Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFENISI

Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) adalah perasaan mual muntah yang
dirasakan dalam 24 jam setelah prosedur anestesi dan pembedahan.31 Mual didefinisikan sebagai
sensasi subjektif tidak nyaman untuk muntah. Muntah adalah suatu refleks paksa untuk
mengeluarkan isi lambung melalui esophagus dan keluar dari mulut.14,25

Post operatif Nausea and Vomiting (PONV) adalah komplikasi yang sering terjadi setelah
operasi yang menggunakan general anestesi. TONG J et al mengatakan bahwa pasien lebih
sering mengeluhkan masalah PONV daripada nyeri setelah operasi.6

2.2. ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI MUAL MUNTAH

Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa
mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator
utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf –
saraf ini menerima input dari :

 Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema


 Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena penyakit
telinga tengah)
 Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
 Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan cedera
fisik)
 Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)

Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus
berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.

Universitas Sumatera Utara


a) Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan
distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi.
b) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap
stimulus kimia.14,33
Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata, memperantarai refleks
muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area postrema.
Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan sentral
dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum,
ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks
serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem
vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area
postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan
otak dapat langsung merangsang CTZ.9

Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan
dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman.12 Nukleus
traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan
parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih.35
Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan
pada vestibular telinga tengah.14

Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat
dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin,
histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke
pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat
muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan
otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah.9

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Anatomi dan patofisiologi mual muntah

Gambar 2.2 Anatomi dan patofisiologi mual muntah

Universitas Sumatera Utara


2.3. FAKTOR RESIKO34,35

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUAL MUNTAH

Adapun hal-hal yang berhubungan dengan mual muntah adalah :

1. Faktor pasien :

a. Usia muda

b. Wanita

c. Obesitas

d. Adanya riwayat mual muntah paska operasi

e. Riwayat tidak merokok

f. Kecemasan

g. Penyakit saluran pencernaan

h. Terapi kombinasi (seperti kemoterapi, radioterapi)

i. Kelainan metabolik (seperti diabetes mellitus, uremia dll)

j. Kehamilan

2. Faktor pembedahan :

a. Tipe operasi yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya mual muntah seperti
operasi mata, tht, gigi, payudara, ortopedi soulder, laparoskopi, ginekologi, dan pada
pasien-pasien anak seperti operasi strabismus, adenotonsilektomi, orchidopexy

b. Lamanya waktu operasi dapat meningkatkan lamanya pemaparan obat-obat anestesi

3. Faktor anestesi :

Faktor anestesi yang berpengaruh pada kejadian PONV termasuk premedikasi, tehnik
anestesi, pilihan obat anestesi (nitrous oksida, volatile anestesi, obat induksi, opioid, dan
9

Universitas Sumatera Utara


obat-obat reversal), status hidrasi, nyeri paska operasi, dan hipotensi selama induksi dan
operasi adalah resiko tinggi untuk terjadinya PONV

a. Premedikasi

Opioid yang diberikan sebagai obat premedikasi pada pasien dapat meningkatkan
kejadian PONV karena opioid sendiri mempunyai reseptor di CTZ, namun berbeda
dengan efek obat golongan benzodiazepine sebagai anti cemas, obat ini juga dapat
meningkatkan efek hambatan dari GABA dan menurunkan aktifitas dari
dopaminergik, dan pelepasan 5-HT3 di otak.

b. Obat anestesi inhalasi

Anestesi general dengan obat inhalasi anestesi berhubungan erat dengan muntah
paska operasi. PONV yang berhubungan dengan obat inhalasi anestesi muncul setelah
beberapa jam setelah operasi, walaupun ini sesuai dengan lamanya pasien terpapar
dengan obat tersebut.36 Kejadian PONV paling sering terjadi setelah pemakaian
nitrous oksida. Nitrous oksida ini langsung merangsang pusat muntah dan
berinteraksio dengan reseptor opioid. Nitrous oksida juga masuk ke rongga-rongga
pada operasi telinga dan saluran cerna, yang dapat mengaktifkan sistem vestibular
dan meningkatkan pemasukan ke pusat muntah.

c. Obat anestesi intra vena

Ada perbedaan antara obat anestesi inhalasi, obat anestesi intra vena (TIVA) dengan
propofol dapat menurunkan kejadian PONV. Mekanisme kerjanya belum pasti,
namun mungkin kerjanya dengan antagonis dopamine D2 reseptor di area postrema.

d. Obat pelumpuh otot

Obat pelumpuh otot golongan non depolarizing biasa digunakan pada prosedur
anestesi general, dimana terdapat penggunaan obat penghambat kolinesterase sebagai
antagonis obat pelumpuh otot tersebut. Obat penghambat kolinesterase ini dapat
meningkatkan PONV, namun etiologinya belum jelas.

