Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP

TINGKAT KEMATANGAN EMOSI REMAJA

Oleh :

ALIF FIANA
1715152330
Bimbingan dan Konseling

MAKALAH ILMIAH

Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat Perkuliahan


pada Mata Kuliah Bahasa Indonesia

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan teman-teman dan bimbingan Dosen kami, Dra.Gusti
Yarmi, M.Pd., sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang
pengaruh perceraian orang tua terhadap tingkat kematangan emosi remaja yang
penulis sajikan berdasarkan sumber teori yang ada. Semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Negeri Jakarta prodi Bimbingan dan Konseling
Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu kepada dosen pembimbing, penulis meminta masukan demi
perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca
Bekasi, 16 Juni 2016
Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................................
B. Identifikasi Masalah .............................................................................................
C. Pembatasan Masalah ............................................................................................
D. Rumusan Masalah ................................................................................................
E. Manfaat Penulisan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Perceraian................................................................................................
1. Pengertian Perceraian
...............................................................................................................
2. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian
...............................................................................................................
B. Hakikat Remaja....................................................................................................
1. Pengertian dan Karakteristik Remaja
...............................................................................................................
2. Proses Perubahan pada Masa Remaja
...............................................................................................................
C. Hakikat Emosi......................................................................................................
1. Pengertian Emosi
...............................................................................................................
2. Pengertian dan Ciri-Ciri Kematangan Emosi
...............................................................................................................
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
...............................................................................................................
...............................................................................................................
D. Pengaruh Perceraian Orang Tua terhadap Tingkat Kematangan Emosi
Remaja
.....................................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
LAMPIRAN.......................................................................................................................

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa Remaja dikenal sebagai periode perubahan. Tingkat perubahan
dalam sikap dan perilaku selama masa remaja, sejajar dengan tingkat perubahan
fisik. Menurut Hurlock, ada lima perubahan remaja yang hampir bersifat
universal, salah satunya adalah meningginya emosi. Perubahan emosi biasanya
terjadi lebih cepat selama masa awal remaja, sehingga meningginya emosi lebih
menonjol pada masa awal periode akhir masa remaja.1 Remaja akhir cenderung
memiliki emosi yang labil, oleh sebab itu terkadang muncul dalam bentuk yang
meledak-ledak. Pada fase ini, perilaku remaja mendadak menjadi sulit diduga dan
seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku.
Remaja yang dapat mengendalikan emosinya dapat mendatangkan
kebahagiaan yang biasa disebut kematangan emosi. Kematangan emosi adalah
kesanggupan individu untuk menghadapi tekanan berat dalam kondisi yang tetap
baik. Kematangan emosi remaja yang baik, dapat terbentuk karena beberapa
faktor, seperti keluarga, jenis kelamin, dan media. Faktor yang akan penulis bahas
pada makalah ini adalah fakor keluarga.
Keluarga merupakan satuan terkecil di dalam masyarakat, tetapi
menempati kedudukan yang primer. Keluarga merupakan wadah utama bagi
perkembangan dan pertumbuhan anak.. Keluarga pada awalnya terbentuk karena
adanya perkawinan, namun dalam sebuah hubungan tidak jarang timbul konflik
baik dari pihak suami ataupun istri. Hal ini tidak menutup kemungkinan
perkawinan tersebut dapat mengalami kehancuran atau perceraian.
Perceraian merupakan perubahan yang signifikan bagi anak, dimana anak
akan merasa kehilangan salah satu orang tuanya dan akan berdampak pada kondisi
1 Elizabeth B Hurlock, Development of Psycology, Terj.Istiwidayanti, Soedjarwo,
Ridwan M.S. (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 207.

