Oleh:
NAHDA NABILA
KELAS: XI-IIS
SYEKH SITI JENAR
A. Profil Syekh Siti Jenar
Syekh Siti Jenar (artinya: tanah merah) yang memiliki nama asli Raden Abdul
Jalil (ada juga yang menyebutnya Hasan Ali) (juga dikenal dengan nama Sunan
Jepara, Sitibrit, Syekh Lemahbang, dan Syekh Lemah Abang) adalah seorang tokoh
yang dianggap sebagai sufi dan salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa,
khususnya di Kabupaten Jepara. Asal usul serta sebab kematian Syekh Siti Jenar
tidak diketahui dengan pasti karena ada banyak versi yang simpang-siur mengenai
dirinya dan akhir hayatnya. Demikian pula dengan berbagai versi lokasi makam
tempat ia disemayamkan untuk terakhir kalinya.
Syekh Siti Jenar dikenal karena ajarannya, yaitu Manunggaling Kawula Gusti
(penjawaan dari wahdatul wujud). Ajaran tersebut membuat dirinya dianggap sesat
oleh sebagian umat Islam, sementara yang lain menganggapnya sebagai seorang
intelek yang telah memperoleh esensi Islam. Ajaran-ajarannya tertuang dalam
karya sastra buatannya sendiri yang disebut Pupuh, yang berisi tentang budi pekerti.
Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai
bertentangan dengan ajaran Walisongo. Pertentangan praktik sufi Syekh Siti Jenar
dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang
dilakukan oleh Walisongo.
Syaikh Siti Jenar beliau memiliki nama asli Sayyid Hasan 'Ali Al Husaini
(masih memiliki garis darah/keturunan Rasulullah SAW) dan setelah dewasa
mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil atau Raden Abdul Jalil. Dan pada saat
berdakwah di Caruban (sebelah tenggara Cirebon), beliau mendapat beberapa
julukan Syaikh Siti Jenar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh Lemah Brit dan lainnya
yang belum kita ketahui. Adapun makna julukan itu adalah:
1. Syaikh Siti Jenar
Ada beberapa asumsi mengenai julukan ini, yang diambil dari kata menurut
beberapa bahasa, "Syaikh" berasal dari bahasa arab شيخbisa ditulis Shaikh, Sheik,
Shaykh atau Sheikh adalah sebuah gelar bagi seorang ahli atau pemimpin atau tetua
dalam lingkup muslim, "Siti" dalam bahasa jawa berarti tanah, namun ada yang
berasumsi kata Siti berasal dari kata Sayyidi/Sidi (yang berarti
Tuanku/Junjunganku), dan "Jenar" dalam bahasa Indonesia berarti merah, dalam
bahasa Jawa berari Kuning Kemerahan, dan ada pula yang berasumsi dari bahasa
arab "Jinnar" dengan tafsiran ilmu yang dimilikinya selalu membara (semangat
akan ilmu) seperti api. Namun ada juga yang memudahkan dengan menganggap
hayalan yang terbakar dari kata Jin (ghaib) - Nar (api). Bahkan ada pula yang
mungkin setelah melihat film Walisongo dan menghubungkannya dengan kata
Jenar (dalam kehidupan masyarakat jawa, kata Jenar disebutkan untuk sebuah
binatang Cacing dengan ukuran sangat besar).
2. Sunan Jepara
Gelar ini muncul karena kedudukan Syeh Siti Jenar sebagai seorang sunan
yang tinggal di Kadipaten Jepara.
3. Syeh Lemah Abang / Lemah Brit
Sebutan yang diberikan masyarakat Jepara karena ia tinggal di Dusun Lemah
Abang, Kecamatan Keling. Lemah Brit dalam bahasa jawa berarti tanah yang
berwarna merah (Brit = Abrit = Merah).
C. Silsilah Keluarga
Di bawah ini merupakan silsilah Syekh Siti Jenar yang bersambung dengan
Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath hingga Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-
Rumi (Hadramaut, Yaman) dan seterusnya hingga Imam Husain, cucu Nabi
Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW, berputeri Sayidah Fatimah az-Zahra menikah
dengan Ali bin Abi Thalib, berputera Husain r.a, berputera Ali Zainal Abidin,
berputera Muhammad al-Baqir, berputera Imam Ja'far ash-Shadiq, berputera Ali al-
Uraidhi, berputera Muhammad al-Naqib, berputera Isa al-Rumi, berputera Ahmad
al-Muhajir, berputera Ubaidillah, berputera Alawi, berputera Muhammad,
berputera Alawi, berputera Ali Khali' Qosam, berputera Muhammad Shahib
Mirbath, berputera Sayid Alwi, berputera Sayid Abdul Malik, berputera Sayid Amir
Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera Sayid Abdul Kadir, berputera Maulana
Isa, berputera Syekh Datuk Soleh, berputera Syekh Siti Jenar
Maulana Isa, Kakek dari Syekh Siti Jenar, adalah seorang tokoh agama yang
berpengaruh pada zamannya. Putranya adalah Syekh Datuk Ahmad dan Syekh
Abdul Soleh (ayah dari Syekh Siti Jenar). Syekh Datuk Ahmad, kakak dari ayah
Syekh Siti Jenar, memiliki putra Syekh Datuk Kahfi yang selanjutnya dikenal pula
dengan nama Syekh Nurjati.
Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini, dilahirkan
di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan
ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon. Dia
mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah
Brit.
Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak kecil ia
berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya. Dan
Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun.
Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke
Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin
Sayyid Ahmad.
Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-
Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat
Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu
Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yang pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu
Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyah ada 4 orang, yaitu:
1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-
Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah
Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara,
Maluku, dan sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab,
untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah
Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad
Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq,
Pakistan, India, Yaman.
Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah
Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim
al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-
Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At-Thawasin karya Al-
Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya
Abu Thalib al-Makkiy.
Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan
Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati
selama 2 tahun.
Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk
menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dengan
sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah:
Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin
Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain.
D. Kesalahan Sejarah Tentang Syaikh Siti Jenar Yang Menjadi Fitnah
Kesalahan sejarah tentang Syaikh Siti Jenar yang menjadi fitnah adalah:
1. Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini
bertentangan dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada
bukti referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini
adalah sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun
Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah,
2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara
tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing,
punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon,
griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang
(Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia
memang manusia yang akrab dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di
desa Lemah Abang].
2. “Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh
Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong,
tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon
Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan
kalimat “Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya
dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan
ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun
Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali
Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati,
Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.
3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan
Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri
dalam Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya
berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan
mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam
Sejati, bahkan sholat sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah
lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti
berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah
ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah
saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.