Anda di halaman 1dari 14

KOREKSI HIPOKALEMI

Hipokalemi adalah penurunan kadar Kalium (K+) serum < 3,5 mEq/L.

Koreksi dilakukan menurut kadar Kalium :

1. Kalium 2,5 – 3,5 mEq/L


Berikan 75 mEq/kgBB per oral per hari dibagi tiga dosis.

2. Kalium < 2,5 mEq/L


Ada 2 cara, berikan secara drip intravena dengan dosis :
a) [(3,5 – kadar K+ terukur) x BB (kg) x 0,4] + 2 mEq/kgBB/24 jam, dalam 4 jam pertama.
[(3,5 – kadar K+ terukur) x BB (kg) x 0,4] + (1/6 x 2 mEq/kgBB/24 jam), dalam 20 jam berikutnya.
(IDAI, 2004)
+
b) (3,5 – kadar K terukur) + (1/4 x 2 mEq/kgBB/24 jam), dalam 6 jam.

(Setiati, Tatty Ermin)

Keterangan :

Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau hipokalemi berat.

Pemberian kalium tidak boleh lebih dari 40 mEq per L (jalur perifer) atau 80 mEq per L (jalur sentral) dengan
kecepatan 0,2 – 0,3 mEq/kgBB/jam.

Jika keadaan mengancam jiwa dapat diberikan dengan kecepatan s/d 1 mEq/kgBB/jam (via infuse pump dan monitor
EKG).
(Cronan, Kathleen M & Kost, Susanne I, 2006)

ATAU

Koreksi kalium secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq dalam 1 jam, diulang s/d kadar K + serum > 3,5
mEq/L.

Jika keadaan mengancam jiwa, kalium diberikan secara intravena dengan kecepatan maksimal 20 mEq/jam.
(Darwis, Darlan, 2006)

Pemberian kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa menyebabkan
penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2 – 1,4 mEq/L.

Pemberian kalium 40 – 60 mEq dapat menaikkan kadar K + serum sebesar 1 – 1,5 mEq/L.

(Darmawan, Iyan, 2009)

Sumber :
1. IDAI. Standart pelayanan medis kesehatan anak. Edisi I. Badan penerbit IDAI. Jakarta. 2004.
2. Cronan, Kathleen M & Kost, Susanne I. Renal and electrolyte emergencies. Dalam Fleisher, Stephen Ludwig. ed.
Textbook of pediatric emergency medicine. ed 5th. Lipincott Williams & Wilkins. 2006.
3. Darwis, Darlan. Gangguan keseimbangan kalium dan natrium. Dalam Naskah lengkap simposium nasional “hot
topics in paediatrics” pediatrik gawat darurat, kardiologi anak, dan perinatologi. Balikpapan 18-19 Maret 2006.
Ikatan IDAI cabang Kaltim. 2006.
1
4. Darmawan, Iyan. Hipokalemi. PT.Otsuka Indonesia. 2009.

Hipokalemia

IYAN DARMAWAN

Pendahuluan

Hipokalemia (K+ serum < 3,5 mEq/L) merupakan salah satu kelainan elektrolit yang ditemukan pada pasien rawat
inap. Di Amerika, 20% dari pasien rawat-inap didapati mengalami hipokalemia1, namun hipokalemia yang bermakna
klinik hanya terjadi pada 4—5% dari para pasien ini. Kekerapan pada pasien rawat-jalan yang mendapat diuretik
sebesar 40%2. Walaupun kadar kalium dalam serum hanya sebesar 2% dari kalium total tubuh dan pada banyak
kasus tidak mencerminkan status kalium tubuh; hipokalemia perlu dipahami karena semua intervensi medis untuk
mengatasi hipokalemia berpatokan pada kadar kalium serum.

Patofisiologi
Perpindahan Trans-selular

Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-faktor yang merangsang
berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik,
bikarbonat, dsb. Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel
otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal.
Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1.

Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K serum sebesar 0,2—0,4
mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3.
Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah
2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.

Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan amina
simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan
gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum
sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan
penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis
insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.

Obat-obat lain yang bisa menyebabkan hipokalemia dirangkum dalam tabel 13:

Deplesi Kalium

Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan normal, kalium
total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet
menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi
ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada
umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai
<10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—
2
10 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa
mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak
mendapat cukup kalium dalam diet mereka2.

Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal

Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium
berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan
lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan
transfusi eritrosit.

Kehilangan K+ Melalui Ginjal

Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan
furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemia

Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung 2

Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien dengan CHF. Ini membuat semakin bertambah
bukti yang memberi kesan bahwa peningkatan asupan kalium bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko
stroke. Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi diuretik, namun tidak sesering pada
pasien gagal jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau sirosis hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga
dapat mengurangi risiko stroke.

Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial. Sering terjadi salah tafsir
tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena obat ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan
menambah kalium atau diuretik hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung bendungan
yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut tidak cukup untuk memberi perlindungan terhadap
kehilangan kalium.

Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah jika ada hipokalemia pada pasien gagal
jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk mempertahankan kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk.
mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak mendadak di dalam uji klinik
terhadap 433 pasien di UK.

Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien iskemia jantung, gagal jantung,
atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya, seharusnya internist lebih "care" terhadap berbagai konsekuensi
hipokalemia. Asupan kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5--4 mmol/L. Jadi, tidak
menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.

Derajat Hipokalemia

Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L, sedangkan hipokalemia berat
didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung
dan mengancam jiwa.
3
Hipokalemia pada Anak

Hipokalemia pada anak juga merupakan gangguan elektrolit yang lazim dijumpai dan memiliki manifestasi beragam
serta serius, seperti kelumpuhan otot, ileus paralitik, kelumpuhan otot pernapasan, aritmia jantung, dan bahkan
henti jantung. Dari suatu kajian prospektif terhadap 1350 anak yang dirawat-inap6, diagnosis hipokalemia dipikirkan
pada setiap anak dengan diare akut dan kronik dengan gambaran klinik leher terkulai, kelemahan anggota gerak, dan
distensi abdomen. Sebanyak 38 anak didiagnosis sebagai hipokalemia, dengan gejala bervariasi sebagai berikut:

Sebanyak 85% dari anak yang hipokalemia tersebut mengidap malnutrisi dan 50% di antaranya dikategorikan
malnutrisi berat. Berbagai etiologi hipokalemia mencakup gastroenteritis akut dan kronik, renal tubular asidosis,
bronkopneumonia, serta penggunaan diuretik. Pemberian kalium oral (20 mEq/L) pada kasus ringan dan infus
intravena 40 mEq/L pada kasus berat, diketahui aman dan efektif mengatasi hipokalemia.

Hipokalemia pada Pasien Bedah7

Hipokalemia lazim dijumpai pada pasien bedah. K+ < 2,5 mmol/L berbahaya dan perlu tatalaksana segera sebelum
pembiusan serta pembedahan. Defisit 200—400 mmol perlu untuk menurunkan K+ dari 4 ke 3 mmol/L. Demikian
juga defisit serupa menurunkan K+ dari 3 ke 2 mmol/L.

Sebab-sebab

Asupan berkurang: asupan K+ normal adalah 40—120 mmol/hari. Umumnya ini berkurang pada pasien bedah yang
sudah anoreksia dan tidak sehat.

Meningkatnya influks K+ ke dalam sel: alkalosis, kelebihan insulin, ?-agonis, stress, dan hipotermia. Semuanya
menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Tidak akan ada deplesi K+ sejati jika ini adalah satu-satunya penyebab.

Kehilangan berlebihan dari saluran cerna: muntah-muntah, diare, dan drainase adalah gambaran khas seorang pasien
sebelum dan setelah pembedahan abdomen. Penyalahgunaan pencahar pada usia lanjut biasa dilaporkan dan bisa
menyebabkan hipokalemia pra-bedah.

Kehilangan berlebihan dari urin: hilangnya sekresi lambung, diuretik, asidosis metabolik, Mg++ rendah, dan kelebihan
mineralokortikoid menyebabkan pemborosan K+ ke urin. Mekanisme hipokalemia pada kehilangan cairan lambung
bersifat kompleks. Bila cairan lambung hilang berlebihan (muntah atau via pipa nasogastrik), NaHCO3 yang
meningkat diangkut ke tubulus ginjal. Na+ ditukar dengan K+ dengan akibat peningkatan ekskresi K+. Kehilangan K+
melalui ginjal sebagai respons terhadap muntah adalah faktor utama yang menyebabkan hipokalemia. Ini disebabkan
kandungan K+ dalam sekresi lambung sedikit. Asidosis metabolik menghasilkan peningkatan transpor H+ ke tubulus.
H+ bersama K+ bertukar dengan Na+ , sehingga ekskresi K+ meningkat.

Keringat berlebihan dapat memperberat hipokalemia.

Risiko

Aritmia jantung, khususnya pada pasien yang mendapat digoksin.


Ileus paralitik berkepanjangan
Kelemahan otot
4
Keram

Pendekatan Diagnostik

Anamnesis biasanya memungkinkan identifikasi faktor penyebab.

pH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan
menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.

Hipokalemia pada Pasien Stroke

Dalam suatu kajian observasi terhadap 421 pasien stroke, 150 pasien infark miokard, dan 161 pasien rawat-jalan
dengan hipertensi, didapatkan hasil sebagai berikut:8 Hipokalemia didapatkan lebih sering pada pasien stroke
dibandingkan pasien infark miokard, yakni 84 (20%) vs 15 (10%), p = .008) atau pasien hipertensi 84 (20%) vs 13 (8%),
p < .001. Bahkan, ketika pasien yang diberi diurteik dikeluarkan dari analisis 56 (19%) vs 12 (9%) kelompok pasien
infark, p = .014 dan 56 (19%) vs 4 (5%) kelompok hipertensi, p = .005, masing-masing. Pada analisis terhadap
kelangsungan hidup, kadar kalium yang lebih rendah ketika pasien masuk berkaitan dengan meningkatnya risiko
kematian.

Tatalaksana Hipokalemia

Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu disingkirkan dulu faktor-faktor selain
deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa
mempengaruhi kadar kalium serum.

Jumlah Kalium

Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus
baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan pasien. Namun, 40—100 mmol K+ suplemen biasa diberikan
pada hipokalemia moderat dan berat.

Pada hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan pasien dianjurkan banyak
makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang
mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium 5.

Kecepatan Pemberian Kalium Intravena

Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2 mEq/L, maka kecepatan lazim
pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada
anak, 0,5—1 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.

Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk
koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih
berat.

Koreksi Hipokalemia Perioperatif

5
KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa disertai defisiensi Cl-.

Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai.

Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak ada gejala klinik.

Penggantian 40—60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1—1,5 mmol/L dalam K+ serum, tetapi ini sifatnya sementara
karena K+ akan berpindah kembali ke dalam sel. Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk memastikan
bahwa defisit terkoreksi.

Kalium iv

KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia berat.

Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi
hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan
penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.

Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+ /L. Ini harus menjadi standar dalam cairan
pengganti K+.

Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia jantung, dibutuhkan
larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat
penting. Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.

Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena cenderung menyebabkan nyeri dan
sklerosis vena.

Kesimpulan

Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang cukup sering dijumpai dalam praktik klinik, dan bisa mengenai
pasien dewasa dan anak. Berbagai faktor penyebab perlu diidentifikasi sebagai awal dari manajemen. Pemberian
kalium bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti oleh para klinisi, seandainya diketahui kecepatan pemberian yang aman
untuk setiap derajat hipokalemia. Pemberian kalium perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien penyakit jantung,
hipertensi, stroke, atau pada keadaan-keadaan yang cenderung menyebabkan deplesi kalium.

Daftar Pustaka

1. Zwanger M. Hypokalemia. emedicine.com/emerg/topic273.html


2. Cohn JN, Kowey PR, Whelton PK, Prisant LM. New Guidelines for potassium Replacement in Clinical Practice.
Arch Intern Med 2000;160:2429-2436.
3. Gennari F.J. Hypokalemia: Current Concept. The New England Journal of Medicine 1998 Aug 13;339(7): 451-
458

6
4. Tannen R.L. Potassium Disorders. In Kokko & Tannen. Fluid and ELectrolytes. WB Saunders Company 3rd ed.,
p.123
5. Halperin ML, Goldstein MB. Fluid Electrolyte and Acid-Base Physiology. A problem-based approach. WB
Saunders Co. 2nd ed., p 358
6. Sunil Gomber and Viresh Mahajan. Clinico-Biochemical Spectrum of Hypokalemia. Indian Pediatrics
1999;36:1144-1146
7. AJ Nicholls & IH Wilson. Perioperative Medicine : managing surgical patients with medical problems. OXFORD
University Press; 2000.
8. Salah E. Gariballa, Thompson G. Robinson and Martin D. Fotherby. Hypokalemia and Potassium Excretion in
Stroke Patients. Journal of the American Geriatrics Society 1997;45(12)

