Anda di halaman 1dari 45

BAHAN RAMAH LINGKUNGAN

1. BAHAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK PONDASI


a. RSAI Gunakan Sarang Laba-Laba Demi Kenyamanan

Ilustrasi Pondasi Ramah Gempa dengan metode Konstruksi Sarang Laba Laba

Rumah Sakit Al-Islam (RSAI) berlokasi di Jalan Soekarno Hatta Bandung Jawa
Barat menggunakan Konstruksi Sarang Laba-Laba untuk perluasan ruang rawat inap
dan rawat jalan Gedung Ibnu Sina 2 demi memberikan kenyamanan kepada pasien.
“Kami menggunakan konstruksi sarang laba-laba karena tidak membutuhkan alat berat
dan ramah lingkungan sehingga tidak mengganggu pasien,” kata Wakil Direktur RSAI
Bandung, DR. H. Dadang Rukanta, SpOT, FICS, MKES saat dihubungi, Kamis.

Peresmian Gedung baru RSAI, Ibnu Sina 2 yang diresmikan Gubernur Jawa
Barat Ahmad Heryawan atau Aher, dibangun di atas lahan tiga hektar, di dalamnya
terdapat berbagai fasilitas, di antaranya ruang rawat inap VVIP sebanyak 28 tempat
tidur, ruang rawat jalan terdiri dari enam poliklinik eksekutif, dan satu unit pelayanan
kemoterapi terdiri dari delapan tempat tidur. Dengan menerapkan konsep “green
hospital”, RS yang bediri sejak tahun 1990 ini memilki ruang terbuka hijau 30 persen,
serta akan dikembangan lagi fasilitas lainnya, seperti akan membangun gedung lima
lantai untuk UGD, poliklinik, dan berbagai fasilitas lainnya.
Dadang menjelaskan, penggunaan Konstruksi Sarang Laba-Laba merupakan inisiatif
Ketua 1 Yayasan Al-Islam, almarhum Ir. Sandi A. Siregar, M. Arch yang berkeinginan
perluasan bangunan jangan sampai menganggu operasional RS Al-Islam. Sandi melihat
konstruksi sarang laba-laba akan mampu menunjang pembangunan Ibnu Sina 2 yang
dirancang memiliki ketinggian empat lantai.

Dengan melihat kondisi tanah yang labil maka dipilih menggunakan konstruksi
sarang laba-laba yang merupakan karya anak bangsa, kata Dadang menjelaskan. Usulan
ini, kata Dadang, langsung disetujui apalagi dari segi biayanya konstruksi sarang laba-
laba yang termasuk dalam kelompok pondasi dangkal ini terbilang jauh lebih efisien
dibandingkan menggunakan konstruksi lainnya. Dadang mengatakan konstruksi
menggunakan padat tenaga kerja disamping penggunaan bahan bangunannya tidak
terlalu sulit, seluruhnya tersedia di kota Bandung.

Sedangkan Ketua Yayasan Al-Islam Prof. Hj. Tati S. Joesron, SE, MS


mengatakan, untuk membangun rumah sakit manajemen sangat memperhatikan kuaiitas
bangunan sesuai dengan standarisasi yang diterbitkan Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS). Tati mengatakan, RSAI mengantongi dua sertifkat lagi selain dari KARS
yakni sebagai rumah sakit Syariah dan rumah sakit Pendidikan. Seluruh sertifikasi akan
dipertahankan untuk menjadikan RS Al-Islam unggul dan terpercaya.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada kesempatan tersebut mengatakan


dengan ditingkatkan layanan RSAI sudah barang tentu akan mendukung layanan
kesehatan di kota Bandung karena tidak mungkin mengandalkan rumah sakit
pemerintah saja. Tati lebih jauh mengatakan, pengembangan RSAI masih akan
dilanjutkan sesuai dengan master planke depan yakni dengan membangun gedung lima
lantai lagi untuk unit gawat darurat, poliklinik, dan perkantoran. Konsultan teknik
pengembangan RSAI, Dede Herdi mengatakan, pemilihan konstruksi laba-laba lebih
berdasarkan hitungan efisensi, ternyata lebih murah untuk mengerjakan pondasi dangkal
dibanding lainnya.
Kekuatan Konstruksi Sarang Laba-Laba juga tidak diragukan lagi, untuk bangunan
empat sampai lima lantai termasuk daerah Bandung sangat dimungkinkan, kalau kondisi
tanahnya labil harus diolah dulu sebelum konstruksi dipasang,” kata Dede. Dede juga
mengatakan pengunaan konstruksi ini selain lebih ramah lingkungan selain tidak
menimbulkan suara berisik karena tidak menggunakan alat berat juga pembangunannya
dapat lebih cepat. (Sumber:http://www.arsitektur.asia/berita-arsitektur/rsai-gunakan-
sarang-laba-laba-demi-kenyamanan.)

b. Rumah apung, solusi ramah lingkungan di Semarang

Ilustrasi rumah apung

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono


meresmikan purwarupa bangunan Rumah Apung di Tambaklorok, Tanjungmas,
Semarang, Jawa Tengah, pada Jumat (25/11/2016). Bangunan ini akan digunakan
sebagai rumah baca dan balai pertemuan warga Tambaklorok.

"Rumah baca ini dibangun atas instruksi langsung dari Presiden. Teknologi yang
digunakan yaitu teknologi apung. Selain itu listrik bersumber dari tenaga surya,
sementara sanitasi menerapkan teknologi biofil. Ini merupakan inovasi baru dan
pertama kali di Indonesia" jelas Basuki dikutip dari Tribun Jateng (Sabtu 26/11). Basuki
melanjutkan, sisi efisien dari bangunan rumah apung ini adalah tidak memakai pondasi
sehingga lebih murah.
"Harganya 40 persen dari bangunan rumah biasa dengan pondasi. Jadi lebih
hemat. Kendalanya pun tidak ada," katanya. Teknologi apung ini pun dikembangkan
dengan Sistem Modular Wahana Apung (Simowa) yang ramah lingkungan. Bangunan
ini berdiri di atas ponton atau wahana apung berukuran 10 meter x 14 meter dengan
bahan styrofoam dan beton (b-foam). Ponton ibarat pondasi dalam rumah. Ia
mengapung di permukaan air sebagai landasan bangunan di atasnya. Ketinggian muka
rumah dapat disesuaikan dengan kondisi air yang ada, demikian Kompas.com (26/11)
menulis. Jika ketinggian air naik, ketinggian rumah juga meningkat. Begitu juga
sebaliknya.

Sementara antara rumah dengan daratan dihubungkan oleh jembatan yang bisa
bergerak fleksibel. Bangunan dalam rumah apung menggunakan energi mandiri, yakni
melalui panel surya berkapasitas 1.000 watt. Oleh sebab itu rumah ini tidak
membutuhkan pasokan listrik karena mampu menghasilkan listrik mandiri. Mengapa
menggunakan teknologi listrik tenaga surya? Basuki mengatakan daerah Tambaklorok
merupakan kawasan dengan intensitas sinar matahari yang tinggi. Artinya sangat cocok
memanfaatkan tenaga surya sebagai sumber listrik.

Sementara untuk pemenuhan air bersih dan sanitasi dipasang destilator yang
mengubah air laut menjadi air bersih. Sedangkan saluran pembuangan seperti
pengolahan air limbah kamar mandi atau WC menggunakan biofil hasil karya Badan
Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian PUPR. Dilansir
dari Republika (26/11), Kepala Balitbang Danis H Sumadilaga mengatakan bahwa biaya
untuk membangun purwarupa rumah apung ini kurang lebih sekitar Rp600 juta.
Bangunan dua lantai ini dikerjakan dalam waktu kurang dari satu tahun. Dindingnya
menggunakan bahan bata ringan sehingga tidak mengurangi kestabilan. Atap
menggunakan bahan bambu pilihan yang sudah diawetkan.

Adapun kusen jendela dan pintu menggunakan bahan aluminium karena lebih
ringan. Rumah apung diklaim dapat bertahan hingga 50 tahun. Pada lantai satu seluas
128 meter persegi, digunakan untuk balai warga. Di lantai ini pula terdapat fasilitas dua
kamar mandi yang masing-masing seluas 6 meter persegi.
Lantai dua seluas 72 meter persegi menjadi rumah baca. Di dalamnya ada sekitar 300
buku untuk anak-anak dan remaja.

Rumah apung di Tambaklorok Semarang ini menjadi percontohan penataan


kawasan bahari di Indonesia. Di Tambaklorok, penurunan muka air tanah mencapai 13
cm per tahun sehingga warga terus berlomba meninggikan rumahnya beberapa tahun
sekali. "Teknologi rumah apung ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif untuk
kawasan lain seperti Tambaklorok yang rentan terhadap banjir, kenaikan air laut, dan
penurunan tanah," kata Danis. Selain rumah apung, Balitbang juga mengembangkan
sistem modular apung lain untuk jembatan pejalan kaki di Cilacap (Jawa Tengah) dan
pemecah gelombang apung di Bali. (Sumber: https://beritagar.id/artikel/sains-
tekno/rumah-apung-solusi-ramah-lingkungan-di-semarang).
c. Apakah Beton Berbahan Dasar Polimer Ramah Lingkungan?

Beton memang tak asing di dunia teknik sipil. Beton dikenal sebagai material
bangunan, dan biasanya beton tersusun dari komposisi utama batuan, air, dan semen.
Dikenal luas karena bahan pembuatnya relatif mudah didapat secara lokal, walaupun
harganya lumayan mahal. Akan tetapi beton yang berbahan semen, air dan batuan ini
kerap mendapat kritik karena dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu, banyak pakar
mulai mencari solusi sebagai alternatif bahan - bahan campuran beton.
Para pakar tersebut mengupayakan untuk menemukan bahan - bahan yang dapat
menggantikan posisi semen, air, dan batuan ini. Salah satunya dengan menggantikan
salah satu bahan dasar pembuatan beton dengan polimer. Polimer adalah suatu zat kimia
yang terdiri dari molekul - molekul yang besar, dengan karbon dan hidrogen sebagai
molekul utamanya. Bahan ini berasal dari limbah plastik yang didaur ulang, kemudian
dicampur dengan bahan kimia lainnya.
Bahan dasar beton polimer ini ditemukan lewat hasil penelitian dan uji coba
seorang peneliti bahan dasar bangunan, Djuanda Suraatmadja. Penelitian yang
dilakukan di laboratorium Struktur Bahan serta Institut Teknologi Bandung dan LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) ini menarik perhatian para ilmuwan serta
industriawan mengingat beberapa keistimewaan dan kebihan beton polimer dibanding
beton semen. Beton polimer ini terdiri dari suatu polimer yang bahan perekatnya
berupa thermosetting polimer dan bahan pengisinya berupa agregat (kumpulan pasir
atau kerikil). Dan beton polimer memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar
ultaraviolet, daya tahan korosi lebih baik, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan
kimia serta bisa mengeras di dalam air sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki
bangunan - bangunan di dalam air. Satu - satunya kelemahan yang hingga kini belum
teratasi adalah harga beton polimer masih belum bisa lebih rendah dibanding beton
semen, kecuali untuk daerah Irian Jaya, sebab di Irian Jaya harga semen sangat mahal.
Oleh karena itu beton polimer lebih banyak digunakan di Irian Jaya. Dan diluar itu,
beton polimer lebih banyak digunakan untuk rehabilitasi bangunan yang rusak.(Sumber:
http://www.channelpondasi.com/articles/apakah-beton-berbahan-dasar-polimer-ramah-
lingkungan)
2. BAHAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK ATAP
a. Atap Ramah Lingkungan Mulai Diadopsi di Seluruh Dunia

Markas besar British Horse Society yang dikelilingi pohon-pohon oak tua dengan
atap ramah lingkungan. (Sky Garden Ltd/Wikimedia Commons).