10

Universitas Sumatera Utara


e. Regional anestesi

Regional anestesi memiliki keuntungan dibanding dengan general anestesi, karena


tidak menggunakan nitrous oksida, obat anestesi inhalasi, walaupun opioid dapat
dihindarkan, namun resiko PONV bias muncul pada regional anestesi bila
menggunakan opioid kedalam epidural ataupun intratekal. Penggunaan opioid yang
bersifat lipofilik seperti fentanil atau sufentanil penyebarannya terbatas sebelum
sefalad dan dapat menurunkan kejadian PONV. Namun bila terjadi hipotensi pada
tehnik regional anestesi dapat menyebabkan iskemia batang otak dan saluran cerna,
dimana hal ini dapat meningkatkan kejadian PONV

f. Nyeri paska operasi

Nyeri paska operasi seperti nyeri visceral dan nyeri pelvis dapat menyebabkan
PONV. Nyeri dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung yang dapat
menyebabkan mual setelah pembedahan.

Pergerakan tiba-tiba,perubahan posisi setelah operasi, dan pasien ambulatori dapat


menyebabkan PONV, terutama pasien yang masih mengkonsumsi opioid.

Pemberian rutin profilaksis PONV pada semua pasien yang menjalani pembedahan tidak
direkomendasikan, karena tidak semua pasien yang menjalani pembedahan akan timbul PONV.
Dengan pemberian profilaksis PONV tersebut justru kadang-kadang menimbulkan efek samping
dari obat sehingga biaya perobatan bertambah besar. Oleh sebab itu, kita harus selektif dalam
memilih pasien-pasien yang beresiko untuk terjadinya PONV. Telah banyak penelitian dalam
mengidentifikasi faktor-faktor resiko untuk terjadinya PONV dan membuatnya menjadi suatu
formula untuk menghitung faktor resiko PONV.11

Telah banyak penelitian yang telah dibuat untuk mengidentifikasikan faktor resiko untuk
terjadinya PONV dan telah dikembangkan perhitungan untuk terjadinya PONV. Salah satunya
adalah Korean Predictive Model for PONV. Menurut model ini ada 5 faktor besar dalam
menentukan faktor resiko PONV yakni wanita, riwayat PONV sebelumnya atau motion sickness,
lama operasi lebih dari 1 jam, riwayat tidak merokok, dan riwayat penggunaan opioid sebelum
operasi untuk mengatasi nyeri.11,13
11

Universitas Sumatera Utara


Menurut model diatas jika pasien memilki jumlah faktor resiko nol, satu, dua, tiga,
empat, dan lima, maka insiden PONV nya adalah 12,7%, 19,9%, 29,3%, 40,7%, 53,1%, dan
65,4%. Dari hasil perhitungan tersebut dapat dibagi menjadi 4 kategori yakni resiko kecil-ringan
(< 20%), resiko sedang (20-40%), resiko tinggi (40-60%), resiko sangat tinggi (>60%).11

Biaya efektif dari obat anti mual muntah ditentukan oleh penggunaannya. Hill et al
melaporkan bahwa terapi profilaksis PONV pada resiko tinggi PONV, biayanya lebih efektif dari
pada penggunaan plasebo, karena peningkatan biaya berhubungan dengan PONV. Mereka
menentukan bahwa ada penambahan biaya pada pasien yang menggunakan plasebo untuk PONV
sampai seratus kali dibandingkan dengan penggunaan profilaksis PONV.8

2.4. PENATALAKSANAAN

Telah banyak penelitian tentang penatalaksanaan PONV ini. Dibawah ini akan dijelaskan
tentang penatalaksanaan PONV baik yang bersifat farmakologikal ataupun non farmakologikal.