emosi anak tersebut. Perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun semakin


meningkat. Berdasarkan paparan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA
menjelaskan bahwa pada tahun 2007 jumlah perceraian yang diputus oleh
pengadilan agama sebanyak 167.807 kasus, meningkat menjadi 213.960 kasus
pada tahun 2008, dan 223.371 kasus pada tahun 2009.2 Tingginya angka percerain
ini, secara tidak langsung menunjukkan banyaknya anak-anak yang menjadi
korban perceraian orang tuanya.
Sebagian besar anak-anak korban perceraian cenderung tidak dapat
mengontrol emosi dari orang tua mereka yang sudah bercerai. Hal
ini mengakibatkan keinginan untuk melampiaskan rasa frustasi
mereka dengan

melakukan

hal-hal yang berlawanan

dengan

peraturan. Sering pula mereka berkhayal akan rujuknya kedua


orang tua mereka. Realitanya diduga banyak anak dari keluarga
yang bercerai memiliki sikap bandel, nakal, pesimis, penakut, dan
tidak konsentrasi dalam menerima pelajaran di sekolah serta
mengalami kekacauan emosi.
Berdasarkan fakta diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi
keluarga yang tidak harmonis akan berdampak bagi kondisi emosi
anak. Jadi, keluarga merupakan bagian terpenting dalam pembentukan

kematangan emosi anak khusunya remaja. Untuk itu makalah ini akan membahas
lebih lanjut mengenai bagaimana pengaruhnya perceraian orang tua terhadap
tingkat kematangan emosi remaja.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan perceraian?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan perceraian?
3. Bagaimana ciri-ciri kematangan emosioanal remaja?
2 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam
Keluarga (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 32.

4. Apakah pengaruh perceraian orang tua terhadap tingkat kematangan emosi


remaja?
C. Pembatasan Masalah
Mengigat luasnya identifikasi masalah yang ada, penulis membatasi masalah pada
pengaruh perceraian orang tua terhadap tingkat kematangan emosi remaja.
Remaja yang dimaksud adalah usia 15 tahun hingga 18 tahun.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, penulis merumuskan
masalah pada Bagaimana pengaruhnya perceraian orang tua terhadap tingkat
kematangan emosi remaja.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1

Secara Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan pemahaman tentang
pengaruh perceraian orang tua terhadap tingkat kematangan emosi remaja.

Secara Praktis
a. Bagi Peserta Didik
Untuk memberi gambaran mengenai pengaruh perceraian orang tua
terhadap tingkat kematangan emosi remaja.
b. Bagi Orangtua
Untuk memberi wawasan pada orangtua, bahwa perceraian tersebut
menyebabkan dampak negatif pada tingkat emosi anak khusunya remaja.
c. Bagi Guru/Konselor
Untuk memberi pengetahuan bagaimana pengaruh perceraian orang tua
terhadap tingkat kematangan emosi remaja dan dapat dijadikan dasar
dalam melakukan penanganan masalah peserta didik

BAB II

PEMBAHASAN
A. Hakikat Perceraian
Keluarga adalah tempat yang utama bagi anak. Selain itu, keluarga juga
merupakan pondasi primer bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga
pada awalnya terbentuk dari perkawinan. Namun, perkawinan tidak selalu
berjalan harmonis, ada saja konflik yang terjadi yang kemungkinan berujung pada
perceraian.
1. Pengertian Perceraian
Dalam sebuah

hubungan

tidak

jarang

menimbulkan

harapan-harapan yang tidak realistik baik di pihak suami ataupun


istri. Ketika harapan-harapan yang tidak realistik ini dihadapkan
dengan realistis kehidupan sehari-hari, tidak jarang hal-hal yang
dianggap sepele kemudian dapat menimbulkan kekecewaan,
seperti sikap egois, mudah marah, dan keras kepala. Akibat
kondisi ini maka sering timbul pertengkaran yang pada akhirnya
membuat mereka merasa bahwa perkawinan mereka tidak
seperti yang diharapkan. Untuk mengatasi hal tersebut, suami
istri harus mengadakan negosiasi, jika negosiasi berhasil maka
hubungan suami istri akan membaik, sebaliknya jika suami istri
tidak

menegosiasikan

maka

tidak

menutup

kemungkinan

perkawinan tersebut mengalami penceraian.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata cerai berarti
pisah, putus hubungan sebagai suami istri, talak. Kemudian menurut Dariyo
perceraian (divorce) merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara
pasangan suami-istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan
kewajiban sebagai suami-istri.3 Dalam pasal 28 UU No.1 Tahun 1974 memuat
perkawinan dapat putus

karena kematian, perceraian dan atas putusan

pengadilan.4 Jadi dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah pisahnya hubungan


antara suami dan istri secara resmi sesuai dengan ketentuan hukum.
2. Faktor- faktor Penyebab Perceraian
3 Agoes Dariyo, Desember 2004, Memahami Psikologi Perceraian dalam Kehidupan
Keluarga, Vol.2, No.2, http://ejurnal.esaunggul.ac.id/, 6 Juni 2016

Dalam sebuah hubungan keluarga, tidak jarang tejadi konflik akibat dari hal yang
sepele ataupun hal yang serius. Konflik yang tidak dapat ditangani secara efektif
akan memungkinkan pasangan mengalami kehancuran atau perceraian. Perceraian
dapat timbul karena masalah ekonomi, ada pihak ke-tiga, adanya penyiksaan fisik,
pasangan bersikap egois, dan ketidakcocokan dalam tujuan.
Menurut Dariyo dalam Estuti, faktor-faktor yang menyebabkan terjadi
perceraian suami-istri adalah masalah keperawanan, ketidaksetiaan salah satu
pasangan hidup, tekanan kebutuhan ekonomi keluarga, tidak mempunyai
keturunan, salah satu pasangan hidup meninggal dunia dan perbedaan prinsip,
ideologi atau agama.5
Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 disebutkan bahwa
perceraian dapat terjadi karena : (1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi
pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; (2)
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya; (3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; (4) Salah satu
pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami istri; (5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau
penyakit berat yang membahayakan pihak lain; (6) Antara suami dan istri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga; (7) Suami melanggar taklik talak6.

4 Undang-undang Republik Indoensia nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,


http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU1-1974Perkawinan.pdf, 6 Juni 2016
5 Widi Tri Estuti, 2013, Dampak Perceraian Orang Tua terhadap Kecerdasan Emosional
Anak. http://lib.unnes.ac.id/, 12 Juni 2016
6 Kompilasi Hukum Islam Perkawinan pasal 116,
http://hukum.unsrat.ac.id/ma/kompilasi.pdf, 12 Juni 2016

B. Hakikat Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa
dewasa. Istilah ini menunjukan masa dari awal pubertas sampai tercapainya
kematangan, biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita.
1. Pengertian dan Karakteristik Remaja
Remaja adalah kelompok minoritas yang punya warna tersendiri, \punya
dunia tersendiri, sukar dijamah oleh orang tua. Kata remaja berasal dari bahasa
latin yaitu adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.7Menurut Konopka masa remaja
ini meliputi (a) remaja awal: 12-15 tahun; (b) remaja madya : 15-18 tahun, da
remaja akhir 19-22 tahun.8
Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih
luas, mencakup kematangan emosional, sosial dan fisik.

Pandangan

ini

diungkapkan oleh Piaget dengan mengatakan : (1) Usia dimana anak tidak merasa
dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan
yang sama, sekurang-kurangnya masalah hak; (2) Integrasi dalam masyarakat
dewasa mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa
puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok; (3) Transformasi
intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai
integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa.9
Berdasarkan pemaparan diatas, remaja dapat disimpulkan sebagai masa perubahan
dari masa anak-anak menuju dewasa dengan perubahan fisik maupun psikis. Pada
masa ini, remaja memiliki tugas-tugas perkembangan dalam berbagai aspek untuk
7 Elizabeth B Hurlock, Development of Psycology, Terj.Istiwidayanti, Soedjarwo,
Ridwan M.S. (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 206
8 Syamsu LN Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm. 184
9 Op.Cit, hlm. 206

menemukan jati dirinya. Perkembangan remaja meliputi perkembangan fisik,


intelektual, emosi, sosial, moral, dan lain lain.

2. Proses Perubahan pada Masa Remaja


Masa remaja dikenal sebagai satu periode dalam rentang kehidupan
manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut
bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode peralihan antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa. Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak
dan orang dewasa ada beberapa perbedaan yang selain bersifat biologis juga
bersifat psikologis. Pada masa remaja

perubahan bersar terjadi dalam kedua

aspek tersebut. Aspek yang berubah selama masa remaja menurut Lerner &
Hultsch dapat diuraikan sebagai berikut:10
a. Perubahan Fisik
Rangkaian perubahan yang paling jelas yang nampak dialami oleh
remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada
masa pubertas atau pada masa remaja awal, yaitu sekitar umur 11-15 tahun
pada wanita dan 12-16 tahun pada pria. Hormon-hormon baru diproduksi
oleh kelenjar endokrin, dan ini membawa peruahan dalam ciri-ciri seks
primer dan memunculkan seks sekunder.
Ciri perubahan seks primer pada remaja wanita adalah tumbuhnya
rahim, vagina dan ovarium sehingga remaja wanita mengalami menstruasi,
sedangkan remaja laki-laki adalah pertumbuhan testis dan kelenjar prostat
sehingga mengalami mimpi basah. Kemudian ada ciri sekunder, yaitu
perubahan-perubahan fisik yang tampak pada remaja wanita maupun lakilaki.
b. Perubahan Emosionalitas
Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan menimbulkan
dorongan-dorongan dan persaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal
yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah
10 Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaintannya dengan
Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm. 32

dirasakan sebelumnya. Keterbatasan secara kognitif untuk mengolah


perubahan-perubahan baru tersebut bisa membawa perubahan besar dalam
fluktuasi emosinya.
Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan, namun
sebagian besar sremaja mengalami ketidakstabilan emosi dari waktu ke
waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuain diri pada pola perilaku
baru dan harapan sosial baru. Misalnya dalam hubungan percintaan
merupakan masalah yang rumit pada masa ini.
c. Perubahan Kognitif
Perkembangan intelektual (kognitif) pada remaja bermula pada
umur 11 atau 12 tahun. Remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang
konkrit, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang
hipotesis dan abstrak dari realitas. Bagaimana dunia ini tersusun tidak lagi
dilihat sebagai satu-satunya alternatif yang mungkin terjadi, misalnya
aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok sebayanya dan
aturan-aturan yang diberlakukan padanya tidak lagi dipandang sebagai halhal yang mungkin berubah. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru
ini memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotesis dan
kontrafaktual, yang nantinya akan memberikan peluang pada individu
untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal.
d. Implikasi Psikososial
Perubahan dalam status sosial membuat remaja mendapatkan
peran-peran baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru. semua
masyarakat membedakan antara individu sebagai anak dan individu yang
siap memasuki masa dewasa. Remaja diharapkan memiliki penyesuaian
sosial yang tepat dalam arti kemampuan untuk mereaksi secara tepat
terhadap realitas sosial, situasi dan relasi baik di lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat.
Perkembangan sosial pada masa remaja berkembang kemampuan
untuk memahami orang lain sebagai individu yang unik. Baik menyangkut
sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai atau perasaan sehingga mendorong

remaja untuk bersosialisasi lebih akrab dengan lingkungan sebaya atau


lingkungan masyarakat baik melalui persahabatan atau percintaan.
C. Hakikat Emosi
Pada hakikatnya, setiap orang itu mempunyai emosi. Dari bangun tidur
pagi hari sampai waktu tidur malam hari, kita mengalami macam-macam
pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi pula. Pada saat makan pagi
bersama keluarga, misalnya kita merasakan gembira, senang, kemudian saat
perjalanan menuju kampus, kita merasa jengkel karena macet. Semua itu
merupakan emosi kita.
1.

Pengertian Emosi
Sarlito W. Sarwono mendefinisikan emosi sebagai reaksi penilaian (positif
atau negatif) yang kompleks dari sistem syaraf seseorang terhadap rangsangan
dari luar atau dari dalam dirinya sendiri. Definisi tersebut menggambarkan bahwa
emosi diawali dengan adanya suatu rangsangan, baik dari luar maupun dari dalam,
selanjutnya kita menafsirkan persepsi atas rangsan itu sebagai suatu hal yang
positif atau negatif yang selanjutnya secara tidak sadar direpon oleh indera-indera
kita. Pada saat itulah terjadi emosi.11
Sedangkan menurut William James, emosi adalah kecenderungan untuk
memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam
lingkungannya.12 Dari pemaparan dua ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa emosi
adalah suatu reaksi fisiologis yang muncul dari dalam diri akibat dari rangsan dari

2.

dalam maupun dari luar.


Pengertian dan Ciri-Ciri Kematangan Emosi
Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila
pada akhir masa remaja tidak meledakkan emosinya di hadapan orang lain,
melainkan menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya
11 Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2010), hlm. 124
12 Alex Sobur, Psikologi Umum: Dalam Lintsan Sejarah, (Jawa Barat: CV Pustaka Setia, 2003),
hlm. 399

dengan cara-cara yang lebih diterima. Petunjuk kematangan emosi lainnya adalah
bahwa individu melihat secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi secara
emosional.13 Dari pemikiran Hurlock dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi
adalah kemampuan individu dalam merespon emosi-emosi yang dirasakan dengan
baik dan mampu mengendalikan emosi secara matang.
Menurut Syamsu Yusuf remaja yang dalam proses perkembangannya berada
dalam iklim yang kondusif, cenderung akan memperoleh perkembangan emosi
yang matang. Kematangan emosi ini ditandai oleh: (1) adekuasi emosi : cinta
kasih, simpati, altruis (senang menolong orang lain), respek (sikap hormat atau
menghargai orang lain), dan ramah; (2) mengendalikan emosi : tidak mudah
tersinggung, tidak agresif, bersikap optimis dan tidak pesimis (putus asa), dan
dapat menghadapi situasi frustasi yang secara wajar.14
Kemudian Pikunas mengemukakan pendapat Luella Cole mengenai tugas
perkembangan remaja dalam kematangan emosional, yaitu : bersikap toleran dan
merasa nyaman, luwes dalam bergaul, interdependensi dan mempunyai selfesteem, kontrol diri sendiri, perasan mau menerima dirinya dan orang lain, dan
mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif.15

3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi


Yusuf

berpendapat,

mencapai

kematangan

emosional

merupakan

tugas

perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat


13 Elizabeth B Hurlock, Development of Psycology, Terj.Istiwidayanti, Soedjarwo,
Ridwan M.S. (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 213
14 Syamsu LN Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 197
15 Ibid, hlm. 73

dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan


keluarga dan kelompok teman sebaya. 16Keluarga dan kelompok sebaya
merupakan lingkungan terdekat yang memiliki peranan penting.
Keluarga adalah satuan terkecil di dalam masyarakat, tetapi menempati
kedudukan yang primer. Pengertian keluarga di sini, berarti yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan wadah utama bagi perkembangan dan
pertumbuhan

anak

melalui

pendidikan

dini.

Kondisi

orang

tua

akan

mempengaruhi setiap perkembangan anak, terutama remaja. Keluarga yang


harmonis, saling mempercayai dan menghargai, memberikan kasih sayang, dan
memberikan kebebasan dalam berpendapat akan berdampak positif terhadap
perkembangan remaja terutama kematangan emosi. Kemudian keluarga yang
bersikap memaksakan kehendak, terlalu tegas, terlalu memanjakan akan
mengakibatkan ketidakmatangan emosi anak.
Teman juga memberikan pengaruh terhadap kematangan emosi remaja.
Pada masa ini, kebanyakan remaja telah menjalani keintiman melalui hubungan
persahabatan sesama jenis. Remaja biasanya lebih percaya atau lebih nyaman
bertukar pikiran, pendapat, dan perasaan kepada teman sebayanya daripada orang
tuanya. Hal ini menunjukan, teman memiliki peran yang penting bagi remaja.
Apabila teman dapat memberikan wadah individu dalam menjalin hubungan
persahabatan yang sehat, maka kematangan emosi remaja pun akan baik dan
begitupun sebaliknya.

D. Pengaruh Perceraian Orang Tua terhadap Tingkat Kematangan Emosi


Remaja
Perceraian yang terjadi pada suatu keluarga tidak hanya menimbulkan
gangguan emosional bagi pasangan yang bercerai, tetapi juga mempengaruhi jiwa
dan kondisi anak. Dampak perceraian terhadap anak lebih berat dibanding pada
16 Op.Cit

orang tua. Terkadang anak akan merasa terperangkap di tengah-tengah saat orang
tua bercerai. Rasa marah, takut, cemas akan perpisahan, sedih dan malu
merupakan reaksi-reaksi bagi kebanyakan anak dari dampak perceraian.
Perceraian merupakan peralihan besar dalam penyesuaian
dengan keadaan. Anak akan mengalami reaksi emosi dan
perilaku karena kehilangan salah satu orang tuanya. Anak
membutuhkan dukungan, kepekaan dan kasih sayang yang lebih
besar untuk membantu mengatasi kehilangan yang dialaminya
selama masa sulit ini. Realitanya diduga banyak anak dari
keluarga yang bercerai memiliki sikap bandel, nakal, pesimis,
penakut, dan tidak konsentrasi dalam menerima pelajaran di
sekolah serta tidak percaya diri sehingga dalam bersosialisasi
tidak dapat berjalan dengan baik.
Berbagai penelitian menyebutkan bahwa pada umumnya perceraian akan
membawa resiko yang besar pada anak, baik dari sisi psikologis, kesehatan
maupun akademis.17 Hetherington mengungkapkan bahwa setelah 6 tahun pasca
perceraian orang tuanya, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang merasa
kesepian, tidak bahagia, mengalami kecemasan, dan perasaan tidak aman. 18 Dari
pendapat tersebut, memang benarlah perceraian mengakibatkan dampak
ketidakstabilan emosi pada anak
Sedangkan menurut Hurlock dalam Yusuf, dampak remaja korban perceraian
orang tua, antara lain: mudah emosi (sensitif), kurang konsentrasi belajar, tidak
perduli terhadap lingkungan dan sesamanya, tidak tahu sopan santun, tidak tahu
etika bermasyarakat, senang mencari perhatian orang, ingin menang sendiri, susah
diatur, suka melawan orang tua, tidak memiliki tujuan hidup, kurang memiliki

17 Dewi P.S. & Muhana S.U., 2006, Subjective Well-Being Anak dari Orang Tua yang
Bercerai, Vol. 35, No.2, http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id, 10 Juni 2016

18 Ibid

daya juang, berperilaku nakal, mengalami depresi, melakukan hubungan seksual


secara aktif, dan kecenderungan terhadap obat-obat terlarang.19
Perceraian

hampir

selalu

membuat

anak

bersedih,

pemarah, dan lemah jiwanya, khususnya remaja. Remaja adalah


masa-masa

peralihan

dari

masa

anak-anak

menuju

masa

dewasa, dimana remaja harus menyesuaikan terhadap hal-hal


yang baru di dalam kehidupannya untuk mencari jati diri.
Keguncangan emosi akibat dari perceraian menyebabkan remaja
shock terhadap kondisi keluarganya. Keluarga yang seharusnya
dapat membantu dalam pelaksanaan tugas perkembangan
remaja, justru menyulitkan remaja untuk berkembang lebih baik.
Salah satu tugas-tugas perkembangan remaja adalah mencapai kematangan
emosi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kematangan emosi adalah
kemampuan individu dalam merespon emosi-emosi yang dirasakan dengan baik
dan mampu mengendalikan emosi secara matang. Ciri-ciri kematangan emosi,
antara lain : mampu mengotrol emosi, dapat bersikap baik terhadap orang lain,
memiliki rasa percaya diri yang baik, dan tidak terlalu frustasi pada masalah.
Kematangan emosi ini ada faktor-faktor yang mempengaruhinya, salah satunya
adalah faktor keluarga.
Apabila kondisi keluarga harmonis, maka perkembangan kematangan
emosi remaja akan baik, dan apabila kondisi keluarga bercerai-berai dalam arti
tidak harmonis, maka akan menimbulkan sikap-sikap yang berlawanan dari
kematangan emosional itu sendiri. Sudah dijelaskan menurut pendapat ahli,
bahwa perceraian orang tua membawa dampak buruk bagi emosional anak. Jadi
dapat disimpulkan bahwa, perceraian orang tua berakibat rendahnya tingkat
kematangan emosi pada remaja.

19 Widi Tri Estuti, 2013, Dampak Perceraian Orang Tua terhadap Kecerdasan
Emosional Anak. http://lib.unnes.ac.id/, 12 Juni 2016

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mencapai
perkembangan

kematangan
yang

emosional

sangat

sulit

merupakan

bagi

remaja.

tugas
Proses

pencapaiannya sangat dipengeruhi oleh kondisi sosio-emosional


lingkungannya, terutama keluarga. apabila lingkungan tersebut
cukup kondusif dalam arti kondisinya diwarnai dengan hubungan
yang harmonis, saling mempercayai saling menghargai dan penuh
tanggung

jawab,

kematangan

maka

remaja

emosionalnya,

cenderung

sebaliknya

dapat

mencapai

apabila

kurang

mempersiapkan untuk memahami peran perannya dan kurang


mendapatkan kasih sayang dari keluarga, mereka cenderung
mengalami kecemasan perasaan tertekan atau ketidaknyaman
emosional.
Dalam menghadapi ketidaknyaman emosional tersebut,, tidak
sedikit

remaja

yang

mereaksikannya

secara

depensif

untuk

melindungi kelemahannya dirinya, reaksinya seperti agresif, keras


kepala, bertengkat, berkelahi, sering menggangu, melarikan diri
dari kenyataan, melamun, pendiam, senang menyendiri dan yang
paling parah adalah minuman keras dan obat terlarang. Remaja
yang dalam proses perkembangannya berada dalam iklim yang
kondusif, cenderung akan memperoleh perkembangan nya secara
matang terutama masa remaja akhir. Kematangan emosi ini
ditandai oleh 1 cinta dan kasih, simpati, senang menolong orang
lain, respek sikap hormat atau menghargai orang lain dan ramah
dan dapat mengendalikan emosi

B. Saran
1. Pada keluarga yang utuh, orang tua harus mengesampingkan egonya dan lebih
mementingkan kepentingan atau perkembangan anak agar anak dapat
berkembang secara fisik, psikis dan emosional dengan baik. Orang tua juga

harus

menghindari

perselisihan

yang

berkepanjangan

yang

berakhir

perceraian.
2. Bagi anak, khusunya remaja yang orangtuanya mengalami perceraian harus
tetap semangat dalam menjalani hidup ini, bahwa hidup tidak akan berakhir
bila orangtua bercerai. Remaja tetap akan memiliki masa depan yang lebih
baik atas hasil usaha mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendrianti. 2006. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi


Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja.
Bandung: PT Refika Aditama
Dariyo, Agoes. 2004. Jurnal Psikologi : Memahami Psikologi Perceraian dalam
Kehidupan. Vol. 2, No. 2, http://ejurnal.esaunggul.ac.id/, 6 Juni 2016
Dewi, Pracasta Samya & Utami, Muhana Sofiati. 2006. Subjective Well-Being
Anak

dari

Orang

Tua

yang

Bercerai.

Vol.

35,

No.2,

http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id, 10 Juni 2016


Estuti, Widi Tri. 2013. Skripsi Dampak Perceraian Orangtua terhadap
Kecerdasan Emosional Anak, http://lib.unnes.ac.id/, 12 Juni 2016
Hurlock, Elizabeth B. 2002. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Lestari, Sri. 2014. Psikologi Keluarga: Penanaman Konflik dan Penangan
Konflik

dalam Keluarga. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Sarwono, W. Sarlito. 2010.Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum: Dalam Lintsan Sejarah. Jawa Barat: CV
Pustaka Setia

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai