Kelompok 1 :
2. Zymomonas mobilis
Zymomonas mobilis berbentuk batang dengan panjang 2-6 µm dan lebarnya sekitar 1-
1.4µm, tidak berspora, ada yang bersifat motil bercemeti polar dengan 1 sampai 4 flagel,
merupakan bakteri Gram-negatif. Masuk kedalam kingdom Bacteria, filum Proteobacteria,
kelas Alphaproteobacteria, ordo Sphingomonadales, famili Sphingomonadaceae, genus
Zymomonas, spesies Z. mobilis (Lindner, 1928). Zymomonas mobilis merupakan
mikroorganisme yang dapat merubah molasses menjadi etanol.
Zymomonas mobilis mampu menghasilkan yield etanol sekuarang-kurangnya 12%
dan diatas 97 % dari nilai teoritisnya. Zymomonas mobilis memilki kelebihan dibandingkan
Saccharomyces cerevisiae, diantaranya konversi yang lebih cepat, toleran terhadap suhu, pH
rendah serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Triphetchul et al, 1992). Namun
terdapat beberapa hambatan terpenting yaitu kisaran substratnya terbatas pada glukosa,
fruktosa dan sukrosa.
3. Pichia stipitis
Pichia stipitis memiliki diameter 3 sampai 5 μm. Pembentukan dari reproduksi
aseksual dapat menyebabkan penyimpangan dari bentuk bola atau ellipsoidal dengan warna
krem. Masuk kedalam kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas Saccharomycetes, ordo
Saccharomycetales, famili Saccharomycetaceae, genus Pichia, spesies P. stipites (Pignal,
1967). Pichia stipitis memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula yaitu pada bagian
xilosa. Pichia stipitis merupakan mikroorganisme penghasil etanol dari bahan baku yang
mengandung xilosa namun Pichia stipitis tidak dapat merubah molasses menjadi etanol.
Pichia stipitis mampu menghasilkan fermentasi aerobik dan oksigen yang terbatas,
dan memiliki kemampuan alami paling tinggi dari yeast manapun untuk memfermentasi
xilosa secara langsung, mengubahnya menjadi etanol, yang berpotensi bernilai ekonomis.
Xilosa adalah gula hemikelulosa yang merupakan bagian karbohidrat kedua yang paling
melimpah di alam. Xilosa dapat diproduksi dari residu kayu atau pertanian melalui hidrolisis
otomatis atau asam. Produksi etanol dari residu lignoselulosa semacam itu tidak bersaing
dengan produksi pangan melalui konsumsi gandum.
5. Clostridium thermocellum
Clostridium thermocellum adalah bakteri yang memiliki bentuk seperti batang untuk
tubuh selnya. Ini tergolong bakteri gram positif yang berarti bahwa tubuh sel hanya
dikelilingi oleh membran lipid bilayer tunggal. Clostridium thermocellum adalah organisme
an-aerob dan thermophilic yang menghasilkan spora. Masuk kedalam kingdom Bacteria,
filum Firmicutes, kelas Clostridia, ordo Clostridiales, famili Clostridiaceae, genus
Clostridium, spesies C. thermocellum. Clostridium thermocellum merupakan mikroorganisme
yang dapat merubah molasses menjadi etanol.
Clostridium thermocellum merupakan bakteri anaerobik termofilik yang memiliki
kemampuan selulolitik dan etanologinya, yang mampu mengubah substrat selulosa secara
langsung menjadi etanol dengan bioprocessing terkonsolidasi. Namun, ada beberapa
kekurangan dalam menerapkan Clostridium thermocellum pada aplikasi praktis karena
memiliki etanol yield yang rendah, hal ini dikarenakan jalur fermentasi bercabang yang
menghasilkan asetat, format, dan laktat bersamaan dengan etanol.
c. Sumber karbon
Organisme yang berfotosintesis dan bakteri yang memperoleh energi dari oksidasi
senyawa organik menggunakan secara khas bentuk karbon yang paling teroksidasi,
CO2, sebagai satu-satunya sumber utama karbon selular. Perubahan CO2, menjadi
unsur pokok sel organik adalah proses reduktif yang memerlukan pemasukan bersih
energy (Sumarsih, 2003).
d. Sumber nitrogen
Nitrogen adalah salah satu unsur yang diperlukan oleh semua jasad hidup untuk
sintesis protein asam nukleat dan senyawa–senayawa lain yang mengandung nitrogen.