Minggu ini, San Francisco menjadi kota AS pertama yang mengharuskan atap
bangunan didesain secara ramah lingkungan. Teknik desain ini dengan menyediakan
area untuk tanaman di atas atap sebuah bangunan. Aksi terbaru ini didasarkan pada tren
yang berkembang dan telah banyak di lakukan di berbagai. Desain ini menawarkan
manfaat yang signifikan bagi planet ini. Undang-undang baru ini mulai berlaku pada
bulan Januari. Konsep desain ini membutuhkan antara 15 - 30 persen atap bangunan
pada proyek-proyek baru, dan konstruksi untuk menggabungkan energi panel surya
dengan atap ramah lingkungan, atau campuran keduanya.

Beberapa pengembang kota mendukung kebijakan atap ramah lingkungan.


Mereka senang, karena kebijakan ini menawarkan alternatif tambahan untuk memenuhi
persyaratan ramah lingkungan. Pemasangan atap ramah lingkungan jauh lebih murah
dibandingkan panel surya. EPA memperkirakan atap ramah lingkungan menghabiskan
dana sekitar $10 per kaki persegi untuk proyek-proyek sederhana, atau $25 per kaki
persegi untuk desain yang lebih ambisius. Undang-undang atap bangunan ramah
lingkungan telah lama diterapkan di berbagai negara.
Cordoba menjadi kota pertama di Argentina yang menggunakan atap bangunan
ramah lingkungan pada bulan Juli. Prancis menerapkan undang-undang baru untuk atap
ramah lingkungan atau teknologi panel surya pada semua konstruksi baru mulai berlaku
Maret mendatang. Pada tahun 2009, pemerintah Toronto menetapkan kebijakan atap
ramah lingkungan pada semua bangunan industri dan perumahan. Industri atap ramah
lingkungan Jerman telah disahkan dan didukung oleh pemerintah dengan berbagai cara
sejak tahun 1970-an. Atap ramah lingkungan memiliki banyak manfaat, ia dapat
meningkatkan kualitas udara, dan membantu mengurangi efek panas perkotaan. Kelak,
area atap ramah lingkungan pada bangunan dapat menjadi tempat rekreasi sekaligus
menyediakan makanan bagi pemilik atau pengunjungnya.(Sumber:http://nationalgeogra
phic.co.id/berita/2016/10/atap-ramah-lingkungan-mulai-diadopsi-di-seluruh-dunia)

b. Bluescope Lysaght Luncurkan Atap Metal Ramah Lingkungan

NS Bluescope Lysaght Indonesia meluncurkan produk Viruf Natural dan


Tratas Natural di pabrik cabang Semarang Kawasan Industri Candi Blok
11A/2, Selasa (19/5). Foto: metrosemarang.com
SEMARANG – Produsen atap metal membidik konsumen dari sektor rumah
tangga. Upaya itu dilakukan NS Bluescope Lysaght Indonesia dengan meluncurkan
produk ramah lingkungan. ”Produk ramah lingkungan menghapuskan kekhawatiran
pemilik rumah mengenai persepsi atap metal yang panas dan berisik. Sehingga kami
berinovasi membuat atap metal yang nyaman untuk rumah,” ungkap Presiden Direktur
NS Bluescope Lysaght Indonesia, Susanto Samsudin pada peluncuran produk Viruf
Natural dan Tratas Natural di pabrik cabang Semarang Kawasan Industri Candi Blok
11A/2, Selasa (19/5). Menurut dia, dengan adanya produk ini pihaknya berharap bisa
meminimalisasi penggunaan AC di kalangan konsumen pribadi, perkantoran, hingga
industri. Sehingga konsumsi listrik oleh masyarakat juga dapat berkurang. Dua produk
baru yang diluncurkan, yaitu Viruf Natural dan Tratas Natural. Untuk konsumen
kalangan rumah tangga, NS Bluescope Lysaght Indonesia menawarkan Viruf Natural
yang merupakan sistem atap metal yang nyaman untuk rumah dan memiliki sejumlah
keunggulan. Adapun keunggulannya, membuat hunian menjadi lebih sejuk, tidak
berisik, dan anti bocor.

Sedangkan untuk sektor industri seperti pabrik dan pergudangan, produk yang
ditawarkan adalah Tratas Natural. Produk tersebut memiliki ukuran yang lebih besar
sehingga lebih mudah dipasang. Selain itu, dengan ukuran yang besar bisa mengurangi
risiko bocor akibat pemasangan yang tidak sempurna. Manager Pemasaran NS
Bluescope Lysaght Indonesia, Martha Aswini mengatakan, produk yang hanya dibuat di
Semarang ini tidak hanya dipasarkan di Pulau Jawa tetapi juga luar pula seperti
Makassar, Palembang, Pekanbaru hingga Papua. ”Kami menargetkan pertumbuhan
produk ini dapat melebihi pertumbuhan industri yang semakin berkembang. Sementara
berdasarkan segmen, dari 18 produk yang sudah ada, dua produk terbaru ini diprediksi
bisa berkontribusi 40% untuk perumahan dan 30% industri,” tandasnya. (MS-
16).(Sumber:http://metrosemarang.com/bluescope-lysaght-luncurkan-atap-metal-ramah-
lingkungan)
c. Kreatif, Pelajar SMA Ini Membuat Genteng dari Sampah !

Pantai Sanur, Denpasar, Bali, termasuk destinasi wisata paling digemari turis
karena keindahan alamnya. Tak hanya elok, Bali pun menyuguhkan beragam
pengalaman budaya dalam tradisi yang telah melekat erat selama berabad-abad. Namun,
ada sisi lain yang ditangkap I Made Bagus Wisnu Wisnawa dan I Wayan Narayana
Putra saat menyusuri area Sanur. Kedua siswa SMA Negeri 6 Denpasar ini melihat
tumpukan sampah mengancam keindahan lingkungan, termasuk Pantai Sanur yang
letaknya sekitar 2 kilometer dari sekolah mereka.

"Setiap beberapa periode itu kan kami ada upacara adat, sembahyang. Nah,
sampah (dari upacara) ini lama-lama menumpuk. Got-got sering kali penuh sehingga
memicu banjir dan membuat kotor," kata Wisnu saat dihubungi Kompas.com, Rabu
(30/12/2015). Tak berhenti di situ. Permasalahan ini mereka utarakan kepada Guru
Fisika di sekolah, I Ketut Sinah, untuk mencari solusi alternatif.

Kemudian, memadukan kreativitas dan sains, sampah-sampah organik tadi


diubah menjadi bahan bangunan berupa genteng biokomposit. Bahan-bahan genteng ini
diambil dari sampah daun janur, enau, pisang, dan pandan. Proses pembuatan genteng
dimulai dari memilah sampah, mengeringkan, lalu mengetes kandungannya. Tahapan
ini sangat penting karena bahan-bahan tersebut harus bisa melekat dengan baik.
"Prosesnya memakan waktu sekitar 3 bulan. Semua komposisi kami coba
sampai menemukan yang pas," kata Wisnu. Namun, perjalanan mereka tak selalu
mulus. Banyak tantangan dihadapi, salah satunya cuaca yang kurang mendukung.
Wisnu bercerita, percobaan dilakukan pada bulan-bulan rawan hujan, sekitar Januari
hingga April. Hal ini membuat proses pengeringan menjadi sulit. "Tetapi, ternyata kami
bisa mengatasi hal itu," ujarnya. Keunggulan genteng karya mereka, selain ramah
lingkungan, adalah bobotnya lebih ringan, yakni hanya 200 gram. Genteng itu lebih
ringan dibandingkan material berbahan tanah liat yang beratnya mencapai 500 gram.
Berdasarkan uji ketahanan, genteng biokomposit mereka pun terbilang unggul.

"Dari tes yang dilakukan, genteng kami baru pecah saat diberi beban lebih dari
30 kilogram. Kalau dari tanah liat, 20 kilogram saja sudah pecah," ucap Ketut, guru
Fisika yang juga membimbing penelitian Wisnu dan Narayana. Bahkan, karya mereka
terbukti mampu menjuarai kompetisi Toyota Eco Youth (TEY) 2015 untuk kategori
sains. TEY merupakan kompetisi yang dirancang khusus bagi pelajar sekolah menengah
untuk membangun cara berpikir dan berkontribusi nyata terhadap perbaikan lingkungan
di sekitar sekolah.

"Kalau kami amati dari beberapa kali penyelenggaraan program TEY ini,
partisipasinya semakin meningkat. Artinya, mereka semakin terlibat. Kemudian, tiap
sekolah juga melibatkan siswanya, termasuk guru-gurunya untuk semakin peduli dan
sadar untuk mencari solusi permasalahan lingkungan sekitar," kata Direktur Corporate
and External Affair Directorate PT TMMIN I Made Tangkas kepada Kompas.com,
Rabu (2/9/2015).

Saat ini, pengujian tahap akhir sedang dilakukan untuk menguji ketahanan
genteng biokomposit terhadap cuaca. Periode pengujian dilakukan bertahap dengan
jangka waktu 6 bulan hingga 5 tahun. "Kami lihat, tahan atau enggak. Rencananya,
setelah itu baru akan kami patenkan. Nah, karena nanti kami sudah lulus, yang akan
meneruskan adik-adik kelas kami," ucap Wisnu.
Semakin peka

Saat ini penelitian berbasis kepedulian pada lingkungan semakin digandrungi


anak-anak muda. Kreativitas dan semangat tinggi mereka tumpahkan dalam karya-karya
yang ternyata bisa memberi solusi bagi permasalahan sekitar. Hal itu seperti cerita lain
yang datang dari Surakarta, Jawa Tengah. Loca Cada Lora dan Galih Ramadhan
menemukan cara menyaring logam yang terkandung dalam air limbah menggunakan
abu vulkanik.

