Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GBS (Guillain Barre Syndrome)

ASKEP PADA PASIEN GBS

A. PENGERTIAN

GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan
yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh
adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom.

Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy
(AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP)
adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai
radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini
merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf.

B. ETIOLOGI

Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada ekstremitas
yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat
data bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun. Penyebab yang pasti sampai
saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang paling
sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus.
Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter jejuni. Lebih dari 60% kasus
mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai beberapa minggu sebelum onset, antara lain :

- Peradangan saluran napas bagian atas

- Vaksinasi

- Diare

- Kelelahan

- Peradangan masa nifas

- Tindakan bedah

- Demam yang tidak terlalu tinggi


C. TANDA DAN GEJALA

• Sulit dideteksi pada awal kejadian

– Gejala berupa flu, demam, headache, pegal dan 10 hari kemudian muncul gejala lemah.

– Selang 1-4 minggu, sering muncul gejala berupa :

• Paraestasia (rasa baal, kesemutan)

• Otot-otot lemas (pada tungkai, tubuh dan wajah)

• Saraf-saraf cranialis sering terjadi patologi, shg ganguan gerak bola mata, mimik wajah, bicara, dll

• Gangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)

• Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis)

– Gangguan frekuensi jantung

– Ganggua irama jantung

– Gangguan tekanan darah

• Gangguan proprioseptive dan persepsi thd tubuh

• Diikuti rasa nyeri pada bagian punggung dan daerah lainnya.

D. PATOFISIOLOGI

Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang.
Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan
menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini
menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai
menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri.
Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori
yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun
bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya
sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit
dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan
memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi
dari myelin.
Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi sebagai pembawa
sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip
dengan kabel listrik yang terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel
saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan.
Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.

Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal
sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal
saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi
sinyal akan semakin lambat.

Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau
partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan
mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada
saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang
seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan
berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh.
Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf
motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu;
sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan,
kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.10 Untungnya, fase ini bersifat
sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien
akan kembali pulih.

Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis, merupakan
bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer
mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit.
Tergantung fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom
(involunter).

Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara pada saraf
perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut.
Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer. GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari
kerusakan yang terjadi. Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi
sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun
kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi primer.

Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung myelin berbentuk
bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis. Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri
akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang
berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut,
sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini
terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi
akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.

Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita diduga akibat
kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal
merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.

http://www.bio.davidson.edu/courses/Immunology/Students/spring2006/Blumer/autoimmunjejuni.gif

E. Komplikasi

1. Polinneuropatia terutama oleh karena defisiensi atau metabolic

2. Tetraparese oleh karena penyebab lain

3. Hipokalemia

4. Miastenia Gravis

5. adhoc commite of GBS

6. Tick Paralysis

7. Kelumpuhan otot pernafasan

8. Dekubitus

F. Penatalaksanaan

Tujuan utama dapat merawat pasien dengan SGB adalah untuuk memberikan pemeliharaan fungsi
sistem tubuh. Dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang mengancam jiwa, mencegah infeksi dan
komplikasi imobilitas, dan memberikan dukungan psikologis untuk pasien dan keluarga.

1. Dukungan pernafasan dan kardiovaskuler

Jika vaskulatur pernafasan terkena, maka mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik. Mungkin perlu
dilakukan trakeostomi jika pasien tidak dapat disapih dari ventilator dalam beberapa minggu. Gagal
pernafasan harus diantisipasi sampai kemajuan gangguan merata, karena tidak jelas sejauh apa paralisis
akan terjadi. Jika sistem saraf otonom yang terkena, maka akan terjadi perubahan drastis dalam tekanan
darah (hipotensi dan hipertensi) serta frekuensi jantung akan terjadi dan pasien harus dipantau dengan
ketat. Pemantauan jantung akan memungkinkan disritmia teridentifikasi dan diobati dengan depat.
Gangguan sistem saraf otonom dapat dipicu oleh Valsava maneuver, batuk, suksioning, dan perubahan
posisi, sehingga aktivitas-aktivitas ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

2. Plasmaferesis
Plasmaferesis dapat digunakan baik untuk SGB maupun miastenia gravis untuk menyingkirkan antibodi
yang membahayakan dari plasma. Plasma pasien dipisahkan secara selektif dari darah lengkap, dan
bahan-bahan abnormal dibersihkan atau plasma diganti dengan yang normal atau dengan pengganti
koloidal. Banyak pusat pelayanan kesehatan mulai melakukan penggantian plasma ini jika didapati
keadaan pasien memburuk dan akan kemungkinan tidak akan dapat pulang kerumah dalam 2 minggu.

3. Penatalaksanaan nyeri

Penatalaksanaan nyeri dapat menjadi bagian dari perhatian pad pasien dengan SGB. Nyeri otot hebat
biasanya menghilang sejalan dengan pulihnya kekuatan otot. Unit stimulasi listrik transkutan dapat
berguna pada beberapa orang. Setelah itu nyeri merupakan hiperestetik. Beberapa obat dapat
memberikan penyembuhan sementara. Nyeri biasanya memburuk antara pukul 10 malam dan 4 pagi,
mencegah tidur, dan narkotik dapat saja digunakan secara bebas pada malam hari jika pasien tidak
mengkompensasi secara marginal karena narkotik dapat meningkatkan gagal pernafasan. Dalam kasus
ini, pasien biasanya diintubasi dan kemudian diberikan narkotik.

4. Nutrisi

Nutrisi yang adekuat harus dipertahankan. Jika pasien tidak mampu untuk makan per oral, dapat
dipasang selang peroral. Selang makan, bagaimana pun, dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit, jadi dibutuhkan pemantauan dengan cermat oleh dokter dan perawat.

5. Gangguan tidur

Gangguan tidur dapat menjadi masalah berat untuk pasien dengan gangguan ini,terutama karena nyeri
tampak meningkat pada malam hari. Tindakan yang memberikan kenyamanan, analgesic dan kontrol
lingkungan yang cermat (mis, mematikan lampu, memberikan suasana ruangan yang tenang) dapat
membantu untuk meningkatkan tidur dan istirahat. Juga harus selalu diingat bahwa pasien yang
mengalami paralise dan mungkin pada ventilasi mekanik dapat sangat ketakutan sendiri pada malam
hari, karena ketakutan tidak mampu mendapat bantuan jika ia mendapat masalah. Harus disediakan cara
atau lampu pemanggil sehingga pasien mengetahui bahwa ia dapat meminta bantuan. Membuat jadwal
rutin pemeriksaan pasien juga dapat membantu mengatasi ketakutan.

5. Dukungan emosional

Ketakutan, keputusasaan, dan ketidakberdayaan semua dapat terlihat pada pasien dan keluarga
sepanjang perjalanan terjadinya gangguan. Penjelasan yang teratur tentang intervensi dan kemajuan
dapat sangat berguna. Pasien harus diperbolehkan untuk membuat keputusan sebanyak mungkin
sepanjang perjalanan pemulihan. Kadang pasien seperti sangat sulit untuk dirawat karena mereka
membutuhkan banyak waktu perawat. Mereka dapat menggunakan bel pemanggil secara berlebihan jika
merasa tidak aman. Perawat harus mempertimbangkan untuk membiarkan keluarga menghabiskan
sebagian waktu lebih banyak bersama pasien. Dengan menyediakan perawat primer dapat memberikan
pasien dan keluarga rasa aman, mengetahui bahwa ada seseorang yang dapat menjadi sumber informasi
dengan konsisten. Pertemuan tim dengan pasien dan keluarga harus dilakukan secara.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

v Identitas klien : meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status

v Keluhan utama : kelumpuhan dan kelemahan

v Riwayat keperawatan : sejak kapan, semakin memburuknya kondisi / kelumpuhan, upaya yang
dilakukan selama menderita penyakit.

2. Pemeriksaan Fisik

v B1 (Breathing)

Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas vital / paru, reflek batuk
turun, resiko akumulasi secret.

v B2 (Bleeding)

Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan.

v B3 (Brain)

Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan,


ganggua keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.

v B4 (Bladder)

Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.

v B5 ( Bowel)

Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus turun, konstipasi sampai
hilangnya sensasi anal.

v B6 (Bone)

Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera / injuri fraktur tulang, hemiplegi, paraplegi.

Pemeriksaan FT

• Anamnesis

– Keluhan utama pasien


• Rasa lemas seluruh badan dan disertai adanya rasa nyeri

• Paraestasia jari kaki s/d tungkai

• Progresive weakness > 1 Ekstremitas

• Hilangnya refleks tendon

– Pendukung

• Weakness berkembang cepat dalam 4 minggu

• Gangguan sensory Ringan

• Wajah nampak lelah meliputi otot-otot bibir terkesan bengkak

• Tachicardi, cardiac arytmia, Tekanan Darah labil

• Tidak ada demam

• Inspeksi

– Tampak kelelahan pada wajah

– Otot-otot bibir terkesan bengkak

– Kemungkinan adanya atropi

– Kemungkinan adanya tropic change

• Palpasi

– Nyeri tekan pada otot

• Auskultasi

– Breathsound terdengar cepat

• Vital Sign

– Blood Preasure

• Labil (selalu berubah-ubah)

– Heart Rate

• Tachicardy

• Cardiac arythmia
– Respiratory Rate

• Hyperventilasi

Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

• Aktif

– Kekuatan otot

• Pasif

– Lingkup Gerak Sendi, endfeel

• Tes Isometrik Melawan Tahanan

– Pada ketiga tes tersebut dominan menunjukkan adanya kelemahan.

– Gangguan sendi dimungkinkan pada kasus yang telah lama

Pemeriksaan Khusus

– Kekuatan Otot

• MMT

– Vital Capacity (Spirometry)

– Sensorik

• Dermatom Test

• Myotom Test

– Mobilitas Thorax

• Mid line lingkar thorax

– Tendon refleks

– Lingkar otot
• Mid line lingkar otot

– ROM

• ROM Test (Goniometer)

– Fungsional

• ADL

• IADL

– Laboratorium

– Lumbar punksi

• Cairan cerebrospinal dijumpai peningkatan protein, berisi 10 atau sedikit mononuclear


leukosit/mm3

– Electro Diagnostik (EMG)

• Kecepatan hantar saraf melemah

Prinsip Penanganan

ü Pemeliharaan sistem pernapasan

ü Mencegah kontraktur

ü Pemeliharaan ROM

ü Pemeliharaan otot-otot besar yng denervated

ü Re-edukasi otot

ü Dilakukan sedini mungkin

• Deep breathing Exercise

• Mobilisasi ROM

• Monitor Kekuatan Otot hingga latihan ktif dapat dimulai

• Change position untuk mencegah terjadinya decubitus

ü Gerak pasif general ekstermitas sebatas toleransi nyeri untuk mencegah kontraktur

ü Gentle massage untuk memperlancar sirkulasi darah

ü Edukasi terhadap keluarga


Diagnosa keperawatan

1. Resiko terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas

2. Resiko tejadi ggn pertukaran gas

3. Ketidakefektifan pola nafas

4. Ggn komunikasi verbal

5. Resiko tinggi terjadi infeksi

6. Resiko terjadi trauma

7. Resiko terjadi disuse syndrome

8. Kecemasan pada orang tua

4. Rencana keperawatan

Dx : Resiko terjadi bersihan saluran nafas tidak efektif b.d penurunan reflek menelan dan peningkatan
produksi saliva

Tujuan : Setelah dirawat sekret bersih, saliva bersih, stridor (-), sumbatan tidak terjadi

Tindakan:

- Lakukan perawatan EET setiap 2 jam

- Lakukan auskultasi sebelum dan setelah tindakan fisiotherapi dan suction

- Lakukan fisiotherapi nafas dan suction setiap 3 jam jika terdengar stridor atau SpO2 < 95 %

- Monitor status hidrasi

- Monitor vital sign sebelum dan setelah tindakan

- Kolaborasi pemberian bisolvon 3 X 1 tab

Dx : Resiko terjadi ggn pertukaran gas b.d dengan adanya ggn fungsi paru sebagai efek adanya atelektasis
paru
Tujuan : Setelah dirawat

- BGA dalam batas normal

- Wh -/-, Rh -/-, suara paru +/+

- Cyanosis (-), SpO2 > 95 %

Tindakan:

- Lakukan pemeriksaan BGA setiap 24 jam

- Monitor SpO2 setiap jam

- Monitor respirasi dan cyanosis

- Kolaborasi :

• Seting ventilator SIMV PS 15, PEEP +2, FiO2 40 %, I : E 1:2

• Analisa hasil BGA

Dx. : Resiko tinggi terjadi infeksi b.d pemakaian alat perawatan seperti kateter dan infus

Tujuan : setelah dirawat diharapkan

- Tanda-tanda infeksi (-)

• leiko 3-5 X 10 4, Pada px urine ery (-), sylinder (-),

• Suhu tubuh 36,5-37 oC

• Tanda-tanda radang pada lokasi insersi alat perawatan (-)

Tindakan :

- Rawat ETT setiap hari

-Lakukan prinsip steril pada saat suction

- Rawat tempat insersi infus dan kateter setiap hari

- Ganti kateter setiap 72 jam

- Kolaborasi :
• Pengggantian ETT dengan Tracheostomi

• Penggantian insersi surflo dengan vanocath

• Pemeriksaan leuko

• Pemeriksaan albumin

• Lab UL

• Pemberian profilaksis Amox 3 X 500 mg dan Cloxacilin 3 X 250 mg

Dx : Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBS

Tujuan : Setelah dirawat

-Kontraktur (-)

- Nutrisi terpenuhi

- Bab dan bak terbantu

- Personal hygiene baik

Tindakan:

- Bantu Bab dab Bak

- Monitor intake dan output cairan dan lakukan balance setia 24 jam

- Mandikan klien setiap hari

- Lakukan mirimg kanan dan kiri setiap 2 jam

- Berikan latihan pasif 2 kali sehari

- Kaji tanda-tanda pnemoni orthostatik

- Monitor status neurologi setiap 8 jam

- Kolaborasi:

• Alinamin F 3 X 1 ampul

• Sonde pediasuer 6 X 50 cc

• Latihan fisik fasif oleh fisiotherapis


Dx. Kecemasan pada orang tua b.d ancaman kematian pada anak serta perawatan yang lama

Tujuan :

- Setelah dirawat klien dapat menerima keadaan dan kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan

Tindakan :

- He tentang penyakit GBS, perjalanan penyakit dan penanganannya.

- He tentang perawatan dan pemasangan alat perawatan alternatif sehubungan dengan proses
perawatan yang lama seperti pemasangan tracheostomi dan vanocath

- Meminta agar keluarga mengisi informed konsen dari tindakan yang akan dilakukan oleh petugas

Anda mungkin juga menyukai