapi Volcano : Potential of Natural Resources
and Its Carrying.
https://runningcivil.wordpress.com/2015/11/23/kasus-degradasi-agradasi-sungai-dan-
penanganannya/