Awalnya, siswa SMA Negeri 1 Surakarta ini penasaran melihat saluran


pembuangan yang airnya terlihat bersih dan banyak ditemukan sisa abu vulkanik.
"Kami penasaran dan mencari tahu fungsi dan kegunaan abu vulkanik," ucap Galih
seperti dikutip Kompas Cetak, Senin (18/5/2015).

Dari penelitian tersebut, dua ilmuwan muda itu meraih grand awards dalam
ajang Intel International Science and Engineering Fair (Intel ISEF) 2015 yang digelar di
Pittsburgh, AS. Sementara itu, dari Pontianak, Kalimantan Barat, Hansen Hartono dan
Shinta Dewi mengembangkan penelitian untuk menyaring air di Sungai Mandor yang
mengandung kadar merkuri tinggi. Padahal, air sungai tersebut merupakan sumber air
penopang kehidupan masyarakat sekitar. "Kami mencari cara paling efektif dan murah
untuk menyaring logam besi dan merkuri di sungai yang tercemar," tutur Hansen.

Berdasarkan penelitian tersebut, siswa SMA Katolik Gembala Baik ini


menemukan bahwa ampas tebu bisa dimanfaatkan untuk menyerap logam besi dan
merkuri yang terkandung di dalam air. Tak ayal, karya mereka pun turut meraih special
awards di ajang Intel ISEF. Rentetan prestasi di atas membuktikan bahwa Indonesia
mempunyai anak-anak muda luar biasa. Mereka mau menggunakan ilmu
pengetahuannya untuk mencari solusi dari permasalahan yang terjadi di sekitar.

Namun begitu, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan,


tugas anak-anak muda tersebut belum selesai. Mereka harus membagikan
pengalamannya kepada semua orang, terutama teman-teman di sekolah, sebagai
inspirasi. "Jangan berhenti sampai di sini, anak-anak Indonesia harus terus bermimpi
untuk masa depan yang lebih baik," ujar Anies saat menyambut kedatangan delegasi
Indonesia dari Pittsburgh, AS, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (18/5/2015).
(kredit:kompas.com).(Sumber:https://www.smkn1pracimantoro.sch.id/fitur/dunia-
pendidikan/item/11-kreatif-pelajar-sma-ini-membuat-genteng-dari-sampah)

3. BAHAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK DINDING

a. Inovasi Baru, Sampah Plastik Bisa Jadi Dinding Rumah

Teknologi RePlast yang mengubah sampah plastik menjadi dinding


atau pengganti beton.

KOMPAS.com - Seluruh plastik tidak terpakai jika dikumpulkan, bisa menjadi


sampah raksasa. Menurut statistik World Economic Forum, pada tahun 2050, akan ada
lebih banyak sampah plastik di lautan kita daripada jumlah ikan. Jadi inovasi bisa
mengubah gunungan sampah menjadi produk fungsional yang penting untuk
penanganan masalah tersebut.

Penemu yang berbasis di Selandia Baru Peter Lewis bisa mengubah sampah
plastik menjadi dinding. Temuan ini dinamakan RePlast. Sistem modular ini berada di
pusat ByFusion, sebuah perusahaan dari Amerika Serikat yang mengubah 100 persen
sampah plastik menjadi bahan bangunan alternatif. Mesin RePlast mengubah jenis
sampah plastik menjadi blok RePlast. Tidak seperti beton biasa, blok ini tidak
memerlukan lem atau perekat lainnya.
Sementara beton tradisional dibuat dalam bentuk tertentu, RePlast cukup fleksibel yang
dapat disesuaikan dengan beberapa bentuk dan kepadatan. Karena sistemnya modular,
RePlast adalah produk yang portabel. Mesin ini dirancang untuk beroperasi
menggunakan gas atau listrik dan tidak memerlukan plastik yang diratakan atau dicuci.
Blok konstruksi yang dibuat dari sampah plastik ini merupakan salah satu peningkatan
level dari proyek ramah lingkungan. Proyek ramah lingkungan lainnya termasuk batu
bata tanah liat terbuat dari puntung rokok yang dibuang oleh Universitas
RMIT Australia, yaitu EcoBricks. Selain itu, ada pula botol plastik ukuran dua liter
yang diisi dengan bahan non-daur ulang dan batu bata Eco-BLAC, yang biayanya
rendah dan alternatif ramah lingkungan terbuat dari limbah industri.
(Sumber:http://properti.kompas.com/read/2016/08/12/070000121/Inovasi.Baru.Sampah.
Plastik.Bisa.Jadi.Dinding.Rumah)

b. Rumah Botol Bekas, Ramah Lingkungan dan Anti-Peluru

RumahCom – Kayu maupun bambu sudah biasa kita dapati sebagai material
untuk membuat bangunan. Begitu pula batu bata atau bahkanbeton. Namun, apak
ah Anda pernah membayangkan untuk membangun rumah dari botol plastik.

Proyek inilah yang mulai ditekuni di banyak daerah, terutama di negara-negara


berkembang. Botol plastik menjadi pilihan karena kini keberadaannya melimpah. Setiap
hari, jutaan orang mengonsumsi air minum dalam kemasan. Dengan demikian, jutaan
botol juga berakhir di gunungan sampah setiap harinya.
Seperti halnya sampah plastik lain, botol-botol minuman takkan membusuk dan
terurai dengan sendirinya. Jika dibuang atau dibakar begitu saja, hanya akan menambah
polusi, entah polusi tanah, air, atau udara. Karena itu, daur ulang adalah pilihan terbaik
untuk mengatasi sampah-sampah plastik. Menggunakannya sebagai material bangunan
jadi salah satu cara daur ulang yang masih terus dikembangkan. Di Nigeria, misalnya,
sejak 2011 sudah mulai dipopulerkan pembangunan rumah menggunakan botol plastik
sebagai bahan utamanya. Para aktivis lingkungan dan insinyur sipil memasyarakatkan
ide ini kepada masyarakat setempat dan mengajarkan teknik-teknik pembangunannya.

Mereka mengisi botol-botol plastik dengan tanah kering atau serpihan material
bangunan lama. Botol-botol itu kemudian ditata layaknya batu bata dan direkatkan satu
sama lain dengan adonan lumpur. Untuk membangun sebuah rumah dengan tiga kamar,
dibutuhkan kurang lebih 7.800 buah botol. Dengan teknik yang sederhana ini, rumah
yang didirikan memiliki beberapa kelebihan. Misalnya, anti-gempa. Selain itu,
mengingat Nigeria merupakan negara rawan konflik, rumah botol juga menguntungkan
karena anti-peluru.

Untuk kita di Indonesia, kualitas anti-peluru seperti itu barangkali tidak begitu
dibutuhkan. Tapi botol bekas untuk membangun rumah tetaplah ide yang menarik dan
patut dicoba. Bukan hanya material alternatif ini lebih hemat biaya, tapi juga lebih
ramah lingkungan. Semakin banyak upaya yang kita lakukan untuk menggunakan atau
mendaur ulang sampah-sampah plastik, tentunya akan semakin baik untuk mengatasi
masalah-masalah akibat sampah yang menggunung. Kampanye lingkungan ini pula
yang coba digaungkan lewat pendirian bangunan berbahan botol plastik di tempat lain,
yakni di Taipei. Setahun sebelum proyek di Nigeria dimulai, arsitek Arthur Huang
merancang sebuah bangunan pusat kegiatan bernama EcoARK. Bangunan tiga lantai ini
bahkan memiliki ampiteater dan aula pameran.

Untuk mengampanyekan pembangunan yang ramah lingkungan, EcoARK


dibangun dengan memanfaatkan sekitar 1,5 juta buah botol plastik. Dengan cara ini,
bangunan tersebut diharapkan bisa menggaungkan pesan-pesan pelestarian
alam: reduce (mengurangi penggunaan barang-barang yang memboroskan sumber daya
dan punya andil dalam kerusakan lingkungan) reuse (memanfaatkan kembali barang-
barang bekas), dan recycle (mendaur ulang sampah-sampah menjadi barang-barang baru
yang bermanfaat). Nah, karena kampanye lingkungan kini sudah menjadi urusan semua
orang, kita di Indonesia barangkali juga bisa mulai mempertimbangkan manfaat dari
sampah-sampah ini sebagai material bangunan yang berkualitas.

(Sumber: http://www.rumah.com/berita-properti/2016/4/122622/rumah-botol-bekas-
ramah-lingkungan-dan-anti-peluru)

c. Rumah Ramah Lingkungan Ini Terbuat dari Jerami

Ketika proses konstruksi bangunan. Foto: Christian and Deepti Wetjen

Liputan6.com, Jakarta - Christian dan Deepti Wetjen sebagai pemilik rumah


jerami memiliki visi yang luas untuk mengimplementasikan rumah yang ramah
lingkungan. Hunian ini memiliki luas bangunan 355 meter persegi, yang terdiri dari dua
lantai. Christian Wetjen mengakui pembangunan rumah ini dilakukan dengan beberapa
proses pembelajaran yang panjang. Mulai dari mengikuti pengajaran workshop sampai
dengan mengunjungi proyek perumahan lain yang menggunakan material jerami
sebagai dindingnya, seperti ditulis Minggu (10/1/2016) dikutip dari Rumah.com “Ketika
melihat rumah dengan material jerami kelihatannya begitu mudah dibuat, bisa tahan
lama dan setelah melihatnya saya langsung yakin bahwa saya juga bisa membangun
rumah yang sama,” Ujar Christian mengenai penggunaan material alam bekas limbah
peternakan untuk mendirikan rumah.

Dinding yang terbuat dari jerami ini memiliki kemampuan insulasi


(mempertahankan suhu ruangan) yang tinggi serta sistem kedap suara alami yang bagus.
Jerami kering adalah benda yang mudah terbakar, namun hal ini diatasi
dengan penggunaan plester pasir kapur atau pasir tanah liat serta high fire rating yang
memberikan Anda alarm ketika akan terjadi kebakaran.
“Kami menyukai estetika dari bangunan ini, namun faktor utamanya adalah insulasi
yang sangat bagus yang memberi kenyamanan bertempat tinggal,” ucap Wetjen.

Hasilnya adalah sebuah rumah yang tidak membutuhkan pemanas atau


pendingin udara, dimana anak-anak bisa bermain dan berlarian di rumah menggunakan
celana pendek dan kaos meski sedang berada di tengah musim dingin. “Tinggal disini
sangat menyenangkan,” ucapnya. “Kita sangat cocok dengan iklim suhu yang ada di
dalam rumah, sehingga kita tidak membutuhkan pemanas atau pendingin udara ketika
hari sedang panas-panasnya di musim panas. Ketika musim dingin kita juga tidak
merasa kedingingan sama sekali.”

Bagi mereka yang ingin membangun rumah dengan material sejenis, Christian
Wetjen menyarankan untuk membangun sendiri. “Bersiaplah untuk membuat proyek
tersebut sendiri, karena belum ada pekerja bangunan lokal yang menggunakan jerami
untuk material bangunannya, selain itu lakukan riset yang mendalam,” ia menyarankan.
Tumbuh besar di Jerman, dimana pelestarian lingkungan menjadi norma yang wajib
diterapkan, Wetjen terkejut mengetahui perumahan di Perth tidak lagi memanfaatkan
desain tenaga surya dan layout fleksibel untuk pembangunan rumah. Dengan tujuh
orang yang tinggal dirumah ini, penggunaan tenaga surya dapat memenuhi kebutuhan
energi mereka yang tinggi. Fitur ramah lingkungan lain yang ada di rumah ini adalah
disediakannya sistem pemanas air bertenaga surya, tanki air yang menampung air hujan
untuk membilas kloset dan menyiram tanaman, efisiensi energi pada pencahayaan, serta
desain tenaga surya pasif seperti jendela yang menghadap utara serta jendela yang
bergulir untuk memaksimalkan ventilasi. (Sumber:http://properti.liputan6.com/read/240
5623/rumah-ramah-lingkungan-ini-terbuat-dari-jerami).
4. BAHAN BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK
PLAFON

a. Aman dan Ramah Lingkungan dengan Gipsum

KOMPAS.com - Tanpa kita sadari, bahan material struktur bangunan di


sekeliling kita yang hidup di perkotaan saat ini hampir didominasi oleh gipsum.
Meskipun bersama material lain sebagai ornamen pendamping, bangunan-bangunan
perkantoran, hotel, apartemen, bahkan mal-mal di Jakarta misalnya, didominasi oleh
gipsum, baik pada partisi dinding maupun plafonnya. Saat ini, meski sudah puluhan
tahun dikenal di Indonesia, gipsum masih kalah populer dibandingkan material lain
sebagai material interior seperti halnya batu bata. Padahal, banyak sekali keuntungan
yang bisa diambil dari pemakaian gipsum, tidak terkecuali pada interior rumah sekali
pun. Pertama, aplikasi gipsum lebih mudah dan aman bagi kesehatan dan ramah
lingkungan. Kedua, gipsum lebih tahan api karena bahan dasarnya tidak menyebarkan
api. Ketiga, finishing-nya juga lebih rapih dan lebih halus, misalnya dibandingkan
dengan penggunaan triplek untuk plafon.

Pemakaian produk gipsum yang didominasi oleh BORAL Jayaboard, misalnya,


sudah melalui uji laboratorium lokal maupun internasional. Jika dulu orang mengatakan
gipsum berbahaya bagi kesehatan, saat ini justeru sebaliknya, aman bagi kesehatan dan
lingkungan. Dengan standar produksi yang jelas, yaitu AS 2588 (Australian Standard)
dan internasional ASTM C 1396 (American Standard), bisa dibuktikan bahwa radiasi
dari gipsum Jayaboard justeru jauh di bawah radiasi batu bata. Bahkan, jauh lebih
rendah daripada lapisan mebel atau furnitur di sekeliling kita saat ini.

Gipsum yang diproduksi Jayaboard juga tidak mengandung asbestos yang dapat
menyebabkan kanker, dan juga mempunyai kandungan volatile organic
compound (VOC) yang jauh di bawah ambang batas yang ditentukan. Gipsum juga
lebih hemat energi. Jika di ruangan ber-AC, gipsum lebih cepat beraklimatisasi untuk
membuat ruangan lebih cepat dingin dibandingkan dengan pemakaian material
konvensional lain. Yang jelas, gipsum ramah terhadap lingkungan sehingga cocok
dengan konsep green property. Karena, begitu material ini tidak terpakai lagi atau
menjadi sampah, gipsum tidak akan mencemari tanah sebab akan langsung melebur
sendiri dalam tanah. Bahkan, kalau mau, kita bisa mengolahnya lagi menjadi material
gipsum yang baru.

Namun demikian, kita harus menempatkan pemakaian gipsum pada porsinya.


Karena, memang benar jika dikatakan gipsum tidak tahan air. Karena, material
utamanya adalah gipsum, yang dibungkus dan diperkuat dengan kertas yang jelas tidak
tahan terhadap air sehingga mudah rusak. Untuk itulah, porsi penggunaan gipsum lebih
pada interior, bukan eksterior. Maka, gipsum relatif tidak terpengaruh pada cuaca secara
langsung, seperti hujan. Pemakaian gipsum juga aman dari bahaya kebakaran karena
bahan materialnya tidak mudah terbakar. Gipsum tidak menyebarkan panas, karena
"kemampuan" gipsum justeru untuk memblokir panas. Jika terkena api, hanya bahan
material kertasnya yang membara, tetapi tidak akan menyebarkan api. Saat sumber api
padam, api tidak akan menjalar pada gipsum dan menyebar ke material lain.(Sumber:
http://properti.kompas.com/read/2012/04/05/15530059/Aman.dan.Ramah.Lingkungan.d
engan.Gipsum.)
b. Placker (Plafon Cangkang Kerang), Inovasi Plafon Terbaru Ramah
Lingkungan

Proses produksi Placker (Plafon Cangkang Kerang)


Perkembangan dunia konstruksi-arsitektur sangatlah pesat dan tak pernah luput
dari inovasi-inovasi terbarunya. Seperti yang telah dilakukan oleh salah satu tim
Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) karya mahasiswa Teknik Sipil Undip, yaitu
Tegar R. P. Negara, Darma Adi S., Tricya Yolanda dan Robert Susanto. Tim melakukan
sebuah inovasi terhadap salah satu material konstruksi yang sangat dekat dengan
kehidupan sehari-hari, yaitu plafon. Placker alias plafon cangkang kerang merupakan
produk yang sedang dikembangkan dalam rangka mengurangi penggunaan asbes
sebagai bahan dasar plafon. Plafon yang berbahan dasar asbes, saat ini terungkap bahwa
penggunaannya bisa berdampak buruk terhadap kesehatan karena asbes yang terpajan
oleh manusia bisa menimbulkan penyakit pernafasan yaitu asbestosis.

Selain itu, inovasi Placker diharapkan mampu mengurangi penggunaan semen


yang digunakan pada plafon jenis Glassfibre Reinforced Concrete (GRC). Pengurangan
penggunaan semen ini dimaksudkan untuk mengurangi pengekploitasian secara
berlebihan batu kapur sebagai bahan dasar semen. Seperti diketahui, batu kapur adalah
sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Placker memiliki komposisi yang cukup
unik karena memanfaatkan limbah cangkang kerang. Limbah cangkang kerang yang
didapatkan di daerah pesisir termasuk salah satunya daerah Tanjung Mas, Semarang ini,
selanjutnya ditumbuk sampai halus hingga berbentuk serbuk. Serbuk cangkang kerang
ini kemudian dicampur dengan semen dan pasir dengan komposisi 25% pasir, 45%
serbuk cangkang kerang, dan 30% semen. Setelah berbentuk adonan dan dicampur
dengan air, lalu dicetak dan diberi bahan serat fiber (mat) sebagai penahan tarik pada
kekuatan plafon.

Produk Placker memiliki peluang komersil yang cukup tinggi dikarenakan biaya
produksi yang murah, ramah lingkungan dan bahan baku mudah didapatkan. Selain bisa
mengurangi penggunaan asbes dan semen, produk ini diharapkan mampu memberikan
potensi bagi masyarakat daerah pesisir dengan dimanfaatkannya limbah cangkang
kerang ini. (Sumber: http://manunggal.undip.ac.id/placker-plafon-cangkang-kerang-
inovasi-plafon-terbaru-ramah-lingkungan/)

c. Plafon Ramah Lingkungan dari Kulit Jagung dan Pelepah Pepaya

Jakarta, Kemdikbud – Bagi Ratri Mauluti Larasati dan Agung Pratama,


perpaduan antara kulit jagung, pelepah pisang, dan sampah plastik dapat menjadi
produk ramah lingkungan yang digunakan sebagai salah satu material rumah. Setelah
melewati penelitian selama empat bulan, kedua siswa asal SMA Negeri Sumatera
Selatan ini berhasil menciptakan plafon yang memiliki kelebihan dibandingkan plafon
yang dipasarkan selama ini.“Kami menciptakan plafon yang anti bocor, ringan, tahan
api, dan sangat ramah lingkungan karena menggunakan bahan-bahan organik di
dalamnya,” tutur Ratri usai menerima medali emas dalam ajang 2nd Intenational
Science Project Olimpiad (ISPrO) 2014, di Jakarta, Jumat (09/05/2014).
Ya, lewat penelitian berjudul “The Waterproof Plaster Board Two in One” ini
mereka berhasil memboyong medali emas untuk kategori bidang fisika. 2nd ISPrO 2014
mempertemukan 74 proyek penelitian yang terbagi atas lima bidang, yaitu biologi,
kimia, fisika, lingkungan, dan teknologi yang diikuti oleh 24 negara peserta. Ratri
mengungkapkan, ia bersama Agung awalnya prihatin melihat banyaknya hewan laut
yang mati akibat lautnya tercemar sampah plastik. Di sisi lain masalah kebocoran pada
rumah akibat plafon yang tidak tahan terhadap air dan api, membuatnya berpikir tentang
memadukan antara sampah plastik dengan bahan lainnya untuk menghasilkan produk
yang bermanfaat, sehingga kedua masalah itu dapat tertangani.

Akhirnya, penelitian dimulai dengan sample seberat 10 gram yang setelah


terbentuk produk akhir menjadi 20 gram. “Perbandingan campuran bahan mentah
dengan lem PVIC 1 berbanding 1. Lem yang digunakan juga aman bagi kesehatan,
karena dia menangkap partikel debu sehingga aman untuk pernapasan,” jelas putri
sulung dari dua bersaudara ini. Saat ditanya apakah produk tersebut dapat diproduksi
secara massal, Ratri dengan yakin mengatakan bahwa produknya mudah sekali dibuat.
“Dengan teknik manual saja, kami hanya membutuhkan waktu 1 hari. Jika dikerjakan
dengan mesin pembuat plafon, waktu yang dibutuhkan dapat lebih singkat,” ungkap
gadis yang bercita-cita menjadi dokter ini. Ia berharap, produk hasil penelitiannya ini
mendapat perhatian dari pemerintah karena telah ikut mengembangkan industri yang
ramah lingkungan di Indonesia. Rencananya, penelitian ini juga akan bertarung kembali
pada ajang INESPO di Belanda. “Insya Alloh kami berangkat 1 Juni 2014 nanti,” ujar
Ratri. Semoga sukses. (Ratih Anbarini). (Sumber: https://idid.facebook.com/Kemdikbud
.RI/posts/545978895511555).
5. BAHAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK LANTAI

a. Linoleum: Bahan Pelapis Lantai Ramah Lingkungan

Rooang.com| Di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat akan hunian yang


nyaman, ada banyak sekali penawaran produk unggulan yang bisa dipilih.
Termasuk juga untuk lantai. Ada lantai marmer, porselen, batu alam, parket,
sampai lantai plasteran sederhana. Tapi, di antara semua itu, ada satu solusi
terbaik untuk pelapis lantai hunian Anda, linoleum.