HIPOKALEMI PERIODIK PARALISE

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

II. DEFINISI

III. EPIDEMIOLOGI

IV. ETIOLOGI

V. GEJALA KLINIS

VI. DIAGNOSIS

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

VIII. DIAGNOSIS BANDING

IX. TERAPI

X. KOMPLIKASI

XI. PROGNOSIS

DAFTAR PUSTAKA

I.PENDAHULUAN

Konsentrasi kalium cairan ekstraseluler normalnya diatur dengan tepat kira-kira 4,2 mEq/ltr, jarang sekali naik atau
turunlebih dari 0,3 mEq/ltr. Pengaturan ini perlu karena banyak fungsi sel bersifat sensitive terhadap perubahan
konsentrasi kalium cairan ekstraselular. Sebagai contoh, peningkatan kalium plasma hanya 4 mEq/ltr dapat
menyebabkan aritmia jantung dan konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat henti jantung.
7
Sekitar 95% kalium tubuh total terkandung di dalam sel dan hanya 2% dalam cairan ekstraselular. Kegagalan tubuh
dalam mengatur konsentrasi kalium ekstraselular dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan kalium dari cairan
ekstraselular yang disebut hipokalemia. Demikian juga, kelebihan kalium dari cairan ekstraselular disebut
hiperkalemia. Pengaturan keseimbangan kalium terutama bergantung pada ekskresi oleh ginjal.1

Periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan hilangnya kekuatan otot, umumnya terkait dengan
abnormalitas K + dan abnormalnya respon akibat perubahan K + dalam serum. Periodik paralise dapat
dikelompokkan menjadi :

1. Periodik paralise hipokalemia : genetik, hipertiroid, hiperaldosteronism, gagal ginjal kronik dan idiopatik.

2. Periodik paralise hiperkalemia.

3. Periodik paralise normokalemia.3

II.DEFINISI

Hipokalemia periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan


kadar potassium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat
serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot
skeletal.2,3,4,5,6,7

III.EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia
terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan
kemudian menurun dengan peningkatan usia.4,6,7

IV.ETIOLOGI

Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat
menyebabakan terjadinya hipokalemia periodic paralise adalah tirotoksikosis.3,4,6,7

V.GEJALA KLINIS

1. Kelemahan pada otot

2. Perasaan lelah

3. Nyeri otot

8
4. Restless legs syndrome

5. Tekanan darah dapat meningkat

6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis (jika penurunan K amat berat)

7. Gangguan toleransi glukosa

8. Gangguan metabolisme protein

9. Poliuria dan polidipsia

10. Alkalosismetabolik

Gejala klinis nomor 1, 2, 3, 4 di atas merupakan gejala pada otot yang timbul jika kadar kalium kurang dari 3
mEq/ltr.2,6,7

VI.DIAGNOSIS

Diagnosis didapatkan dari anamnesis seperti adanya riwayat pada keluarga karena erat kaitannya dengan genetik
serta gejala klinis seperti yang tersebut di atas, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.7

VI.PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Kadar K dalam serum.

2. Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam.

3. Kadar Mg dalam serum.

4. Analisis gas darah.

5. Elektrokardiografi.6,7

VII.DIAGNOSIS BANDING

1. Kehilangan K melalui ginjal.

a. Kalium dalam urin > 15 mEq/24 jam.


b. Ekskresi kalium disertai poliuria (obat-obat diuretik, diuretic osmotik).

2. Kehilangan K yang tidak melalui ginjal.

a. Kehilangan melalui saluran cerna (diare).


9
b. Kehlangan melaluikeringat berlebihan.
c. Diet rendah kalium.
d. Muntah.
e. Perpindahan kalium ke dalam sel (alkalosis, insulin agonis beta, paralisis periodik, leukemia).6

VIII.TERAPI

· Pemberian K melalui oral atau iv untuk penderita berat.


· Pemberian
kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5
mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium
sebesar 2,5-3,5 mEq/L.
· Bila
ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum
· Bila
kadar kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup per oral.

· Monitor
kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama pada pemberian secara intravena.

· Pemberian
K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali
disertai aritmia atau kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl dilarutkan
sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.

· Acetazolamide untuk mencegah serangan.

· Triamterene atau spironolactone apabila acetazolamide tidak memberikan efek pada orang tertentu.6,7

IX.KOMPLIKASI

· Batu ginjal akibat efek samping acetazolamide.

· Arrhytmia.

· Kelemahan otot progresif.7

X.PROGNOSA

Baik apabila penderita mengurangi faktor pencetus seperti mengurangi asupan karbohidrat, hindari alcohol dll. Serta
pengobatan yang teratur.6,7

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton & hall. Kalium dalam cairan ekstraselular. EGC. 1997.


10
2. Mesiano taufik. Periodik paralisis. Available from http : //www.ommy & nenny.com
3. Ricardo Gabriel, dkk. Hipokalemic periodic paralisys. Available from http : //www.associacion medica
argentina.com
4. Anonim. Hipokalemic periodic paralisys. Available from http : //www.genetics.com
5. Anonim. Periodic paralisys. Available from http : //www.NINDS.com
6. Ranie nh. Hipokalemic periodic paralisys. Available from http : //www.webscapes.com
7. Anonim. Hipokalemic periodic paralisys. Available from http : //www.medlineplus.com

Intern Guide: Treatment of Hypokalemia and Hyperkalemia


Author: E. Chen, D.O.
Reviewer: V. Dimov, M.D.

A review of the treatment of hypokalemia and hyperkalemia in an inpatient setting.

Hypokalemia

- Check renal function


- Check magnesium levels
- Check for alkalosis or acidosis
- Also search for causes

Rule of thumb in patients with normal renal function: every 10 mEq KCL given will raise the serum potassium level by
0.1 mmol/dL.

If patient can receive PO, then give PO potassium.

When to give IV potassium?


We have searched many articles and did not find an evidence-based guideline. The consensus seems to be to give IV
potassium along with PO when potassium level falls below 3.3 mEq/L. Of course, if patient is NPO, you should give IV
potassium only.

Sliding scale for potassium replacement:

If potassium is:
3.8-3.9, give 20 mEq of KCL
3.6-3.7, give 40 mEq of KCL
3.4-3.5, give 60 mEq of KCL
3.2-3.3 , give 80 mEq of KCL
3.0-3.1 , give 100 mEq of KCL

Hyperkalemia

This is a medical emergency. Please review the current AHA/CPR guidelines for treatment of hyperkalemia on
KidneyNotes.com.

Evaluate with ECG, electrolytes, BUN, Cr, and glucose.

11
Transfer to telemetry if K is higher than 6.5 mmol/dL or if ECG abnormalities (peaked T waves, QRS widening).

If ECG abnormalities are present, give one ampule of calcium gluconate IV over 3 minutes. It may be repeated in 5
minutes, if ECG does not improve

Be very cautious if patient is on Digoxin, you may have to infuse calcium much slowly over an hour and watch for
Digoxin toxicity.

In all patients with K higher than 5.5 mmol/dL consider:

- Low K diet
- D/C salt substitutes, KCL, potassium-sparing agents, beta blockers, ACEi/ARB, NSAIDs and look for suitable
substitutes.

Treat hyperkalemia with one or more of the following:


- 10-15 U of regular insulin with one ampule of D50 IV Q2-3 hrs or 10 units of regular insulin in 500 ml of D20 infused
over an hour
- 10-20 mg of albuterol by nebulizer (remember one amp of premixed albuterol is 2.5 mg)
- 1-2 amps (50-100 mmol NaHCO3) IV over 10-20 minutes (onset in 20 mins, lasts 2 hours). Do not give with calcium,
or will precipitate. Give if the patient is in metabolic acidosis.

Kayexalate (sodium polystyrene sulfonate) 20-30 gms PO, or retention enema 50 gms in 200 cc water with 50 gms of
sorbital or 200 cc of D20. PO works best. Avoid if bowel obstruction. Watch for sodium overload.

References
Treating Hyperkalemia (High Blood Potassium) According to the New 2005 CPR Guidelines - KidneyNotes.com

Hypokalemia
Hypokalemia is characterized by a serum K concentration of less than 3.5 mEq/L. Ninety-eight percent of K is
intracellular.
Cellular Redistribution of Potassium. Hypokalemia may result from the intracellular shift of potassium by insulin,
beta-2 agonist drugs, stress induced catecholamine release, thyrotoxic periodic paralysis.

Nonrenal Potassium Loss

Gastrointestinal loss can be caused by diarrhea, laxative abuse, villous adenoma, biliary drainage, enteric fistula, clay
ingestion, potassium binding resin ingestion, or nasogastric suction.

Sweating, prolonged low potassium ingestion, hemodialysis and peritoneal dialysis may also cause nonrenal
potassium loss.

Renal Potassium Loss

Hypertensive High Renin States. Malignant hypertension, renal artery stenosis, renin-producing tumors.

12
Hypertensive Low Renin, High Aldosterone States. Primary hyperaldosteronism (adenoma or hyperplasia).

Hypertensive Low Renin, Low Aldosterone States. Congenital adrenal hyperplasia (11 or 17 hydroxylase deficiency),
Cushing's syndrome or disease, exogenous mineralocorticoids (Florinef, licorice, chewing tobacco), Liddle's
syndrome.

Normotensive States

Metabolic acidosis. Renal tubular acidosis (type I or II)

Metabolic alkalosis (urine chloride <10 mEq/day). Vomiting.

Metabolic alkalosis (urine chloride >10 mEq/day). Bartter's syndrome, diuretics, magnesium depletion, normotensive
hyperaldosteronism

Drugs associated with potassium loss include amphotericin B, ticarcillin, piperacillin, and loop diuretics.

Clinical Effects of Hypokalemia

Cardiac Effects

The most lethal consequence of hypokalemia is cardiac arrhythmias.

Electrocardiographic Effects. U waves >1 mm in height, T waves in the same lead; ST segment depression; T wave
flattening, followed by inversion.

Atrial and ventricular ectopy, including ectopic atrial tachycardia, atrioventricular blocks, premature ventricular
contractions, ventricular tachycardia and fibrillation.

Musculoskeletal Effects. The initial manifestation of K depletion is muscle weakness which can lead to paralysis. In
severe cases, respiratory muscle paralysis may occur.

Gastrointestinal Effects. Nausea, vomiting, constipation, and

Diagnostic Evaluation

The 24-hour urinary potassium excretion should be measured.

If >20 mEq/day, excessive urinary K loss is the cause. If <20 mEq/d, low K intake, or non-urinary K loss is the cause.

In patients with excessive renal K loss and hypertension, plasma renin and aldosterone should be measured to
differentiate adrenal from non-adrenal causes of hyperaldosteronism.

If hypertension is absent and patient is acidotic, renal tubular acidosis should be considered.

If hypertension is absent and serum pH is normal to alkalotic, a high urine chloride (>10 mEq/d) suggests
hypokalemia secondary to diuretics or Bartter's syndrome. A low urine chloride (<10 mEq/d) suggests
13
Emergency Treatment of Hypokalemia

A. Estimated Potassium Deficit

1. At a serum K <3 mEq/L, there is a K deficit of more than 300 mEq

2. At a serum K <2 mEq/L, there is a K deficit of more than 700 mEq

B. Indications for Urgent Replacement. Electrocardiographic abnormalities consistent with severe K depletion,
myocardial infarction, hypoxia, digitalis intoxication, marked muscle weakness, or respiratory muscle paralysis.

C. Intravenous Potassium Therapy

1. Intravenous KCL is usually used unless concomitant hypophosphatemia is present (diabetic ketoacidosis), where
potassium phosphate is indicated.

2. The maximal rate of intravenous K replacement is 30 mEq/hour. The K concentration of IV fluids should be 40
mEq/L or less if given via a peripheral vein. Frequent monitoring of serum K and constant electrocardiographic
monitoring are required.

Non-Emergent Treatment of Hypokalemia

A. Attempts should be made to normalize K levels if <3.5 mEq/L.

B. Oral supplementation is significantly safer than IV. Micro-encapsulated and sustained-release forms of KCL are less
likely to induce gastrointestinal disturbances than are wax-matrix tablets or liquid preparations.

1. KCL elixir, 1-3 tablespoon every day.

14

Anda mungkin juga menyukai