Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN


ASMA DI RUANG IGD (INSTALASI GAWAT DARURAT)
RSUD TUGUREJO KOTA SEMARANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat Profesi Ners
Dosen Pembimbing Akademik Ns. Nuri Sukraeni, S.Kep, MNS

DISUSUN OLEH :
HERRY WAHYUDI
G3A017106

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2017
LAPORAN PERSETUJUAN

Laporan pendahuluan dengan judul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


pada Klien dengan Asma di Ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat)” ini telah
disetujui untuk dijadikan sebagai tinjauan teoritis kasus kelolaan individu Stase
Keperawatan Gawat Darurat di Ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) RSUD
Tugurejo untuk memenuhi tugas praktik Keperawatan Gawat Darurat Profesi Ners
Universitas Muhammadiyah Semarang.
Disetujui
Hari / Tanggal :

Tim Pembimbing :
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ns. Nuri Sukraeni, S.Kep, MNS Ns. Hudiyanto, S. Kep


LAPORAN PENDAHULUAN
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Klien dengan Asma di Ruang
IGD (Instalasi Gawat Darurat)

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan
mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun
dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).

2. Klasifikasi
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan
saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat
berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan
tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising
ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia,
respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir
dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka
suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya
gagal pernapasan
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

Klasifikasi asma yaitu (Purnomo 2008)


a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan
karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu
yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan
kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara
dan aktivitas olahraga yang berlebihan.

Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat


diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara
satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang
hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat
inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan
mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan,
sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan
asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami
serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan
asma berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti
nafas yang dapat menyebabkan kematian

3. Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor
yang menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Triggerdianggap menyebabkan gangguan pernapasan
akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma
jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan
relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran
pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah
ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara,
polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi,
dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducerdianggap sebagai penyebab asma yang
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke
tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh
melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui
kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

Menurut Lewis et al. (2000) secara umum pemicu asma adalah:


a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi bisa berupa faktor genetik. Faktor yang diturunkan
adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain
itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti
buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium
metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin,
ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh
: perhiasan, logam dan jam tangan
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau
latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA)
yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya:
jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek,
batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan
pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan
perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah
mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah
pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan
ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau.

5. Manifestasi klinik
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui.
Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan
demikian pula rasa sesak dan berat didada.

Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan
gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik
maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor
pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
b. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari
serangan asma.
c. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
d. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.

Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-
gejala yang makin banyak antara lain :
1) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
2) Sianosis
3) Silent Chest
4) Gangguan kesadaran
5) Tampak lelah
6) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapaserangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal

6. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala –
gejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik
dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan
utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera
mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
1) Memberikan oksigen pernasal
2) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5
mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian
yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian
antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena
dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
3) Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan
obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan
setengah dosis.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada
respon segera atau dalam serangan sangat berat
5) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
b. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut Doenges (2010) penatalaksanaan nonfarmakologis asma
yaitu:
1) Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik
2) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
3) Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
4) Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
5) Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
6) Hindarkan pasien dari faktor pencetus

7. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul
adalah :
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini
dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat
menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana
udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene
Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi
lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau
usus ke dalam rongga dada .
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat.
Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai
untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan
bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa
perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.
g. Fraktur iga

6. Patofisiologi
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran
yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain
itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap
antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan
pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine,
bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang
bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan
mucus yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari
sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik
dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor
β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-
adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat
(cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang
mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-
sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi
dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa
penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya,
asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan
konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2009).
B. Pathway
C. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Papiledema
5) Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status
umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi
pupil.

2. Pengkajian Sekunder Asma


a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara
tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi : Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan
kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior,
retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan
serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi. : Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan,
ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi : Pada perkusi didapatkan suara normal
sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan
rendah.
d) Auskultasi : Terdapat suara vesikuler yang meningkat
disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x
inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
4) Sistem pernafasan
Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras
dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer
kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi
juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi
infeksi sekunder.
a) Frekuensi pernapasan meningkat
b) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
c) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
d) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang
daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
b) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat
dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar(silent chest), sianosis.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
E. Rencana Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan NIC :
nafas tidak keperawatan selama ± 30 menit, Airway Management
efektif pasien mampu : 1. Buka jalan nafas,
berhubungan 1. Respiratory status : 2. Posisikan pasien untuk
dengan Ventilation memaksimalkan ventilasi
tachipnea, 2. Respiratory status : Airway 3. Identifikasi pasien perlunya
peningkatan patency pemasangan alat jalan nafas
produksi 3. Aspiration Control, buatan
mukus, Dengan kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
kekentalan 1. Mendemonstrasikan batuk 5. Lakukan fisioterapi dada jika
sekresi dan efektif dan suara nafas yang perlu
bronchospasme bersih, tidak ada sianosis dan 6. Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu (mampu atau suction
mengeluarkan sputum, 7. Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas dengan adanya suara tambahan
mudah, tidak ada pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan nafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
yang paten (klien tidak 10. Berikan pelembab udara Kassa
merasa tercekik, irama nafas, basah NaCl Lembab
frekuensi pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak ada mengoptimalkan keseimbangan.
suara nafas abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2
3. Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan nafas
2 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Airway Management
efektif keperawatan selama ± 30 menit, 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
berhubungan pasien mampu : chin lift atau jaw thrust bila perlu
dengan 1. Respiratory status : 2. Posisikan pasien untuk
penyempitan Ventilation memaksimalkan ventilasi
bronkus 2. Respiratory status : Airway 3. Identifikasi pasien perlunya
patency pemasangan alat jalan nafas
3. Vital sign Status buatan
Dengan Kriteria Hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan batuk 5. Lakukan fisioterapi dada jika
efektif dan suara nafas yang perlu
bersih, tidak ada sianosis 6. Keluarkan sekret dengan batuk
dan dyspneu (mampu atau suction
mengeluarkan sputum, 7. Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas dengan adanya suara tambahan
mudah, tidak ada pursed 8. Lakukan suction pada mayo
lips) 9. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Menunjukkan jalan nafas 10. Berikan pelembab udara Kassa
yang paten (klien tidak basah NaCl Lembab
merasa tercekik, irama 11. Atur intake untuk cairan
nafas, frekuensi pernafasan mengoptimalkan keseimbangan.
dalam rentang normal, tidak 12. Monitor respirasi dan status O2
ada suara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam Terapi Oksigen
rentang normal (tekanan 1. Bersihkan mulut, hidung dan
darah, nadi, pernafasan) secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
pertukaran gas keperawatan selama ± 30 menit, chin lift atau jaw thrust bila perlu
berhubungan pasien mampu : 2. Posisikan pasien untuk
dengan 1. Respiratory Status : Gas memaksimalkan ventilasi
perubahan exchange 3. Identifikasi pasien perlunya
membran 2. Respiratory Status : pemasangan alat jalan nafas
kapiler – ventilation buatan
alveolar Dengan kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
peningkatan ventilasi dan perlu
oksigenasi yang adekuat 6. Keluarkan sekret dengan batuk
2. Memelihara kebersihan paru atau suction
paru dan bebas dari tanda 7. Auskultasi suara nafas, catat
tanda distress pernafasan adanya suara tambahan
3. Mendemonstrasikan batuk 8. Lakukan suction pada mayo
efektif dan suara nafas yang 9. Berika bronkodilator bial perlu
bersih, tidak ada sianosis dan 10. Barikan pelembab udara
dyspneu (mampu 11. Atur intake untuk cairan
mengeluarkan sputum, mengoptimalkan keseimbangan.
mampu bernafas dengan 12. Monitor respirasi dan status O2
mudah, tidak ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam
rentang normal

4 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital


terhadap infeksi keperawatan selama ± 30 menit, 2. Observasi warna, karakter, jumlah
berhubungan pasien bebas dari resiko infeksi sputum
dengan tidak dengan kriteria hasil: 3. Berikan nutrisi yang adekuat
adekuatnya 1. Tidak ada tanda-tanda infeksi 4. Berikan antibiotik sesuai indikasi
pertahanan 2. Mukosa mulut lembab
utama atau 3. Batuk berkurang
imunitas
5 Cemas Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction (penurunan
berhubungan keperawatan selama ± 30 menit, kecemasan)
dengan kesulitan pasien mampu : 1. Gunakan pendekatan yang
bernafas dan 1. Anxiety control menenangkan
rasa takut 2. Coping 2. Nyatakan dengan jelas harapan
sufokasi. 3. Impulse control terhadap pelaku pasien
Dengan Kriteria Hasil : 3. Jelaskan semua prosedur dan apa
1. Klien mampu yang dirasakan selama prosedur
mengidentifika 4. Pahami prespektif pasien terhadap
gejala cemas situasi stres
2. Menunjukan teknik 5. Temani pasien untuk memberikan
mengontrol keamanan dan mengurangi takut
gejala cemas 6. Berikan informasi faktual
3. Vital sign dalam batas mengenai diagnosis, tindakan
normal prognosis
4. ekspresi wajah, bahasa 7. Dorong keluarga untuk menemani
tubuh menunjukkan anak
berkurangnya kecemasan
6 Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola tidur setiap hari
tidur keperawatan selama ± 30 menit, 2. Beri posisi yang nyaman
berhubungan pasien tidak mengalami 3. Berikan lingkungan yang nyaman
dengan batuk gangguan tidur dengan kriteria 4. Anjurkan kepada keluarga dan
yang berlebih hasil: pengunjung untuk tidak ramai
1. Pola tidur 6-7 jam per hari 5. Menjelaskan pada pasien
2. Tidur tidak terganggu pentingnya keseimbangan
karena batuk istirahat dan tidur untuk
penyembuhan
7 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kemampuan aktivitas
aktivitas keperawatan selama ± 30 menit, 2. Anjurkan keluarga untuk
berhubungan pasien tidak mengalami membantu memenuhi kebutuhaan
dengan intoleransi aktivitas dengan pasien
kelemahan fisik kriteria hasil: 3. Tingkatkan aktivitas secara
1. Pasien dapat berpartisipasi bertahap sesuai toleransi
dalam aktivitas 4. Jelaskan pentingnya istirahat dan
2. Pasien dapat memenuhi aktivitas dalaam proses
kebutuhan pasien secara penyembuhan
mandiri
(Doenges, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. (2012). Bronchial thermoplasty pilihan terapi baru untuk asma berat.
Jakarta : FK Universitas Indonesia
Departemen Kesehatan RI. (2009). Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta : Depkes RI
Doenges M.E, Moorhouse M.F, Murr A.C. (2010). Nursing Care Plans: Guidlines
for Individualizing Client Care Acroos the Lifespan (8th ed). Philadelphia: F.A.
GINA (Global Initiative for Asthma). (2006). Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org.
Lewis, Heitkemper, & Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing: Assasement and
Management of Clinical Problem. United State of America: Mosby. Inc.
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Purnomo. (2008). Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Saheb, A. (2011). Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth ( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai