LAPORAN PENELITIAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Kimia
Oleh:
Agung Ilham Nuzuli (14521014)
Bahrul Ilmi (14521326)
Menyatakan bahwa seluruh hasil Tugas Penelitian ini adalah hasil karya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa ada beberapa bagian dari karya ini
adalah bukan hasil karya sendiri, maka saya siap menanggung resiko dan
konsekuensi apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat, semoga dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
BULU AYAM DENGAN VARIASI 100 gr, 150 gr, dan 200 gr
LAPORAN PENELITIAN
Nama : Agung Ilham Nuzuli
Nomor Mahasiswa : 14521014
Nama : Bahrul Ilmi
Nomor Mahasiswa : 14521326
Yogyakarta, ..................................
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I
( Ir. Dulmalik., MM )
Mengetahui :
Ketua Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Islam Indonesia
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan nikmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan laporan Tugas Penelitian yang berjudul “Sifat Material Komposit
Epoksi Berpenguat Limbah Bulu Ayam Dengan Variasi Berat 100 Gr, 150 Gr, Dan
200 Gr.” Dengan baik dan tepat waktu. Penelitian ini merupakan salah satu syarat
yang wajib ditempuh untuk menyelesaikan program Strata-I di Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Penulisan laporan penelitian ini dapat diselesaikan tidak lepas dari dukungan,
bimbingan dan bantuan dari banyak pihak yang sangat berarti bagi penulis. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT karena atas segala kehendak-Nya, penulis diberi kesabaran dan
2. Orang tua dan keluarga penulis atas kasih sayang, perhatian, doa serta
3. Bapak Ir. Drs. Faisal RM, M.T,. Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia,
4. Bapak Ir. Dulmalik., M.M selaku dosen pembimbing Penelitian yang telah
ini.
ini.
penelitian ini. Untuk ini, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis
Penulis
ABSTRAK
Jumlah produksi ayam pedaging di DIY mencapai 1 juta ekor per tahun dan
selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kebutuhan masyarakat akan
daging ayam. Dengan jumlah produksi sebesar itu maka jumlah sampah bulu ayam
yang dihasilkan kurang lebih sebanyak 120 ton per tahun. Penanganan sampah bulu
ayam sebagian besar dengan cara dibakar atau ditanam, dan baru sebagian kecil saja
yang dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak atau digunakan untuk produk
kerajinan. Bulu ayam memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan untuk
keperluan rekayasa, karena bulu ayam mengandung serat yang memiliki sifat fisik
dan mekanik cukup baik. Pembuatan komposit berbahan dasar bulu ayam telah
menjadi alternative penanganan limbah bulu ayam. Penelitian menggunankan bulu
ayam pedaging( gallus gallus domesticus) yang didapat dari pemotongan ayam local
kemudian dibersihkan dan dijemur untuk mengurangi kadar air pada bulu ayam.
Kemudian dibuat sampel dengan variasi berat 100 gr, 150 gr, dan 200 gr. Hasil
pengujian tarik dan tekan pada material komposit menunjukkan komposit bulu ayam
telah memenuhi syarat sebagai komposit yang layak guna.
Jumlah produksi ayam pedaging di DIY mencapai 1 juta ekor per tahun dan
selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kebutuhan masyarakat akan
daging ayam. Dengan jumlah produksi sebesar itu maka jumlah sampah bulu ayam
yang dihasilkan kurang lebih sebanyak 120 ton per tahun. Penanganan sampah bulu
ayam sebagian besar dengan cara dibakar atau ditanam, dan baru sebagian kecil saja
yang dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak atau digunakan untuk produk
kerajinan. Bulu ayam memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan untuk
keperluan rekayasa, karena bulu ayam mengandung serat yang memiliki sifat fisik
dan mekanik cukup baik. Selain itu, bulu ayam cukup awet, sebagai contoh sulak atau
kemoceng bulu ayam yang ada di rumah kita kondisinya masih cukup baik setelah
digunakan bertahun-tahun. Dengan jumlah yang melimpah dan mudah didapatkan,
serta memiliki sifat-sifat yang cukup baik, sampah bulu ayam cocok sekali digunakan
untuk keperluan rekayasa (Anonim, 2016).
Salah satu alternatif penggunaan bulu ayam untuk keperluan rekayasa yaitu
dengan mencampur bulu ayam dengan polimer cair kemudian dibiarkan mengeras di
dalam cetakan, sehingga terbentuk produk komposit bulu ayam. Apabila bulu ayam
dibuat menjadi material komposit bulu ayam, maka material ini memiliki rasio
kekuatan per berat jenis dari komposit bulu ayam lebih tinggi dibandingkan material
rekayasa lainnya seperti baja, aluminium, plastik, maupun komposit fiberglass
(Anonim, 2016).
Salah satu masalah yang muncul pada usaha pemotongan ayam adalah
Iimbah bulu ayam, yang merupakan bahagian dari sisa pengolahan daging ayam.
Hasil pemotongan ternak unggas ini menghasilkan rata-rata bobot bulu 4 - 9 % dari
bobot hidup (Arifin, 2008). Bulu ayam mengandung nutrisi sekitar 91% protein
(keratin), 1% lipid, dan 8% air. Teknologi dan metode pembuangan diperlukan
untuk mengurangi ancaman terhadap lingkungan (Thyagarajan, 2013).
Seiring kemajuan teknologi yang meningkat dan berkembangnya kegiatan
industri pemotongan ayam akan membawa dampak positif dan dampak negatif
baik bagi lingkungan maupun manusia. Tumbuh pesatnya industri juga berarti
makin banyak limbah yang dikeluarkan dan mengakibatkan permasalahan yang
kompleks bagi lingkungan sekitar (Erlita, 2011).
2.1 Komposit
2.1.1 Pengertian Komposit
Didalam dunia industri kata komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan
yang berbeda yang digabung atau dicampur menjadi satu. Menurut Kaw (1997)
komposit adalah sruktur material yang terdiri dari 2 kombinasi bahan atau lebih, yang
dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisika. Penggabungan secara
makroskopis inilah yang membedakan komposit dengan paduan atau alloy yang
unsur pembentuknya masih terlihat jelas yang pada paduan sudah tidak lagi tampak
secara nyata. Sedangkan menurut Diharjo dan Triyono (1999) mengemukakan bahwa
kata komposit (composite ) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan.
Composite berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau
menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua
kombinasi antara dua material atau lebih yang berbeda bentuknya, komposisi
kimianya, dan tidak saling melarutkan dimana material yang satu berperan sebagai
penguat dan yang lainnya sebagai pengikat. Komposit disusun dari dua komponen
yaitu matriks atau resin, dan penguat atau filler. Filler ini dapat berupa partikel atau
serat, serat dapat berasal dari alam maupun sintetis. Yang dari alam disebut
biokomposit contohnya adalah serat rami, serat kenaf, sekam padi, dan sebagainya.
ulang.
2) Komposit matriks logam atau yang dikenal dengan istilah Metal Matrix
3) Komposit matriks keramik atau yang dikenal dengan istilah Ceramic Matrix
Composite (CMC).
Adapun keuntungan yang diperoleh dari komposit matriks keramik seperti :
b) Biaya mahal.
(Taurista, 2004).
yaitu:
Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu
lapisan yang menggunakan penguat beruap serat / fiber. Fiber yang digunakan
bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan
sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi
tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.
pendek.
serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat
kelebihannya.
Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang
digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.
(Taurista, 2004).
Dewasa ini bahan komposit telah menjadi material yang sangat penting yang
telah digunakan untuk memproduksi produk seperti ban yang berpengisi serat, tangki
air, pipa, kabel, komponen pesawat, kapal, dan lain-lain. Ini disebabkan oleh bahan
komposit yang mempunyai banyak kelebihan dan keistimewaan dari segi sifat
berkurang.
5) Biaya produksi dapat dikurangi karena bahan dasar yang digunakan berkurang
Kelebihan pada point (3) diatas sangat penting dalam memproduksi berbagai
Namun perlu diketahui bahwa semua sifat diatas tidak dapat diperoleh secara
serat dan matriks. Selain itu matrik juga harus mempunyai kecocokan secara kimia
agar reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara
keduanya. Untuk memilih matriks harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain tahan
terhadap panas, tahan cuaca yang buruk, dan tahan terhadap goncangan yang
yang banyak digunakan sebagai material matriks dalam komposit ada dua macam
tinggi, karena serat dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian
tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang
mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah pada
serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matriks tidak
akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima
beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan
berakibat lolosnya serat dari matriks. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan
interfacial antara matriks dan serat yang kurang besar (Schwartz, 1992).
Menurut Gibson R.F (1994), matriks dalam struktur komposit bisa berasal
dari bahan polimer, logam dan keramik. Secara umum matriks mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a) Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur.
listrik.
Di bawah ini syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan matriks untuk
a) Resin yang dipakai perlu memiliki viskositas yang rendah, sesuai dengan
Fase pengisi merupakan bahan dalam bentuk partikel, serat, atau kepingan yang
ditambahkan untuk meningkatkan sifat mekanik dan fisik bahan komposit seperti
digunakan adalah serat kaca, serat karbon, serat Kevlar, serat kayu, serat tandan
Lazimnya untuk semua bahan komposit akan terdapat dua fase berlainan yang
dipisahkan oleh suatu kawasan yang dinamakan antar muka. Daya sentuhan dan
daya kohesif pada bagian antar muka amat penting karena antar muka pengisi
matriks ialah bagian yang memindahkan beban dari fase matriks kepada fase
penguat atau fase tersebar. Efektivitas pemindahan beban ini bergantung pada daya
melibatkan ikatan kimia atau mekanik. Adapun lima mekanisme yang terjadi pada
b. Difusi
Epoxy adalah sebuah kopolimer yang terbentuk dari dua bahan kimia
yang berbeda yaitu "resin" atau "gabungan" dan "pengeras" atau "pengaktif". Resin
ini terdiri dari monomer atau polimer rantai pendek dengan kelompok epoksida di
kedua ujung. Resin epoxy yang paling umum diproduksi dari reaksi antara
epiklorohidrin dan bisphenol-A, meskipun yang terakhir dapat digantikan oleh bahan
amina bereaksi dengan epoksida kelompok untuk membentuk ikatan kovalen. Setiap
yang berbeda, sehingga polimer yang dihasilkan adalah sangat silang, dan dengan
demikian kaku dan kuat. Proses polimerisasi ini disebut "curing", dan dapat dikontrol
melalui suhu, pilihan senyawa resin dan hardener, dan rasio mengatakan senyawanya;
tidak meleleh lagi jika dipanaskan. Pengerasannya terjadi karena reaksi polimerisasi,
bukan pembekuan. Oleh karena itu epoksi resin tidak mudah di-recycle. Contoh yang
listrik dan konduktor panas yang buruk. Kecuali bila ditambahkan campuran lain,
misalnya serbuk logam / karbon, tetapi bias memindahkan listrik static dengan
muatan kecil. Sehingga secara umum sifat fisiknya adalah tidak dapat
mengahantarkan listrik dan panas. Dalam keadaaan cair, titik nyalanya 25°C dalam
tetapi bias larut dalam asam kuat atau alkali kuat. Dalam jangka lama, sinar
ultraviolet mempengaruhi struktur kimia plastik. Tidak larut dalam air dingin dan air
panas, uapnya dapat membentuk cairan yang mudah meledak sehingga konsentrat uap
Dalam bentuk asli resin epoxy keras dan getas. Sifat mekanik sangat
banyak dimodifikasi sifatnya. Baik dari sisi kekuatan, kekenyalan, keuletan, sampai
ke arah sobekan. Intinya, sifat fisik dari plastic ini relative tergantung dari kebutuhan
karena sampai saat ini pun sifat-sifat plastik masih bayak dikembangkan, demikian
sebelum mengalami perubahan menjadi keras, tebal dan padat. Resin dengan
kekentalan cairan yang rendah atau sedang akan dapat larut dalam monomer. Untuk
mencegah perubahan resin dari bentuk cair kebentuk agar-agar yang terlalu cepat,
maka perlu dicampurkan suatu inhibitor yaitu bahan yang digunakan untuk
Seperti yang telah diketahui bahwa performa suatu bahan komposit ditentukan
tidak hanya melalui sifat kimia secara konstituen tetapi juga melalui karakteristik
contoh serat yang diorientasikan dalam satu arah dan searah dengan beban sangat
proporsional untuk kinerja suatu serat tersebut dengan orientasi volume dalam
arahnya. Kekuatan komposit sebenarnya ada pada seratnya. Daya rekat suatu serat
Bulu ayam adalah pembungkus terluar pada hewan ayam, merupakan suatu
susunan protein yang mempunyai kandungan protein kasar sebesar 81-91% dari bahan
kering, melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%) dan tepung ikan
Bulu ayam memiliki kandungan protein keratin dengan struktur α-helik. Selain
bulu ayam, material lain yang kaya akan protein α-keratin adalah rambut, wool, sayap,
kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kulit penyu, dan lapisan kulit sebelah luar, sedangkan
material yang kaya dengan protein β-keratin adalah sutera, bulu, dan jaring laba-laba
(Lehninger 1982). Selain unsur keratin, bulu ayam juga memiliki komposisi kimia yang
meliputi 81% protein, 1.2% lemak, 86% bahan kering, dan 1.3% abu (Zerdani et al.
2004).Tidak hanya itu saja, bulu ayam juga mengandung mineral kalsium 0.19%, fosfor
0.04%, kalium 0.15%, dan sodium 0.15% (Kim & Patterson 2000). Bulu ayam juga
memiliki kandungan asam amino. Kandungan asam amino utama pada bulu ayam
meliputi serin, prolin, glisin, sistein, asam, glutamat, leusin, dan valin.
Komposisi Kadar
Protein Kasar, % 85
Garam, % 0,20
seperti keping, serpih, untai yang disatukan dengan menggunakan bahan pengikat
organik dan dengan memberikan perlakuan panas, tekanan, kadar air, katalis dan
sebagainya (FAO, 1997). Ada tiga ciri utama papan yang menentukan sifat-sifat
papan yaitu : (i) spesies dan bentuk partikel, (ii) kerapatan dan (iii) kandungan resin
kekuatan papan yang diinginkan. Faktor utama yang mempengaruhi kerapatan adalah
berat jenis bahan baku dan pemadatan hamparan pada mesin pengempaan. Kerapatan
papan harus lebih tinggi daripada kerapatan bahan baku untuk mengahsilkan
kekuatan papan yang lebih baik (Sutigno, 2002). Semakin tinggi kerapatan
menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu, semakin tinggi kekuatannya ,
namun sifat-sifat papan lain seperti kestabilan dimensi mungkin terpengaruh jelek
partikel digunakan sebagai pilihan lain terhadap kayu lapis. Umumnya papan partikel
dapat bersaing secara lebih efektif atas dasar kekuatannya daripada atas ketegarannya.
Papan partikel yang umum diproduksi adalah yang berkerapatan sedang, sebab
memberikan hasil yang optimum ditinjau dari segi mekanis, pemakaian perekat dan
berikut:
Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat
jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papannya baik.
Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak
Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik
dibandingkan dengan papan dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif
3. Jenis Kayu
Jenis kayu (misalnya meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi
formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lainnya (misalnya meranti merah). Hal
ini masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau zat ekstraktif
Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada di antara
keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan
partikel struktural dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis
kayu.
5. Ukuran partikel
Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari
serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan
partikel structural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar.
(Sutigno, 2002).
defenisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu, cara pengukuran dimensi, cara pengambilan
contoh, cara pengujian, cara lulus uji, syarat penandaan dan cara pengemasan
(Sutigno, 2002). Tabel berikut menunjukkan nilai standar FAO, JIS dan SNI.
Tabel 2.2 Standar Mutu FAO, JIS 5908-2003 dan SNI untuk Papan Partikel
(Sutigno, 2002).
a) Modulus Patah
Sifat yang dimaksud adalah tingkat keteguhan papan partikel dalam
menerima beban tegak lurus terhadap permukaan papan partikel. Semakin
tinggi kerapatan papan partikel penyusunnya maka akan semakin tinggi sifat
keteguhan dari papan partikel yang dihasilkan (Haygreen dan Bowyer 1989).
Pengujian dilakukan sampai Sampel patah dengan alat penguji, UTM dengan
jarak sangga 15 cm. Contoh uji yang dipakai berukuran 20 cm x 5 cm. Nilai
modulus patah dipengaruhi oleh nilai kerapatan, semakin tinggi nilai
kerapatan maka semakin tinggi nilai modulus patahnya dan sebaliknya
(Dyatro, 2010).
b) Modulus Elastisitas
Pengujian kuat lentur (Modulus of Elasticity) disebut juga Modulus
Young pada lenturan ( Ef ) dilakukan bersama-sama dengan pengujian
keteguhan atau kuat patah, dengan menggunakan sampel uji yang sama.
Besarnya defleksi atau lenturan yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada
setiap selang beban tertentu, nilai MOE dihitung dengan rumus:
𝐿3 𝑃
E = ............................ (2.1)
f 4 𝑑3 𝑏 ᵟ
Dimana :
2
E : Modulus of Elasticity (kgf/cm )
f
(Sutigno, 2002).
c) Internal Bond
Keteguhan rekat internal (kuat tarik tegak lurus permukaan) umumnya
diuji pada keadaan kering, seperti pada Standar Indonesia tahun 1996. Pada
Standar Indonesia tahun 1983 pengujian tersebut dilakukan pada keadaan
kering untuk papan partikel mutu I (eksterior) dan mutu II (interior).
Pengujian pada keadaan basah, yaitu setelah direndam dalam air mendidih (2
jam) dilakukan hanya pada papan partikel mutu I saja (Puspita, 2008).
d) Kuat Pegang Sekrup
Kuat pegang sekrup merupakan kemampuan suatu produk komposit
untuk menahan beban sekrup yang diberikan. Nilai kuat pegang sekrup
dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram
(Erniwati, 2008).
𝒎
ρ= ............................... (2.2)
𝒗
dimana :
3
ρ : kerapatan (gr/cm )
m : massa sampel uji (gr)
3
v : volume sampel uji (cm )
(Erniwati, 2008).
𝑚1 −𝑚2
KA = x 100%....................... (2.3)
𝑚2
Dimana :
KA : kadar air (%)
m1 : massa awal sampel uji (gr)
(Erniwati, 2008).
𝑇1 −𝑇2
PT = 𝑥 100 % ................... (2.4)
𝑇2
Dimana :
PT : pengembangan tebal (%)
T1 : tebal sampel uji sebelum perendaman (cm)
(Erniwati, 2008).
3 𝑃𝐿
MOR = ................................. (2.6)
2 𝑏ℎ2
Dimana :
MOR : modolus patah (kgf/ cm2)
P : beban maksimum (kgf)
b : lebar contoh uji (cm)
L : jarak sangga (15 cm)
h : tebal contoh uli (cm)
(Erniwati, 2008).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.2 Bahan
3.2.1 Resin Epoksi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Resin Epoksi diperoleh
dari toko peralatan dan bahan kimia Toko Cat Lancar dengan data teknis sebagai
berikut:
1. Densitas (ρ) : 1363 kg/m3
2. Kekuatan tarik (σ) : 13,97 N/mm2
3. Modulus elastisitas (E) : 1,24.103 N/mm2
4. Poison rasio (υ) : 0,33
(merk dagang USA Hardener)
3.3 Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan adalah :
1. Beaker glass 100 ml
2. Spatula
3. Neraca analitik
4. Aluminium foil
5. Plat besi sebagai pencetak
6. Alat pengempa / Hot press
3.4 Diagram kerja
Dicampur
Dicetak di hotpress
Spesimen
Uji
3.5.1 Penyiapan Bulu Ayam sebagai Bahan Pengisi Penguat (reinforcing filler)
Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan bulu ayam
yang teguh dan getas, dibuat dalam bentuk papan partikel dengan ukuran ketebalan 3
mm dan dimensi 30 x 30 cm. Adapun perlakuan awal pada bulu ayam adalah
membersihkan bulu ayam dan mengelompokkkannya berdasarkan ukurannya,
kemudian dilakukan pencucian dengan desinfektan untuk selanjutnya dipersiapkan
pembentukan papan partikel dengan ketebalan 3 mm dengan panjang 30 x 30 cm
didalam cetakan.
Penelitian ini menggunakan bulu ayam sebagai penguat komposit. Bulu ayam
dipilih karena keberadaannya yang melimpah di daerah dusun Candi Sleman dan
mudah didapatkan. Selain itu, di dalam bulu ayam mengandung selulosa, protein, dan
keratin sehingga dapat digunakan sebagai komposit. Preparasi sampel bulu ayam
diperoleh sampel yang kandungan airnya sesuai untuk dijadikan komposit yang baik.
Selulosa mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan komposit karena
adanya gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan komponen resin sebagai
pengikat. Adanya gugus OH dalam selulosa menyebabkan terjadinya sifat polar pada
komposit tersebut.
menimbang sampel dengan variasi berat 100 gr, 150 gr, dan 200 gr. Kemudian dibuat
dilakukan pengepresan dengan mesin hot-press dengan tekanan 100 bar selama 20
menit.
Setelah terbentuk 3 buah sampel komposit bulu ayam, langkah selanjutnya
yaitu melakukan pengujian. Pengujian yanag dilakukan yaitu pengujian tarik dan
pengujian tekan/jebol material. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut akan
dikomparasikan dengan standar yang sudah ada sesuai dengan mutu standar nasional.
Sampel Hasil
100 gr
150 gr
200 gr
Sampel Hasil
100 gr
150 gr
200 gr
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan bulu ayam
sebagai material komposit epoksi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Bulu ayam dapat digunakan sebagai material komposit yang layak guna sesuai
dengan SNI.
2. Komposisi yang optimal dalam pembuatan komposit adalah berat bulu ayam
150 gr dan massa resin epoksi 100 ml dengan penekanan pada mesin hot press
3. Perbandingan antara berat bulu ayam dan resin berpengaruh terhadap hasil
komposit
5.2 Saran
bulu ayam. Pada penelitian selanjutnya, perlu diuji coba penggunaan jenis resin yang
berbeda dan komposisi yang lebih bervariasi untuk lebih meningkatkan kegunaan
Achmad, Tony. 2010. Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Rumput Laut (Gelidiella
acerosa ) sebagai Boikomposit yang Ramah Lingkungan. http://tonyachmad
-sepatu.blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-selulosa-dari-limbah-
rumput.html
Anonim. 2001. Technical Data Sheet. Justus Kimia Raya
Bilmeyer,F,1984.Text Book of Polymer Science, Newyork, shonwiley & sons.
Bramantyo. 2008. Pengaruh Konsentrasi Serat terhadap Kekuatan Komposit. http://
www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1teknikkapal/206211004/bab2.pdf
Budinski Keneth G.,2003. Engineering Material Properties and Selection, Prentice
Hall, New Jesey
Cowd,M.A. 1991.Kimia Polimer,terjemahan oleh Firman,H.ITB,Bandung
Davis, Harmer E.,1982 The Testing of Engineering Material, Mc-Granhill, Inc New
York
Diharjo, K.dan Triyono. 1999, The Effect of Alkali Treatment on Tensile Properties of
Random Kenaf Fiber Reinforced Polyester Composite, Part III of Doctorate
Dissertation Research Result, Post Graduate Study, Indonesia : Gadjah
Mada University
Dyatro.2010. Papan Partikel. http://dyatrodoank.blogspot.com/2010/11/papan-
partikel.html.
Erniwati. 2008. Pengembangan Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu Dari
Jenis Kayu Cepat Tumbuh Dengan Perekat Poliuretan. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor : Bogor
Farid, M. 2004. Analisa Perilaku Elastik Material Komposit FRP Laminat
Berpenguat Serat Natural Orientasi Acak. SNTM ITS : Surabaya.
Geankoplis, C.J. 2003. Transport Processes and Separation Processes Principles.
Ally and Bacon: New York.
Gibson, F.R., 1994. Principles of Composite Material Mechanism, International
Edition II, McGraw Hill, New York
Gunawan, Agus. 2008.Panduan Untuk Komposit. http://www.wordpress.com
Hanafi, I. 2004. Komposit Polimer Diperkuat Pengisi dan Gentian Pendek Semula
Jadi. Universitas Sains Malaysia: Malaysia.
Hull, D. 1981. An Introduction to Composite Materials. Cambridge University Press:
New York.
Ishak, M. 1998. Penggunaan Matriks Komposit Polietilena Hantaman Tinggi
(HDPE). Jurusan Teknik Material, ITS: Surabaya.
Iswanto A.H, 2005. Upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon dan limbah
plastik polyprophylena sebagai langkah alternatif untuk mengatasi
kekurangan kayu sebagai bahan bangunan. Jurnal Komunikasi Penelitian
17(3): 24-27.
Jamasri dkk. 2005. Kajian Sifat Tarik Komposit Serat Buah Sawit Acak Bermatrik
Polyester. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=4216.
Jenie. 2004. Serat Buah Pinang. Universitas Sains Malaysia: Malaysia.
Judawisastra, Hermawan. 2008. Material Komposit Tangguh Berbasis Serat Alam.
Jufri, Moh. 2007. Pembuatan Komposit Berbasis Polyester dengan Penguat Serat
Alam. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Malang. Malang
Kaw, K., Autur, 1997. Mechanics of Composite Materials, CRC Press, Boca Raton
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry ProsesFiberboard
manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman. inc
Mujiyono dan Didik Nurhadiyanto. 2009. Pemanfaatan Serat Daun Nanas Sebagai
Penguat Material Komposit. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, UNY:
Yogyakarta.
Mulyadi, D. 2004. Penggunaan Serat Rotan Sebagai Penguat Pada Komposit
Departemen Teknik Mesin, ITB: Bandung
Purboputro, P.I. 2008. Pengaruh Panjang Serat Terhadap Kekuatan Impak Komposit
Enceng Gondok dengan Matriks Poliester. Jurusan Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.