Farmokologikal :

a) Antagonist reseptor Serotonin: bahwa tidak ada perbedaan efek dan keamanannya
diantara golongan –golongan Antagonist reseptor Serotonin tersebut, seperti Ondansetron
, Dolasetron, Granisetron, dan Tropisetron untuk profilaksis PONV. Obat ini efektif bila
diberikan pada saat akhir pembedahan. Banyak penelitian dari golongan obat ini seperti
Ondansetron dimana mempunyai efek anti muntah yang lebih besar dari pada anti
mual.8,35,36

b) Antagonist Dopamin: Reseptor Dopamin ini mempunyai reseptor di CTZ, bila reseptor
ini dirangsang akan terjadi muntah, antagonist Dopamin tersebut seperti:Benzamida
(Metoklopramide dan Domperidon),Phenotiazine (Clorpromazine dan
Proclorpromazine), dan Butirophenon( Haloperidol dan Droperidol).14,35,36

c) Antihistamin: Obat ini ( Prometazine dan Siklizine ) memblok H1 dan Reseptor


muskarinik di pusat muntah. Obat ini mempunyai efek dalam penatalaksanaan PONV
yang berhubungan dengan aktivasi sistem vestibular tetapi mempunyai efek yang kecil
untuk muntah yang dirangsang langsung di CTZ .14,35,36
12

Universitas Sumatera Utara


d) Obat Antikholinergik: Obat ini ( Hyoscine hydrobromide atau Scopolamin) mencegah
rangsangan di pusat muntah dengan memblok kerja dari acetylcolin di pada reseptor
muskarinik di system vestibular .14,35,36

e) E. Steroid : Dalam hal ini obat yang sering digunakan adalah deksametason.
Deksametason berguna sebagai profilaksis PONV dengan cara menghambat pelepasan
prostaglandin. Efek samping pemakaian berulang deksametason adalah peningkatan
infeksi, supressi adrenal, tetapi tidak pernah dilaporkan efek samping timbul pada
pemakaian dosis tunggal.8,35,36 Obat ini juga menurunkan motilitas lambung dan
rangsangan aferen di pusat muntah, efek samping yang sering terjadi pada obat ini adalah
pandangan kabur, retensi urine, mulut kering, drowsiness.14,35,36

Non Farmakologikal

Ada bebagai macam tehnik non farmakologikal termasuk akupuntur, rangsangan saraf
melalui transkutaneus, acupoint stimulation, acupressure.14

Ondansetron

Gambar 2.3 Rumus bangun ondansetron

Ondansetron adalah derivate carbazalone yang strukturnya berhubungan dengan


serotonin dan merupakan antagonis reseptor 5-HT3 subtipe spesifik yang berada di CTZ dan juga
pada aferen vagal saluran cerna, tanpa mempengaruhi reseptor dopamine, histamine, adrenergik,
ataupun kolinergik.38,39 Obat ini memilki efek neurologikal yang lebih kecil dibanding dengan
Droperidol ataupun Metoklopramid.38

13

Universitas Sumatera Utara


Ondansetron efektif bila diberikan secara oral atau intravena dan mempunyai
bioavaibility sekitar 60% dengan konsentrasi terapi dalam darah muncul tiga puluh sampai enam
puluh menit setelah pemakaian. Metabolismenya di dalam hati secara hidroksilasi dan konjugasi
dengan glukoronida atau sulfat dan di eliminasi cepat didalam tubuh, waktu paruhnya adalah 3-4
jam pada orang dewasa sedangkan pada anak-anak dibawah 15 tahun antara 2-3 jam, oleh karena
itu ondansetron baik diberikan pada akhir pembedahan.34,38,37

Efek antiemetik ondansetron ini didapat melalui :40

1. Blokade sentral di CTZ pada area postrema dan nukleus traktus solitaries sebagai
kompetitif selektif reseptor 5-HT3

2. Memblok reseptor 5-HT3 di perifer pada ujung saraf vagus di sel enterokromafin
di traktus gastrointestinal

Efek samping yang sering timbul pada dosis terapi adalah sakit kepala dan konstipasi,
lemas, peningkatan enzim hati.34,38,41 Aritmia jantung dan AV blok telah dilaporkan setelah
pemakaian Ondansetron dan Metoklopramid. Iskemia jantung akut yang berat telah dilaporkan
pada pasien tanpa kelainan jantung. Ondansetron dan obat golongan antagonis reseptor 5-HT3
lainnya dapat menyebabkan peninggian QT interval di elektrokardiografi tetapi hal ini tidak
dijumpai pada pemakaian droperidol.38,41 Belum diketahui adanya interaksi dengan obat SSP
lainnya seperti diazepam, alkohol, morfin dan lain-lain.34

Kontraindikasi Ondansetron adalah selain pada pasien yang hipersensitivitas terhadap


obat ini, juga pada ibu hamil ataupun yang sedang menyusui karena mungkin disekresi dalam
asi. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada pasien yang
mempunyai kelainan ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman.39

Dosis Ondansetron 4-8 mg IV sangat efektif untuk menurunkan kejadian PONV.


