Anda di halaman 1dari 23

PERENCANAAN PAJAK ATAS MERGER, PELEBURAN, AKUISISI DAN

PEMEKARAN

Dibuat dalam rangka memenuhi tugas Presentasi Mata Kuliah Perencanaan


Perpajakan Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014

OLEH :
KELOMPOK 10
ULWAN HAWARI 125020307111021
FISABELA A R 125020307111022
RUDY ERNANDO FEBRYAN 125020307111041
CC

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
PENGERTIAN MERGER, PELEBURAN, AKUISISI DAN PEMEKARAN
Penggabungan usaha menurut KMK 422/KMK.04/1998 adalah
penggabungan dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang
bergabung.
Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh
perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan
nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset
maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang
dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.640).
Akuisisi adalah suatu penggabungan usaha di mana salah satu perusahaan,
yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi
perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu,
mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
Peleburan usaha menurut KMK 469/KMK.04/1998 adalah penggabungan
dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
melikuidasi badan usaha-badan usaha yang bergabung tersebut.
Pemekaran usaha menurut KMK 211/KMK.03/2003 adalah pemisahan
badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan
usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru
tersebut tanpa dilakukan likuidasi badan usaha lama.
Jenis-jenis penggabungan usaha
Pembagian akuisisi menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe 2002, ada tiga
cara untuk melakukan akuisisi, yaitu :
a. Merger atau konsolidasi
Merger adalah bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding
firm tetap berdiri dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan
kewajiban milik target firm. Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi
bagian dari bidding firm. Konsolidasi sama dengan merger kecuali terbentuknya
perusahaan baru. Kedua perusahaan sama-sama menghilangkan keberadaan
perusahaan secara hukum dan menjadi bagian dari perusahaan baru itu, dan antara
perusahaan yang di-merger atau yang me-merger tidak dibedakan.
b. Acquisition of stock
Akuisisi dapat juga dilakukan dengan cara membeli voting stock
perusahaan, dapat dengan cara membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga
lain. Acquisition of stock dapat dilakukan dengan mengajukan penawaran dari
suatu perusahaan terhadap perusahaan lain, dan pada beberapa kasus, penawaran
diberikan langsung kepada pemilik perusahaan yang menjual. Hal ini dapat
disesuaikan dengan melakukan tender offer. Tender offer adalah penawaran
kepada publik untuk membeli saham target firm, diajukan dari sebuah perusahaan
langsung kepada pemilik perusahaan lain.
c. Acquisition of assets
Perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua
asetnya. Pada jenis ini, dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga
tidak terdapat halangan dari pemegang saham minoritas, seperti yang terdapat
pada acquisition of stock (p.817-818).

Sedangkan berdasarkan jenis perusahaan yang bergabung, menurut Moin


(2003), merger dapat dibedakan menjadi :
1. Merger Horizontal
Merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam
industri yang sama dengan tujuan mengurangi persaingan atau untuk
meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi, pemasaran,
distribusi, riset dan pengembangan dan fasilitas administrasi. Dampak dari
merger horisontal adalah semakin terkonsentrasinya struktur pasar pada
industri tersebut. Contohnya: merger antara Bank of Tokyo dengan Mitsubishi
Bank.
2. Merger Vertikal
Terjadi apabila suatu perusahaan membeli perusahaan-perusahaan hulunya
seperti perusahaan pemasoknya, dan atau perusahaan hilirnya, seperti
perusahaan distribusinya yang langsung menjual produknya ke pelanggan.
Dengan demikian merger vertikal merupakan penggabungan atau
pengintegrasian dua tahapan produksi atau distribusi. Keuntungan dari jenis
merger seperti ini adalah terjaminnya pemasokan bahan baku, penekanan biaya
transaksi, terciptanya koordinasi yang lebih baik, dan mempersulit
kemungkinan masuknya perusahaan pesaing yang baru.
3. Merger Konglomerat
Merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan yang masing-masing
bergerak dalam industri yang terkait. Merger konglomerat terjadi apabila
sebuah perusahaan mendiversifikasi bidang bisnisnya dalam memasuki bidang
bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula. Apabila merger
konglomerat dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan, maka
terbentuklah sebuah konglomerasi. Contoh: merger antara Viks Richardson
(farmasi) dengan Procter and Gamble (Consumer Goods).
4. Merger Ekstensi Pasar
Merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan untuk memperluas
area pasar. Adapun tujuan utamanya adalah untuk memperkuat jaringan
pemasaran bagi produk masing-masing perusahaan. Biasanya merger ekstensi
pasar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lintas negara, dalam rangka
ekspansi dan penetrasi pasar serta untuk mengatasi keterbatasan ekspor karena
kurang memberikan fleksibilitas penyediaan produk terhadap konsumen luar
negeri. Contoh: merger antara Daimler Benz (Jerman) dengan Chrysler
(Amerika Serikat).
5. Merger Ekstensi Produk
Merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan sejenis atau dalam
industri yang sama tetapi tidak memproduksi produk yang sama maupun tidak
ada keterkaitan supplier. Penggabungan usaha ini dilakukan untuk memperluas
lini produk masing-masing perusahaan setelah merger, perusahaan akan
menawarkan lebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan dapat
menjangkau konsumen yang lebih luas. Merger ekstensi produk ini dilakukan
dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan pengembangan masing-
masing untuk mendapat sinergi melalui efektivitas riset sehingga lebih prodiktif
dalam inovasi. Contoh: merger antara perusahaan farmasi Upjohn (Amerika
Serikat) dengan Pharmacia (Swedia).
Sedangkan beberapa jenis akuisisi menurut Gitman (2003) antara lain:
1. Akuisisi Horisontal
Adalah akuisisi perusahaan sejenis, yaitu perusahaan pembeli yang
membeli perusahaan lain yang sejenis usahanya. Biasanya akuisisi seperti ini
dilakukan karena ingin memperbesar pangsa pasar perusahaan.
2. Akuisisi Vertikal
Yaitu perusahaan membeli perusahaan lain yang bukan sejenis, tetapi
perusahaan yang dibeli akan membantu perusahaan untuk proses produksinya.
3. Akuisisi Konglomerasi
Yaitu perusahaan membeli perusahaan lain yang tidak ada hubungannya
satu sama lain. Dalam kasus ini perusahaan pembeli sudah kelebihan dana dan
ingin membuat konglomerasi perusahaan.

Alasan-alasan Perusahaan Melakukan Merger dan Akuisisi


Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui
merger maupun akuisisi, yaitu :
a. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran,
pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun
akuisisi. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika
melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat
mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
b. Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi
(economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya
overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah
pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika
perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena
fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c. Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan
ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi
eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang
memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam
perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan
meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d. Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak
adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan
yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar
untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan
perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke
depan atau sampai kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki
kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang
menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini
perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah
pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang
diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari
pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas
yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih
luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan
dengan perusahaan yang lebih kecil.
g. Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan
yang tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan
membiayai pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini,
kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding
firm yang berminat (Gitman, 2003, p.714-716).
Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi
Kelebihan Merger : Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih
murah dibanding pengambilalihan yang lain (Harianto dan Sudomo, 2001, p.641)
Kekurangan Merger : Dibandingkan akuisisi, merger memiliki beberapa
kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-
masing perusahaan,sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan
waktu yang lama. (Harianto dan Sudomo, 2001, p.642)

Kelebihan dan Kekurangan Akuisisi


Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset adalah sebagai
berikut:
a. Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara
pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran
Bidding firm, mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada
pihak Bidding firm.
b. Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung
dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender
offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan.
c. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan,
akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak
bersahabat (hostile takeover).
d. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan
mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak
ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui
akuisisi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.643-644).

Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset sebagai berikut :


a. Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui
pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran
dasar perusahaan menentukan paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara
setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi.
b. Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi
merger.
c. Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum
dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi. (Harianto dan
Sudomo, 2001, p.643)
PEMEKARAN USAHA

Pemekaran usaha adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang


modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan
cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban
kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi
badan usaha yang lama.
Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan
nilai buku adalah:

1. Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran


umum perdana (Initial Public Offering); atau
2. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil
pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering)

Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha dalam ranga IPO wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut apabila ingin menggunakan nilai buku
sebagai nilai pengalihannya.

1. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan


melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;
2. Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan
3. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test)

Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta
tersebut sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan
pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan. Sementara itu, penyusutan atas harta
yang diterima dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana
tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.
Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang akan menjual sahamnya
di bursa efek, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan
pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku, harus telah mengajukan
pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) dalam rangka penawaran umum perdana (Initial Public
Offering) dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif.
Jangka waktu satu tahun tersebut dapat diperpanjang karena keadaan diluar
kekuasaan Wajib Pajak dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Apabila Wajib Pajak tidak melakukannya dalam jangka waktu di atas maka nilai
pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku
dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.
PERUSAHAAN HOLDING

Penggabungan badan usaha adalah usaha untuk menyatukan sebuah


perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan
ekonomis. Mengadakan penggabungan badan usaha atau External Business
Expansion merupakan alasan pemilik perusahaan untuk lebih mengembangkan
usahanya dimasa yang akan datang dalam rangka mempersiapkan perusahaan
dalam posisi yang berdaya saing yang kuat. Suatu perusahaan melakukan
pengabungan sumber-sumber ekonomis yang dimiliki oleh perusahaan lainnya.
Penggabungan badan usaha dalam bentuk Holding Company pada
umumnya merupakan cara yang dianggap lebih menguntungkan, dibanding
dengan cara memperluas perusahaan dengan cara ekpansi investasi. Karena
dengan pengabungan perusahaan ini akan diperoleh kepastian mengenai : Daerah
pemasaran, sumber bahan baku atau penghematan biaya melalui penggunaan
fasilitas dan sarana yang lebih ekonomis dan efisien (Hadori yunus;1990).
Holding Company dimulai sejak tahun 1889, Ketika Nem Jersey menjadi
Negara Bagian pertama yang memberlakukan Undang-undang yang mengijikkan
pembentukan perusahaan dengan tujuan utamanya memiliki saham perusahaan
lain. Menurut Bringham & Houston (2001; 413) Holding company adalah
Korporasi yang memiliki Saham biasa perusahaan lain dalam jumlah yang cukup
sehingga dapat menggendalikan perusahaan tersebu Hadori Yunus (1990)
mendefinisikan Holding company sebagai suatu perusahaan yang dibentuk dengan
tujuan khusus untuk memiliki saham-saham dan mengendalikan operasi
perusahaan lain. Sumber pendapatan utama bagi Holding Company adalah
pendapatan deviden dari saham-saham yang dimilikinya. Akan tetapi suatu
holding company bisa saja mempunyai usaha sendiri disamping memiliki saham
di beberapa perusahaan lainnya, atau biasa disebut dengan “Operating Holding
Company”
Sedangkan perusahaan-perusahaan yang manajemen dan operasionalnya
dikendalikan oleh perusahaan induk disebut dengan sebagai Perusahaan Anak
(Subsidiary Company). Hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak
disebut Hubungan Affiliasi
Pengertian
Perusahaan holding sering juga disebut dengan holding company, parent
company, atau controlling company. Munir Fuady mengartikan holding company
adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau
lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan laintersebut.
Pada holding company terdapat konsentrasi saham-saham dengan tujuan
untuk mencapai pengaruh pada perusahaan tertentu atau cabang perusahaan
tertentu atau dengan maksud untuk mengendalikannya.
Konsentrasi yang diinginkan dapat dicapai dengan bantuan modal asing.
Holding company merupakan perusahaan yang berdiri sendiri yang atas namanya
sendiri, mengeluarkan saham-saham badan usaha lain dan deviden yang tercapai
dengannya. Maskapai induk (moedermaatschappij ) melalui kekayaan saham-
sahamnya sebesar 40% hingga 50% dapat mengendalikan sejumlah maskapai
anak (doctermaatschappijen) yang kembali lagi melalui pemilikan saham
(aandelenbezit) menguasai maskapai-maspakai anak lainnya.
Dalam dunia bisnis, kehadiran holding company merupakan sesuatu yang
lumrah, mengingat banyak perusahaan yang telah melakukan kegiatan bisnis yang
sudah sedemikian besar dengan berbagai garapan kegiatan, sehingga perusahaan
itu perlu dipecah-pecah menurut penggolongan bisnisnya. Namun dalam
pelaksanaan kegiatan bisnis yang dipecah-pecah tersebut, yang masing-masing
akan menjadi perseroan terbatas yang mandiri masih dalam kepemilikan yang
sama dengan pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam batas-batas tertentu;
artinya walaupun perusahaan tersebut telah dipecah-pecah dan menjadi perseroan
terbatas tersendiri; tidak otomatis terpisah mutlak dari perusahaan holding.
Untuk itu pecahan-pecahan perusahaan tersebut bersama-sama dengan
perusahaan-perusahaan lain yang mungkin timbul telah terlebih dahulu ada,
dengan pemilik yang sama atau minimal ada hubungan khusus, dimiliki atau
dikendalikan suatu perusahaan yang mandiri pula yaitu holding company tersebut.
Proses Pembentukan Holding Company
Secara Umum Proses pembentukan Holding Company dapat dilakukan
dengan tiga prosedur, yaitu :
1. Prosedur Residu
Dalam hal ini perusahaan asal dipecah pecah sesuai masing masing
sektor usaha. Perusahaan yang dipecah pecah tersebut telah menjadi
perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal
dikonversi menjadi perusahaan holding, yang juga memegang saham pada
perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.
Menurut Winardi, holding company ialah perusahaan yang menguasai
perusahaan lain. Seringkali orang mengatakan bahwa sebuah "holding
company is a company which holds other companies". Selanjutnya menurut
Komaruddin yang dimaksud dengan holding company ialah suatu badan usaha
yang didirikan dengan tujuan untuk menguasai sebagian besar saham dari
badan usaha yang akan dipengaruhinya. Pembentukan holding company
melalui prosedur residu; menurut Munir Fuady digambarkan sebagai berikut :

Keterangan Diagram:
X : Perusahaan asal
Xi : Bagian dari bisnis perusahaan asat yang tidak perlu
dimandirikan.
X2 : Bagian dari bisnis perusahaan yang pertu dimandirikan
P, Q, R : Pecahan dari perusahaan X2 yang sudah mandiri
A, B, C : Perusahaan yang tetah tertebih dahulu ada, tetapi dengan
kepemilikan yang sama/berhubungan dengan pemilik X,
dan sahamnya akan dialihkan ke X.
X3 : Perusahaan holding yang terbentuk akibat proses residu.
2. Prosedur Penuh
Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya tidakterlatu
banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi rmasing-masing
perusahaan dengan kepemilikan yang sarna/berhubungan saling terpencar-
pencar, tanpa terkonsentrasr dalam suatu perusahaan holding. Dalam hal ini,
yang menjadi perusahaan holding bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada
prosedur residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri
cajon perusahaan holding ini dapat berupa :
a. Diambil salah satu dari perusahaan yang sudah acta tetapi masih dalam
kepemilikan yang sarna atau berhubungan, ataupun
b. Diakuisisi perusahaan yang lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi
dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak mempunyai keterkaitan satu
sarna lain.
Pembentukan perusahaan holding lewat prosedur penuh menurut Munir
Fuady digambarkan sebagai berikut :

Keterangan Diagram:
A, B, C, D : Perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan yang samal
saling berhubungan.
X : Perusahaan baru dibentuk yang dipersiapkan untuk
menjadi perusahaan holding.
Y : Perusahaan lain dengan kepemilikan yang berbeda/tidak
saling berhubungan.
_____ : Saham perusahaan anak yang dipegang oleh perusahaan
holding.
Tipe A : Tipe pembentukan perusahaan baru
Tipe B : Tipe pengambitan perusahaan yang sudah ada tetapi masih
dalam kepemilikan yang sama atau saling berhubungan.
Tipe C : Tipe pengakuisisi terlebih dahulu perusahaan yang sudah
ada dan dengan kepemilikan yang berlainan/tidak saling
berhubungan.
3. Prosedur Terprogram
Dalam prosedur ini pembentukan perusahaan holding telah direncanakan
sejak awal start bisnis. Karenanya, perusahaan yang pertama sekali didirikan
dalam groupnya adalah perusahaan holding.Kemudian untuk setiap bisnis yang
dilakukan akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain. dimana perusahaan
holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain
sebagai partner bisnis. Dalam hal ini. jurnlah perusahaan baru sebagai anak
perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan
bisnis dari group usaha yang bersangkutan.
Pembentukan holding company terprogram, menurut Munir Fuady
digambarkan sebagai berikut. :

Keterangan Diagram:
A : Calon Perusahaan Holding
A1 : Perusahaan Holding
B,C,D : Perusahaan baru dibentuk (Anak Perusahaan)
x,Y,Z : Perusahaan lain dengan kepemilikan yang berbeda/tidak
saling berhubungan.
B,C,0 : Memegang saham dari awal terbentuk perusahaan.
X,Y,Z : Pemegang saham secara akuisisi.
Kelebihan dan Kekurangan Perusahaan Holding
Ciri-ciri organisasi holding company, adalah terdiri daripada dua orang
atau lebih, ada kerjasama, ada komunikasi antar satu anggota dengan yang lain,
ada tujuan yang ingin dicapai. Sejalan dengan tujuan pembentukan Holding, maka
program ini akan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Mendorong proses penciptaan nilai , market value creation dan value
enhancement.
2. Mensubstitusi defisiensi manajemen di anak-anak perusahaan.
3. Mengkoordinasikan langkah agar dapat akses ke pasar internasional.
4. Mencari sumber pendanaan yang lebih murah.
5. Mengalokasikan kapital dan melakukan investasi yang strategis.
6. Mengembangkan kemampuan manajemen puncak melalui cross-fertilization.
Banyak keunggulan dan kelemahan holding company adalah identik
dengan setiap organisasi berskala besar. Apakah perusahaan itu ditata berdasarkan
divisi atau dengan cabang-cabang yang dipertahankan sebagai perusahaan terpisah
tidak mempengaruhi alasan dasar untuk menjalankan operasi multi produk dan
multi pabrik bersekala besar. Akan tetapi seperti yang akan kita lihat nanti,
penggunaan holding company untuk mengendalikan operasi bersekala besar
mempunyai sejumlah keunggulan dan kelemahan yang nyata. Bringham &
Houston (2001) menguraikan lebih jauh tentang keunggulan dan kelemahan suatu
Holding Company sebagai berikut :
Keunggulan Holding Company :
a. Pengendalian dengan kepemilikan sebagian. Melalui operasi holding
company, sebuah perusahaan dapat membeli 5, 10, atau 50% saham
perusahaan lain. Kepemilikan sebagian (Fractional ownership) tersebut
mungkin sudah mencukupi untuk dapat mengendalikan secara efektif operasi
perusahaan yang sahamnya dibeli. Pengendalian kerja sering memerlukan
pemilikan saham biasa lebih dari 25 %. Akan tetapi kepemilikan tersebut bisa
saja hanya 10%. Seorang ahli keuangan menyatakan bahwa sikap
manajemenlebih penting daripada jumlah saham yang dimiliki : “Jika
manajemen berpendapat bahwa Anda dapat mengendalikan perusahaan
tersebut, maka Andalah yang mengendalikan”. Selain itu, pengendalian
berdasar marjin yang sangat kecil dapat dipertahankan melalui hubungan
dengan pemegang saham yang besar diluar kelompok holding company
bersangkutan.
b. Pemisahan Resiko. Karena berbagai perusahaan operasi (operating company)
dalam sistem holding company merupakan badan hukum terpisah, maka
kewajiban dalam setiap unit terpisah dari setiap unit lainnya. Karena iitu
kerugian fatal yang yang dialami suatu unit holding company tidak bisa
dibebankan sebagai klaim atas aktiva unit lainnya. Akan tetapi meskipun
gambaran umumnya demikian, namun hal itu tidak selalu berlaku. Pertama,
Perusahaan induk (Parent company) mungkin saja merasa wajib untuk
menyelesaikan utang anak perusahaan, meskipun secara hukum tidak terikat
untuk itu, demi menjaga nama baik dan mempertahankan para pelanggan.
Kelemahan Holding Company :
a. Pajak berganda parsial. Apabila holding company memiliki sekurang-
kurangnya 80 % saham anak perusahaan yang mempunyai hak suara,
maka peraturan pajak Amerika Serikat memperbolehkan penyerahan
surat pemberitahuan pajak terkonsolidasi, yang berarti bahwa yang
diterima perusahaan induk tidak kena pajak. Akan tetapi, jika
kepemilikan saham kurang dari 80%, maka surat pemberitahuan pajak
tidak dapat dikonsolidasikan. Perusahaan yang memiliki lebih dari 20%
tetapi kurang dari 80% dividen yang diterima, sedang perusahaan yang
memiliki kurang dari 20% hanya dapat mengurangkan 70% dari dividen
yang diterima. Pengenaan pajak berganda parsial ini sedikit banyak
mengurangi keunggulan holding company yang dapat mengendalikan
anak perusahaan dengan kepemilikan terbatas, tetapi apakah denda
pajak tersebut lebih besar dari keunggulan holding company lainnya
merupakan masalah yang harus ditentukan kasus per kasus.
b. Mudah dipaksa untuk melepas saham. Relatip mudah untuk menuntut
dilepaskannya anak perusahaan dari holding company apabila
kepemilikan saham itu ternyata melanggar Undang-undang antitrust.
Namun, Jika keterpaduan operasi sudah terjadi akan jauh lebih sulit
untuk memisahkan kedua perusahaan tersebut setelah bertahun-tahun
menjalin hubungan yang berarti bahwa kemungkinan divestitur secara
paksa akan diperkecil.
Perencanaan Pajak Perusahaan Holding
Holding Company atau perusahaan induk biasa dipakai perusahaan
multinasional dalam berinvestasi untuk memegang saham anak perusahaan. Bagi
investor, baik asing atau asal Indonesia, holding company dapat digunakan untuk
berinvestasi di Indonesia. Selain karena alasan bisnis, penghindaran pajak dapat
dilakukan dengan memilih holding company di lokasi yang tepat, di Indonesia
atau negara lain. Bank Indonesia belum ini bahkan merencanakan kewajiban
holding company di Indonesia untuk bank asing. Lantas, permasalahan dan
penghindaran pajak apa yang dapat terjadi serta dimanakah lokasi holding
company yang paling menguntungkan dalam hal pajak?
1. Tax Treaty dan Holding Company
Tax Treaty atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dapat
mempermudah dan mendorong investasi asing di Indonesia dengan
menghilangkan perpajakan berganda (double taxation) dan membagi hak
pemajakan untuk jenis penghasilan tertentu antara dua negara. Namun Tax
Treaty juga memberi kesempatan bagi investor untuk menggunakan holding
company di negara mitra P3B untuk berinvestasi di Indonesia dan memperoleh
keuntungan pajak.
Data BKPM beberapa kali menunjukkan bahwa investor terbesar di
Indonesia berasal dari Singapura, Belanda hingga British Virgin Islands.
Negara tersebut sebagai offshore financial center biasa menjadi lokasi holding
company. Hong Kong bahkan akan menjadi lokasi menarik bagi holding
company untuk Indonesia karena Tax Treaty Indonesia dan Hong Kong telah
diratifikasi.
2. Double Non Taxation
Holding company di negara mitra P3B dapat digunakan untuk memiliki
saham perusahaan di Indonesia dan menurut Tax Treaty, pajak penghasilan
atas penjualan saham berupa capital gain atas pengalihan saham dapat tidak
terutang di Indonesia dan terutang di negara mitra P3B. Namun beberapa
negara mitra P3B, yang menjadi lokasi holding company, tidak mengenakan
pajak atas penghasilan capital gain dari penjualan saham sehingga capital gain
tersebut sama sekali tidak dikenakan pajak (double non taxation). Hal ini dapat
dilakukan perusahan multinasional dengan beberapa lapisan holding company.
Permasalahan double non taxation ini menjadi sorotan di India pada kasus
Vodafone dimana atas penjualan saham perusahaan India, pemegang saham
dengan menggunakan holding company di Mauritius berusaha mendapatkan
keuntungan dari Tax Treaty yang berujung pada double non taxation.
Berdasarkan Tax Treaty India dan Mauritius, hak pemajakan atas capital gain
dari penjualan saham tersebut berada di Mauritius sedangkan Mauritius tidak
mengenakan pajak atas capital gain. Holding company di Mauritius sendiri
merupakan holding company lapisan kedua dibawah holding company lapisan
pertama yang berada di negara lain.
Otoritas pajak India berusaha mengenakan pajak atas capital gain tersebut
dan beralasan bahwa India mempunyai hak pemajakan atas penjualan saham
tersebut. Kasus Vodafone berujung pada sengketa pajak yang akhirnya
dimenangkan oleh wajib pajak namun menyadarkan pemerintah India akan
permasalahan double non taxation dan berusaha memperkuat peraturan atas
penghindaran pajak (anti avoidance rule). Struktur serupa kasus Vodafone
tentunya juga dapat terjadi di Indonesia.
Keuntungan tambahan dari holding company adalah adanya participation
exemption di negara mitra P3B sehingga dividen yang diterima holding
company hanya dikenakan di Indonesia sesuai Tax Treaty dan tidak lagi
dikenakan di negara mitra P3B, lokasi holding company.
Holding company dalam perusahaan multinasional juga dapat berfungsi
sebagai shared service center yang memberikan intra-group services seperti
jasa manajemen, treasury atau jasa pendukung lainnya. Berdasarkan Tax
Treaty, dengan syarat tertentu, Indonesia tidak memiliki hak pemajakan atas
penghasilan jasa tersebut karena negara mitra P3B mempunyai hak pemajakan
atas penghasilan jasa tersebut. Kenyataannya, negara mitra P3B yang menjadi
lokasi holding company dapat memberikan pembebasan pajak atas penghasilan
dari jasa tersebut sehingga penghasilan dari jasa tersebut tidak dikenakan pajak
dimanapun (double non taxation).
3. Anti Avoidance Rule di Indonesia
Indonesia sudah memiliki peraturan untuk mengatasi penghindaran pajak
seperti terdapat dalam pasal 18 UU PPh. Pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. 61 dan 62 Tahun 2009 untuk
memperketat pemberian keuntungan Tax Treaty kepada pihak yang berhak
mendapatkannya (beneficial owner) namun tidak mengatur rinci atas
persyaratan seperti dalam hal penghasilan yang dikenakan pajak di negara
mitra P3B dengan tarif 0%, jumlah pegawai serta outsourced management dari
holding company.
Beberapa negara memasukkan klausa tentang anti avoidance rule dalam
Tax Treaty untuk mencegah penyalahgunaan Tax Treaty. Hal ini dapat
diterapkan oleh Indonesia terutama dalam renegosiasi Tax Treaty.
Meskipun pemerintah memasukkan ketentuan tentang tax haven dalam hal
SPV sebagai holding company untuk memperoleh saham perusahaan di
Indonesia seperti dijelaskan dalam Pasal 18(3c) UU PPh dan PMK No.
258/PMK.03/2008 namun sampai sekarang tidak ada kejelasan definisi tax
haven.
Holding Company di Indonesia Berbeda dengan negara lain seperti
Singapura, Hong Kong atau Belanda, holding company di Indonesia, tetap
dikenakan pajak atas pengalihan saham. PPh atas deviden tidak dikenakan atas
holding company jika memiliki saham lebih dari 25 persen namun terdapat
permasalahan lain dalam hal merger dan akuisisi selain PPh penjualan saham
yaitu PPN atas pengalihan asset dan BPHTB.
Akan lebih menguntungkan untuk mendirikan holding company di negara
mitra P3B untuk berinvestasi di Indonesia karena keuntungan pajak dari
pembebasan pajak hingga double non-taxation. Pemerintah perlu membuat
peraturan anti avoidance rule yang lebih kuat dalam perpajakan internasional
namun perlu juga membuat peraturan yang lebih baik bagi holding company di
Indonesia.
Upaya Pemerintah Dalam Mengurangi Penghindaran Pajak Oleh
Perusahaan Holding
Penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan global di Uni Eropa cukup
besar nilainya. Namun apakah di Indonesia sendiri penghindaran pajak seperti
yang dialami negara-negara di Uni Eropa khususnya Inggris juga terjadi?
Perlu pembuktian untuk mengetahui seberapa besar perusahaan global di
Indonesia melakukan penghindaran pajak. Pembuktian itu pun tidaklah mudah
namun bisa dilakukan. Berikut ini adalah upaya pemerintah membuktikan
penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan holding.
Pertama, benchmarking kewajaran nilai biaya beban umum seperti royalti
offshore licensing dan jasa manajemen. Apa ada perbedaan tarif jasa manajemen
dan royalti antara Indonesia dengan negara lain untuk perusahaan yang sama?
Perusahaan consumer goods di India hanya membayar royalti 1,4 sampai 3,15
persen di tahun 2018, sementara di Indonesia antara 5-8 persen. Biaya royalti dan
jasa manajemen yang tinggi bisa dianggap sebagai dividen, selain tentunya
merugikan investor minoritas.
Kedua, perlu ada aturan pencabutan izin suatu usaha Penanaman Modal
Asing jika dalam waktu sekian tahun rugi terus menerus tapi terus beroperasi.
Ketiga, meninjau ulang perjanjian perhindaran pajak berganda (P3B) dengan
negara-negara tempat domisili holding company yang memiliki anak usaha di
Indonesia, seperti Singapura, Jepang, Korea, China dan negara Eropa.
Keempat, perlu kesepakatan pertukaran data keuangan perbankan dengan
negara anggota OECD, untuk mengejar data keuangan para penghindar pajak,
seperti yang dilakukan parlemen Uni Eropa. Kelima, pembatasan tarif bunga
pinjaman ke perusahaan induk.
Mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebelum melepas
jabatannya mengatakan, ada ribuan perusahaan multinasional yang tidak
menjalankan kewajibannya kepada negara. Agus Marto menyebut hampir 4.000
perusahaan tidak membayar pajaknya selama tujuh tahun.
Di Indonesia, peningkatan pembayaran royalti ke perusahaan induk (parent
company) berpotensi mengurangi PPh badan yang harus dibayar perusahaan. Dari
laporan keuangan di BEI, sebuah perusahaan consumer goods harus membayar
royalti kepada holding company di Belanda, dari 3,5 persen meningkat ke 5
sampai 8 persen mulai tahun 2013-2015.
Asumsi omset tahun 2013-2015, consumer goods tersebut stagnan di
angka Rp 27 triliun, dengan kenaikan royalti dari 3,5 persen menjadi 8 persen,
berarti ada kenaikan royalti sebesar 4,5 persen dikalikan Rp 27 triliun atau sekitar
Rp 1,215 triliun. Potensial loss PPh badan tahun 2015 adalah Rp 1,215 triliun
dikalikan 25 persen atau sebesar Rp 303 milyar.
Hal ini menurut aturan adalah legal namun kurang adil jika dilihat dari sisi
pajak bagi negara sumber penghasilan, karena 8 persen harga produk dibayar
rakyat Indonesia lari ke royalti holding company. Apakah ada penghindaran pajak
di Indonesia? Sangat mungkin, karena banyak perusahaan global yang juga
beroperasi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

http://library.usu.ac.id/download/fh/perda-hasim1.pdf
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f225c2e65c42/status-anak-
perusahaan-dari-pt-yang-beralih-jadi-pma
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3562/holding-company,-fungsi-dan-
pengaturannya
http://muhammadms.blogspot.com/2012/10/holding-company.html
http://taxationindonesia.blogspot.com/2012/12/holding-company-permasalahan-
dan.html
http://www.pajak.go.id/content/upaya-pembuktian-penghindaran-pajak-di-
indonesia
http://andyiqbal21.blogspot.com/2012/10/holding-company.html

Anda mungkin juga menyukai