Anda di halaman 1dari 17

TUGAS AKIDAH AKHLAK

SYEKH SITI JENAR

Oleh:
NAHDA NABILA
KELAS: XI-IIS
SYEKH SITI JENAR
A. Profil Syekh Siti Jenar
Syekh Siti Jenar (artinya: tanah merah) yang memiliki nama asli Raden Abdul
Jalil (ada juga yang menyebutnya Hasan Ali) (juga dikenal dengan nama Sunan
Jepara, Sitibrit, Syekh Lemahbang, dan Syekh Lemah Abang) adalah seorang tokoh
yang dianggap sebagai sufi dan salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa,
khususnya di Kabupaten Jepara. Asal usul serta sebab kematian Syekh Siti Jenar
tidak diketahui dengan pasti karena ada banyak versi yang simpang-siur mengenai
dirinya dan akhir hayatnya. Demikian pula dengan berbagai versi lokasi makam
tempat ia disemayamkan untuk terakhir kalinya.
Syekh Siti Jenar dikenal karena ajarannya, yaitu Manunggaling Kawula Gusti
(penjawaan dari wahdatul wujud). Ajaran tersebut membuat dirinya dianggap sesat
oleh sebagian umat Islam, sementara yang lain menganggapnya sebagai seorang
intelek yang telah memperoleh esensi Islam. Ajaran-ajarannya tertuang dalam
karya sastra buatannya sendiri yang disebut Pupuh, yang berisi tentang budi pekerti.
Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai
bertentangan dengan ajaran Walisongo. Pertentangan praktik sufi Syekh Siti Jenar
dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang
dilakukan oleh Walisongo.
Syaikh Siti Jenar beliau memiliki nama asli Sayyid Hasan 'Ali Al Husaini
(masih memiliki garis darah/keturunan Rasulullah SAW) dan setelah dewasa
mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil atau Raden Abdul Jalil. Dan pada saat
berdakwah di Caruban (sebelah tenggara Cirebon), beliau mendapat beberapa
julukan Syaikh Siti Jenar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh Lemah Brit dan lainnya
yang belum kita ketahui. Adapun makna julukan itu adalah:
1. Syaikh Siti Jenar
Ada beberapa asumsi mengenai julukan ini, yang diambil dari kata menurut
beberapa bahasa, "Syaikh" berasal dari bahasa arab ‫ شيخ‬bisa ditulis Shaikh, Sheik,
Shaykh atau Sheikh adalah sebuah gelar bagi seorang ahli atau pemimpin atau tetua
dalam lingkup muslim, "Siti" dalam bahasa jawa berarti tanah, namun ada yang
berasumsi kata Siti berasal dari kata Sayyidi/Sidi (yang berarti
Tuanku/Junjunganku), dan "Jenar" dalam bahasa Indonesia berarti merah, dalam
bahasa Jawa berari Kuning Kemerahan, dan ada pula yang berasumsi dari bahasa
arab "Jinnar" dengan tafsiran ilmu yang dimilikinya selalu membara (semangat
akan ilmu) seperti api. Namun ada juga yang memudahkan dengan menganggap
hayalan yang terbakar dari kata Jin (ghaib) - Nar (api). Bahkan ada pula yang
mungkin setelah melihat film Walisongo dan menghubungkannya dengan kata
Jenar (dalam kehidupan masyarakat jawa, kata Jenar disebutkan untuk sebuah
binatang Cacing dengan ukuran sangat besar).
2. Sunan Jepara
Gelar ini muncul karena kedudukan Syeh Siti Jenar sebagai seorang sunan
yang tinggal di Kadipaten Jepara.
3. Syeh Lemah Abang / Lemah Brit
Sebutan yang diberikan masyarakat Jepara karena ia tinggal di Dusun Lemah
Abang, Kecamatan Keling. Lemah Brit dalam bahasa jawa berarti tanah yang
berwarna merah (Brit = Abrit = Merah).

B. Kehidupan Syekh Siti Jenar


a. Serat Centhini
Serat Centhini jilid 1 menuliskan kisah Syeh Siti Jenar pada pupuh 38 (1-44).
Karya sastra ini tidak menyebut asal mula Syeh Siti Jenar melainkan langsung pada
peristiwa yang menyebabkan dirinya dihukum mati. Pada suatu ketika, Prabu
Satmata (Sunan Giri) memanggil delapan wali yang lain untuk menghadap ke Giri
Gajah, di istana Argapura. Kedelapan wali tersebut adalah Sunan Bonang, Sunan
Kalijaga, Sunan Ngampeldenta, Sunan Kudus, Syeh Siti Jenar, Syekh Bentong,
Pangeran Palembang, dan Panembahan Madura. Masing-masing wali
menyampaikan pengetahuan yang mereka miliki hingga giliran Syeh Siti Jenar
yang berkata, "Menyembah Allah dengan bersujud beserta ruku'nya, pada
dasarnya sama dengan Allah, baik yang meyembah maupun yang disembah.
Dengan demikian hambalah yang berkuasa dan yang menghukum pun hamba
juga." Semua yang hadir terkejut sehingga menuduhnya sebagai pengikut aliran
Qadariyah, menyamakan dirinya dengan Allah, serta keterangannya terlalu jauh.
Syeh Siti Jenar membela diri dengan berkata bahwa ''biar jauh tetapi benar
sementara yang dekat belum tentu benar''. Hal tersebut membuat Prabu Satmata
hendak menghukumnya mati supaya kesalahan prinsip ajaran Syeh Siti Jenar
jangan sampai tersebar.
Setelah itu diadakan pertemuan kedua untuk menghakimi tindakan Syeh Siti
Jenar. Pertemuan hanya dihadiri tujuh orang wali dengan dihadiri Syekh Maulana
Magribi. Saat Syekh Maulana menegaskan nama Siti Jenar, ia menjawab, "Ya, Allah
nama hamba, tidak ada Allah selain Siti Jenar, sirna Siti Jenar, maka Allah yang
ada." Hal tersebut membuatnya dihukum penggal bersama dengan tiga orang
sahabatnya. Dikisahkan pula seorang anak penggembala kambing yang mendengar
hal tersebut segera berlari datang ke pertemuan dengan mengatakan bahwa masih
ada allah ketinggalan karena sedang menggembalakan kambing. Prabu Satmata
mengatakan bahwa anak itu harus dipenggal pula dan jenasahnya diletakkan di
dekat jenasah Siti Jenar. Pernyataan tersebut disetujui oleh suara Siti Jenah yang
terdengar dari langit.
Tiga hari kemudian, Prabu Satmata melihat jasad Siti Jenar masih utuh. Ia
mendengar suara Siti Jenar memberinya salam, mengucapkan selamat tinggal,
kemudian menghilang.[3]
Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah
Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah ("Sekelumit Hikmah
tentang Wali Ke Sepuluh") ditulis oleh KH. Abil Fadhol Senori, Tuban. Dalam versi
ini, Syekh Siti Jenar memiliki nama asli Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara,
keturunan dari Syekh Maulana Ishak. Ia dihukum mati bukan karena ajarannya,
melainkan lebih karena alasan politik. Sunan Jepara dimakamkan di Jepara, di
samping makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat.[4]
Setelah Raden Abdul Jalil di eksekusi, para santrinya tidak ikut dieksekusi.
Ageng Pengging alias Kebo Kenanga merupakan salah satu santri dari Raden Abdul
Jalil, ia berhasil mendidik muridnya bernama Joko Tingkir dengan ajaran dari
gurunya. Joko tingkir berhasil menyelesaikan konflik antara proyek besar Negara
Islam di Bintoro dan Glagah Wangi (Jepara). Hal ini yang mengharumkan kembali
nama Raden Abdul Jalil.[butuh rujukan]
Berikut ini merupakam silsilah Raden Abdul Jalil menurut Ahla al
Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah:[4]
Syekh Jumadil Kubra, berketurunan:
1. Syekh Maulana Ishak dengan putri Pasa (istri pertama)
a. Sayyid Abdul Qodir/ Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar) - murid Sunan Ampel
b. Siti Sarah >< Sunan Kalijaga dengan Dewi Sekardadu
a. Raden Paku (Sunan Giri)
2. Syekh Ibrahim Asmarakandi dengan Dewi Condro Wulan (saudari Dewi
Mathaningrum atau Putri Campa, istri Prabu Brawijaya)
a. Raja Pendita >< Maduretno
b. Raja Rahmat (Sunan Ampel) >< Condrowati
1) Sayyidah Ibrahim (Sunan Bonang)
2) Sayyidah Qosim (Sunan Drajat)
3) Sayyidah Syarifah
4) Sayyidah Mutmainah
5) Sayyidah Hafshah
6) Sayiddah Zaenah
7) Siti Afsah

C. Silsilah Keluarga
Di bawah ini merupakan silsilah Syekh Siti Jenar yang bersambung dengan
Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath hingga Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-
Rumi (Hadramaut, Yaman) dan seterusnya hingga Imam Husain, cucu Nabi
Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW, berputeri Sayidah Fatimah az-Zahra menikah
dengan Ali bin Abi Thalib, berputera Husain r.a, berputera Ali Zainal Abidin,
berputera Muhammad al-Baqir, berputera Imam Ja'far ash-Shadiq, berputera Ali al-
Uraidhi, berputera Muhammad al-Naqib, berputera Isa al-Rumi, berputera Ahmad
al-Muhajir, berputera Ubaidillah, berputera Alawi, berputera Muhammad,
berputera Alawi, berputera Ali Khali' Qosam, berputera Muhammad Shahib
Mirbath, berputera Sayid Alwi, berputera Sayid Abdul Malik, berputera Sayid Amir
Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera Sayid Abdul Kadir, berputera Maulana
Isa, berputera Syekh Datuk Soleh, berputera Syekh Siti Jenar
Maulana Isa, Kakek dari Syekh Siti Jenar, adalah seorang tokoh agama yang
berpengaruh pada zamannya. Putranya adalah Syekh Datuk Ahmad dan Syekh
Abdul Soleh (ayah dari Syekh Siti Jenar). Syekh Datuk Ahmad, kakak dari ayah
Syekh Siti Jenar, memiliki putra Syekh Datuk Kahfi yang selanjutnya dikenal pula
dengan nama Syekh Nurjati.
Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini, dilahirkan
di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan
ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon. Dia
mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah
Brit.
Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak kecil ia
berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya. Dan
Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun.

Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama


ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu
Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah
pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. KesultananMalaka adalah di
bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya
Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka.

Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan


Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian
mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad.

Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke
Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin
Sayyid Ahmad.
Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-
Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat
Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu
Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yang pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu
Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyah ada 4 orang, yaitu:
1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-
Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah
Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara,
Maluku, dan sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab,
untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah
Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad
Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq,
Pakistan, India, Yaman.
Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah
Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim
al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-
Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At-Thawasin karya Al-
Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya
Abu Thalib al-Makkiy.
Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan
Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati
selama 2 tahun.
Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk
menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dengan
sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah:
Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin
Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain.
D. Kesalahan Sejarah Tentang Syaikh Siti Jenar Yang Menjadi Fitnah
Kesalahan sejarah tentang Syaikh Siti Jenar yang menjadi fitnah adalah:
1. Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini
bertentangan dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada
bukti referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini
adalah sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun
Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah,
2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara
tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing,
punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon,
griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang
(Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia
memang manusia yang akrab dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di
desa Lemah Abang].
2. “Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh
Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong,
tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon
Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan
kalimat “Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya
dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan
ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun
Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali
Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati,
Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.
3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan
Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri
dalam Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya
berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan
mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam
Sejati, bahkan sholat sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah
lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti
berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah
ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah
saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.

4. Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar,


dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing.
Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah,
seorang cucu Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang
menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing.
Jika ada penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir
jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun.Manusia
lahir dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya
meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan
ajengan yang terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh
Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman
Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru
mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.“
5. Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah
bohong. Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita fiktif
yang ditambah-tambahi, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila dijadikan
film atau sinetron. Bantahan saya: “Wali Songo adalah penegak Syari’at
Islam di tanah Jawa. Padahal dalam Maqaashidus syarii’ah diajarkan
bahwa Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah].
Tidak boleh membunuh seorang jiwa yang mukmin yang di dalam hatinya
ada Iman kepada Allah. Tidaklah mungkin 9 waliyullah yang suci dari
keturunan Nabi Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan
yang sama. Tidak bisa diterima akal sehat.”
Penghancuran sejarah ini, menurut ahli Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi
Azra) adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam agar selalu
bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’ Syari’at dengan Ulama’
Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah mengklasifikasikan umat Islam Indonesia
dengan Politik Devide et Empera [Politik Pecah Belah] dengan 3 kelas:
1) Kelas Santri [diidentikkan dengan 9 Wali]
2) Kelas Priyayi [diidentikkan dengan Raden Fattah, Sultan Demak]
3) Kelas Abangan [diidentikkan dengan Syaikh Siti Jenar]
Melihat fenomena seperti ini, maka kita harus waspada terhadap upaya para
kolonialist, imprealis, zionis, freemasonry yang berkedok orientalis terhadap
penulisan sejarah Islam. Hati-hati jangan mau kita diadu dengan sesama umat
Islam. Jangan mau umat Islam ini pecah. Ulama’nya pecah. Mari kita bersatu dalam
naungan Islam untuk kejayaan Islam dan umat Islam.

E. Ajaran Syekh Siti Jenar


Sembilan ajaran Syekh Siti Jenar yaitu:
ajaran pokok yang pertama dari Syekh Siti Jenar adalah tidak
mengabsolutkan pendapat. Pendapat boleh diperdebatkan, akan tetapi pendapat
tidak untuk melindas pendapat orang lain. Munculnya berbagai mazhab dalam
berbagai agama di dunia membuktikan bahwa ajaran agama pasca pendirinya
sebenarnya merupakan pendapat yang dikembangkan dari ajaran asal agama itu.
Jadi, kebenaran pendapat adalah kebenaran yang dibangun atas akseptabilitas
masyarakat atau komunitas tempat pendapat itu berkembang.
Ajaran pokok yang kedua adalah menjadi manusia hakiki, yaitu manusia
yang merupakan perwujudan dari hak, kemandirian, dan kodrat.
Hak. Kebanyakan kita berpendapat bahwa kita harus mendahulukan kewajiban
daripada hak. Perhatikanlah para pejabat kita selalu menuntut rakyat untuk
menjalankan kewajibannya dulu sebelum mendapatkan haknya. Warga dituntut
membayar pajak, mematuhi undang-undang dan peraturan yang ditentukan oleh
para elite politik, dan melaksanakan berbagai macam kepatuhan. Menurut Syekh
Siti Jenar, harus ada hak hidup lebih dulu. Inilah kebenaran! Tak ada kewajiban apa
pun yang bisa diberikan kepada seorang bayi yang baru dilahirkan. Oleh karena itu,
begitu seorang bayi manusia dilahirkan semua hak-haknya sebagai manusia harus
dipenuhi terlebih dahulu. Tidak peduli ia dilahirkan di keluarga kaya atau miskin,
hak memperoleh pengasuhan, perawatan, penjagaan, perlindungan, dan
mendapatkan pendidikan harus dipenuhi. Hak-hak tersebut dipenuhi agar ia
menjadi manusia yang dapat menjalankan kewajibannya sebagai anggota keluarga,
masyarakat, dan negara. Dengan cara itu akhirnya ia menjadi manusia hakiki,
manusia sebenarnya yang dapat berkiprah dalam kehidupan nyata, baik sebagai
pribadi maupun warga sebuah negara. Salah satu unsur untuk menjadi manusia
yang hidup merdeka terpenuhi.
Kemandirian. Pemenuhan hak dan kewajiban barulah tahap awal untuk
menjadi manusia hakiki. Tahap berikutnya adalah mendidik, mengajar, dan
melatihnya agar bisa menjadi manusia yang hidup mandiri. Ia harus diarahkan agar
mampu hidup yang tidak tergantung pada orang lain. Dengan demikian, kehidupan
mandiri akan tercapai bila terjadi kesalingtergantunga n antar anggota masyarakat
dan sekaligus kemerdekaan (interdependence and independence) .
Perhatikanlah keadaan ekonomi masyarakat Indonesia sekarang ini. Kita
amat sangat tergantung pada bantuan atau hutang luar negeri. Negara yang
dilimpahi kekayaan alam yang luar biasa ini justru dihisap oleh negara-negara maju
di dunia ini. Setiap bayi yang dilahirkan yang seharusnya merupakan aset negara,
ternyata tumbuh menjadi manusia-manusia pencari kerja dan bahkan menjadi beban
negara. Hal ini disebabkan terjadinya manusia-manusia yang tergantung pada orang
lain. Hubungan yang terjadi adalah hubungan orang-orang lemah dengan orang-
orang kuat. Yang lemah merasa sangat memerlukan yang kuat, sedangkan yang
kuat berbuat tidak semena-mena terhadap mereka yang lemah.
Akibat dari keadaan tersebut tambah tahun pengangguran akan semakin
bertambah besar. Yang menjadi gantungan relatif tetap, sedangkan yang
menggatungkan diri bertambah banyak. Terjadi relasi yang tidak seimbang,
sehingga kehidupan masyarakat menjadi rawan. Kodrat. Inilah unsur berikutnya
yang menopang asas hak dan kemandirian dalam kehidupan masyarakat. Kodrat
pada manusia merupakan kuasa pribadi. Kodrat tidak didapat dari luar diri. Dengan
demikian kodrat tidak berasal dari pelatihan dan pendididikan. Tetapi kodrat harus
diberikan ruang yang kondusif agar suatu bentuk kemampuan khusus yang
dianugerahkan pada setiap orang bisa terwujud. Dalam hal ini, pelatihan akan
meningkatkan kualitas kodrat yang dimiliki seseorang.
Dalam psikologi kodrat dapat dikatakan hampir sama dengan talenta. Bila
seseorang tidak diberikan kesempatan untuk dapat mengaktualisasikan dirinya,
maka kodratnya kemungkinan besar tak akan terwujud. Padahal, kodrat yang ada
pada diri seseorang itulah yang bisa menjadi sarana untuk memperoleh keuntungan
bagi dirinya. Bila setiap orang bisa mewujudkan kodratnya, maka akan terwujud
hubungan yang saling memberikan dan sekaligus saling membutuhkan. Setiap
orang akan memiliki nilai tawar bagi orang lain.
Harmonisasi dan ikatan antar warga negara akan menguat bila sebagian besar
penduduknya bisa mewujudkan ketiga unsur manusia hakiki tersebut. Keragaman
masyarakat pun kecil dan kesenjangan ekonomi dapat dinihilkan. Akhirnya jati diri
manusia akan muncul dengan sendirinya, dan kita akan menjadi bangsa yang kokoh
dan tidak mudah diprovokasi.
Ajaran pokok Syekh yang ketiga adalah hubungan antara satu orang dengan
orang lain merupakan hubungan kodrat dan iradat. Hubungan satu orang dengan
orang lain bagaikan hubungan kerja dalam satu tim, sehinga tidak terjadi hubungan
posisi yang memerintah dan yang diperintah. Tak ada hubungan kekuasaan. Antara
manusia yang satu dengan yang lain terikat oleh kodrat dan iradatnya, sehingga
seperti hubungan sel yang yang satu dengan sel lainnya dalam satu tubuh, dan
hubungan organ yang satu dengan organ lainnya dalam satu tubuh.
Kalau kita amati cara kerja organ-organ dalam tubuh manusia, maka kita akan
ketahui bahwa masing-masing organ –seperti otak, penglihatan, penciuman,
pendengaran, paru-paru, jantung, hati, ginjal, usus, dan lain-lain– akan bekerja
sama, dan masing-masing menjalankan peranannya. Seharusnya kehidupan
masyarakat manusia juga demikian. Dengan mewujudkan masyarakat yang berupa
kumpulan manusia-manusia hakiki, masing-masing orang atau kelompok
menjalankan fungsinya dengan benar, maka akan terbentuk kehidupan yang sehat
dan tidak terjadi penghisapan antara orang yang satu terhadap orang lainnya. Inilah
kehidupan dunia yang didambakan oleh Syekh Siti Jenar, yang justru sekarang
tumbuh dan berkembang di negara maju.
Ajaran pokok yang keempat, segala sesuatu di alam semesta ini adalah satu
dan hidup. Dalam salah satu pupuhnya disebutkan bahwa bumi, angkasa, samudra,
gunung dan seisinya, semua yang tumbuh di dunia, angin yang tersebar di mana-
mana, matahari dan rembulan, semuanya merupakan keadaan hidup. Jadi, semua
yang ada merupakan wujud kehidupan.
Menurut Syekh Siti Jenar yang dinamakan makhluk hidup adalah kehidupan
yang terperangkap dalam alam kematian. Zat mati tak akan dapat menimbulkan
kehidupan, sedangkan zat hidup tak akan tersentuh kematian. Tuhan disebut zat
yang mahahidup karena Dia eksis karena Diri-Nya sendiri. Kekuatan hidup-Nya
mengalir dalam alam kematian sehingga muncul sebagai makhluk hidup. Sekarang
bandingkan dengan tulisan-tulisan dari Barat dewasa ini, akan kita temukan
pernyataan mereka bahwa semuanya satu, semuanya hidup. Dengan demikian,
pandangan Syekh Siti Jenar luar biasa. Banyak pandangannya yang justru
bersesuaian dengan pandangan kaum teosofi maupun para spiritualis dari Barat.
Bila kita menyadari bahwa lingkungan kita adalah keadaan yang hidup, maka
tentu kita akan memperlakukan lingkungan kita dengan sebaik-baiknya karena kita
dan lingkungan kita sebenarnya satu dan sama-sama sebagai keadaan yang hidup.
Bila kita menyadari tentu kita akan berhati-hati dalam memperlakukan lingkungan
kita.
Ajaran pokok yang kelima, pemahaman tentang ilmu sejati. Dikisahkan
dalam Serat Siti Jenar yang ditulis oleh Aryawijaya: Sejati jatining ngèlmu,
lungguhé cipta pribadi, pustining pangèstinira, gineleng dadya sawiji, wijanging
ngèlmu dyatmika, nèng kahanan eneng ening. Hakikat ilmu sejati itu terletak pada
cipta pribadi, maksud dan tujuannya disatukan adanya, lahirnya ilmu unggul dalam
keadaan sunyi dan jernih.
Menurut Syekh Siti Jenar manusia haruslah kreatif karena manusia telah
diberi anugerah oleh Yang Mahakuasa untuk dapat mengaktualisasikan ilmunya
yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Jadi, ilmu sejati bukanlah ilmu yang kita
terima dari orang lain. Yang kita dapatkan melalui indra, pengajaran dari orang lain,
itu hanyalah refleksi ilmu. Dan, ternyata sejak abad ke-20 pemahaman bahwa ilmu
lahir dari kedalaman batin telah menjadi pemahaman yang universal. Itulah
