Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

PESAWAT X – RAY RADIOGRAPHY

LABORATORIUM PERALATAN RADIOLOGI III

Dosen Pembimbing:

Tribowo Indrato, ST, MT

Oleh:

Yasmine Winda K. ( P27838115008)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA


JURUSAN TEKNIK ELEKTROMEDIK

2017/2018
Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum yag
berjudul PESAWAT X – RAY RADIOGRAPHY ini dengan baik dan tepat waktu.

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui PESAWAT X – RAY


RADIOGRAPHY secara umum dan mempelajari komponen apa saja yang menjadi penyusun
PESAWAT X – RAY RADIOGRAPHY.

Dengan selesainya laporan praktikum ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada :

1. Dosen Mata kuliah Praktikum Peralatan Radiologi III, Bapak Tri Bowo Indrato.
2. Orangtua kami yang selalu mendoakan serta mendukung kelancaran pembuatan
laporan ini.
3. Rekan-rekan sekelompok dan teman-teman lainnya yang sudah membantu menyusun
dan memberi masukan penyusunan laporan ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Surabaya, 23 Juni 2018
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan dengan
studi dan penerapan teknologi pencitraan seperti x-ray dan radiasi untuk mendiagnosa
dan mengobati penyakit.
Di bidang radiologi memiliki alat yaitu salat satunya yang akan dibahas,
PESAWAT X – RAY RADIOGRAPHY.
Radiorafi adalah ilmu terapan khusus dalam bidang radiologi. Teknik dan
metode pemeriksaan dalam proses penggambaran atau pencitraan atau imaging, dapat
disebut juga sebagai ilmu Radiografi. Radiografi juga banyak digunakan untuk
radiografi industri, radiografi medis, serta banyak digunakan di berbagai kehidupan
lainnya.
Dalam radiografi medis, penyakit yang diderita oleh pasien sangat bervariasi,
ada kelainan pada anatomi yang bergerak misalkan paru-paru dan jantung yang
memerlukan kontras yang tinggi (perbedaan densitas antara suatu jaringan dengan
jaringan sekitarnya) pada foto Rontgen, sedangkan pada anatomi yang tidak bergerak
misalnya tulang, memerlukan kualitas foto Rontgen dengan ketajaman (detail) yang
tinggi (batas tegas antara suatu jaringan dengan jaringan sekitarnya). Perbedaan
anatomi yang akan dianalisa memerlukan teknik radiografi yang khusus terutama
pada pengaturan faktor ekspose khususnya kuat arus (mA) dan waktu (s) . Pengaturan
kuat arus (mA) dapat menghasilkan banyaknya jumlah radiasi yang terjadi sehingga
didapatkan densitas yang berpengaruh terhadap kontras di film Rontgen. Kontras
Radiografi pada prinsipnya dibentuk oleh perbedaan intensitas sinar-X setelah
menembus objek yang sampai ke film. Variasi pola derajat kehitaman film (densitas)
yang terang berasal dari objek yang mempunyai nilai koefisien attenuasi yang tinggi,
dimana semua sinar-X diserap oleh jaringan. Sedangkan pola film dengan densitas
yang hitam dihasilkan oleh jaringan dengan nilai koefisien attenuasi yang rendah,
dimana hampir semua sinar-X diteruskan setelah menembus jaringan. Perbedaan
gelap dan terang pada film radiografi disebut dengan kontras radiografi. Pengaturan
faktor ekspose waktu (s) dapat menghasilkan lamanya radiasi keluar dari tabung
Rontgen yang berpengaruh terhadap ketajaman (detail) pada film Rontgen.
2. Tujuan
a. Untuk mempelajari PESAWAT X – RAY RADIOGRAPHY secara umum.
b. Untuk mempelajari lebih dalam pengertian dan proses pencucian film yang
dilakukan pada kamar gelap dari PESAWAT X – RAY RADIOGRAPHY.
3. Alat dan Bahan
 Objek untuk di expose
 Sandal
 Apron
 Sarung Tangan
 Masker
 Hanger Film
 Tangki Air
 Cairan untuk proses developer dan fixer
 Air Mengalir
BAB II

DASAR TEORI

1. PESAWAT X – RAY RADIOGRAPHY


Radiorafi adalah ilmu terapan khusus dalam bidang radiologi. Teknik dan
metode pemeriksaan dalam proses penggambaran atau pencitraan atau imaging, dapat
disebut juga sebagai ilmu Radiografi. Radiografi juga banyak digunakan untuk
radiografi industri, radiografi medis, serta banyak digunakan di berbagai kehidupan
lainnya.
Radiografi dapat dilakukan dengan sumber radiasi yang berupa sinar-x
maupun sinar gamma. Radiasi yang berasal dari suatu pesawat sinar-X dengan focal
spot “f” menembus benda uji dengan tebal „t‟. Di dalam benda uji, radiasi akan
terserap bervariasi tergantung pada tebal dan kerapatan bagian benda uji. Bagian yang
lebih tripis dan kerapatan yang lebih kecil akan menghasilkan akumulasi paparan
yang ditransmisikan yang lebih banyak, sebagai contoh defect gas inclusion.Apabila
sinar yang ditransmisikan ini diproyeksikan ke film radiografi, maka dengan reaksi
photokimia, bagian bagian ini akan menjadi lebih hitam dibanding bagian
sekelilingnya.
Bayangan yang terbentuk pada film radiografi bersifat diperbesar dan
membentuk kekaburan.
2. FILM RADIOGRAPHY
Film radiografi adalah film yang digunakan sebagai tempat terciptanya gambar
radiograf dalam ilmu radiologi. Pada pemeriksaan radiodiagnostik konvensional
sangat memerlukan film radiografi. Film ini merupakan alat yang dapat digunakan
untuk mencatat gambaran secara permanen yang terbuat dari bahan – bahan khusus.
Pembuatan film radiografi dilakukan dengan ketepatan dan procedur kualitas yang
tinggi. Peralatan produksi yang digunakan harus bersih karena pengotoran atau
kontaminasi walaupun hanya sedikit dapat mengurangi dan membatasi film sinar X
yang menembus objek.
a. Jenis film menurut lapisannya
 Single Side adalah film sinar x dengan satu lapisan emulsi dimana
lapisan perekat dan lapisan emulsi dioleskan hanya pada satu sisi dasar
film (base) saja. Karena emulsi hanya pada satu sisi dari dasar film
(base) setelah film diproses dan kering terlihat film menjadi
melengkung ke arah emulsi dan hal ini sangat mengganggu. Untuk
mencegah hal ini baik film yang flat atau datar dan rol diperlukan
bahan lain “gelatin” yang direkatkan pada sisi lain dasar yang sifatnya
mengkerutan film ke arah berlawanan bahan tersebut dikenal dengan
non curl backing.

 Double Side adalah film sinar x dengan dua lapisan emulsi, dimana
lapisan perekat dan lapisan emulsi dioleskan pada kedua sisi dari dasar
film (base).

b. Jenis Film Menurut Sensifitasnya


 Green Sensitivive adalah jenis film sinar x yang sensitif terhadap
cahaya hijau. Green sensitive ini mempunyai kualitas yang bagus
sehingga harganya pun relative mahal. Dampak lain dari penggunaan
green screen adalah pengurangan pemakaian faktor exposi, sehingga
selain rendahnya dosis yang diterima pasien, juga menyebabkan beban
terhadap X-ray tube menurun sehingga automatis akan memperpanjang
masa hidup / usia dari X-ray tube.
 Blue Sensitivity adalah jenis film sinar x yang sensitif terhadap cahaya
biru. Blue sensitive ini mempunyai kualitas yang kurang bagus
sehingga harganya pun relative lebih murah. Dampak lain dari
penggunaan blue sensitive adalah bertambahnya pemakaian faktor
exposi, sehingga selain tingginya dosis yang diterima pasien, juga
menyebabkan beban terhadap X-ray tube meningkat sehingga
automatis akan memperpendek masa hidup / usia dari X-ray tube.

3. PROCESSING ROOM
Dalam proses radiografi processing room atau kamar gelap merupakan salah satu
pendukung penting dalam menunjang keberhasilan pemotretan . Disebabkan karena
dalam processing room dapat mengubah film dari bayangan laten kedalam bayangan
tampak, Processing room disebut juga final proses akhir karena processing room
merupakan rangkaian terakhir dalam proses radiografi. Pengertian Processing Room
adalah suatu area dilakukan pengolahan film sebelum dan sesudah di expose
(bayangan laten menjadi bayangan tetap)

a. Fungsi processing room,antara lain :


 Mengisi/mengosongkan kaset
 Memasukkan film kedalam processing automatic
 Penyimpanan film yang belum di expose
 Prosedur duplikasi atau substraksi
 Silver recovery
b. Interior Processing Room atau Kamar Gelap
 Bagian basah ( wet side ) , contoh : tangki prosessing
 Bagian kering ( dry side ) , contoh : meja,film box, dll .
c. Penerangan dalam Processing Room
 Penerangan Umum / General illumination :
 Lampu pijar
 Lampu neon
d. Penerangan Khusus / Special Illumination :
 Safe light : Sebagai pengontrol processing film
 Type langsung : Cahaya saft light langsung mengenai area bekerja.
Ditempatkan min 1,2 m dari permukaan tempat bekerja, merupakan
type paling baik untuk loading dan unloading casset .
 Type tidak langsung : Merupakan penerangan umum . Safe light
diarahkan ke eternity sehingga yang digunakan adalah cahaya refleksi .
Ditempatkan 2,1 m dari lantai .
 Vising box : untuk mengecek hasil film processing
 Lampu Indikator : yang dipasang didepan pintu kamar gelap .
BAB III
PEMBAHASAN
Dari yang telah dipraktekkan pada perkuliahan sebelumnya dapat
pembelajaran mengenai cara meng-expose hingga cara pencucian film di ruang gelap.

1. Proses Expose.
a. Sebelum dilakukan expose. Hal pertama yang harus dilakukan adalah
menyiapkan alat dan bahan. Seperti kaset, film, cairan, dan air. Untuk operator
menggunakan safety, seperti apron dan sandal karet.
b. Kemudian, masukkan film ke kaset. Proses ini wajib dilakukan berada pada
kamar gelap.
c. Setelah itu, letakkan kaset yang sudah ada filmnya dibawah kolimator. Dan,
sediakan objek yang akan di exposeserta atur lebar/luas kolimator.
d. Kemudian, operator menuju tempat expose dan melakukan peng-expose an
dengan kv dan mA sesuai dengan buku panduan.
e. Jika expose telah selesai, operator diharap mengambil kaset tersebut untuk
mencucinya di kamar gelap dengan procedure yang telah ditentukan.
2. Proses Pencucian Film.
a. Pembangkit (developer)
Pembangkitan merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap
ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut
pembangkitan adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang
telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari
bayangan laten menjadi bayangan tampak. Lamanya film dalam cairan
pembangkitan tergantung dari kualitas cairan developer, bila cairan dalam
keadaan baik (baru) waktu yang dibutuhkan relative singkat sesuai penglihatan
radiographer, sebaliknya bila cairan developer dalam keadaan kurang baik
(sering digunakan) waktu yang dibutuhkan akan lebih lama disbanding cairan
baru. Pada umumnya teori tentang waktu pemrosesan pada developer adalah 4
menit.

b. Pembilasan Pertama (rinsing)


Merupakan tahap selanjutnya setelah pembangkitan. Pada waktu film
dipindahkan dari tangki cairan pembangkit, cairan pembilas akan
membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam
proses selanjutnya. Cairan pembangkit yang tersisa masih memungkinkan
berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah dikeluarkan dari
larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih terjadi pada proses
penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog) sehingga foto
hasil tidak memuaskan. Proses yang terjadi pada cairan pembilas yaitu
memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan pembangkit dari
permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air.
c. Penetapan (fixing)
Diperlukan untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen
dengan menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa
mengubah gambaran perak metalik. Tujuan dari tahap penetapan ini adalah
untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh cairan pembangkit
yang terserap oleh emulsi film sehingga tidak ada perubahan pada bayangan
foto,. Pada proses ini juga diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan
perlindungan terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan
uap air.
d. Pembilasan Akhir (washing)
Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek
dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut
dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air
yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.
e. Pengeringan (drying)
Merupakan tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan
adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses
pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel debu,
endapan kristal, noda, dan artefak. Cara yang paling umum digunakan untuk
melakukan pengeringan adalah dengan udara. Ada tiga faktor penting yang
mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran udara yang
melewati emulsi.
BAB IV

KESIMPULAN

 Dalam proses pengoperasian, user diwajibkan menggunakan APRON dan sandal


karet sebagai safety untuk diri sendiri.
 Mengetahui tahapan – tahapan proses peng – expose an.
 Mengetahui, proses pengolahan film ada 2 yaitu secara proses manual dan proses
automatic.
 Proses manual pengolahan film, membutuhkan cairan developer dan cairan fixer serta
air bersih yang menggunakan tenaga operator.
 Proses automatic pengolahan film, menggunakan APF yang dibantu dengan mesin
dalam pencuciannya.
DAFTAR PUSTAKA

[1] http://sabrint.blogspot.com/2015/06/teknik-kamar-gelap.html
[2] https://www.scribd.com/doc/91928224/Processing-Room-Atau-Kamar-Gelap-Dalam-
Radiologi
[3] https://www.scribd.com/doc/263519416/Film-Radiografi
LAMPIRAN

Gambar diatas merupakan hasil dari pencucian film. Yang melewati proses
pembangkit (developer), penetapan (fixing), pembilasan Akhir (washing), dan
pengeringan (drying).

Anda mungkin juga menyukai