Kelebihannya

Linoleum merupakan bahan pelapis lantai yang terbuat dari campuran minyak
biji rami (linseed oil) dengan tepung kayu, serbuk gabus, dan kain berserat kuat.
Dengan bahan-bahan tersebut, linoleum menjadi pelapis yang ramah lingkungan karena
bisa didaur ulang dan mudah diuraikan. Pelapis lantai yang marak digunakan di Eropa
dan AS ini selain mudah didaur ulang, juga tidak merusak alam karena tidak menambah
penggunaan kayu. Linoleum memiliki sifat elastis, sehingga mudah pemasangannya,
sangat mudah dibersihkan dan tidak mudah terbakar. Bahannya yang elastis ini ternyata
juga anti rayap, sehingga lebih awet dari lantai parket yang berpori. Linoleum telah
banyak digunakan di berbagai negara, bahkan diandalkan untuk melapisi lantai rumah
sakit. Hal ini disebabkan lapiran linoleum secara permanen memiliki sifat anti bakteri
(tentunya selama lantai dalam keadaan bersih), tidak mengandung bakteri atau kuman
yang membahayakan kesehatan, dan higienis.
Jenis-jenis linoleum

Secara umum ada tiga jenis linoleum, yakni marmoleum, artoleum, dan walton.
Jenis tersebut sebenarnya bukan klasifikasi yang tepat, karena lebih berdasarkan merk.
Marmoleum, salah satu merk yang cukup menguasai pasar linoleum dunia,
menghadirkan linoleum dengan corak natural seperti kayu, marmer, dan batu alam.
Sejak berdiri tahun 1860, Marmoleum telah menghasilkan banyak motif dan baru-baru
ini mengeluarkan koleksi terbaru dengan motif linear, solid, dan andalannya : marmer.
Sementara itu, Artoleum yang awalnya fokus pada corak kayu, kini mulai emrambah
corak batu alam dengan berbagai warna. Sedangkan Walton lebih mengandalkan tekstur
seperti kulit binatang dan motif-motif modern.

Cara pasang

Cara memasang linoleum hampir sama dengan wallpaper, Anda harus


memastikan permukaan lantai rata, tidak bergelombang, lalu melapisi linoleum dengan
lem secara merata, baru ditempelkan. Untuk membuat tampilannya lebih cantik dengan
corak warna-warni, Anda bisa menatanya seperti menata ubin. Lembaran vinyl sheet
linoleum dipotong terlebih dahulu sesuai keinginan, lalu direkatkan. Tentunya untuk
tampilan yang cantik ini Anda perlu lebih telaten dan teliti. Tapi, hasilnya akan lebih
memuaskan. Selain bentuk lembaran, tersedia juga bentuk tile yang lebih mudah
dipasang menyerupai ubin. Saat ini banyak jasa pemasangan linoleum yang harganya
sudah jadi satu dengan harga bahan, sama seperti wallpaper dan kaca film. Ini bisa Anda
manfaatkan sebagai solusi yang lebih praktis.

Kelemahan

Seawet dan sebaik apapun suatu bahan, tetap memiliki sisi kelemahan. Linoleum
rentan pada gesekan benda-benda tajam. Usahakan ujung kaki meja, kursi, dan
perabotan lain yang langsung menyentuh lantai tidak tajam. Gesekan benda tajam
membuat linoleum mudah rusak dan mengelupas. Untuk membersihkan permukaan
lantai linoleum, Anda cukup mengelapnya dengan kain pel lembab, seperti Anda
membersihkan lantai keramik. Jangan diberi air yang berlebihan, jangan disikat, dan
jangan menggunakan zat kimia untuk membersihkannya. Maksimal, Anda boleh
menggunakan cairan karbol. Sejauh ini, harga linoleum masih cukup mahal bila
dibandingkan lantai keramik biasa. Tetapi, harga sekitar RP 150.000/meter persegi
sudah cukup murah bila dibandingkan dengan lantai kayu asli. Anda pun memiliki
banyak kelebihan dari pelapis lantai ramah lingkungan ini. Bagaimana? Berminat
mencobanya? (Sumber: http://media.rooang.com/2014/08/linoleum-bahan-pelapis-
lantai-ramah-lingkungan/)

b. Lantai Gabus Lebih Nyaman dan Ramah Lingkungan

Selain lantai kayu, lantai dengan material bambu juga sudah mulai banyak
digunakan. Apalagi harga kayu yang sekarang ini semakin melejit. Selain itu
penggunaan material kayu tidaklah ramah lingkungan karena berpotensi untuk
menimbulkan semakin banyaknya pohon yang ditebang hanya untuk diambil kayunya.
Berbeda halnya dengan material bambu yang merupakan salah satu jenis tumbuhan
yang dapat tumbuh dengan mudah sehingga materialnya juga lebih mudah didapatkan.
Material bambu juga tidak kalah kuat dibandingkan dengan material dari kayu. Bambu
yang dapat dipakai untuk dijadikan lantai rumah haruslah yang sudah berusia 4 hingga 6
tahun. Pada saat inilah, bambu sedang berada dalam masa terbaiknya, tidak terlalu
muda, dan juga tidak terlalu tua. Bambu hadir dengan berbagai variasi, ukuran dan
warna. Warna dari material bambu juga hampir serupa dengan warna kayu yaitu terdiri
dari warna seperti cokelat muda, cokelat kekuningan dan berwarna cokelat gelap.
Pengaplikasian bambu untuk dijadikan sebagai lantai rumah sangat mudah dipasang.
Lantai bambu dapat dipasang dengan cara menempelkannya langsung ke cor beton atau
memasukannya pada celah lantai dengan gaya mengambang. Lantai bambu biasanya
ditemukan untuk area rumah makan yang bernuansa tradisional dan juga pedesaan.
Namun jika diterapkan kini, lantai bambu ternyata juga dapat menampilkan kesan yang
modern dengan penataan furnitur yang tepat. Jika lantai bambu dirawat dengan baik,
fungsi dan ketahanannya sama dengan ketahanan sebuah lantai kayu. Sudah saatnya
menggunakan material yang ramah akan lingkungan kan? Tertarik untuk
mengaplikasikan lantai ini di rumah Anda? (Sumber:http://www.rumahku.com/artikel/r
ead/lantai-bambu-solusi-material-ramah-lingkungan-untuk-rumah-409065)

c. Lantai Gabus

Lantai gabus yang berasal dari kulit pohon oak (ek) gabus yang bisa dipanen
setiap 10 tahun tanpa merusak pohonnya. Untuk alasan itu tentu lantai gabus menjadi
pilihan material bangunan yang ramah lingkungan. Lantai gabus membuat telapak kaki
Anda terasa nyaman karena hangat dan teksturnya yang lembut. Lantai jenis ini
memiliki keunggulan, sebab tahan terhadap kelembaban, jamur, bakteri, dan tidak
menimbulkan sensi dingin pada telapak kaki. Untuk itu lantai ini sangat cocok
digunakan untuk area dapur dan ruang bermain atau ruang bawah tanah yang dingin.
Namun, perlu diingat bahwa lantai ini rentan terkena goresan, sehingga tidak cocok
untuk area yang memiliki lalu lintas tinggi. Untuk itu sebaiknya aplikasikan pelindung
dari lilin atau polyurethane. (Sumber: https://nikifour.co.id/material-lantai-yang-ramah-
lingkungan/)
REDUCE, REUSE & RECYCLE

1. REDUCE

a. Cara Mudah Mengurangi Sampah Ibu Kota dengan Metode Composting

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta,


sampah Ibu Kota mencapai 7.000 ton per hari. Jika tidak dikelola dengan benar,
sampah-sampah tersebut bisa mencemari lingkungan akibat penumpukkan, baik di
lokasi pembuangan maupun di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Untuk
mengantisipasinya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat tempat pengelolaan
sampah di dalam kota. Fasilitas yang tersebar di beberapa wilayah Jakarta tersebut tidak
hanya digunakan untuk tempat pemilahan. Tempat itu umumnya juga dilengkapi dengan
unit composting. Sampah organik diolah menjadi kompos sehingga dapat dimanfaatkan
kembali, baik oleh pemerintah maupun warga.

Pasar tradisional adalah salah satu lokasi yang menjadi sasaran pemerintah
untuk mendirikan fasilitas pembuatan kompos. Hal ini dilakukan karena penyumbang
sampah terbesar di Jakarta berasal dari tempat perdagangan tersebut. Selain itu, 80
persen buangan dari pasar tergolong sampah organik yang bisa diubah menjadi kompos.
Tempat pengelolaan sampah yang juga menjadi sentra composting, salah satunya
berada di Kampung Rambutan. Meski baru beroperasi tiga bulan, fasilitas yang terletak
di Jakarta Timur ini mampu menghasilkan sekitar 800 kilogram kompos setiap bulan.
Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Malaka
Sari, Duren Sawit, Jakarta Timur juga menangani sampah di wilayahnya dengan
memanfaatkan balai kompos untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos.
Hasilnya dibeli warga setempat dan uang penjualannya dikelola oleh koperasi dan
bendahara RT/RW untuk kepentingan warga. Dengan usaha-usaha tersebut, diharapkan
pengelolaan sampah tidak hanya mengandalkan pengangkutan ke TPST. Karena
pengangkutan sampah ibarat memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat lain.
Bahkan mungkin akan akan menimbulkan masalah baru, baik bagi Jakarta maupun
daerah tujuan pembuangan akhir. (Sumber : http://smartcity.jakarta.go.id/blog/220/cara-
mudah-mengurangi-sampah-ibu-kota-dengan-metode-composting.)

b. Tak Henti Mengurangi Sampah di Bekasi

REPUBLIKA.CO.ID,BEKASI-Sampah masih menjadi problematika di Kota


Bekasi. Banyaknya sampah dan semakin penuhnya Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu di Kota Bekasi membuat Wali Kota Bekasi akhirnya meresmikan Bank
Sampah Induk Patriot (BSIP). BSIP diresmikan oleh Wali Kota Bekasi, Rahmat
Effendi, pada 23 Oktober 2016. Sebelumnya, BSIP ini terbentuk dari Forum Bank
Sampah se-Kota Bekasi, dan kemudian menjadi Bank Sampah se-Kota Bekasi.BSIP
terdiri dari 42 personil yang terlibat di dalam kepengurusan inti bank sampah ini.
Direktur BSIP, Endang Tresnaningtyas melalui situs resmi BSIP mengatakan bahwa
sosialisasi bank sampah yang dilakukan oleh BSIP ini bertujuan agar setiap RW di Kota
Bekasi memiliki setidaknya satu bank sampah. Nantinya bank-bank sampah ini
diharapkan akan dapat mengurangi volume total sampah di Kota Bekasi yang sudah
semakin menumpuk.Sekertaris Pengurus Bank Sampah, Eddy Supangkat memaparkan
latar belakang terbentuknya BSIP. “Wali Kota Bekasi menyatakan bahwa sampah di
Bekasi sudah overload, TPST sudah hampir penuh,” ujar Eddy pada Sabtu (25/3).

Ia pun menyatakan bahwa dalam 1,5 tahun kedepan, Bekasi diperkirakan sudah
tidak dapat menampung sampah yang ada. “Dalam sehari sampah yang ada di Bekasi
bisa mencapai 1.700 ton, dimana 30% di antaranya adalah sampah non-organik” ujar
Eddy.Maka dari itu, bank sampah hadir untuk mengelola sampah-sampah non-organik
tersebut untuk didaur ulang. Target dari BSIP adalah semua RW di Kota Bekasi
memiliki bank sampah masing-masing. “Sampai saat ini, kita baru memiliki 87 bank
sampah aktif se-Kota Bekasi. Target kami adalah 1.000 bank sampah di Kota Bekasi,”
ujarnya. BSIP berharap nantinya setiap RW memiliki bank sampahnya sendiri.Maka
dari itu, BSIP giat melakukan sosialisasi dan pembinaan. Salah satunya adalah program
Pekan Aksi Peduli Sampah yang sedang berlangsung dari tanggal 20 Maret – 26 Maret
2017. Eddy menjelaskan bahwa acara ini bertujuan untuk mendorong masyarakat untuk
mengelola sampah nonorganik.

“Kita ingin mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa sampah memiliki nilai


ekonomis. Dapat didaur ulang dan dijadikan kerajinan, yang nantinya bisa dijual. Ini
adalah bentuk kampanye untuk mendorong masyarakat supaya peduli sampah,” ujar
Eddy.Pekan Aksi Peduli Sampah merupakan salah satu rangkaian dalam merayakan
Hari Pungut Sampah Nasional yang jatuh setiap tanggal 21 Februari. Dan juga sebagai
bentuk perayaan HUT Kota Bekasi yang ke-20 pada tanggal 10 Maret 2017
lalu.(Sumber:http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-
nasional/17/03/25/ondivz415-tak-henti-mengurangi-sampah-di-bekasi.)
c. Begini Program Mengurangi Sampah Ala SMPN 5 Depok

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- SMPN 5 Beji Timur, Depok, kini punya cara


jitu untuk mengurangi volume sampah di Kota Depok. Caranya, dengan meminta siswa
membawa wadah makanan, sehingga saat jajan di kantin sekolah, siswa tidak perlu lagi
diberikan plastik pembungkus makanan. "Kebiasaan ini sudah kami terapkan," kata
Kepala Sekolah SMAN 5 Depok, Purnomo, Jumat (17/3).Purnomo mengatakan,
kebiasaan tersebut ternyata mendapat respons siswa cukup besar. "Alhamdulillah
responsnya cukup bagus, meskipun masih ada beberapa siswa yang lupa membawa
tempat makan maupun minuman," ungkapnya.

Menurut Purnomo, untuk mendukung kegiatan itu, pedagang di kantin pun juga
diingatkan pihaknya untuk tidak menggunakan plastik dan sejenisnya untuk makanan
yang dijajakan. "Imbauan ini juga cukup efektif, dan itu terlihat dengan volume sampah
yang dihasilkan di SMPN 5 Depok juga terus berkurang. Dengan begitu, sampah yang
diserahkan ke Unit Pengolahan Sampah (UPS) juga lebih sedikit," tuturnya.Purnomo
berharap, ke depan siswa dapat terus menerapkan kegiatan itu, agar nantinya sampah
yang dihasilkan di Kota Depok dapat berkurang jumlahnya. Kegiatan ini juga dapat
menjadi contoh bagi sekolah lain untuk turut serta berkontribusi mengurangi volume
sampah di Kota Depok. "Semoga kegiatan yang kami lakukan dapat diterapkan dapat
mengurangi volume sampah di Kota Depok tidak menumpuk," harapnya.
(Sumber:http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/03/18/omze4q384-
begini-program-mengurangi-sampah-ala-smpn-5-depok.)
2. REUSE

a. Surabaya, Kota Percontohan Pengolahan Sampah Terbaik Indonesia

Proses Pengolahan Sampah di Super Depo Sutorejo. Foto: Petrus Riski


Surabaya menjadi salah satu kota di Indonesia yang dinilai mampu mengelola
sampah dengan baik, melalui program 3R (reduce, reuse, recycle). Tidak hanya itu,
Program 3R dinilai telah menjadi landasan upaya pengelolaan sampah secara mandiri
oleh masyarakat, dalam rangka mengurangi sampah dan mengambil nilai ekonomis dari
sampah.Hal ini menjadikan Surabaya salah satu contoh kota yang masyarakatnya
berhasil mengelola sampah, sehingga menjadi role model negara-negara di Asia Pasifik.
Melalui sejumlah keberhasilan di bidang kebersihan yang berhasil diraih, Surabaya
menjadi tuan rumah Forum Regional 3R atau The 5th Regional 3R Forum in Asia &
The Pacific bertema Multilayer Partnership & Coalitions as the Basic for 3R’s
Promotion in Asia & The Pacific, yang digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Selasa
(26/2).Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya saat pembukaan mengatakan,
Kementerian Lingkungan Hidup saat ini sedang intensif mendorong pemimpin kota-
kota di Indonesia, untuk mau mengelola sampah di kotanya dengan cara 3R, karena
sejauh ini penerapan secara keseluruhan di Indonesia baru sekitar 7%. Artinya selama
ini banyak kota yang mengelola sampah dengan cara lama, yakni dengan menimbun
sampah di dalam tanah.
“Untuk tingkat nasional, baru sebesar 7%. Ini kita dorong supaya bisa mengeloa
sampah dengan 3 R. Tetapi untuk beberapa kota seperti Surabaya, Malang dan Jombang
sudah di atas itu. Surabaya one step ahead (selangkah di depan) dan menjadi role
model bagi kota-kota lain. Makanya, acara ini kita gelar di Surabaya,” kata Balthasar
Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup. Acara pembukaan The 5th Regional 3R Forum
in Asia & The Pacific dihadiri 300 peserta dari 38 negara-negara di Asia Pasifik, antara
lain Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Shinji Inoue, serta Wakil Gubernur Jawa Timur
Saifullah Yusuf. Gerakan Indonesia Peduli Sampah menuju masyarakat berbudaya 3R
(reduce, reuse, recycle) untuk kesejahteraan masyarakat, dideklarasikan di Surabaya dan
dihadiri 30 Walikota/ Bupati se-Indonesia, yang memiliki komitmen besar untuk
mewujudkan Indonesia bersih dari sampah pada 2020 mendatang.

Deklarasi ini kata Balthasar Kambuaya merupakan hal yang sangat penting,
karena menyatukan komitmen para pemimpin untuk mewujudkan Indonesia bebas dari
sampah. “Sampah di kota-kota besar baru bisa dikelola di bawah 50 persen. Selebihnya
tidak diurus. Ada yang dibuang di pinggir jalan atau ada juga di sungai. Penyelesaian
sampah membutuhkan leadership yang kuat. Anda harus menjadi role model untuk
memimpin masyarakat,” kata Balthazar Kambuaya.

Diungkapkan oleh Balthasar Kambuaya, Kota Surabaya merupakan salah satu


contoh kota yang berhasil mengelola sampah. Indikator sukses dalam hal pengelolaan
sampah berupa adanya bank sampah serta rumah kompos, sehingga sampah tidak lagi
menjadi barang yang tidak berguna, melainkan justru bernilai uang. “Surabaya punya
pengalaman dalam investasi sampah. Termasuk melakukan kerja sama dengan Jepang
dalam hal pengolahan sampah,” ujar Balthasar Kambuaya, yang merupakan mantan
Rektor Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua.

Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Imam Santoso Ernawi


mengatakan, pihaknya akan melakukan pembelajaran komunitas 3 R, terutama untuk
kategori reduce atau pengurangan sampah. “Reduce ini merupakan titik kritis. Kalau
kita bisa mengurangi sampah sebanyak-banyaknya dari sumbernya, maka beban
pengelolaan sampah publik juga akan berkurang,” ungkap Imam Santoso Ernawi.
Sementara itu Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengungkapkan, diperlukan
anggaran yang cukup besar untuk biaya angkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA), yang itu dapat ditekan bila sampah dapat ditekan mulai dari sumbernya. “Kalau
dilihat dari pengelolaan sampah, sebetulnya justru yang paling besar itu adalah untuk
biaya angkut. Biaya angkutan itu sampai 50 persen, karena itu kalau konsep kita, bisa
menyelesaikan sampah itu di sumbernya, maka biaya angkut itu akan bisa kita potong,”
tandas Risma, Walikota perempuan pertama di Surabaya.

Kunci sukses keberhasilan pengolahan sampah lanjut Risma juga terletak pada
peran serta aktif masyarakat beserta seluruh elemen yang ada. Keterlibatan semua pihak
dalam upaya mengurangi sampah, menjadikan program 3 R dapat berjalan dengan baik.
”Kata kuncinya adalah partisipasi dari masyarakat, artinya bukan masyarakat saja,
termasuk media juga. Karena itu dampaknya kan global warming. Taruhlah kita
mengelola lingkungan bagus, tapi kalau negara lain, atau tetangga kita enggak, ya sama
saja. Kalau kita mengolah baik, kalau samping-sampingnya enggak ya gak ada gunanya,
kuncinya bagaimana kita mendekati masyarakat, itu yang paling penting,” Risma
menjabarkan kepada Mongabay-Indonesia. Selain masyarakat, gerakan pengurangan
sampah juga diterapkan di sekolah melalui program Eco School. Risma
mengungkapkan, edukasi kepada anak-anak usia sekolah menjadi salah satu langkah
penting menanamkan budaya 3 R di masyarakat, sehingga masyarakat semakin banyak
yang sadar akan pentingnya mengurangi sampah pribadi, karena hingga kini sampah
rumah tangga merupakan penyumbang terbesar sampah perkotaan.

“Di sekolah itu anak-anak bukan hanya mengenal lingkungan, tapi mereka juga
mempraktekkannya, contohnya misalkan, kalau sekolah-sekolah yang sudah ikut
program eco school, maka mereka selalu bawa piring dan gelas, jadi tidak ada lagi
plastik makanan, sekarang mereka gak gunakan, bahkan mereka pantang menggunakan
sedotan,” lanjut Tri Rismaharini yang banyak meraih penghargaan dibidang kebersihan
dan lingkungan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Menurut Risma,
kepedulian warga terhadap pengelolaan lingkungan berjalan selaras dengan upaya
Pemerintah Kota Surabaya, untuk mewujudkan Kota Pahlawan menjadi kota yang hijau,
sejuk dan asri. Hingga kini Surabaya telah memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH)
sebesar 26 persen dari keseluruhan luas wilayah Kota Surabaya. Angka terus naik dari
tahun-tahun sebelumnya yang masih sebesar 9 persen dan 12 persen.

Di dalam Undang Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
mensyaratkan RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.
RTH terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi
RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. “Kita
inginnya RTH bisa di atas 30 persen sehingga Surabaya bisa lebih sejuk. Selain
pembuatan taman, RTH juga bisa berupa pembuatan waduk. Tahun ini sedang kita
usahakan,” tutur Risma. Pengolahan sampah mulai dari rumah tangga, tempat
pembuangan sementara di kampung-kampung, hingga di tempat-tempat umum menjadi
langkah yang efektif untuk mengurangi volume sampah. Tri Rismaharini mengatakan,
upaya pengurangan sampah dengan model 3 R oleh masyarakat, telah dilakukan sejak
dari rumah sehingga sangat membantu menekan jumlah sampah yang dibawa ke tempat
pembuangan akhir sampah.

“Bisa dirasakan hampir setiap tahun, rata-rata penurunan sampah ke TPA


(tempat pembuangan akhir), jadi saat saya sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan
Pertamanan, itu 2.300 meter kubik per hari masuk ke TPA. Saat ini posisinya 1.200
meter kubik di TPA. Jadi bisa dilihat penurunan sampah yang masuk ke TPA. Itu kita
gunakan rumah kompos, juga di masyarakat, kemudian juga pengolahan TPS (tempat
pembuangan sementara),” sambung Risma. Sebagai bentuk kepedulian terhadap
lingkungan, Pemerintah Kota Surabaya saat ini sedang menggalakkan kampanye
penggunaan tas plastik daur ulang. Hal ini karena sampah plastik menjadi sampah yang
sulit diurai, dan membutuhkan waktu hingga ratusan tahun agar terurai.

“Kita kampanye untuk tidak memakai tas plastik. Kalau belanja, pakai tas
plastik daur ulang,” pungkas Risma seraya menyebut program Green and Clean, serta
Merdeka dari Sampah, telah digagas Pemerintah Kota Surabaya untuk menciptakan
kampung-kampung bersih dan hijau.

(Sumber: http://www.mongabay.co.id/2014/02/27/surabaya-kota-percontohan-
pengolahan-sampah-terbaik-indonesia/)
b. Program Indonesia Bersih Sampah Dimulai Dari Kota Malang

Wali Kota Malang H. Moch. Anton didampingi Kadisdik Kota Malang Dra. Zubaidah,
MM disambut dengan berbagai atraksi dari para siswa saat menghadiri peresmian
Kantin Sehat SMPN 10 Malang, Rabu (4/2)

Begitu diungkapan Wali Kota Malang H. Moch. Anton dalam acara Peresmian
Kantin Sehat di SMPN 10 Kota Malang. Dalam kesempatan itu orang nomor satu di
jajaran pemerintahan Kota Malang ini juga menjanjikan mengajak Presiden RI
mengunjungi sekolah-sekolah di Kota Malang yang sudah menjalankan gaya hidup
cinta lingkungan sejak dini. Pria yang akrab disapa Abah Anton itu mengungkapkan
bahwa pengelolaan sampah di Kota Malang yang akan diadopsi hingga tingkat nasional
adalah suatu pencapaian yang luar biasa. Terlebih Presiden RI pada hari Sabtu (21/02)
mau hadir ke Kota Malang untuk me-launching program Indonesia Bersih Sampah 2020
dari Kota Malang.
“Itu adalah sesuatu yang luar biasa, saya berharap masyarakat Kota Malang
semakin serius dalam menangani dan mengelola sampah,” jelas Abah Anton, Selasa
(4/2). Abah Anton menjelaskan, nantinya di Kota Malang Presiden akan melihat secara
langsung bagaimana pengelolaan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Supit
Urang sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, mulai dari kompos,
kerajinan, hingga gas metan. “Saat ini juga sedang diteliti potensi gas TPA Supit urang
untuk dijadikan tenaga listrik,” terang Abah Anton.
Potensi yang sedemikian besar di Kota Malang ini diharapkan bisa terus dikembangkan
sehingga lingkungan di Kota Malang semakin sehat. Hanya dengan lingkungan yang
sehat dan terjaga dengan baik kota ini bisa semakin nyaman untuk ditinggali serta
dijadikan tempat tujuan wisata yang selalu ingin dikunjungi.
Kota Malang sudah beberapa kali meraih penghargaan Adipura, Adipura
Kencana, dan Adiwiyata yang tentunya sudah menjadi bukti bahwa kota ini memang
memiliki reputasi yang bagus dalam pengelolaan lingkungan. Keadaan ini harus terus
dijaga dan ditingkatkan dengan baik sehingga lingkungan di Kota Malang ini semakin
hari semakin bagus hingga ke anak cucu kelak. (cah/yon)
(Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2015/02/program-indonesia-bersih-
sampah-dimulai-dari-kota-malang/#ixzz4dkH8klLh)

c. Wali Kota Pekanbaru Raih Penghargaan Museum Rekor Pengelolaan


Sampah Terburuk

Piagam penghargaan pengelolaan sampah terburuk (foto:Banda/Okezone)

PEKANBARU - Wali Kota Pekanbaru Firdaus meraih hadiah istimewa dari


mahasiswa. Sempat tersenyum saat mendapat hadiah, namun setelah dibuka isinya
adalah plakat yang bertuliskan sindiran atas kinerjanya menangani masalah sampah.
Peristiwa ini terjadi saat Kamis 23 Juni 2016. Firdaus baru saja selesai mengikuti acara
rapat paripurna istimewa Hari Ulang Tahun Kota Pekanbaru, di Kantor DPRD. Saat
keluar dari Kantor DPRD Pekanbaru, Firdaus dihadang oleh sejumlah mahasiswa dari
BEM Universitas Riau. Kepada politikus dari Partai Demokrat itu, mahasiswa
menyatakan akan memberikan hadiah. Firdaus dengan senang hati menerimananya.
Namun setelah diteliti, hadiah itu ternyata sebuah plakat.
Setelah dilihat isi dalam plakat itu, tertanya sindiran kepada Firdaus. Isinya
lengkap tulisan itu adalah, "Museum Rekor BEM Universitas Riau menganugerahkan
kepada Wali Kota Pekanbaru Dr Firdaus atas Manajemen Pengeloloan Sampah yang
Buruk Sehingga Kota Pekanbaru Penuh dengan Sampah". Setelah melihat isinya, wajah
Wali Kota menjadi merona. Dia berujar agar mahasiswa tidak hanya mengkritik, tetapi
berbuat. "Kalian harus buktikan kalau kalian lebih baik dari saya," ucap Wali Kota
Firdaus. Setelah itu, Firdaus langsung meninggalkan Kantor DPRD Pekanbaru. Sudah
sekitar tiga pekan, Pekanbaru menjadi kota penuh sampah. Hampir disetiap ruas jalan,
termasuk jalan protokol dipenuhi sampah organik dan anorganik.
Bahkan belakangan, sejumlah warga melakukan aksi demo ke kantor Wali Kota
Pekanbaru dan sejumlah kantor lurah. Dalam aksinya, warga bahkan memblokir jalan.
Menggunungnya sampah membuat kekhawatiran warga. Selain terlihat jorok, aroma
busuk dan bakal adanya berbagai penyakit yang muncul membuat warga cemas.
Akar masalah sampah di kota yang sering mendapat piala Adipura atau kota terbersih
dan rapi se-Indonesia ini dikarenakan para buruh dan pekerja sampah melakukan aksi
mogok. Ratusan buruh sampah mengeluh, karena upah mereka selama tiga bulan tidak
dibayarkan. (Sumber:https://daerah.sindonews.com/read/1119356/174/wali-kota-
pekanbaru-raih penghargaan-museum-rekor-pengelolaan-sampah-terburuk-
1466737020)
3. RECYCLE

a. Unik, Warga di 3 Lokasi Ini Menyulap Sampah Jadi Karya Seni

Liputan6.com, Jakarta Membuang sampah sembarangan adalah masalah


klasik yang selalu menjadi salah satu topik perbincangan menarik di seluruh dunia.
Masyarakat dunia kerap kali mengeluh saat terjadi banjir, termasuk jalanan-jalanan
yang berubah menjadi kumuh karena sampah menumpuk. Namun, tumpukan sampah
itu merupakan hasil dari kebiasaan masyarakat di sebagian negara berkembang yang tak
juga memahami dampak negatif dari membuang sampah sembarangan. Terlebih,
sampah berupa plastik bisa bertambah dan apabila tidak dibuang pada tempatnya karena
tak bisa melebur sendiri.Maka alasan untuk mengeluh pun ikut bertambah.

Di tangan-tangan orang kreatif, sampah bisa dirubah menjadi sesuatu yang lebih
berguna dan lebih nyaman dipandang mata. Hal tersebut dilakukan dengan cara
mendaur ulang kembali sampah menjadi sesuatu yang lebih berharga, demi membangun
masyarakat yang paham akan kebersihan serta mengurangi jumlah sampah yang
menumpuk. Dari Solomon Islands, Brasil hingga Pegunungan Everest, para ‘Pahlawan
Sampah’ di wilayah-wilayah ini memberikan solusi kreatif ala pecinta lingkungan agar
dunia tahu bahwa masih ada harapan untuk terus mengedukasi masyarakat cara
menangani sampah dengan baik.
Solomon Islands

Seorang pria di desa Fo’ondo, Pulau Malaita, salah satu kepulauan


Solomon membuat dunia terpana akan kebolehannya mengubah sampah menjadi
serangkaian karya menarik. Pria yang dikenal dengan nama Wally Faleka sudah sejak
tahun 1989 menguasai praktek karya seni dan grafis di pulau itu. Wally kini berusia 46
tahun. Ia mempunyai seorang istri dan 7 anak. 4 dari 7 anaknya, diadopsi dari
kerabatnya. Ia mempunyai banyak profesi, di antaranya adalah seniman, guru dan sopir
taksi. Ia tinggal di pulau di mana persediaan listrik dan air sangat terbatas. Kendati
begitu, ia tidak pernah menyerah untuk mencari hal-hal yang dapat ia transformasi
menjadi sesuatu yang berguna.

Contohnya, Wally berhasil mengembangkan teknik sablon sendiri dengan


menggunakan sampah sisaan rumah sakit seperti kertas x-ray dan pisau bedah yang ia
daur ulang. Ia pun juga menggunakan sinar matahari untuk mengekspos desain tertentu
ke kain yang ia rancang. Melansir dari Huffington Post, Wally menghabiskan waktu
setahun terakhir ini mendesain kaos dan melukis spanduk untuk acara dan pertemuan
yang diadakan di Pulau Malaita. Terlebih, pada hari Natal, ia mengeluarkan koleksi
tersendiri untuk dijual di ibukota provinsi Auki. Beberapa tahun lalu, ia membeli sebuah
mobil tua yang kini ia gunakan untuk menghampiri pulau-pulau lainnya di kepulauan
Solomon. Tujuannya datang ke daerah lain adalah untuk mengajarkan para wanita di
wilayah tersebut cara mendaur ulang sampah dan menjadikannya karya seni yang
berguna bagi penduduk setempat. Brasil Kota Belo Horizonte di Brasil mempunyai
sekitar 200 pemungut sampah yang di bina oleh grup profesional ASMARE. Mereka
dinamakan Catadores dan mereka dibina untuk mencari barang-barang bekas dan
sampah untuk ditransformasi menjadi sebuah karya seni.

"Saya mempunyai dua pekerjaan sekaligus. Yang pertama adalah memungut


sampah, pekerjaan kedua adalah mengubah sampah tersebut menjadi karya seni atau
furnitur seperti sofa, kursi kayu dan meja," seorang pemungut ASMARE usia 39 tahun,
Edimar Ferreira menceritakan, seperti dikutip dari CNN. “Kami mempunyai sebuah
semboyan di ASMARE ‘o seu lixo e o meu luxo’ yang berarti sampah anda merupakan
kemewahan bagi kami,” Ferreira menambahkan.
Sebagian besar dari mereka yang bekerja untuk ASMARE adalah tuna wisma, mantan
narapidana atau individu-individu yang hidupnya susah. Grup itu mengundang banyak
seniman lokal ternama untuk mengajarkan para pemungut cara ‘menyulap’ sampah
menjadi sebuah karya menarik yang berguna.

Pendiri grup ASMARE, Dona Geralda mengatakan bahwa kelompok yang ia


bina bertujuan untuk mengajarkan para individu hingga anak-anak mereka, cara
membuat karya seni dengan materi hasil pungutan. “Dengan begitu, mereka akan
belajar untuk mendapatkan penghasilan melalui pekerjaan mereka ini. Mulai sekarang
kita harus mengadopsi kultur bahwa ‘sampah itu bukan hanya sekedar sampah’,” Kata
Dona yang sudah pernah menjadi seorang catadore sejak umurnya 8 tahun.

Gunung Everest

Tidak hanya di kepulauan atau daerah perkotaan, sampah bisa ditemukan bahkan
di puncak pegunungan. Hal tersebut dilontarkan oleh penulis buku Matt Dickinson yang
menyatakan bahwa sungguh membuat syok jumlah sampah yang ia temukan di atas dan
kaki Gunung Everest, Himalaya. Ia menerangkan bahwa benda-benda seperti silinder
oksigen, tali, kerangka tenda dan botol bir masih banyak berserakan di daerah dimana
turis sering datang. Bahkan rongsokan bekas helikopter yang jatuh pada tahun 1974
sempat didiamkan begitu saja.

Namun, sekelompok seniman tidak hanya diam begitu saja melihat fakta
tersebut. 15 seniman ini berhasil mengubah 8 ton sampah, termasuk yang tersisa dari
helikopter jatuh, menjadi 75 karya seni. 75 karya seni ini dipertunjukkan melalui
pameran ‘Everest 8848 Art Project’ yang di gelar di ibukota Nepal, Kathmandu dan
juga kota Pokhara. “Kami berharap dengan diadakannya proyek transformasi sampah
menjadi karya seni ini para seniman akan mendapatkan popularitas dan apresiasi yang
tinggi dari masyarakat setempat dan dunia. Terlebih agar gunung Everest menjadi lebih
bersih,” kata penyelenggara proyek ‘Everest 8848 Art’, Kripa Rana kepada The
Telegraph. (Sumber: http://global.liputan6.com/read/2480777/unik-warga-di-3-lokasi-
ini-menyulap-sampah-jadi-karya-seni.)
b. Kreatif, Perpustakaan Mini Ini Terbuat dari Tandon Air Bekas

Liputan6.com, Jakarta Barang bekas bukanlah sampah jika bisa mengolahnya.


Ide dari dua mahasiswa arsitektur semester IV Universitas Muhammadiyah Surabaya
(UMS), Edy dan Fatih Suady bisa disontek. Mereka menyulap drum air bekas
menjadi perpustakaan mini. Bahan utamanya adalah drum air berbahan logam setinggi
kira-kira 2 meter. Mereka kemudian melubangi dua sisi drum dengan sebagai pintu
masuk dan pintu keluar. Pada bagian dalam diletakkan tiga susun rak untuk menaruh
buku pinjaman. "Ide awalnya sebenarnya ada tiga konsep, yakni jadi toilet, tempat
santai buat baca dan perpustakaan mini. Akhirnya, kami sepakat menamakan
perpustakaan mini," ujar Fatih kepada Liputan6.com, Kamis, 3 Maret 2016.
Perpustakaan itu diletakkan di salah satu sudut kantor rektorat UMS. Menurut Fatih,
selain perpustakaan mini, ruang tersebut sebenarnya juga bisa dijadikan ruang baca di
rumah atau di taman. Namun, ia menyarankan untuk menambahkan lampu sebagai
sumber penerangan. "Dibuatnya baru satu minggu yang lalu sebagai project kuliah,"
kata Fatih. Selain perpustakaan mini, Edy dan Fatih juga mendaur ulang monitor
komputer tabung menjadi akuarium. Ide itu tercetus setelah melihat monitor bekas yang
tidak terpakai. Pembuatan ide itu hanya memakan waktu 2 jam. "Untuk mendapatkan
monitor komputer bekas ini hanya merogoh kocek Rp 35 ribu di tukang rombeng atau
pengepul monitor bekas yang ada di tiap sudut di kota Surabaya," kata Fatih. Fatih
menjelaskan, akuarium monitor dibuat dengan melepas kerangka penutup tabung yang
ada di luar dan digergaji. Lalu, tabung yang ada di dalam monitor tersebut juga
dilepaskan melalui angin-anginnya.
"Angin-angin yang ada di tabung juga dilepas dulu agar tidak meledak, setelah
itu kami potong dengan gergaji. Bagian atas monitor dan samping kiri kanannya
menyesuaikan bentuk. Sesuai keinginan, kami ganti dengan kaca atau fiber ini yang
diberikan perekat lem kaca," jelas dia. Saat ditanya peluang diproduksi massal, Fatih
menyebutkan hal itu sangat potensial. Harganya dalam rentang Rp 300 ribu - 500 ribu.
"Bisa mencapai kalau dipasarkan sampai Rp 300 ribu," ucap dia. Hasil karya Edy dan
Fatih itu dipamerkan di kampus selama mulai Kamis hingga Kamis, 10 Maret 2016.
Produk kreatif daur ulang itu merupakan bagian dari tugas akhirnya.
Dosen Arsitektur UMS, Nasir, selaku pendamping pameran menjelaskan acara
itu juga bertujuan untuk melengkapi kebijakan pemerintah tentang plastik berbayar.
Menurut dia, menurunkan jumlah sampah plastik juga harus didorong ke arah daur
ulang. "Ini bukti kami bahwa sampah plastik bisa diolah jadi bahan bermanfaat dan
memiliki estetika yang tinggi," ujar Nasir. (Sumber:http://regional.liputan6.com/read/24
51199/kreatif-perpustakaan-mini-ini-terbuat-dari-tandon-air-bekas)

c. Indonesia Pelajari Sistem Daur Ulang Sampah Plastik India

Sampah Menumpuk/USEP USMAN NASRULLOH/PR


KENDARAAN melintasi tumpukan sampah yang berserakan dan menutupi
sejumlah halaman jongko di Pasar Soreang, Kabupaten Bandung, Senin, 6
Februari 2017 lalu.*
JAKARTA, (PR).- Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Koordinator
Bidang Kemaritiman, mempelajari sistem daur ulang sampah plastik yang dilakukan
India. Negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia itu mendaur
ulang plastik menjadi bahan baku jalan, atau jalan raya plastik (plastic tar road). Seperti
dilaporkan Kantor Berita Antara, hal tersebut diutarakan Asisten Deputi Kemaritiman
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kemenko Kemaritiman Nani Hendiarti.
Bersama sejumlah delegasi, mereka mengunjungi penemu 'plastic tar road', yakni
Professor R. Vasudevan, di Thiagarajar College of Engineering India pada 7 hingga 10
Maret 2017 lalu. Diketahui pada 2006, Thiagarajar College of Engineering menerima
paten atas teknologi "plastic tar road". Ini arena formulasi tar yang digunakan
menggunakan plastik dengan komposisi 10-18 plastik tiap 1 liter tar. Adapun estimasi
plastik yang digunakan adalah 50 ton tiap 1 km jalan dan ditengarai bisa menjadi opsi
pemanfaatan plastik yang tidak bisa didaur ulang.

"Proses sederhana, sampah plastik dicacah dan dilebur dalam aspal panas.
Proses menggunakan semua jenis sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang. Proses
ini ekonomis, karena bisa menghemat 6,5 persen dari jalan yang biasa dibuat dengan
aspal murni. Jalan ini memiliki sisi ketahanan yang lebih lama (pemeliharaannya
sederhana) serta memiliki dampak positif terhadap lingkungan untuk teknologi daur
ulang yang terbilang aman," tutur Nani dalam siaran persnya, seperti dilansir Kantor
Berita Antara. Rencananya, Kemenko Kemaritiman akan mengimplementasikan
teknologi tersebut dalam waktu dekat. Mereka akan menggandeng Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Institut Teknologi Bandung dan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Kemitraan ini diperlukan untuk tindak lanjut implementasi jalan raya plastik,
alih teknologi termasuk pelaksanaan proyek demonstrasi. Sementara terkait regulasi,
data sampah, perjanjian kerja sama dan nota kesepahaman, akan turut serta Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Luar Negeri. Diketahui,
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman melalu Inpres Nomor 12 Tahun 2016
tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental, telah ditunjuk oleh Presiden untuk menjadi
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih. Oleh karena itu, Menko Maritim Luhut Binsar
Panjaitan dalam berbagai kesempatan selalu mengingatkan tentang bahaya sampah
plastik.
Terlebih Indonesia memiliki masalah pengelolaan sampah plastik, di mana mayoritas
dimusnahkan dengan cara dibakar. Padahal, dalam proses pemusnahan sampah plastik
dengan cara dibakar akan menimbulkan residu karsinogenik yang berbahaya bagi
kesehatan.(Sumber:http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2017/03/25/indonesia-
pelajari-sistem-daur-ulang-sampah-plastik-india-397200).

Anda mungkin juga menyukai