sebabnya orang-orang Barat tekun dalam melakukan perenungan dan pengkajian
terhadap tanda-tanda di alam semesta.
Jadi, harus ada suasana kondusif bagi orang-orang yang mendalami ilmu
pengetahuan. Suasana kondusif bagi ilmuwan adalah iklim kerja yang membuat
ilmuwan tersebut dapat bekerja dengan tenang, nyaman, dan bebas dari berbagai
penyebab kekalutan dan kesulitan. Dan, tentunya hak-hak untuk dapat menjadi
ilmuwan sejati haruslah dipenuhi. Ingat, setiap orang telah diberi potensi dan talenta
yang disebut kodrat. Dan, bagi mereka yang memiliki kodrat untuk menjadi
ilmuwan harus disediakan iklim kerja yang kondusif sehingga bisa menghasilkan
hal-hal yang dibutuhkan manusia.
Ajaran pokok yang keenam, umumnya orang hidup saling membohongi.
Banyak hal yang sebenarnya kita sendiri tidak tahu, tapi kita menyampaikannya
juga kepada teman-teman kita. Hal ini banyak sekali terjadi dalam ajaran agama.
Banyak orang yang sekadar hafal dalil, tetapi sebenarnya dia tidak mengetahui apa
yang dimaksud oleh dalil itu. Akhirnya pemahaman yang keliru itu menyebar dan
terbentuklah opini yang salah.
Masyarakat yang dipenuhi dengan pemahaman dan opini yang salah sama
dengan masyarakat yang dipenuhi sampah. Masyarakat demikian pasti rawan
terhadap serangan penyakit. Oleh karena itu, masyarakat harus dibebaskan dari
berbagai macam kebohongan. Masyarakat harus diajar dan dididik untuk
memahami segala sesuatu seperti apa adanya. Agar tidak hidup saling membohongi
manusia harus kembali mengenal dirinya. Setiap orang harus dididik untuk
menyadari perannya dalam hidup ini. Para cerdik cendekia harus mengerti
fungsinya di dunia. Orang harus diajar untuk bisa mengerti dunia ini sebagaimana
adanya. Agama harus diajarkan sebagai jalan hidup dan bukan alat untuk meraih
kekuasaan. Oleh karena itu, keimanan harus diajarkan dengan benar dan bukan
sekadar diajarkan sebagai kepercayaan. Iman harus diajarkan sebagai penghayatan,
pengalaman, dan pengamalan kebenaran.
Ayat-ayat kitab suci harus dipahami berdasarkan kenyataan, dan tidak
diindoktrinasikan serta diajarkan secara harfiah sesuai dengan asal kitab suci
tersebut. Agama harus diajarkan secara arif dan bisa dibumikan, tidak terus
menggantung di langit. Agama harus diterjemahkan dalam bentuk yang dapat
dipahami dan dipraktikkan oleh masyarakat penerimanya.
Ajaran pokok yang ketujuh, nama Tuhan diberikan oleh manusia. Lima
ratus tahun yang lalu Syekh telah menyatakan dengan tegas bahwa manusialah yang
memberikan nama pada Tuhan. Oleh karena itu, nama bagi Tuhan bermacam-
macam sesuai dengan bahasa dan bangsa yang menamai-Nya. Dan, perlu diketahui
bahwa Tuhan sendiri sebenarnya tidak perlu nama, karena Dia hanya satu adanya.
Sesuatu diberi nama karena untuk membedakan dengan sesuatu lainnya. Nama
diberikan agar kita tidak keliru tunjuk atau salah sebut.
Bagi Syekh Siti Jenar, apapun sebutan yang diberikan kepada-Nya haruslah
sebutan yang terpuji, yang baik, yang pantas. Bahkan dalam Alquran dinyatakan
dengan tegas pada Q. 7:180 bahwa manusia diperintah untuk memohon kepada-
Nya dengan nama-nama baik-Nya, atau al-asmâ-u l-husnâ. Dan, pada Q.17:110
dinyatakan bahwa Dia dapat diseru dengan nama Allah, Ar Rahman, atau dengan
nama-nama baik-Nya yang lain.
Sungguh, sangat mengherankan bila di zaman sekarang ini kita berebut nama
Tuhan. Secara teoritis umat Islam dididik untuk meyakini bahwa Tuhan itu Yang
Maha Esa. Tetapi, dalam kenyataannya sebagian orang Islam –seperti yang terjadi
di Malaysia – malah meminta orang yang beragama lain untuk tidak menggunakan
lafal Allah bagi sebutan Tuhan pada agama lain tersebut. Inilah pemahaman yang
salah! Kalau kita –yang Muslim— menolak pemeluk agama lain menyebut Allah
bagi Tuhannya, maka secara tak sadar kita mengakui bahwa Tuhan itu lebih dari
satu.
Sudah waktunya kita ajarkan ketuhanan dengan benar sehingga kita tidak
berebut tulang tanpa isi. Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa mengamalkan
nilai-nilai ketuhanan dengan benar itulah yang amat penting dalam hidup ini. Bagi
orang Indonesia , menghayati dan mengamalkan nilai-nilai ketuhanan dengan benar
merupakan penegakan Sila yang pertama.
Ajaran pokok yang kedelapan, raja agama sesungguhnya raja penipu.
Sebagaimana telah diterangkan bahwa agama adalah jalan hidup. Oleh karena itu,
agama harus diajarkan untuk menjadi jalan hidup, sehingga pemeluk agama bisa
hidup tenang, bahagia dan bersemangat dalam menjalani hidup. Agama harus
diajarkan untuk menjadi landasan moral dan perilaku, sehingga agama benar-benar
sebagai nilai luhur dan menjadi rahmat bagi semesta alam.
Syekh tidak ingin membohongi masyarakat Jawa, oleh karena itu agama islam
diajarkan dengan cara yang pas bagi bumi dan manusia Jawa. Untuk hal itu
diperlukan penafsiran, dan tidak disebarkan dalam bentuk budaya asalnya. Agama
tidak disebarkan dengan kekuasaan raja, sebab menurut Syekh raja yang
memanfaatkan agama adalah raja penipu. Sering terjadi bahwa untuk memenuhi
kepentingan penguasa, agama dijadikan alat menguasai rakyat. Agama yang
seharusnya dikuasai oleh rakyat, yang terjadi justru sebaliknya yaitu rakyat yang
dikuasai oleh agama.
Jika di Eropa pada abad ke-19 orang-orang mulai mempertanyakan peranan
agama, dan bahkan ada yang memandang bahwa agama sebagai candu bagi
masyarakat dan harus disingkirkan dari gelanggang kehidupan bernegara, maka
empat ratus tahun sebelumnya Syekh Siti Jenar justru ingin menerapkan agama
sebagai penyegar dan pencerah bagi pemeluknya. Oleh karena itu, agama diajarkan
tanpa melibatkan kekuasaan negara. Di sinilah Syekh bertabrakan dengan
kepentingan Walisanga.
Syekh amat sadar bahwa di dunia ini penuh dengan tipu daya. Hampir di
semua negara pada waktu itu terjadi relasi keuasaan antara raja/penguasa dengan
para tokoh agama. Dengan kata lain, raja dan tokoh agama berbagi kekuasaan. Yang
dikuasai dan yang dijadikan pijakan hidup oleh raja dan tokoh agama adalah rakyat.
Inilah yang oleh Syekh disebut sebagai penipuan. Oleh karena itu, sudah waktunya
agar agama benar-benar menjadi milik masyarakat, dan negara tidak mengurusi
agama. Yang diurusi oleh negara adalah tegaknya hukum positif, perlindungan bagi
setiap orang tanpa memandang agama dan kepercayaannya. Yang diurusi oleh
negara adalah kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Ajaran pokok yang kesembilan: segala sesuatu di alam semesta adalah
Wajah-Nya. Inilah ajaran puncak dari Syekh Siti Jenar. Dunia adalah manifestasi
wujud yang satu, dan hakikat keberadaan bukanlah dualitas. Sehingga, kemana pun
kita hadapkan diri kita, maka sesungguhnya kita senantiasa menghadap Wajah-Nya.
Semua adalah penampakan Wajah-Nya. Sekarang marilah kita cicipi dua bait puisi
dari Syekh Siti Jenar.
Bersanggama dalam keberadaan
diliputi yang ilahi
hilanglah kehambaannya
lebur lenyap sirna lelap
digantikan keberadaan Ilahi
kehidupannya
adalah hidup Ilahi
Lahir batin keberadaan sukma
yang disembah Gusti
Gusti yang menyembah
sendiri menyembah-disembah
memuji-dipuji sendiri
timbal balik dalam hidup ini
Jadi, pada puncak perenungan dan keheningan diri terjadilah penegasian
eksistensi diri yang terkurung raga. Ditegaskan bahwa kehambaan telah lenyap,
sudah hilang. Bila kehambaan masih tetap eksis maka di alam semesta ini masih
berada dalam keadaan dualitas. Keadaan inilah yang menyebabkan orang terpisah
dengan Tuhannya, meskipun secara konseptual diketahui bahwa Sang Pencipta
lebih dekat daripada urat lehernya. Akan tetapi, selama keadaan dualitas belum
sirna maka secara faktual Tuhan masih jauh daripada urat lehernya, karena Tuhan
dianggap berada di luar dirinya.
Ada dualitas artinya kita mengakui ada dua keberadaan, yaitu ada yang
inferior (keberadaan yang kualitasnya lebih rendah) dan ada yang superior
(keberadaan yang kualitasnya lebih tinggi). Jika demikian, kedua jenis keberadaan
itu tumbuh melalui proses. Semua yang tumbuh melaui suatu proses, bukanlah
keberadaan yang kekal. Dan, bilamana tiada keberadaan yang kekal, maka tak
mungkin ada fenomena atau penampakan di alam semesta.

Anda mungkin juga menyukai