Atmosfer bumi mengandung hampir 80% N2 Atmosfer diatas setiap hektar tanah–
tanah subur diperkirakan mengandung lebih dari 30000-ton nitrogen. Selama adanya
pertumbuhan, mikroorganisme membebaskan enzim–enzim proteolitik–proteolitik
yang dapat merombak senyawa–senyawa protein menjadi asam amino. Sejumlah
nitrogen sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan, karena nitrogen tersebut terkandung
di dalam protein dan asam nukleat. Dalam hal memperoleh nitrogen setiap organisme
berbeda-beda, ada yang dengan cara menggunakan gas nitrogen dari udara dan ada
juga yang menggunakan sumber nitrogen anorganik, seperti garam-garam ammonium.
Tapi ada juga yang menggunakan sumber nitrogen organik, seperti glutamik dan
asparagin. (Linda, 2008)
e. Sumber Belerang
Belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang
membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam rantai samping
cisteinil dan merionil protein. Belerang dalam bentuk asalnya tidak dapat digunakan
oleh tumbuhan atau hewan. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005)
f. Sumber phospor
Fosfat (PO43-) dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah
koenzim seperti NAD, NADP dan flavin. Selain itu, banyak metabolit, lipid
(fosfolipid, lipid A), komponen dinding sel (teichoic acid), beberapa polisakarida
kapsul dan beberapa protein adalah bergugus fosfat. Fosfat selalu diasimilasi sebagai
fosfat anorganik bebas (Pi). (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005)
g. Sumber oksigen
Untuk sel, oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga terdapat
dalam CO2 dan dalam bentuk senyawa organik. Selain itu masih banyak organisme
yang tergantung dari oksigen molekul (O2 atau dioksigen). Oksigen yang berasal dari
molekul oksigen hanya akan diinkorporasi ke dalam substansi sel kalau sebagai
sumber karbon digunakan metana atau hidrokarbon aromatik yang berantai panjang.
(Sumarsih, 2003)
Faktor tumbuh sering juga disebut zat tumbuh dan hanya diperlukan dalam jumlah
sangat sedikit.
Berdasarkan struktur dan fungsinya dalam metabolisme, faktor tumbuh
digolongkan menjadi asam amino, sebagai penyusun protein; basa purin dan
pirimidin, sebagai penyusun asam nukleat; dan vitamin sebagai gugus prostetis atau
bagian aktif dari enzim. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005)
2. Karbon dan Sumber Energi untuk Pertumbuhan Bakteri
Proses nutrisi donor hidrogen dan sumber karbon dibagi menjadi dua jenis
metabolisme, yaitu:
a. Mikroorganisme autotrof
Suatu mikroorganisme dikatakan autotrof apabila mikroorganisme tersebut
mampu memperoleh sebagian besar dari jumlah karbon sel dengan cara fiksasi CO2.
Jasad autotrof dapat mensintesis sendiri kebutuhan hidup dari senyawa-senyawa
anorganik dan ini merupakan karakteristik bagi tumbuhan yang mempunyai klorofil.
(Moat, dkk, 2002)
b. Mikroorganisme heterotrof
Suatu mikroorganisme dikatakan heterotrof apabila mikroorganisme tersebut
mampu memperoleh sebagian besar dari jumlah karbon selnya dari senyawa -
senyawa organik. Jasad yang heterotrof tidak mampu mensintesis makanannya sendiri
sehingga hidupnya dapat sebagai saprofit atau parasit. Berdasarkan penggolongan pola
tersebut di atas mikroorganisme sebagian besar termasuk dalam heterotrof dan yang
lainnya termasuk autotrof. Perbedaan kedua golongan tersebut di atas menjadi kabur
setelah diketahui bahwa growth faktor yang khas diperlukan pula oleh jasad - jasad
yang menggunakan bahan-bahan organik sebagai makanan pokoknya jika kebutuhan
faktor penumbuh kita pertimbangkan maka jasad-jasad hidup dapat digolongkan
berdasarkan sumber energi yang digunakan jasad tersebut menjadi jasad yang
fotoautotrof dan kemoautotrof. (Dwidoseputro, 2007)
Jasad fotoautotrof menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi untuk
pertumbuhannya, sedangkan jasad kemototrof memperoleh energi dari hasil oksidasi
reduksi tanpa adanya sinar matahari sebagai contoh dapat dikemukakan disini adalah
proses nitrifikasi pada amoniak atau garamnya yang terjadi di dalam tanah sehingga
terbentuklah senyawa nitrit yang dilakukan oleh bakteri nitrit. (Dwidoseputro, 2007))
Jadi, atas dasar dan energi sumber karbon untuk pertumbuhan empat jenis nutrisi
utama mikroorganisme dapat didefinisikan (Tabel 2.1.).
Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi
dan fisiologi. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu faktor
abiotik, meliputi pengaruh suhu, pH dan pengaruh daya desinfektan, selain itu juga pengaruh
biotik yaitu antibiose.
1. pH
Aktifitas mikroorganisme secara signifikan dipengaruhi oleh pH, pH adalah
parameter untuk mengetahui intensitas tingkat kesamaan/kebasaan dari suatu larutan
yang dinyatakan dengan lonsentrasi ion hydrogen terlarut. Mikroba yang disekitar kita
mempunyai syarat tumbuh yang berbeda beda, agar mereka dapat tumbuh dengan
baik, syarat tumbuh mikroba dapat berupa suhu maupun pH. Untuk pertumbuhan
mikroba biasanya terdapat 3 pH pertumbuhan yaitu pH optimum, pH maksimum, dan
Ph minimum. Dari ketiga ph diatas biasanya pH yang paling cocok untuk
pertumbuhan mikroba adalah ph optimum. pH minimum merupakan pH terendah
dimana mikroba tidak dapat tumbuh , sedangkan pH maksimum merupakan pH
tertinggi dimana mikroba tidak dapat tumbuh.
Mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik pada pH yang tidak terlalu asam
dan tidak terlalu basa. Hanya beberapa jenis bakteri tertentu yang dapat bertahan
dalam suasana asam ataupun basa. Kebanyakan mikroba dapat tumbuh pada kisaran
sebesar pH 3 – 4 Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekisar pH 6 – 7.5,
Berdasarkan daerah ph bagi kehidupannya, mikroba dapat dibedakan menjadi 3
golongan, mikroba asidofil yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada ph antara 2.0-5.0.
Mikroba mesofil yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada ph antara 5.5-8.0. mikroba
alkalifil yakni mikroba yang dapat tumbuh pada Ph antara 8.8-9.5
2. Temperatur
Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara 0°– 30 °C,
dengan suhu optimum 15 °C. Bakteri ini banyak terdapat di dasar lautan, di
daerah kutub dan juga pada bahan makanan yang didinginkan. Pertumbuhan
bakteri psikrofil pada bahan makanan menyebabkan kualitas bahan makanan
tersebut menurun dan atau menjadi busuk. Contoh bakteri psikrofil
adalah Pseudomonas, Flavobacterium, Achromobacter, Alcaligenes.dan
Gallionella
Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15° – 55 °C,
dengan suhu optimum 25° – 40 °C. Umumnya bakteri jenis ini hidup di tanah,
air dan juga di dalam tubuh vertebrata terutama alat pencernaan. Beberapa jenis
bakteri bahkan dapat hidup dengan baik pada suhu sekitar 40°C. Semua jenis
bakteri yang bersifat patogen pada hewan dan manusia merupakan bakteri
mesofil. Contoh bakteri jenis ini adalah Listeria monocytogenes,
Staphylococcus aureusdan Escherichia coli.
Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi antara
40° – 75 °C, dengan suhu optimum 50 - 65 °C. Bakteri ini dijumpai pada
sumber-sumber air panas, kawah gunung berapi, geiser dan sebagainya. Contoh
bakteri termofil adalah Thermus aquaticus, Sulfolobus
acidocaldarius dan Chloroflexus.
Bakteri hipertermofil, yaitu bakteri yang hidup pada kisaran suhu 65 - 114 °C,
dengan suhu optimum 88 °C. Bakteri ini biasanya hidup di sumber air panas.
Contoh bakteri hipertermofil adalah kelompok bakteri yang masuk dalam
filum Crenarchaeota seperti Thermococcus gammatolerans.
3. Oksigen
Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas 2
kelompok sebagai berikut:
• Aerob, bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen dalam proses
respirasi yang bertujuan untuk meghasilkan energi. Contohnya adalah bakteri
Nitrosomonas dan Nitrosococcus
4. Tekanan Osmotik
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel
karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Dalam larutan hipotonik air
akan masuk ke dalam sel mikroorganisme, sedangkan dalam larutan hipertonik air
akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengkerut
dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara metabolik tidak
aktif. Berdasarkan tekanan osmose yang diperlukan dapat dikelompokkan menjadi (1)
mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar gula tinggi, (2)
mikroba halofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam halogen yang
tinggi, (3) mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba yang dapat tahan (tidak mati)
tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya dapat mencapai
30 %. Contoh mikroba osmofil adalah beberapa jenis khamir. Khamir osmofil mampu
tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 %. Contoh mikroba halofil
adalah bakteri yang termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium. Bakteri
yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan KCl yang
tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang tinggi
untuk stabilitas ribosomnya.
5. Cahaya
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya
cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat
menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat
pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat
digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan bahan makanan.
Berikut ini kondisi lingkungan dari beberapa bakteri yang berperan dalam pembuatan
etanol :
1. Sacharomyces cerevisiae
Merupakan organisme uniseluler yang bersifat makhluk mikroskopis dan disebut
sebagai jasad sakarolitik yaitu menggunakan gula sebagai sumber karbon untuk
metabolism. Sacharomyces cerevisiae tumbuh dengan keadaan aerob tetapi ketika
Frazier dan Westhoff (1978) menyatakan bahwa suhu optimal pertumbuhan
Sacharomyces cerevisiae antara 25 - 30°C. Kemudian pH pertumbuhan
Sacharomyces cerevisiae yang baik antara 3,0 - 6,0. Frazier dan Westhoff (1978),
menyatakan pH optimal untuk pertumbuhan khamir adalah 4,0 - 4,5.
2. Clostridium thermocellum
Adalah bakteri termofilik yang anaerobic memiliki kemampuan mendegradasi
selulosa kompleks ke bentuk etanol. Clostridium thermocellum tersebar luas di
alam. Habitatnya adalah bahan organic yang di dekomposisi. Clostridium
thermocellum dapat pula ditemukan di pengolahan limbah pertanian, saluran
pencernaan,lumpur, tanah dan mata air panas. Clostridium thermocellum dapat
tumbuh di lingkungan anaerobiosis dan temperature termofilik. Suhu optimum
untuk pertumbuhan adalah 60-64 oC dan pH optimum berkisar 6,1-7,5.
3. Zymomonas mobilis
Dapat mengubah gula menjadi etanol melalui fermentasi lebih cepat dari ragi dan
tahan terhadap konsentrasi etanol yang tinggi, Jadi akan lebih menguntungkan jika
enzim enzim yang digunakan untuk reaksi hidrolisis pati dan selulosa dapat
dimasukkan ke dalam bakteri Zymomonas mobilis, sehingga gula yang di hasilkan
dapat langsung di fermentasi menjadi etanol. Zymomonas mobilis, merupakan
mikroba yang bersifat anaerob fakultatife, yaitu mikroba yang dapat tumbuh dengan
atau tanpa adanya oksigen. Zymomonas mobilis memiliki ukuran sel 2-6 µm,
diameter 1,0-1,4 µm, dan tumbuh optimum pada suhu 25-30 oC. dan pH optimum
berkisar 4,4-6,0.
4. Pichia stipites
Mampu memfermentasi glukosa, xylosa, manosa, galaktosa, dan selobiosa (Parekh
dan Wayman, 1986). Tetapi Pichia stipitis lebih menyukai glukosa daripada xylosa
dalam produksi etanol, dimana laju konsumsi glukosa lebih tinggi daripada xylosa
dalam kondisi pertumbuhan yang sama. Pichia stipites merupkan mikroba yang
bersifat anaerob. Temperature optimal untuk pertumbuhan Pichia stipitis adalah 25-
33ᵒC dan pH optimal adalah 4.5-5.
5. Scheffersomyces shehatae
Scheffersomyces shehatae merupakan mikroba yang mengubah menjadi etanol
melalui proses fermentasi. Scheffersomyces shehatae adalah mikroba anaerob.
Scheffersomyces shehatae mampu hidup pada suhu 24°C to 26°C. Scheffersomyces
shehatae juga merupakan mikroorganisme aerob atau membutuhkan oksigen untuk
hidup. pH optimalnya adalah 5,5.
Isolasi Mikroba
Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan
menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Prinsip dari isolasi mikroba adalah
memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran
bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media
padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya. Isolasi
bakteri atau biakan yang terdiri dari satu jenis mikroorganisme (bakteri) dikenal sebagai
biakan murni atau biakan aksenik. Biakan yang berisi lebih dari satu macam mikroorganisme
(bakteri) dikenal sebagai biakan campuran, jika hanya terdiri dari dua jenis mikroorganisme,
yang dengan sengaja dipelihara satu sama lain dalam asosiasi, dikenal sebagai biakan dua-
jenis (Alam dkk, 2013)
Menurut Dwidjoseputro (1964), media dibedakan menjadi :
Media cair misalnya kaldu.
Media kental (padat) menggunakan kentang yang dipotong.
Media yang diperkaya.
Media yang sintetik berupa ramu–ramuan zat anorganik.
Media kering berupa serbuk kering yang dilarutkan dalam air.
syarat isolasi yang baik
Isolasi dilakukan pada kondisi aseptis
Suhu inkubasi nya stabil
Medium yang dipakai adalah medium selektif
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum melakukan teknik penanaman bakteri
(inokulasi) yaitu :
1. Menyiapkan ruangan
Ruang tempat penanaman bakteri harus bersih dan keadannya harus steril agar tidak
terjadi kesalahan dalam pengamatan atau percobaaan .dalam labotarium pembuataan serum
vaksin dan sebagainya. Inokulasi dapat dilakukan dalam sebuah kotak kaca (encast) udara
yang lewat dalam kotak tersebut dilewatkan saringan melalui suatu jalan agar tekena sinar
ultraviolet (Pelczar, 1986).
2. Pemindahan dengan dengan pipet
Cara ini dilakukan dalam penyelidikan air minum atau pada penyelidikan untuk
diambil 1 ml contoh yang akan diencerkan oleh air sebanyak 99 ml murni (Pelczar, 1986).
3. Pemindahan dengan kawat inokulasi
Ujung kawat inokulasi sebaliknya dari platina atau nikel .ujungnya boleh lurus juga
boleh berupa kolongan yang diametrnya 1-3mm. Dalam melakukuan penanaman bakteri
kawat ini terlebih dahulu dipijarkan sedangkan sisanya tungkai cukup dilewatkan nyala api
saja setelah dingin kembali kawat itu disentuhkan lagi dalam nyala (Pelczar, 1986).
Metode Isolasi
1. Metode cawan gores
Metode ini mempunyai dua keuntungan, yaitu menghemat bahan dan waktu. Metode
cawan gores yang dilaksanakan dengan baik kebanyakan akan menyebabkan terisolasinya
mikroorganisme yang diinginkan.
Hidupkan bunsen.
Panaskan jarum ose menggunakan bunsen.
Ambil sampel ( sampel yang digunakan adalah air comberan ).
Goreskan jarum ose sampai kuadran 1-2.
Kemudian panaskan lagi jarum ose dan ambil sampel kembali.
Lanjutkan goresan jarum ose ke kuadran 3-4.
Tutup cawan petri, lalu rekatkan cawan petri menggunakan kertas repting.
Bungkus cawan petri menggunakan kertas.
2. Metode cawan tuang
Cara lain untuk memperoleh koloni murni dari populasi campuran mikroorganisme
adalah dengan mengencerkan spesimen dalam medium agar yang telah dicairkan dan
didinginkan ( ±50oC ) yang kemudian dicawankan. Karena konsentrasi sel-sel mikroba di
dalam spesimen pada umunya tidak diketahui sebelumnya, maka pengenceran perlu
dilakukan beberapa tahap sehingga sekurang-kurangnya satu di antara cawan tersebut
mengandung koloni terpisah di atas permukaan ataupun di dalam agar. Metode ini
memboroskan bahan dan waktu namun tidak memerlukan keterampilan yang tinggi.
3. Teknik Sebar
metode sebar menggunakan cawan petri :
Ambil cawan petri yang masih kosong.
Tuangkan sampel yang berisi rambut.
Panaskan spatula kaca yang telah disterilkan menggunakan alkohol.
Ratakan sampel menggunakan spatula kaca tersebut.
Tutup cawan petri, lalu rekatkan cawan petri menggunakan kertas repting.
Bungkus cawan petri menggunakan kertas.
4. Teknik Pengenceran
Suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran bermacam- macam spesies
diencerkan dalam suatu tabung yang tersendiri. Dari hasil pengenceran ini kemudian di ambil
kira- kira 1 mL untuk diencerkan lebih lanjut. Jika dari pengenceran yang ketiga ini diambil
0,1 mL untuk disebarkan pada suatu medium padat, kemungkinan besar kita akan
mendapatkan beberapa koloni yang akan tumbuh dalam mdium tersebut, akan tetapi mungkin
juga kita hanya akan memperoleh satu koloni saja. Dalam hal yang demikian ini dapat kita
jadikan piaraan murni. Jika kita belum yakin, Bahwa koloni tunggal yang kita peroleh
tersebut merupakan koloni yang murni, maka kita dapat mengulang pengenceran dengan
menggunakan koloni ini sebagai sampel
Pengawetan Mikroba
A. Metode Pengering-Bekuan (liofilisasi)
1) Definisi umum
Pengawetan mikroba dengan metode pengering-bekuan (freeze drying) a&lah
metode pengllwetan yang berteknologi fnggi, tetapi relatif mudah dalam Karma
produk yang dihasilkan mampu bertahm dalam jangka waktu lama (bertahim-tahun),
den kemasan yang praktis serta tidak memerlukan periakuan khusus loam
penyimpanm hingga memudahkan dalam pendistribusiannya, maka metode ini sangat
cocok diterapkan di laboratorium koleksi biakan mikroba di mana pun.
Semua metode pengawetan mempunyai prinsip kerja yang sama, yaitu
memberikan peneknan (pengurangan) pada faktor-faktor yang menunjang kegiatan
metabolisme mikroba sehingga kegiatan metabolisme mikroba terhambat atau terhenti
untuk waktu tertentu. Perlakuan dalam proses ini dengan cara penurunan suhu atau
pengawetan sistem pembekuan.
Pada umumnya mikroba hasil pengawetan dengan metode pengering-bekuan mampu
bertahan dalam jangka waktu yang lama dengan kemampuan daya hidup dan sifat-
sifat yang relatif stabil. Bahkan ada beberapa jenis mikroba yang mampu bertahan
hingga 20-40 tahun
2) Sasaran pengawetan
Teknik ini cocok untuk msngawetkan sebagian besar jems bakteri, khamir, dan
kapang yang berspora serta virus, namun tidak cocok untuk mengawetkan jenis
kapang yang tak berspora, ganggang, protozoa, sel mamalia, dan bakteri tertentu. Di
dalam industri kimia, metode ini juga cocok untuk mengawetkan mikroba jenis
Saccharomyces Cerevisiae.
3) Metode
Ada dua metode dalam pengering-bekuan yang dibedakan menurut tahapan
perlakuannya, yaitu:
Metode sentrifugasi, yaitu suspensi mikroba diputar untuk menghindari terjadinya
gelembung-gelembung udara ketika berlangsung proses pengisapan sampai
suspensi menjadi beku, yang kemudian terjadi proses sublimasi.
Metode prapembekuan, yaitu suspensi mikroba dibekukan terlebih dahulu, lalu
dilakukan proses pengisapan, kemudian proses sublimasi .
Prinsip pengering-bekuan adalah sebagai berikut: Pertama, larutan mikroba
dibekukan dan kandungan airnya dikeluarkan atau dikurangi dengan cara sublimasi,
yaitu penguapan langsung dari bentuk es menjadi gas (uap). Dalam proses pembekuan
ini akan terbentuk kristal-kristal yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
konsentrasi elektrolit dan proses ini akan memindahkan air dari protein dan DNA
sehingga akan merusak sel-sel mikroba. Untuk menghindari kerusakan ini, maka
suatu medium pelindung berupa pelarut perlu ditambahkan. Medium pelarut
merupakan cairan yang banyak mengandung protein dan ditambah glukosa atau gula
lainnya sebanyak 7,5%.
Peralatan yang digunakan adalah mesin pengering-beku (freeze dryer), mesin
pembentuk leher ampul (ampoule constrictor), alat penutup ampul (ampoule sealing
torchflame).
Teknik dan Tahap-Tahap Pengering-Bekuan
Persiapan
1. Biarkan mikroba murni pada media agar cawan petri atau media agar miring dalam
tabung yang telah cukup umur dipanen dengan cara disuspensikan dalam medium
pelarut yang sesuai dengan jenis mikrobanya, yaitu kaldu glukosa 7,5%, serum
glukosa 7,5%, mist dessicans atau serum anak sapi-glukosa 7,5% digunakan untuk
pelarut bakteri sesuai dengan panduan medium pelarut. Sementara itu, untuk khamir
dan kapang menggunakan medium pelarut susu skim. Banyaknya biakan mikroba
yang dibutuhkan adalah 3-4 pupukan agar cawan petri atau 88 pupukan agar miring
dalam tabung (pupukan subu) dan medium pelarutnya adalah 2-2,5 mL.
2. Sebanyak 0,2 mL suspensi mikroba diisikan ke dalam ampul-ampul steril yang sudah
berisi label di dalamnya, kemudian ampul-ampul ditempatkan pada rak per kelompok
galur, lalu ditutup dengna kain flanel penutup steril dan diikat dengan karet gelang.
3. Rak ampul yang sudah berisi ampul dimasukkan ke dalam ruang silinder sentrifugasi
yang ada di atas ruang cylinder refrigerator mesin pengering-beku, dan selanjutnya
mesin dioperasikan.
Pengeringan tahap pertama (primary drying)
1. Semua katup pembocor pada mesin pengering-beku ditutup, laluu refrigerator
diijalankan hingga kondensor mencapai suhu -45°C. Setelah suhu itu tercapai, maka
sentrifus dijalankan.
2. Katup gas bllast pada pompa pengisap (vacuum pump) dibuka, kemudian pompa
dijalankan dan setelah 5-10 menit, alat pengukur kehampaan udara (pirani gauge)
akan menunjukkan angka 6,7 mbar, yang berarti suspensi mikroba dalam ampul sudah
sempurna membeku, selnajutnya mesin sentrifuse dimatikan.
3. Proses pengering-bekuan terus berlanjut hingga mencapai tekanan 1,3 x 10-1 mbar.
Lama waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan tahap ini bervariasi
bergantung pada volume dan sifat atau jenis bahan. Suspensi yang bersifat biasa
dengan jumlah ampul sebanyak 96 buah memerlukan waktu 12 jam, sedangkan untuk
suspensi yang bersifat lebih lengket (seperti lem) memerlukan waktu 13014 jam.
Proses ini berakhir dengan mematikan mesin pompa pengisap dan mesin refrigerator
serta membua katup pembocor secara perlahan.
4. Rak ampul dikeluarkan dari mesin pengering-beku, kemudian secara aseptik ampul-
ampul tersebut diisi kapas steril (kapas penutup) yang sudah disediakan dengan cara
tutup kapas diambil dengan pinset dari ampul kosong bertutup kapas steril, lalu
dipindahkan atau ditutupkan pada ampul-ampul berisi mikroba hasil pengeringan
tahap pertama. Sisa kapas yang tidak masuk diguntung, kemudian kapas tersebut
ditekan ke dalam ampul dengan menggunakan batang besi yang sudah dibakar dahulu
sebelum dipergunakan hingga mencapai letak 1-2 mm di atas kertas label
5. Ampul-ampul yang sudah berisi kapas di dalamnya kemudian dibentuk agar berleher
dengan menggunakan meisn pembentuk leher ampul. Tujuan dari pembentukan leher
ampul ini adalah untuk memudahkan dalam proses penutupan (sealing) atau
pemotongan pada proses akhir pengeringan tahap kedua.
Pengeringan tahap kedua (secondary drying)
1. Tangkai putting (nipple) dipasangkan di atas ruang kondensor mesing pengering-
beku. Ktup pembocor ditutup, lalu mesin refrigerator serta pompa hisapnya
dijalankan. Ampul-ampul yang sudah berleher dipasangkan pada putting-putting.
Proses pengisapan terus berlangsung hingga mikroba menjadi lebih kering. Dalam
proses ini, waktu yang diperlukan relatif bervariasi bergantung pada volume serta sifat
atau jenis bahannya yaitu 2 jam untuk suspensi bersifat pada umumnya dan 3 jam
untuk suspensi yang bersifat lengket.
2. Bila bahan diperkirakan sudah cukup kering, maka proses kedua ini dapat di akhirir
dengan penutupan atau pemotongan ampul-ampul dalam konkdisi hampa udara di
dalamnya dengna mengunakan alat pengelas ampul (Edward flamemaster hand torch
flame). Proses ini berakhir dengan mematikan mesin refrigerator serta pompa
hisapnya, kemudian membuka katup pembocor.
3. Kehampaan udara di dalam masing-masing ampul diperiksa dengna menggunakan
alat pendeteksi kehampaan yang disebut spark tester model Edwards ST 4M. Dalam
pengujian ini ampul yang di dalamnya hampa udara akan memancarkan sinar
berwarna ungu, sedangkan ampul yang tidak hampa udara misalnya karena bocor,
tidak memancarkan sinar tersebut
Penyimpanan
1. Ampul-ampul berisi awetan mikroba tersebut disimpan dalam lemari berlaci yang
disusun dalam kelompok (batch) dan diurut berdasarkan nomor yang tertera pada
label.
2. Dalam proses pengering-bekuan ini kandungan air bahan tidak dihilangkan secara
total, tetapi disisakan. Pada pengeringan tahap awal (primary drying) kandungan air
bahan adalah 5-10%, sedangkan pada pengeringan tahap kedua (secondary drying)
kandungan air yang tersisa berkisar antara 1-2%
Suh, S.-O., Houseknecht., Janice L., Gujjari, Pushpa., J. Zhou, Jianlong. 2013.
Scheffersomyes parashehatae f.a., sp. nov., Scheffersomyces xylosifermentans f.a., sp.
nov., Candida broadrunensis sp. nov. and Candida manassasensis sp. nov., novel yeasts
associated with wood-ingesting insects, and their ecological and biofuel implications.
International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology.
Kurtzman, C. P. (1990). Candida shehatae – genetic diversity and phylogenetic relationships
with other xylose-fermenting yeasts. Antonie van Leeuwenhoek 57, 215–222.
Herskowitz I. 1988. Life cycle of the budding yeast Saccharomyces cerevisiae. Microbiol.
Rev. 52 (4): 536–53.
J. C. du Preez et al. 1985. Xylose fermentation by Candida shehatae and Pichia stipitis:
effects of pH, temperature and substrate concentration. Enzyme Microb. Technol.,
1986, volume 8.
Wardani, Agustin K., Pertiwi, Fenty N.E. 2013. Ethanol Production from Cane Molasses by
Flocculant Saccharomyces cerevisiae (NRRL – Y 265). AGRITECH, Vol. 33, No. 2.
Tanate, Tine S., Putra, Surya R. 2013. Pembuatan etanol menggunakan Zymomonas Mobilis
pada kondisi steril dan nonsteril dengan memanfaatkan limbah padat pabrik rokok
kretek sebagai substrat.
Williams, T., Combs, J., Lynn, B., and Strobel, H. 2006. Proteomic profile changes in
membranes of ethanol-tolerant Clostridium thermocellum. Applied and Environmental
Microbiology, volume 74. p. 422-432.
Sparling, R., Islam, R., Cicek, N., Carere, C., Chow, H., and Levin, D. 2006. Formate
synthesis by Clostridium thermocellum during anaerobic fermentation. National
Research Council Canada, volume 52. p. 681-688.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-muhammadbi-6961-3-babii.pdf,
diakses pada 1 Maret 2018 pukul 21:27 WIB
Suriawiria, unus. 1999. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Aksara.
Waluyo, lud. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Framesti.2010. Dasar-Dasae Mikrobiologi. Jakarta: Jantaran
Plezar.2006. Dasar-Dasar-Mikrobiologi. Jakarta : UI Press
Rusdimin.2003. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Pt Gramedia
Suriawiria. 2005. Pengantar Mikrobiologi. Jogjakarta: UGM Press
F.A.F.Antunes,1 A.K.Chandel,1 T.S.S.Milessi,1 J.C.Santos,1 C.A.Rosa,2 andS.S.daSilva.
2014. “Bioethanol Production from Sugarcane Bagasse by a Novel Brazilian Pentose
Fermenting Yeast Scheffersomyces shehatae UFMG-HM 52.2: Evaluation of
Fermentation Medium”. Hindawi Publishing Corporation International Journal of
Chemical Engineering. Vol. 1-8.
Sumber: P. J. Slininger and R. J. Bothast. 1990. “Optimum pH and Temperature Conditions
for Xylose Fermentation by Pichia stipites”. BIOTECHNOLOGY AND
BIOENGINEERING, Vol. 35
Aditya Yudha R.2016. “PENGARUH PENAMBAHAN INOKULUM Aspergillus niger
Saacharomyces cereviceae DAN Zymomonas mobilis TERHADAP KADAR
BIOETANOL LIMBAH NANAS (Ananas comosus)”. Skripsi. Vol:15.
Agustin Krisna W.2014. “Optimization of Sugarcane Bagasse Fermentation by Zymomonas
mobilis CP4 (NRRL B-14023) for Bioethanol Production”. Agritech, Vol. 34
Satriyo KW.2017.“Laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae Pada Proses Fermentasi
Pembentukan Bioetanol dari Biji Sorgum (Sorghum bicolor L.)”. Seminar Rekayasa
Kimia dan Proses. Vol:2-5
Sugiawan, W. 2000. TEKNIK PENGAWETAN BAKTERI, KHAMIR DAN KAPANG
DENGAN METODE PENGERING-BEKUAN (FREEZE DRYING). Temu Teknis non
Penelitian. Bogor.
Machmud, M. 2015. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. Buletin AgroBio. 4
(1): 24-32.