Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN BK

ULANGAN TENGAH SEMESTER

Oleh :

ALIF FIANA
1715152330

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
1.
a. Perbedaan Layanan BK di Indonesia, Amerika, dan New Zealand
Perbedaan Indonesia Amerika Finlandia New Zealand
Konselor Sekolah Guidance
Penyebutan (School Consellor
Guru BK Konselor
Profesi Counsellor) (Konselor
Bimbingan)
Program yang Terdapat 4 Terdapat 4 layanan Konsep
dijalankan layanan yang yang dilaksanakan manajemen
dilaksanakan di BK Amerika, layanan BK
pada BK menggunakan di Finlandia
Indonesia, yaitu model ASCA, ada 4 dimensi
menggunakan BK yaitu : foundation : Struktur,
Komprehensif, (dasar), delivery Proses,
meliputi : (pelayanan), Manajemen
Layanan Dasar, management personalia,
Layanan (manajemen), dan Layanan
Responsif, accountability konseli dan
Layanan (akuntabilitas) menggunakan
Perencenaan model
Individual, dan layanan dari
Dukungan Sistem pemerintah
Rasio Guru 1 : 150 1 : 250 1 : 245 1 : 450
BK
Organisai ABKIN (Asosiasi ASCA NZAC (New
Bimbingan (Association Zealand
Konselor School Consellor Association
Indonesia America) Consellor)
Fokus Sasaran SD – SMA TK - SMA TK – SMA
Perguruan
Tinggi
Persamaan :
 BK di masing-masing Negara sama-sama berfokus pada pengembangan peserta didik dan
mengatasi permasalahan peserta didik melalui layanan-layanan yang diberikan yaitu
konseling
 Yang melakukan bimbingan dan konseling adalah profesi yang benar-benar dibidang
bimbingan dan konseling, bukan profesi yang sembarangan
 Bimbingan dan Konseling sama-sama terdapat pada ranah pendidikan yaitu sekolah
 Bimbingan dan Konseling di semua Negara sama-sama memiliki peran untuk
mengadvokasi siswa yang terpinggirkan dan berkolaborasi dengan stake holder yang ada
 Bimbingan dan Konseling juga mengharuskan untuk mengevaluasi program BK itu
sendiri, hanya saja penerapannya yang berbeda, ada yang benar-benar efektif dijalankan,
ada juga yang kurang efektif

b. Praktik Positif yang ditemukan di Negara Amerika adalah fokus program yang
berdampak pada hasil, dan mengukur hasil proses dan hasil dampak kemudian melakukan
analisis terhadap pencapaian tersebut. Menurut ASCA (2003), Konselor sekolah menentukan
efektivitas program BK di sekolah dengan mengukur hasil dan dampak tersebut untuk
menginformasikan perbaikan program. Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan data,
terutama di sekitar perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan disposisi siswa, konselor
sekolah dapat mengevaluasi dampak program terhadap prestasi siswa, tingkat kelulusan,
kehadiran, kedisiplinan, dan menganalisis tingkah laku siswa untuk memberikan penilaian
program konseling sekolah agar dapat rekomendasi untuk memperbaiki program dan
meningkatkan hasil/dampak yang diterima siswa dari program konseling sekolah.
Sedangkan di Indonesia, evaluasi sebenarnya sudah menjadi tugas guru BK, namun
belum dilakukan secara maksimal, kurang mengukur pada aspek dampak, dan hasil dari
evaluasi tidak disampaikan pada stakeholder sekolah. Hal ini yang memungkinkan tidak
terlihatnya kinerja guru BK di Indonesia. Maka kegiatan ini perlu dilakukan pada BK di
Indonesia, dengan melakukan evaluasi program BK dan menginformasikannya dengan
stakeholder. Kemudian, profesi bimbingan dan konseling sangat menerapkan keprofesionalan,
mulai dari standar kompetensi dan kualifikasi yang harus dimiliki konselor (harus lulus S2
Bimbingan dan konseling), sertifikasi, dan juga sistem pnerapan evalasi yang sangat kuat jika
dilakukan oleh Negara lain

2. Berdasarkan Permendikbud No.111 tahun 2014, Mekanisme pengelolaan layanan bimbingan


dan konseling ditata dan mencakup tahapan analisis kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengembangan program.

a. Analisis Kebutuhan

Program bimbingan dan konseling dirancang berdasarkan data kebutuhan peserta didik,
sekolah, dan orangtua diidentifikasi dengan berbagai instrumen non tes dan tes atau dengan
pengumpulan fakta, laporan diri, observasi, dan tes.

b. Perencanaan

alat yang berguna untuk merespon kebutuhan yang telah teridentifikasi,


mengimplementasikan tahap-tahap khusus untuk memenuhi kebutuhan, dan mengidentifikasi
pihak yang bertanggungjawab terhadap setiap tahap, serta mengatur jadwal dalam program
tahunan dan semesteran serta pengimplementasiannya

d. Evaluasi

Evaluasi dalam bimbingan dan konseling merupakan proses pembuatan pertimbangan secara
sistematis mengenai keefektivan dalam mencapai tujuan program bimbingan dan konseling
berdasar pada ukuran (standar) tertentu

e. Pelaporan

Pelaporan proses dan hasil dari pelaksanaan program dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan bagaimana peserta didik berkembang sebagai hasil dari layanan bimbingan dan
konseling.

f. Tindak lanjut

Tindak lanjut atas laporan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling, sangat penting
digunakan untuk mengambil keputusan apakah program dilanjutkan, direvisi, atau dihentikan,
meningkatkan program, seta dihgunakan untuk mendukung perubahan-perubahan dalam
sistem sekolah.

Kegiatan Manajemen BK meliputi planning, organizing, staffing, directing, dan controlling :

1. Planning : Tahapan persiapan ini dilakukan dengan asesmen kebutuhan. Program


bimbingan dan konseling dirancang berdasarkan data kebutuhan peserta didik, sekolah,
dan orangtua diidentifikasi dengan berbagai instrument. Pada hasi observasi di sekolah,
instrument yang digunakan adalah DCM, dan AKKPD sesuai dengan POP BK.

Selain itu ditahap planning ini juga menyusun program tahunan, program semesteran,
program bulanan, hingga program harian. Penyusunan program in meliputi : Rasional,
Dasar hukum, Visi dan misi, Deskripsi kebutuhan, Tujuan, Komponen program, Bidang
layanan, Rencana operasional, Pengembangan tema/topik, Rencana evaluasi, pelaporan
dan tindak lanjut,Sarana prasarana, Anggaran biaya. Pada hasil observasi di sekolah
terdapat program yang sudah dibuat melalui aplikasi dan sistematikanya sudah sesuai
dengan standar program BK yang ada.

2. Pengorganisasian : pengorganisasian merupakan mengelola sumber daya yang ada,


seperti membentuk tim yang ada, struktur organisasi. Bila di sekolah yang diobservasi,
coordinator BKnya adalah yang sudah senior, dan stafnya adalah guru BK yang baru.

3. Stafing : stafiing adalah pembagian jobdesk terhadap organisasi yang sudah terbentuk.
Sekolah yang diobservasi sudah melakukan pembagian jobdesk dengan membagi tiap
angkatan

4. Controlling : Controling berupa evaluasi dan supervisi. Evaluasi bertujuan untuk melihat
efektivitas program BK yang sudah ada, dan supervise adalah pendampingan dan
bimbingan dari orang yang ahli dibidang Bimbingan dan Konseling atau orang yang
berwenang seperti kepala sekolah. Sekolah yang diobservasi sudah melakukan evaluasi
namun hanya evaluasi setelah kegiatan layanan dilakukan, tidak melakukan evaluasi
program, dan mendapatkan supervise dari kepala sekolah.
3. Model ASCA diadopsi oleh Indonesia, karena Model Bimbingan dan Konseling
komprehensif menuntut perubahan berpikir konselor. Visi baru model ini adalah kegiatan
layanan BK berfokus pada keluaran dan meningkatkan hasil, mengukur hasil keberhasilan
layanan berdasarkan tujuan yang telah dirancang, mengubah dan mengadaptasi sistem
menjadi lebih responsif terhadap perubahan sistem (Brown & Manley: 2006). Dengan
karakteristiknya yaitu, memiliki bentuk yang bersifat perkembangan, berpusat pada siswa,
dilaksanakan secara kolaboratif, didukung oleh data, terintegrasi pada keseluruhan program
sekolah.

Hal ini sesuai dengan fokus utama ASCA National Model. Menurut ASCA (2003),
Konselor sekolah menentukan efektivitas program BK di sekolah dengan mengukur hasil dan
dampak tersebut untuk menginformasikan perbaikan program. Hal ini dilakukan dengan
mengumpulkan data, terutama di sekitar perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan
disposisi siswa, konselor sekolah dapat mengevaluasi dampak program terhadap prestasi
siswa, tingkat kelulusan, kehadiran, kedisiplinan, dan menganalisis tingkah laku siswa untuk
memberikan penilaian program konseling sekolah agar dapat rekomendasi untuk memperbaiki
program dan meningkatkan hasil/dampak yang diterima siswa dari program konseling
sekolah.

Walaupun model ini diadopsi dari model ASCA yang dikembangkan untuk mengatasi
masalah yang dialami oleh bimbingan dan konseling di Amerika Serikat, namun model ini
dapat diadaptasi di Indonesia. Kemungkinan adaptasi model ASCA di Indonesia sangat
terbuka, karena model ini memberikan kerangka berpikir dan kerangka kerja yang fleksibel,
seperti yang dikemukakan oleh Bower dan Hatch. Mereka mengatakan bahwa model ASCA
yang member peluang kepada masing-masing negara bagian untuk menetapkan standar
masing-masing dan mempertimbangkan dengan kebutuhan dan kondisi politik local. Dengan
fleksibilitas tersebut, model ini dapat diadaptasi untuk pengembangan bimbingan dan
konseling di Indonesia.

4. Bila saya menjadi guru BK, saya akan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan saya
mengenai membuat program dengan memanfaatkan tekonologi yang ada, karena dengan adanya
bantuan teknologi akan memudahkan guru BK dalam mengembangkan program sesuai dengan
kebutuhan, teknologi yang mungkin akan saya gunakan adalah instrument online dan juga
pengolahan online, kemudian saya juga akan berjejaring dengan guru BK, dosen, atau kampus
yang memiliki aplikasi pengembangan program, sehingga program dapat dibuat dengan akurat
dan juga cepat. Kemudian langkah yang dapat dilakukan selanjutnya adalah program yang sudah
dibuat, akan digunakan selama kurang lebih 3 sampai 5 tahun sekali, sehingga tidak menyia-
nyiakan waktu guru BK dalam membuat program, karena selama 3 sampai 5 tahun terakhir,
kebutuhan siswa tidak terlalu berembang jauh sehingga masih relevan. Setelah dirasa
perembangan semakin breubah, barulah dilakukan evaluasi program untuk mengembangkan
program yang baru.

5. Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan Pola 17, Pola 17+, dan BK Komprehensif

Pola 17 Pola 17+ BK Komprehensif


Kelebihan  Bimbingan Penyuluhan  Kegiatan bimbingan dan  bimbingan dan
berubah nama menjadi konseling mengacu konseling komprehensif
Bimbingan Konseling kepada sasaran perlu memperhatikan:
(Prayitno & Amti, 1999) pelayanan yang lebih (1) ruang lingkup yang
 Bimbingan dan Konseling luas, sehingga mencakup menyeluruh, (2)
dilaksanakan dengan pola peserta didik di dirancang untuk lebih
yang jelas: pengertian, perguruan tinggi dan berorientasi pada
tujuan, fungsi, prinsip, dan warga masyarakat pada pencegahan, dan, (3)
asas (Prayitno & Amti, umumnya. (Kurniawan tujuannya
1999) & Malik, 2015) pengembangan potensi
 Penyusunan pedoman  Penambahan 2 layanan, peserta didik
Musyawarah Guru yaitu layanan konsultasi (Kurniawan L. , 2015)
Pembimbing (MGP) dan layanan mediasi.  Program bimbingan dan
dengan SK Mendikbud Dan juga menambahkan konseling merupakan
No. 025/1995, dengan satu kegiatan pendukung team building approach
menghasilkan, BK yaitu Terapi artinya merupakan
pengangkatan guru BK kepustakaan, yaitu suatu tim yang bersifat
yang berlatar belakang kegiatan permasalahan kolaboratif antar staf,
pendidikan bimbingan dan masalah dengan buku. jadi guru BK tidak
konseling, diadakaknya  Bertambahnya dua bekerja sendirian,
penataran guru-guru bidang layanan yaitu namun harus
pembimbing tingkat bidang pengembangan berkolaborasi dengan
nasional, regional dan kehidupan berkeluarga stakeholder (Kurniawan
lokal dan penyusunan dan bidang & Malik, 2015)
pedoman kegiatan pengembangan  Struktur program yang
bimbingan dan konseling kehidupan lebih mantap Layanan
di sekolah (Prayitno & keberagamaan dasar bimbingan:
Amti, 1999) Layanan responsif,
Layanan perencanaan
Individual, Dukungan
Sistem (Kurniawan L. ,
2015)
Kekurangan  Hanya berfokus pada  Hanya berfokus pada  Berkurangnya bidang
layanan penyelesaian layanan penyelesaian layanan berkeberagaan
masalah masalah dan berkeluarga
 Tidak ada kegiatan
pendukung terapi
kepustakaan
 Layanan Advokasi
menjadi tidak
berfokus, karena ada
di dalam layanan
dukungan sistem

Bibliography
ASCA. (2003). The ASCA National Model: A Framework for School Counseling Program. New
York: Alexandria VA.
Kurniawan, K., & Malik, A. (2015). Tingkat Pemahaman KonselorTentang Kompetensi
Profesional dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling. Indonesian Journal of Guidance
and Conseling.

Kurniawan, L. (2015). Pengembangan Program Layanan Bimbingan dan Konseling


Komprehensif di SMA. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling, 1(1), 2443 - 2202.

Prayitno, & Amti, E. (1999). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Permendikbud No.111 tahun 2014 Bimbingan Dan Konseling Pada Pendidikan Dasar Dan
Pendidikan Menengah

Anda mungkin juga menyukai