Sebagai profilaksis dosis 1-8 mg IV sangat efektif dalam penanganan PONV.38

14

Universitas Sumatera Utara


Deksametason

Gambar 2.4 Rumus bangun deksametason

Deksametason adalah obat golongan steroid yang mekanisme kerjanya berhubungan


dengan mencegah pembentukan prostaglandin dan merangsang pelepasan endorphin, yang
mempengaruhi mood dan tingkat ketenangan.8

Mekanisme kerja deksametason dengan inhibisi pelepasan asam arachidonat, modulasi


substansi yang berasal dari metabolisme asam arachidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3.
Deksametason mempunyai efek antiemetik, diduga melalui mekanisme menghambat pelepasan
prostaglandin secara sentral sehingga terjadi penurunan kadar 5-HT3 di sistem saraf pusat,
menghambat pelepasan serotonin di saluran cerna sehingga tidak terjadi ikatan antara serotonin
dengan reseptor 5-HT3, pelepasan endorphin, dan anti inflamasi yang kuat di daerah
pembedahan dan diduga glukokortikoid mempunyai efek yang bervariasi pada susunan saraf
pusat dan akan mempengaruhi regulasi dari neurotransmitter, densitas reseptor, transduksi sinyal
dan konfigurasi neuron.40

Reseptor glukokortikoid juga ditemukan pada nukleus traktus solitaries, nucleus raphe,
dan area postrema, dimana inti-inti tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas
mual muntah. Efek antiemetik Deksametason juga dihubungkan dengan supresi dari
adrenokortikotropin yang telah diteliti responnya terhadap stimuli pergerakan sehingga
deksametason sangat efektif dalam penanganan motion sickness.40

Deksametason memiliki waktu kerja yang lama sekitar dua jam dan sangat baik diberikan
sebagai profilaksis saat sesudah induksi dibandingkan saat selesai anestesi untuk mencegah
PONV.1 Deksametasone mempunyai waktu paruh 36-72 jam.6 Deksametason mempunyai efek
yang sama pada anak-anak dan dewasa.34

15

Universitas Sumatera Utara


Dosis Deksametason 4 sampai 10mg untuk dewasa, dan 150цg/ KgBB untuk anak-
anak.19 Deksametason di metabolisme di hepar dan dieksresikan melalui ginjal.40

Deksametason mempunyai efek samping seperti intoleransi glukosa, supressi adrenal,


dan peningkatan infeksi.9 Dilaporkan juga belum pernah terjadi efek samping pada pemberian
Deksametason dengan dosis tunggal sebagai profilaksis PONV.22

Kombinasi Ondansetron dengan Deksametason

Kombinasi obat ini telah banyak dilaporkan sangat baik sebagai profilaksis PONV
khususnya pada pasien-pasien resiko tinggi untuk terjadinya PONV. Cara kerjanya ada 3 yakni :

a. Deksametason menurunkan level 5-hidroksitriptophan di jaringan saraf dengan


menurunkan precursor dari triptophan

b. Efek anti inflamasi dari deksametason dapat mencegah pelepasan serotonin di usus.

c. Deksametason dapat meningkatkan efek umum dari anti emetic dengan meningkatkan
sensibilitas dari reseptor.17

16

Universitas Sumatera Utara


KERANGKA TEORI
Deksametason

CTZ Higher Cortical


Benzodiazepin
Mood
5‐HT3 di otak

Vagus Tingkat
Pusat Mual Muntah Ketenangan
Opiat 5‐HT3 
di usus
N2O

Traktus Vestibular System


Solitarius
N2O
Faring
Ondansetron
Rangsangan Mobilisasi
Nyeri Kepala
Simpatis dan Paska
Parasimpatis Enzim Hati  
Operasi

KERANGKA KONSEP

ANESTESI UMUM (GA‐ETT)

PEMBEDAHAN

ONDANSETRON ONDANSETRON
2mg dan 4mg dan
DEKSAMETASON DEKSAMETASON
4mg 4mg

PONV 17

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai