Anda di halaman 1dari 7

Dwi Eka Meylita Bangun

240310150018

BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum ekstraksi bahan aktif kali ini, membahas tentang ekstraksi rimpang
jahe dengan beberapa metode ekstraksi, dan pengujian senyawa antimikroba secara
difusi sumuran terhadap hasil ekstraksi tersebut. Berikut merupakan penjelasan dari
kedua praktikum yang telah dilaksanakan.
5.1 Ekstraksi dengan Maserasi dan Sokhletasi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat
bahan dan senyawa yang akan diisolasi. Pada praktikum ini, digunakan dua metode
ekstraksi yaitu maserasi dan sokhletasi. Sebelum dilakukan proses ekstraksi, dilakukan
tahap preparasi sampel, yaitu pengeringan yang dilakukan menggunakan oven pada
suhu 50°C, selama 2 jam. Pengeringan ini dilakukan untuk mengurangi kadar air di
dalam sampel rimpang jahe. Kemudian, sampel rimpang jahe yang sudah kering
diblender dan diayak sehingga didapatkan serbuk jahe. Pengecilan ukuran dan
pengayakan bertujuan untuk memperbesar luas permukaan serbuk jahe, serbuk jahe
memiliki luas permukaan yang besar sehingga pelarut lebih mudah untuk melarutkan
komponen jahe. Setelah tahapan preparasi dilakukan, proses ekstraksi dapat dilakukan.
Percobaan pertama dilakukan dengan metode maserasi. Serbuk jahe yang telah
dihasilkan, dimasukkan ke dalam gelas piala sebanyak 50,0496 gram untuk pelarut
etanol dan 50,0321 gram untuk pelarut heksan. Pelarut etanol dan heksan sebanyak
masing-masing 500 mL dimasukkan juga ke dalam gelas piala. Kemudian dilakukan
proses maserasi atau perendaman selama 3 jam. Semakin lama waktu perendaman,
akan semakin maksimal hasil dari ekstraksi yang dilakukan. Setelah proses maserasi
dilakukan, maka didapatkan ekstrak jahe dari kedua pelarut. Ekstrak jahe dari kedua
pelarut disaring dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan komponen
fluida dari padatan. Kemudian dilakukan evaporasi untuk memekatkan kedua ekstrak
jahe yang dihasilkan. Hasil ekstrak jahe pekat dengan pelarut etanol dan heksan
Dwi Eka Meylita Bangun
240310150018

masing-masing adalah 15,031 gram dan 5,009 gram. Penggunaan pelarut yang berbeda
dalam proses ekstraksi sangat berpengaruh terhadap kuantitas ekstrak yang dihasilkan.
Percobaan kedua dilakukan dengan metode sokhletasi. Sokhletasi adalah
ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat
sokhletasi sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Serbuk jahe ditimbang sebanyak 20,0870 gram untuk
pelarut etanol dan 20,0123 gram untuk pelarut heksan.dan ditempatkan di dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas labu
dan di bawah kondensor. Pelarut yang digunakan pada metode ini sama dengan pada
metode maserasi sebelumnya, yaitu etanol dan heksan, masing-masing sebanyak 250
mL. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah
suhu refluks, yaitu 70oC selama 3 jam. Pelarut akan menguap dan didinginkan melalui
kondensor. Kemudian, pelarut akan turun ke tabung sampel. Setelah pelarutnya penuh
pada tabung sampel, maka pelarut bersamaan dengan kandungan kimia yang larut akan
turun ke dalam labu pelarut. Proses tersebut akan berulang kembali. Sehingga
keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, dan sampel
terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak
pelarut dan tidak memakan banyak waktu. Namun kerugiannya adalah senyawa yang
bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus
berada pada titik didih. Setelah proses sokhletasi dilakukan, maka didapatkan ekstrak
jahe dari kedua pelarut. Ekstrak jahe dari kedua pelarut disaring dengan menggunakan
kertas saring untuk memisahkan komponen fluida dari padatan. Kemudian dilakukan
evaporasi untuk memekatkan kedua ekstrak jahe yang dihasilkan. Hasil ekstrak jahe
pekat dengan pelarut etanol dan heksan masing-masing adalah 10,085 gram dan 2,686
gram.
Perhitungan rendemen dilakukan terhadap keempat hasil ekstrak jahe.
Perhitungan rendemen didapatkan dengan rumus sebagai berikut:
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
%𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = × 100
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙
Dwi Eka Meylita Bangun
240310150018

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa rendemen hasil


maserasi dengan pelarut etanol adalah 30,03 %; rendemen hasil maserasi dengan
pelarut heksan adalah 10,01%; rendemen hasil sokhletasi dengan pelarut etanol adalah
50,2%; dan rendemen hasil sokhletasi dengan pelarut heksan adalah 13,42 %.
Rendemen tertinggi dihasilkan dari rendemen hasil sokhletasi dengan pelarut etanol
dan rendemen hasil maserasi dengan pelarut etanol. Hal ini dapat terjadi karena
samanya sifat dari pelarut etanol dan komponen senyawa pada sampel serbuk jahe yang
adalah polar, sehingga sampel akan mudah terlarut terhadap pelarut. Sebaliknya,
pelarut heksan memiliki sifat non-polar, sehingga komponen senyawa pada sampel
serbuk jahe sulit terlarut dengan pelarut maka rendemen hasil yang dihasilkan lebih
rendah. Selain itu, apabila ditinjau dari metode ekstraksi, metode sokhletasi
menunjukan rendemen yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metode maserasi.
Hal ini dapat terjadi karena salah satu keuntungan menggunakan metode sokhletasi
adalah perlakuan ekstraksi dilakukan secara berulang, sehingga sampel dapat diekstrak
secara sempurna.
5.2 Uji Potensi Senyawa Antimikroba secara Difusi Sumuran
Antimikroba atau antibakteri adalah bahan-bahan atau obat-obat yang
digunakan untuk memberantas atau membasmi infeksi mikroba, khususnya yang
merugikan manusia. Pengujian ini bertujuan untuk melihat efektivitas ekstrak jahe
sebagai antibakteri Staphylococcus aureus. Ekstrak jahe yang digunakan pada uji ini
adalah ekstrak didapatkan dari praktikum ekstraksi sebelumnya.
Pengujian aktivitas antimikroba yang berkaitan dengan bakteri, dilakukan
dalam keadaan steril, hal ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kontaminasi oleh bakteri lain. Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan tahap preparasi
senyawa uji dan mikroba uji. Preparasi senyawa uji dilakukan sesuai dengan petunjuk,
kemudian dibuat berbagai variasi konsentrasi senyawa uji. Pada praktikum ini dibuat 4
variasi konsentrasi senyawa uji (konsentrasi 25; 12,5; 6,25, dan 3,125 mg/ml).
Preparasi mikroba uji dilakukan dengan menyiapkan kultur murni bakteri uji dan deret
larutan Mac Farland. Kemudian dilakukan pembuatan larutan standar Mac Farland.
Larutan standar Mac Farland ini digunakan untuk memperkirakan populasi mikroba
Dwi Eka Meylita Bangun
240310150018

pada kultur tesuspensi, melalui perbandingan secara visual. Standar kekeruhan Mc


Farland ini dimaksudkan untuk menggantikan perhitungan bakteri satu per satu dan
untuk memperkirakan kepadatan sel yang akan digunakan pada prosedur pengujian
antimikroba. Setelah pembuatan larutan standar, dibuat 2 tabung sebanyak 10 ml
suspensi bakteri uji menggunakan media BPW (Buffer Peptone Water). Suspensi
bakteri yang telah diencerkan inilah yang diinokulasi pada media padat (NA). Tabung
suspensi dimiringkan lalu ditunggu hingga beku. Media tersebut kemudian
diinokulasikan untuk mengetahui morfologi bakteri Staphylococcus aureus dengan
metode streaking pada medium agar. Inkubasi dilakukan selama ±2 hari dengan suhu
37°C. Suhu tersebut merupakan suhu optimum pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus. Kemudian, kultur yang diinkubasi pada tabung suspensi pertama disetarakan
kekeruhannya dengan larutan standar Mac Farland 0,5 (1,5 × 10 8 CFU/ml - BaCl2 +
H2SO4) dan kultur yang diikunbasi pada tabung suspensi kedua dilarutkan dengan NaCl
0,85% dalam 10 tabung reaksi. Tabung reaksi kemudian diaduk dan hasil pelarutan
setiap tabung kemudian dibandingkan kekeruhannya dengan standar Mac Farland
dengan kasat mata lalu diukur tingkat kekeruhannya menggunakan spektrofotometri.
Metode yang digunakan pada pengujian potensi antimikroba dilakukan secara
difusi sumuran. Metode lubang atau sumuran yaitu membuat lubang pada agar padat
yang telah diinokulasi dengan bakteri. Pada lempeng agar yang telah diinokulasikan
dengan bakteri uji dibuat suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba
uji. Kemudian setiap lubang itu diisi dengan zat uji. Setelah diinkubasi pada suhu dan
waktu yang sesuai dengan mikroba uji, dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau
tidaknya zona hambatan di sekeliling lubang. Prosedur pertama yang dilakukan saat
praktikum adalah mengisi cawan petri dengan media NA sebanyak setengah dari
cawan, kemudian didiamkan hingga beku. Kemudian, suspensi bakteri uji di-swab lalu
di-streak 5 goresan diatas media secara perlahan agar tidak merusak media. Kemudian
pembuatan sumuran dilakukan. Setelah itu, dimasukan kedalam refrigerator untuk
memberi kesempatan senyawa berpenetrasi sebelum dilakukan inkubasi. Dilakukan
juga pengujian antimikroba pada amoxilin (pembanding) yang digunakan sebagai
kontrol positif. Setelah inkubasi dengan suhu 37°C selama 24 jam, dilakukan
Dwi Eka Meylita Bangun
240310150018

pengamatan dan pengukuran zona pengamatan dan pengukuran zona penghambatan


pertumbuhan mikroba (mm).
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai kontrol positif yang didapatkan dari
amoxilin adalah sebesar 1,4 cm dan aquades sebesar 0,6875. Ekstrak jahe dengan
metode maserasi pelarut etanol pada sisi kanan memiliki zona hambat sebesar 0,5 cm
dan sisi kiri memiliki zona hambat sebesar 0,3 cm. Ekstrak jahe dengan metode
sokhletasi pelarut etanol pada sisi kanan memiliki zona hambat sebesar 0,3625 cm dan
sisi kiri memiliki zona hambat sebesar 0,425 cm. Ekstrak jahe dengan metode
sokhletasi pelarut heksan pada sisi kanan memiliki zona hambat 0,6625 cm dan sisi kiri
memiliki zona hambat sebesar 0,925 cm. Dan pada sampel ekstrak jahe dengan metode
maserasi pelarut heksan tidak didapatkan hasil karena terjadinya kesalahan pada saat
praktikum dilakukan. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa seluruh hasil
ekstrak jahe memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus. Ekstrak jahe dengan metode sokhletasi pelarut heksan
memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai kontrol positif yang didapatkan dari
pembanding amoxilin. Hal ini menunjukkan bahwa, senyawa aktif yang berfungsi
sebagai antimikroba, yaitu gingerol dan zingiberene pada jahe, lebih banyak dihasilkan
pada metode sokhletasi dengan pelarut heksan, sehingga daya hambat terhadap bakteri
lebih tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Sebaliknya, di dua sampel ekstrak
lainnya, yaitu ekstrak jahe dengan metode maserasi pelarut etanol dan ekstrak jahe
dengan metode sokhletasi pelarut etanol, memiliki daya hambat yang kurang terhadap
bakteri (bakteri resisten). Semakin luas zona bening maka semakin tinggi daya
hambatnya terhadap bakteri.
Dwi Eka Meylita Bangun
240310150018

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ekstraksi dengan maserasi dan sokhletasi dan uji
potensi senyawa antimikroba secara difusi sumuran, adalah:
1. Ekstrak pekat tumbuhan rimpang jahe dihasilkan dari proses ekstraksi metode
maserasi dan sokhletasi.
2. Rendemen tertinggi dihasilkan dari rendemen hasil sokhletasi dengan pelarut
etanol dan rendemen hasil maserasi dengan pelarut etanol, karena sifat dari
pelarut etanol dan komponen senyawa pada sampel serbuk jahe adalah polar,
sehingga sampel akan mudah terlarut terhadap pelarut.
3. Pelarut heksan memiliki sifat non-polar, sehingga komponen senyawa pada
sampel serbuk jahe sulit terlarut dengan pelarut maka rendemen hasil yang
dihasilkan lebih rendah.
4. Ekstraksi dengan metode sokhletasi menunjukan rendemen yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan metode maserasi karena salah satu keuntungan
menggunakan metode sokhletasi adalah perlakuan ekstraksi dilakukan secara
berulang, sehingga sampel dapat diekstrak secara sempurna.
5. Ekstrak jahe diketahui memiliki potensi antibakteri.
6. Ekstrak jahe dengan metode sokhletasi pelarut heksan memiliki nilai yang
hampir sama dengan nilai kontrol positif, sehingga daya hambat terhadap
bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan metode lainnya.
7. Ekstrak jahe dengan metode maserasi pelarut etanol dan ekstrak jahe dengan
metode sokhletasi pelarut etanol, memiliki daya hambat yang kurang terhadap
bakteri (bakteri resisten).
8. Semakin luas zona bening maka semakin tinggi daya hambatnya terhadap
bakteri.
Dwi Eka Meylita Bangun
240310150018

6.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya adalah sebaiknya seluruh praktikan
melakukan semua rangakaian praktikum sehingga setiap praktikan dapat memahami
prosedur dan tujuan praktikum yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai