Anda di halaman 1dari 47

No:

SIFAT MATERIAL KOMPOSIT EPOKSI


BERPENGUAT LIMBAH BULU AYAM DENGAN
VARIASI BERAT 100 gr, 150 gr, dan 200 gr

LAPORAN PENELITIAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Kimia

Oleh:
Agung Ilham Nuzuli (14521014)
Bahrul Ilmi (14521326)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HASIL

SIFAT MATERIAL KOMPOSIT EPOKSI BERPENGUAT LIMBAH BULU


AYAM DENGAN VARIASI BERAT 100 gr, 150 gr, dan 200 gr

Kami yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Agung Ilham Nuzuli Nama : Bahrul Ilmi
NIM : 14521014 NIM : 14521326

Yogyakarta, 14 Desember 2017

Menyatakan bahwa seluruh hasil Tugas Penelitian ini adalah hasil karya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa ada beberapa bagian dari karya ini
adalah bukan hasil karya sendiri, maka saya siap menanggung resiko dan
konsekuensi apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat, semoga dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Td. Tangan Td. Tangan

Agung Ilham Nuzuli Bahrul Ilmi


LEMBAR PENGESAHAN

SIFAT MEKANIK KOMPOSIIT EPOKSI BERPENGUAT LIMBAH

BULU AYAM DENGAN VARIASI 100 gr, 150 gr, dan 200 gr

LAPORAN PENELITIAN
Nama : Agung Ilham Nuzuli
Nomor Mahasiswa : 14521014
Nama : Bahrul Ilmi
Nomor Mahasiswa : 14521326

Yogyakarta, ..................................
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I

( Ir. Dulmalik., MM )

Mengetahui :
Ketua Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Islam Indonesia

Ir. Drs. Faisal RM, M.SIE Ph.D


DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1Rumus Bangun Caprolactam ................................................................ 7


Gambar I.2 Sifat Fisik Caprolactam ....................................................................... 8
Gambar I.3Standar Kualitas Caprolactam .............................................................. 9
Gambar I.4 Sifat Fisik Nylon 6 ............................................................................. 11
Gambar I.5 ............................................................................................................. 11
Gambar I. 6 Struktur Organisasi Pabrik PT. ITS .................................................. 14
Gambar I. 7Struktur Organisasi Departemen Nylon ............................................. 19
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan nikmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan laporan Tugas Penelitian yang berjudul “Sifat Material Komposit
Epoksi Berpenguat Limbah Bulu Ayam Dengan Variasi Berat 100 Gr, 150 Gr, Dan
200 Gr.” Dengan baik dan tepat waktu. Penelitian ini merupakan salah satu syarat
yang wajib ditempuh untuk menyelesaikan program Strata-I di Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Penulisan laporan penelitian ini dapat diselesaikan tidak lepas dari dukungan,

bimbingan dan bantuan dari banyak pihak yang sangat berarti bagi penulis. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT karena atas segala kehendak-Nya, penulis diberi kesabaran dan

kemampuan untuk dapat menyelesaikan laporan Penelitian ini.

2. Orang tua dan keluarga penulis atas kasih sayang, perhatian, doa serta

dukungan moril maupun materil yang telah diberikan sejauh ini.

3. Bapak Ir. Drs. Faisal RM, M.T,. Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia,

Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia.

4. Bapak Ir. Dulmalik., M.M selaku dosen pembimbing Penelitian yang telah

membimbing dan mengarahkan kami dari awal sampai selesainya penelitian

ini.

5. Laboran Laboratorium Teknik Tekstil yang telah membantu dalam penelitian

ini.

6. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian dan penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan

penelitian ini. Untuk ini, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan untuk memperbaiki penulisan dimasa yang akan datang.

Yogyakarta, 14 Desember 2017

Penulis
ABSTRAK
Jumlah produksi ayam pedaging di DIY mencapai 1 juta ekor per tahun dan
selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kebutuhan masyarakat akan
daging ayam. Dengan jumlah produksi sebesar itu maka jumlah sampah bulu ayam
yang dihasilkan kurang lebih sebanyak 120 ton per tahun. Penanganan sampah bulu
ayam sebagian besar dengan cara dibakar atau ditanam, dan baru sebagian kecil saja
yang dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak atau digunakan untuk produk
kerajinan. Bulu ayam memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan untuk
keperluan rekayasa, karena bulu ayam mengandung serat yang memiliki sifat fisik
dan mekanik cukup baik. Pembuatan komposit berbahan dasar bulu ayam telah
menjadi alternative penanganan limbah bulu ayam. Penelitian menggunankan bulu
ayam pedaging( gallus gallus domesticus) yang didapat dari pemotongan ayam local
kemudian dibersihkan dan dijemur untuk mengurangi kadar air pada bulu ayam.
Kemudian dibuat sampel dengan variasi berat 100 gr, 150 gr, dan 200 gr. Hasil
pengujian tarik dan tekan pada material komposit menunjukkan komposit bulu ayam
telah memenuhi syarat sebagai komposit yang layak guna.

Kata kunci : bulu ayam, komposit, alternatif


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan ini, manusia tentulah memerlukan berbagai macam
perlengkapan yang disebut sebagai material. Dalam perkembangannya, material terus
mengalami kemajuan. Seperti diketahui, pada awal kehidupan, manusia hanya
menggunakan perlengkapan yang terbuat dari tanah (keramik), lalu sudah mulai
bergerak kepada logam dan yang terakhir adalah penggunaan polimer. Pada dasarnya,
kebaikan dari tiap-tiap material-lah yang menyebabkan adanya perkembangan dalam
kemajuan material. Misal saat ini dibutuhkan material yang murah, ringan, kuat, anti
korosi dan mudah untuk didapatkan. Karena itu, saat ini berkembang lagi material
yang biasa disebut sebagai material komposit, yaitu material yang merupakan
gabungan dari beberapa jenis material, yang ternyata setelah digabungkan dua jenis
material yang berbeda mempunyai karakteristik yang beda dengan sifat dasarnya
(Wicakson, 2006).
Istilah komposit diartikan sebagai penggabungan dua material atau lebih
secara makroskopis. Makroskopis sendiri menunjukkan bahwa material pembentuk
dalam komposit masih terlihat seperti aslinya, suatu hal yang berbeda dengan
penggabungan dalam alloy (paduan), yang material pembentuknya sudah tidak
terlihat lagi. Salah satu keuntungan material komposit adalah kemampuan material
tersebut untuk diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah tertentu
yang kita kehendaki. Hal ini dinamakan tailoring properties dan ini adalah salah satu
sifat istimewa komposit dibandingkan dengan material konvensional lainnya. Selain
kuat, kaku dan ringan komposit juga memiliki ketahanan terhadap korosi yang tinggi
serta memiliki ketahanan yang tinggi pula terhadap beban dinamis (Wicakson, 2006).
Sifat komposit dipelajari dan dianalisa berdasarkan sifat masing-masing
komponen. Pada komposit dikenal dua istilah, matriks (sebagai media) dan
pengisi/komponen penguat (yang ada dan menyatu dengan matriks). Karena hal
tersebut, karakteristik dari komposit sangat tergantung dari jenis campuran dan sifat-
sifat yang dimunculkan. Kedua bahan setelah digabungkan ternyata menunjukkan
hasil yang sangat signifikan, berbeda dengan sifat awalnya. Yang menjadi perhatian
pada komposit adalah media yang memperkuat harus mempunyai modulus yang
relatif lebih tinggi daripada bahan dasar (Gunawan, 2008).
Material dasar pembentuk komposit merupakan material-material
konvensional seperti logam, polimer dan keramik. Polimer adalah bahan/material
yang terbuat dari bahan baku organik. Bahan organik telah dipakai sejak lama sebagai
bahan teknik. Misalnya kulit, gasket, serat, minyak pelumas, dan resin. Polimer lebih
mengarah kepada bahan organik yang disintesis yang telah mengalami
perkembangan. Umumnya polimer mengandung molekul yang besar lebih kuat dan
tahan terhadap tegangan termal dan mekanik dibandingkan dengan polimer yang
tersusun dari molekul yang lebih kecil. Pada umumnya polimer memiliki kekuatan
tarik yang sangat rendah jika dibandingkan material-material lain. Tidak dapat
mengantarkan arus listrik dan juga tidak tahan terhadap pemanasan, karena itu tidak
ada proses heat treatment kepada polimer. Polimer ada juga yang bersifat
kaku/fleksibel. Meskipun polimer merupakan isolator, komposisinya dapat
disesuaikan sehingga terdapat konduktivitas tertentu. Polimer tahan terhadap
serangan korosi dan juga tidak bereaksi terhadap bahan kimia dan lingkungan sekitar
(Judawisastra, 2008).
Secara umum resin adalah bahan yang akan diperkuat dengan serat. Resin
bersifat cair dengan viskositas yang rendah, yang akan mengeras setelah terjadinya
proses polimerisasi. Resin berfungsi sebagi pengikat (bounding) antara serat yang
satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan ikatan yang kuat terbentuk material
komposit yang padu, yaitu material yang memiliki kekuatan pengikat (bound
strength) yang tinggi (Budinski K.G, 2003).

Jumlah produksi ayam pedaging di DIY mencapai 1 juta ekor per tahun dan
selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kebutuhan masyarakat akan
daging ayam. Dengan jumlah produksi sebesar itu maka jumlah sampah bulu ayam
yang dihasilkan kurang lebih sebanyak 120 ton per tahun. Penanganan sampah bulu
ayam sebagian besar dengan cara dibakar atau ditanam, dan baru sebagian kecil saja
yang dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak atau digunakan untuk produk
kerajinan. Bulu ayam memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan untuk
keperluan rekayasa, karena bulu ayam mengandung serat yang memiliki sifat fisik
dan mekanik cukup baik. Selain itu, bulu ayam cukup awet, sebagai contoh sulak atau
kemoceng bulu ayam yang ada di rumah kita kondisinya masih cukup baik setelah
digunakan bertahun-tahun. Dengan jumlah yang melimpah dan mudah didapatkan,
serta memiliki sifat-sifat yang cukup baik, sampah bulu ayam cocok sekali digunakan
untuk keperluan rekayasa (Anonim, 2016).

Salah satu alternatif penggunaan bulu ayam untuk keperluan rekayasa yaitu
dengan mencampur bulu ayam dengan polimer cair kemudian dibiarkan mengeras di
dalam cetakan, sehingga terbentuk produk komposit bulu ayam. Apabila bulu ayam
dibuat menjadi material komposit bulu ayam, maka material ini memiliki rasio
kekuatan per berat jenis dari komposit bulu ayam lebih tinggi dibandingkan material
rekayasa lainnya seperti baja, aluminium, plastik, maupun komposit fiberglass
(Anonim, 2016).

Limbah bulu ayam sangat mudah ditemukan mengingat konsumsi daging


ayam terus meningkat yang dapat terlihat dari banyaknya penjualan daging ayam,
mulai dari pasar moderen, pasar tradisional, pasar kagetan yang berada di pinggir
jalan, sampai pada pedagang keliling. Peningkatan permintaan daging ayam
pedaging dikarenakan harga daging ayam dapat dijangkau oleh konsumen dengan
taraf ekonomi menengah sampai taraf ekonomi atas. Dengan demikian permintaan
daging ayam cenderung mengalami peningkatan (Marlin, 2013).

Salah satu masalah yang muncul pada usaha pemotongan ayam adalah
Iimbah bulu ayam, yang merupakan bahagian dari sisa pengolahan daging ayam.
Hasil pemotongan ternak unggas ini menghasilkan rata-rata bobot bulu 4 - 9 % dari
bobot hidup (Arifin, 2008). Bulu ayam mengandung nutrisi sekitar 91% protein
(keratin), 1% lipid, dan 8% air. Teknologi dan metode pembuangan diperlukan
untuk mengurangi ancaman terhadap lingkungan (Thyagarajan, 2013).
Seiring kemajuan teknologi yang meningkat dan berkembangnya kegiatan
industri pemotongan ayam akan membawa dampak positif dan dampak negatif
baik bagi lingkungan maupun manusia. Tumbuh pesatnya industri juga berarti
makin banyak limbah yang dikeluarkan dan mengakibatkan permasalahan yang
kompleks bagi lingkungan sekitar (Erlita, 2011).

Penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah menggunakan bulu ayan


diantaranya adalah Desain Bioball Berbahan Komposit Bulu resin Polyester
(Budianto, 2013), Pembuatan Prototope Genteng Komposit bulu Ayam (Janari,
2010), Limbah Bulu Ayam Sebagai Penguatan Dalam Semen-terikat Komposites
(Acda, 2010), Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Potong Metode Pengukusan Untuk
Bahan Ransum Ayam Potong (Arifin, 2008).

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh bulu ayam sebagai pengisi terhadap sifat fisik dan sifat
mekanik komposit epoksi yang dihasilkan.
2. Bagaimana pengaruh perbandingan katalis yang digunakan terhadap sifat
komposit yang dihasilkan seperti kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,
penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup.
3. Bagaimana pengaruh perbandingan bulu ayam dengan epoksi (1:1 dan 1:2)
terhadap sifat komposit yang dihasilkan seperti kerapatan, kadar air,
pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh bulu ayam sebagai pengisi terhadap sifat fisik
dan sifat mekanik komposit epoksi yang dihasilkan.
2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran bulu ayam terhadap sifat komposit yang
dihasilkan seperti kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, penyerapan air,
modulus patah, dan kuat pegang sekrup.
3. Untuk mengetahui pengaruh bulu ayam yang dibentuk papan partikel terhadap
sifat komposit yang dihasilkan yaitu kerapatan, kadar air, pengembangan
tebal, penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Sebagai dasar atau acuan dalam pemanfaatan bulu ayam sebagai pengisi
dalam produk komposit epoksi.
2. Sebagai informasi karakteristik produk komposit epoksi berpengisi bulu ayam
yang dibentuk menjadi papan partikel.
3. Sebagai bahan perbandingan sifat komposit epoksi berpengisi bulu ayam
dengan komposit epoksi berpengisi bahan lain yang telah diteliti sebelumnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Teknik Kimia Konsentrasi
Tekstil Basement FIAI Jl. Kaliurang KM 14.5, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Islam Indonesia.

1.5.2 Bahan baku yang digunakan


1. Bulu ayam yang digunakan adalah bulu limbah terluar hasil pemotongan
ayam potong, sebagai bahan pengisi penguat.
2. Epoksi sebagai matriks.
3. Katalis sebagai pemercepat reaksi.

1.5.3 Parameter yang digunakan


1. Perbandingan katalis 1 % dan 5 %.
2. Perbandingan epoksi dengan bulu ayam yang dibentuk papan partikel
dengan perbandingan 1:1 dan 1:2.

1.5.4 Parameter Pengamatan


1. Pengujian tarik
2. Pengujian tekan
Kondisi percobaan pada suhu 40- 50 0C dengan menggunakan katalis, karena
pada temperatur tersebut reaksi meningkat dengan cepat, selain itu katalis
dapat mencegah kerusakan ikatan akibat aktivitas reaksi (Ishak, 1998).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposit
2.1.1 Pengertian Komposit
Didalam dunia industri kata komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan

yang berbeda yang digabung atau dicampur menjadi satu. Menurut Kaw (1997)

komposit adalah sruktur material yang terdiri dari 2 kombinasi bahan atau lebih, yang

dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisika. Penggabungan secara

makroskopis inilah yang membedakan komposit dengan paduan atau alloy yang

penggabungan unsur-unsurnya secara mikroskopis. Pada bahan komposit, sifat-sifat

unsur pembentuknya masih terlihat jelas yang pada paduan sudah tidak lagi tampak

secara nyata. Sedangkan menurut Diharjo dan Triyono (1999) mengemukakan bahwa

kata komposit (composite ) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan.

Composite berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau

menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua

atau lebih bahan yang berlainan (Diharjo dan Triyono, 1999).

Sedangkan menurut Gibson (1994), material komposit di definisikan sebagai

kombinasi antara dua material atau lebih yang berbeda bentuknya, komposisi

kimianya, dan tidak saling melarutkan dimana material yang satu berperan sebagai

penguat dan yang lainnya sebagai pengikat. Komposit disusun dari dua komponen

yaitu matriks atau resin, dan penguat atau filler. Filler ini dapat berupa partikel atau

serat, serat dapat berasal dari alam maupun sintetis. Yang dari alam disebut
biokomposit contohnya adalah serat rami, serat kenaf, sekam padi, dan sebagainya.

Dan yang sintetis misalnya adalah serat E-glass (Gibson 1994).

2.1.2 Pengelompokan Komposit

2.1.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks

Berdasarkan bahan matriksnya, komposit dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

1) Komposit matriks polimer atau dikenal dengan istilah Polymer Matrix

Composites (PMC). Untuk pembuatan komposit ini, jenis polimer yang

banyak digunakan antara lain adalah :

a) Polimer thermoplastik seperti poliester, nilon 66, polieter sulfon,

polipropilene, dan polieter eterketon. Komposit ini dapat didaur ulang.

b) Polimer termoset (untuk aplikasi temperatur tinggi) seperti epoksida,

bismaleimida (BMI), poli-imida (PI). Komposit ini tidak dapat didaur

ulang.

2) Komposit matriks logam atau yang dikenal dengan istilah Metal Matrix

Composite (MMC). Komposit dengan matriks logam biasanya terdiri dari

aluminium, titanium, dan magnesium. Secara umum komposit matriks logam

mempunyai sifat seperti :

a) Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik .

b) Kekuatan/kekakuan spesifik yang tinggi.

c) Diharapkan tahan terhadap temperatur yang tinggi.

3) Komposit matriks keramik atau yang dikenal dengan istilah Ceramic Matrix

Composite (CMC).
Adapun keuntungan yang diperoleh dari komposit matriks keramik seperti :

a) Tahan pada temperatur tinggi (creep).

b) Kekuatan tinggi, ketahanan korosi, dan tahan aus.

Sedangkan kelemahan komposit matriks keramik yaitu :

a) Susah diproduksi dalam jumlah besar.

b) Biaya mahal.

c) Hanya untuk kasus-kasus tertentu.

(Taurista, 2004).

2.1.2.2 Berdasarkan Bahan Penguat yang Digunakan

Berdasarkan bahan penguat yang digunakan, komposit dibagi menjadi 3,

yaitu:

1) Fibrous Composite ( komposit serat )

Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu

lapisan yang menggunakan penguat beruap serat / fiber. Fiber yang digunakan

bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan

sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi

tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.

Sedangkan pembagian komposit berdasarkan penempatan seratnya yaitu :

a) Continous Fiber Composite mempunyai susunan serat panjang dan

lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini

paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada


pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan

dipengaruhi oleh matriknya.

b) Woven Fiber Composite, komposit ini tidak mudah dipengaruhi

pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar

lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu

lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah.

c) Discontinous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat

pendek.

d) Hybrid Fiber Composite merupakan komposit gabungan antara tipe

serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat

menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan

kelebihannya.

2) Laminated Composite (komposit laminat)

Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang

digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.

3) Partikulate Composite ( komposit partikel )

Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai penguatnya

dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya.

(Taurista, 2004).

2.1.3 Kelebihan Komposit

Dewasa ini bahan komposit telah menjadi material yang sangat penting yang

telah digunakan untuk memproduksi produk seperti ban yang berpengisi serat, tangki
air, pipa, kabel, komponen pesawat, kapal, dan lain-lain. Ini disebabkan oleh bahan

komposit yang mempunyai banyak kelebihan dan keistimewaan dari segi sifat

mekanis, fisik, termal, dan kimianya, yaitu:

1) Sifat kekuatan, kekakuan dan keliatannya yang cukup baik .

2) Kestabilan dimensi dan ketahanan termal yang tinggi.

3) Peningkatan modulus spesifik (modulus / massa jenis ) dan kekuatan spesifik

(kekuatan / massa jenis) menyebabkan berat jenis komposit semakin

berkurang.

4) Peningkatan ketahanan terhadap bahan kimia.

5) Biaya produksi dapat dikurangi karena bahan dasar yang digunakan berkurang

Kelebihan pada point (3) diatas sangat penting dalam memproduksi berbagai

komponen otomotif dimana pengurangan massa dapat mengurangi penggunaan

energi dan meningkatkan efisiensi produk yang menggunakan bahan komposit.

Namun perlu diketahui bahwa semua sifat diatas tidak dapat diperoleh secara

bersamaan. Misalnya, peningkatan sifat kekakuan dan kekuatan umumnya

mengurangi sifat keliatan bahan komposit tersebut. Jadi pencapaian kekuatan

optimum komposit yang dihasilkan disesuaikan dengan penggunaan komposit

tersebut (Gunawan, 2008)

2.1.4 Fase Matriks Bagi Komposit

Matriks dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi

sebuah unit struktur, melindungi dari kerusakan eksternal, meneruskan atau


memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matriks, sehingga

matriks dan serat saling berhubungan (Schwartz, 1992).

Pembuatan komposit serat membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara

serat dan matriks. Selain itu matrik juga harus mempunyai kecocokan secara kimia

agar reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara

keduanya. Untuk memilih matriks harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain tahan

terhadap panas, tahan cuaca yang buruk, dan tahan terhadap goncangan yang

biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material matriks. Bahan polimer

yang banyak digunakan sebagai material matriks dalam komposit ada dua macam

yaitu thermoplastik dan thermoset (Schwartz, 1992).

Komposit serat harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang

tinggi, karena serat dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian

tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang

mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah pada

serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matriks tidak

akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima

beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan

mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan

berakibat lolosnya serat dari matriks. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan

interfacial antara matriks dan serat yang kurang besar (Schwartz, 1992).

Menurut Gibson R.F (1994), matriks dalam struktur komposit bisa berasal

dari bahan polimer, logam dan keramik. Secara umum matriks mempunyai fungsi

sebagai berikut :
a) Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur.

b) Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan.

c) Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat.

d) Menyumbangkan beberapa sifat seperti kekakuan, kekuatan, dan tahanan

listrik.

Di bawah ini syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan matriks untuk

pencetakan bahan komposit (Surdia, 1985) :

a) Resin yang dipakai perlu memiliki viskositas yang rendah, sesuai dengan

bahan penguat dan permeable.

b) Dapat diukur pada temperatur kamar dalam waktu yang optimal.

c) Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.

d) Memilki kelengketan yang baik dengan bahan penguat.

e) Mempunyai sifat yang baik dari bahan yang diawetkan.

2.1.5 Fase Pengisi bagi Komposit

Fase pengisi merupakan bahan dalam bentuk partikel, serat, atau kepingan yang

ditambahkan untuk meningkatkan sifat mekanik dan fisik bahan komposit seperti

kekuatan, kekakuan, dan keliatan. Beberapa bahan pengisi/penguat yang sering

digunakan adalah serat kaca, serat karbon, serat Kevlar, serat kayu, serat tandan

kelapa sawit, dan lain- lian.

Richardson T, (1987) mengemukakan bahwa sifat yang dapat diperoleh hasil

penggunaan fase pengisi adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan maksimum dalam sifat fisik.


2. Penyerapan kelembapan yang rendah.

3. Sifat pembasahan yang baik.

4. Biaya yang rendah dan mudah diperoleh.

5. Ketahanan terhadap api yang baik.

6. Ketahanan terhadap bahan kimia yang baik.

7. Sifat keterlarutan dalam air dan pelarut yang rendah.

8. Ketahanan terhadap panas yang baik.

9. Dapat diperoleh dalam berbagai bentuk.

2.1.6 Fase Antar-Muka bagi Komposit

Lazimnya untuk semua bahan komposit akan terdapat dua fase berlainan yang

dipisahkan oleh suatu kawasan yang dinamakan antar muka. Daya sentuhan dan

daya kohesif pada bagian antar muka amat penting karena antar muka pengisi

matriks ialah bagian yang memindahkan beban dari fase matriks kepada fase

penguat atau fase tersebar. Efektivitas pemindahan beban ini bergantung pada daya

ikat antarmuka. Beberapa teori menjelaskan pengikatan antarmuka umumnya

melibatkan ikatan kimia atau mekanik. Adapun lima mekanisme yang terjadi pada

antarmuka baik secara sendiri ataupun gabungan adalah sebagai berikut:

a. Penyerapan dan pembasahan

b. Difusi

c. Daya tarik elektrostatik oleh perbedaan muatan listik kedua fasa

d. Pengikatan secara kimia oleh penyerasi

e. Pengikatan secara mekanik


(Richardson T, 1987)

2.2 Resin Epoksi

Epoxy adalah sebuah kopolimer yang terbentuk dari dua bahan kimia

yang berbeda yaitu "resin" atau "gabungan" dan "pengeras" atau "pengaktif". Resin

ini terdiri dari monomer atau polimer rantai pendek dengan kelompok epoksida di

kedua ujung. Resin epoxy yang paling umum diproduksi dari reaksi antara

epiklorohidrin dan bisphenol-A, meskipun yang terakhir dapat digantikan oleh bahan

kimia yang sama. Pengeras terdiri dari monomer poliamina, misalnya

triethylenetetramine (TETA). Ketika senyawa ini dicampur bersama, kelompok

amina bereaksi dengan epoksida kelompok untuk membentuk ikatan kovalen. Setiap

kelompok NH dapat bereaksi dengan kelompok epoksida dari molekul prepolimer

yang berbeda, sehingga polimer yang dihasilkan adalah sangat silang, dan dengan

demikian kaku dan kuat. Proses polimerisasi ini disebut "curing", dan dapat dikontrol

melalui suhu, pilihan senyawa resin dan hardener, dan rasio mengatakan senyawanya;

proses dapat mengambil menit ke jam.

Resin epoksi adalah termasuk kelompok plastik thermosetting, yaitu

tidak meleleh lagi jika dipanaskan. Pengerasannya terjadi karena reaksi polimerisasi,

bukan pembekuan. Oleh karena itu epoksi resin tidak mudah di-recycle. Contoh yang

mudah didapat pasaran adalah "plastic-steel epoxy".

2.2.1 Spesifikasi Resin Epoxy

2.2.1.1 Sifat Fisik


Sebagaimana jenis plastik lain, kebanyakan plastik adalah isolator

listrik dan konduktor panas yang buruk. Kecuali bila ditambahkan campuran lain,

misalnya serbuk logam / karbon, tetapi bias memindahkan listrik static dengan

muatan kecil. Sehingga secara umum sifat fisiknya adalah tidak dapat

mengahantarkan listrik dan panas. Dalam keadaaan cair, titik nyalanya 25°C dalam

cawan tertutup, dengan warna yang beragam, densitas 1,6g/cm3.

2.2.1.2 Sifat Kimia

Sebagaimana umumnya plastik, secara kimia plastik termasuk inert,

tetapi bias larut dalam asam kuat atau alkali kuat. Dalam jangka lama, sinar

ultraviolet mempengaruhi struktur kimia plastik. Tidak larut dalam air dingin dan air

panas, uapnya dapat membentuk cairan yang mudah meledak sehingga konsentrat uap

harus dijaga pada kondisi dibawah batasnya.

2.2.1.3 Sifat Mekanik

Dalam bentuk asli resin epoxy keras dan getas. Sifat mekanik sangat

banyak dimodifikasi sifatnya. Baik dari sisi kekuatan, kekenyalan, keuletan, sampai

ke arah sobekan. Intinya, sifat fisik dari plastic ini relative tergantung dari kebutuhan

karena sampai saat ini pun sifat-sifat plastik masih bayak dikembangkan, demikian

juga penggunaannya. Sehingga plastik-plastik teknologi mutakhir bisa mempunyai

sifat yg lebih unggul dari bahan lain.

Pada polimerisasi, poliester akan mengalami beberapa fase yang berbeda

sebelum mengalami perubahan menjadi keras, tebal dan padat. Resin dengan

kekentalan cairan yang rendah atau sedang akan dapat larut dalam monomer. Untuk

mencegah perubahan resin dari bentuk cair kebentuk agar-agar yang terlalu cepat,
maka perlu dicampurkan suatu inhibitor yaitu bahan yang digunakan untuk

memperlambat aktivitas kimia serta dapat memperpanjang waktu penyimpanan resin

atau mengurangi kecepatan pembebasan panas yang timbul selama polimerisasi.

Sedangkan bahan yang bertindak sebaliknya disebut katalisator (Cowd, 1991).

2.4 Bulu Ayam

Seperti yang telah diketahui bahwa performa suatu bahan komposit ditentukan

tidak hanya melalui sifat kimia secara konstituen tetapi juga melalui karakteristik

geometriknya seperti panjang serat, diameter, bentuk dan orientasinya. Sebagai

contoh serat yang diorientasikan dalam satu arah dan searah dengan beban sangat

proporsional untuk kinerja suatu serat tersebut dengan orientasi volume dalam

arahnya. Kekuatan komposit sebenarnya ada pada seratnya. Daya rekat suatu serat

justru meningkat bila diameter mengecil, misalnya kekuatan tariknya, juga

modulusnya (Mulyadi, 2004).

Bulu ayam adalah pembungkus terluar pada hewan ayam, merupakan suatu

susunan protein yang mempunyai kandungan protein kasar sebesar 81-91% dari bahan

kering, melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%) dan tepung ikan

(66,2%) (Adiati dan Puastuti, 2014).

Bulu ayam memiliki kandungan protein keratin dengan struktur α-helik. Selain

bulu ayam, material lain yang kaya akan protein α-keratin adalah rambut, wool, sayap,

kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kulit penyu, dan lapisan kulit sebelah luar, sedangkan

material yang kaya dengan protein β-keratin adalah sutera, bulu, dan jaring laba-laba
(Lehninger 1982). Selain unsur keratin, bulu ayam juga memiliki komposisi kimia yang

meliputi 81% protein, 1.2% lemak, 86% bahan kering, dan 1.3% abu (Zerdani et al.

2004).Tidak hanya itu saja, bulu ayam juga mengandung mineral kalsium 0.19%, fosfor

0.04%, kalium 0.15%, dan sodium 0.15% (Kim & Patterson 2000). Bulu ayam juga

memiliki kandungan asam amino. Kandungan asam amino utama pada bulu ayam

meliputi serin, prolin, glisin, sistein, asam, glutamat, leusin, dan valin.

Tabel 2.1 Komposisi kimiawi bulu ayam (Rasyaf, 1990)

Komposisi Kadar

Protein Kasar, % 85

Serat Kasar, % 0,3 – 1,5

Abu, % 3,0 – 3,5

Calsium, % 0,20 – 0,40

Phospor, % 0,20 – 0,65

Garam, % 0,20

2.5 Papan Partikel (Particle Board)

Papan partikel adalah lembaran bahan yang mengandung ligno-selulosa

seperti keping, serpih, untai yang disatukan dengan menggunakan bahan pengikat

organik dan dengan memberikan perlakuan panas, tekanan, kadar air, katalis dan

sebagainya (FAO, 1997). Ada tiga ciri utama papan yang menentukan sifat-sifat
papan yaitu : (i) spesies dan bentuk partikel, (ii) kerapatan dan (iii) kandungan resin

dan penyebarannya. Kerapatan lembaran papan partikel merupakan faktor penting

yang banyak digunakan sebagai pedoman dalam memperoleh gambaran tentang

kekuatan papan yang diinginkan. Faktor utama yang mempengaruhi kerapatan adalah

berat jenis bahan baku dan pemadatan hamparan pada mesin pengempaan. Kerapatan

papan harus lebih tinggi daripada kerapatan bahan baku untuk mengahsilkan

kekuatan papan yang lebih baik (Sutigno, 2002). Semakin tinggi kerapatan

menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu, semakin tinggi kekuatannya ,

namun sifat-sifat papan lain seperti kestabilan dimensi mungkin terpengaruh jelek

oleh naiknya kerapatan (Sutigno, 2002).

Penggunaan papan partikel sangat luas. Pada sejumlah pemakaian, papan

partikel digunakan sebagai pilihan lain terhadap kayu lapis. Umumnya papan partikel

dapat bersaing secara lebih efektif atas dasar kekuatannya daripada atas ketegarannya.

Papan partikel yang umum diproduksi adalah yang berkerapatan sedang, sebab

memberikan hasil yang optimum ditinjau dari segi mekanis, pemakaian perekat dan

aspek ekonomi lainnya (Sutigno, 2002).

2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel adalah sebagai

berikut:

1. Berat jenis kayu

Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat

jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papannya baik.
Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak

antar partikel baik.

2. Zat ekstraktif kayu

Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik

dibandingkan dengan papan dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif

semacam itu akan mengganggu proses perekatan.

3. Jenis Kayu

Jenis kayu (misalnya meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi

formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lainnya (misalnya meranti merah). Hal

ini masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau zat ekstraktif

atau pengaruh keduanya.

4. Campuran jenis kayu

Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada di antara

keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan

partikel struktural dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis

kayu.

5. Ukuran partikel

Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari

serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan

partikel structural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar.

(Sutigno, 2002).

2.5.2 Standar Mutu Papan Partikel


Standar acuan yang digunakan dalam pembuatan papan serat buah pinang

adalah Japanesse Industrial Standard (JIS) A 5908-2003. Standar ini mencakup

defenisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu, cara pengukuran dimensi, cara pengambilan

contoh, cara pengujian, cara lulus uji, syarat penandaan dan cara pengemasan

(Sutigno, 2002). Tabel berikut menunjukkan nilai standar FAO, JIS dan SNI.

Tabel 2.2 Standar Mutu FAO, JIS 5908-2003 dan SNI untuk Papan Partikel
(Sutigno, 2002).

2.5.3 Karakteristik Papan Partikel Komposit


2.5.3.1 Pengujian Sifat Fisik
Untuk mengetahui sifat-sifat fisik papan partikel komposit dilakukan
pengujian kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan tebal (PT) dan daya serap air
(DSA) seperti berikut :
a) Pengujian Kerapatan
Kerapatan papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada
semua standar, tetapi persyaratannya tidak selalu sama. Menurut Standar
Indonesia Tahun 1983 persyaratannya 0,50-0,70 g/cm3, sedangkan menurut
Standar Indonesia Tahun 1996 persyaratannya 0,50-0,90 g/cm3. Ada standar
papan partikel yang mengelompokkan menurut kerapatannya, yaitu rendah,
sedang, dan tinggi (Dyatro, 2010).
b) Pengujian Kadar Air
Kadar air papan partikel tergantung pada kondisi udara
disekelilingnya, karena papan partikel ini terdiri atas bahan-bahan yang
mengandung lignoselulosa sehingga bersifat higroskopis. Kadar air papan
partikel akan semakin rendah dengan semakin banyaknya perekat yang
digunakan, karena kontak antara partikel akan semakin rapat sehingga air
akan sulit untuk masuk diantara partikel kayu (Dyatro, 2010). Sutigno (2002)
menyatakan bahwa kadar air papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama
pada semua standar, yaitu metode oven (metode pengurangan berat).
c) Pengembangan Tebal
Iswanto (2005) menjelaskan sifat pengembangan tebal papan partikel
merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit
yang digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila
pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi
produk tersebut rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk
keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu
yang tidak lama.
d) Daya Serap Air
Pada standar JIS A 5908 (2003) daya serap air tidak dipersyaratkan.
Penggunaan bahan aditif pada daya serap air mengakibatkan terjadinya
penurunan daya serap air. Hal ini sesuai dengan Han (1990) bahwa dengan
adanya kehadiran DCP maka akan membentuk reaksi dengan gugus OH.
Adanya dua reaksi ini menyebabkan ikatan yang kuat antara partikel kelapa
sawit dengan plastik PE sehingga air atau uap air tidak mudah masuk kedalam
papan partikel.
Pada umumnya semakin tinggi sifat pengembangan tebal maka
semakin tinggi pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin
rendah sifat pengembangan tebal papan maka semakin rendah pula sifat daya
serap airnya (Subiyanto, 2003).

2.5.3.2 Pengujian Sifat Mekanik


Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu bahan dilakukan beberapa
pengujian dengan mengacu pada standar yang digunakan.

a) Modulus Patah
Sifat yang dimaksud adalah tingkat keteguhan papan partikel dalam
menerima beban tegak lurus terhadap permukaan papan partikel. Semakin
tinggi kerapatan papan partikel penyusunnya maka akan semakin tinggi sifat
keteguhan dari papan partikel yang dihasilkan (Haygreen dan Bowyer 1989).
Pengujian dilakukan sampai Sampel patah dengan alat penguji, UTM dengan
jarak sangga 15 cm. Contoh uji yang dipakai berukuran 20 cm x 5 cm. Nilai
modulus patah dipengaruhi oleh nilai kerapatan, semakin tinggi nilai
kerapatan maka semakin tinggi nilai modulus patahnya dan sebaliknya
(Dyatro, 2010).
b) Modulus Elastisitas
Pengujian kuat lentur (Modulus of Elasticity) disebut juga Modulus
Young pada lenturan ( Ef ) dilakukan bersama-sama dengan pengujian

keteguhan atau kuat patah, dengan menggunakan sampel uji yang sama.
Besarnya defleksi atau lenturan yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada
setiap selang beban tertentu, nilai MOE dihitung dengan rumus:

𝐿3 𝑃
E = ............................ (2.1)
f 4 𝑑3 𝑏 ᵟ
Dimana :
2
E : Modulus of Elasticity (kgf/cm )
f

P : berat beban (kgf)

L : jarak sangga (cm)

b : lebar sampel uji (cm)


d : tebal sampel uji (cm)

ᵟ : lenturan pada beban (cm)

(Sutigno, 2002).
c) Internal Bond
Keteguhan rekat internal (kuat tarik tegak lurus permukaan) umumnya
diuji pada keadaan kering, seperti pada Standar Indonesia tahun 1996. Pada
Standar Indonesia tahun 1983 pengujian tersebut dilakukan pada keadaan
kering untuk papan partikel mutu I (eksterior) dan mutu II (interior).
Pengujian pada keadaan basah, yaitu setelah direndam dalam air mendidih (2
jam) dilakukan hanya pada papan partikel mutu I saja (Puspita, 2008).
d) Kuat Pegang Sekrup
Kuat pegang sekrup merupakan kemampuan suatu produk komposit
untuk menahan beban sekrup yang diberikan. Nilai kuat pegang sekrup
dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram
(Erniwati, 2008).

2.6 Pengujian Komposit


Adapun jenis pengujian yang dilakukan adalah :
1. Pengujian kerapatan.
2. Pengujian kadar air.
3. Pengujian pengembangan tebal.
4. Pengujian penyerapan air.
5. Pengujian modulus patah.
6. Pengujian kuat pegang sekrup.

2.6.1 Pengujian Kerapatan


Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volome kering
udara, sampel uji berukuran 10cm x 10cm x 0,3cm ditimbang massanya, lalu diukur
rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volumenya. Kerapatan
sampel uji papan partikel komposit dihitung dengan rumus :

𝒎
ρ= ............................... (2.2)
𝒗

dimana :
3
ρ : kerapatan (gr/cm )
m : massa sampel uji (gr)
3
v : volume sampel uji (cm )
(Erniwati, 2008).

2.6.2 Pengujian Kadar Air


Kadar air dihitung dari massa sampel uji sebelum dan sesudah di oven dari
sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 0,3cm dengan rumus :

𝑚1 −𝑚2
KA = x 100%....................... (2.3)
𝑚2

Dimana :
KA : kadar air (%)
m1 : massa awal sampel uji (gr)

m2 : massa akhir sampel uji (gr)

(Erniwati, 2008).

2.6.3 Pengujian Pengembangan Tebal


Pengembangan tebal dihitung atas tebal sebelum dan sesudah perendaman
dalam air selama 24 jam pada sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 0,3cm, dengan
rumus :

𝑇1 −𝑇2
PT = 𝑥 100 % ................... (2.4)
𝑇2
Dimana :
PT : pengembangan tebal (%)
T1 : tebal sampel uji sebelum perendaman (cm)

T2 : tebal sampel uji sesudah perendaman (cm)

(Erniwati, 2008).

2.6.4 Pengujian Daya Serap Air


Daya serap air papan partikel dilakukan dengan mengukur selisih berat
sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air
tersebut dihitung dengan rumus :
𝐵1 −𝐵2
DSA = 𝑥 100%.......... (2.5)
𝐵1
Dimana :
DSA : daya serap air (%)
B1 : berat contoh uji sebelum perendaman
B2 : berat contoh uji setelah perendaman
(Erniwati, 2008).
Gambar 2.1 menunjukkan mekanisme penyerapan. Menurut mekanisme ini,
suatu ikatan akan terbentuk apabila molekul-molekul polimer meresap dari suatu
permukaan ke dalam struktur molekul permukaan yang satu lagi. Kekuatan ikatannya
bergantung kepada jumlah kekusutan molekul dan jumlah molekul yang terlibat.
Jumlah penyerapan tergantung pada konformasi molekul, bagian yang terlibat dan
kemudahan pergerakan molekul. Selain itu, penyerapan juga dapat ditingkatkan
dengan menambahkan pelarut dan plastisizer (Hull dan Schwarzt dalam Hanafi,
2004).
Gambar 2.1 Mekanisme Penyerapan
(Hull dan Schwarzt dalam Hanafi, 2004)

2.6.5 Pengujian Modolus patah


Modolus patah (MOR) adalah suatu sifat mekanis papan yang menunjukkan
kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai Modolus patah, maka
pengujian pembebanan dilakukan sampai uji patah. Rumus yang digunakan :

3 𝑃𝐿
MOR = ................................. (2.6)
2 𝑏ℎ2

Dimana :
MOR : modolus patah (kgf/ cm2)
P : beban maksimum (kgf)
b : lebar contoh uji (cm)
L : jarak sangga (15 cm)
h : tebal contoh uli (cm)
(Erniwati, 2008).

2.6.6 Pengujian Kuat Pegang Sekrup


Cara pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan cara memasang sekrup
berukuran panjang 10 mm dan diameter 2 mm. Sekrup tersebut ditancapkan ke dalam
papan komposit sedalam 3 mm kemudian dicabut dengan UTM. Gaya yang
dibutuhkan untuk mencabut sekrup menunjukkan kekuatan papan dalam memegang
skrup (Erniwati, 2008).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Teknik Kimia Konsentrasi
Tekstil, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia

3.2 Bahan
3.2.1 Resin Epoksi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Resin Epoksi diperoleh
dari toko peralatan dan bahan kimia Toko Cat Lancar dengan data teknis sebagai
berikut:
1. Densitas (ρ) : 1363 kg/m3
2. Kekuatan tarik (σ) : 13,97 N/mm2
3. Modulus elastisitas (E) : 1,24.103 N/mm2
4. Poison rasio (υ) : 0,33
(merk dagang USA Hardener)

3.2.2 Bahan Bulu Ayam


Bulu ayam yang dugunakan berasal dari sisa-sisa hasil pemotongan ayam
yang berada di beberapa tempat pemotongan ayam di Yogyakarta yang tidak
dimanfaatkan lagi. Sebelum digunakan sebagai pengisi, terlebih dahulu dilakukan
pengeringan serat pada ruangan terbuka (sinar matahari) sampai kadar air konstan,
yang bertujuan untuk menghilangkan kelembaban dari bulu ayam tersebut. Setelah itu
diambil masing-masing variasi berat 100 gr, 150 gr, dan 200 gr, dan dibentuk
lembaran partikel dengan dimensi 30x 30 cm dan tebal 3 mm.

3.3 Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan adalah :
1. Beaker glass 100 ml
2. Spatula
3. Neraca analitik
4. Aluminium foil
5. Plat besi sebagai pencetak
6. Alat pengempa / Hot press
3.4 Diagram kerja

Resin Epoksi Hardener


Bulu Ayam

Dibentuk menjadi papan partikel


Diaduk menggunakan spatula dengan tebal 3 mm

Dicampur

Dicetak di hotpress

Diperoleh papan komposit


dengan dimensi 30 x 30 cm

Spesimen

Uji

Kadar Air Tekan/


Jebol

Gambar 3.1 Diagram Kerja Pembentukan dan Pengujian Komposit

3.5 Prosedur Percobaan

3.5.1 Penyiapan Bulu Ayam sebagai Bahan Pengisi Penguat (reinforcing filler)
Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan bulu ayam
yang teguh dan getas, dibuat dalam bentuk papan partikel dengan ukuran ketebalan 3
mm dan dimensi 30 x 30 cm. Adapun perlakuan awal pada bulu ayam adalah
membersihkan bulu ayam dan mengelompokkkannya berdasarkan ukurannya,
kemudian dilakukan pencucian dengan desinfektan untuk selanjutnya dipersiapkan
pembentukan papan partikel dengan ketebalan 3 mm dengan panjang 30 x 30 cm
didalam cetakan.

3.5.2 Penyiapan Resin Epoksi dan Pembentukan Komposit


Penyiapan Epoksi sebagai matriks dan disiapkan juga hardener. Resin epoksi
yang telah disiapkan dicampur hardener dengan perbandingan 50:50 dari berat resin
epoksi. Ke dalam cetakan yang terlebih dahulu dilapisi aluminium foil dimasukkan
bulu ayam dengan, kemudian dibentuk papan partikel kemudian dituangkan
campuran matriks epoksi dan hardener. Cetakan ditutup agar permukaan komposit
menjadi rata. Kemudian cetakan dimasukkan ke dalam kempa panas (hot press) lalu
dipreheating selama 25 menit pada suhu 400C – 500C, lalu dibiarkan di udara terbuka
dan kemudian diuji sifat mekaniknya.

3.5.3 Pengujian Komposit


Paramater kualitas papan yang diuji adalah pengujian tarik dan pengujian
tekan/jebol. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan
telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Komposit Epoksi Berpenguat Bulu Ayam

Penelitian ini menggunakan bulu ayam sebagai penguat komposit. Bulu ayam

dipilih karena keberadaannya yang melimpah di daerah dusun Candi Sleman dan

mudah didapatkan. Selain itu, di dalam bulu ayam mengandung selulosa, protein, dan

keratin sehingga dapat digunakan sebagai komposit. Preparasi sampel bulu ayam

dengan pencucian dilakukan untuk menghilangkan zat-zat pengotor dan senyawa

kimia lain, kemudian dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari sehingga

diperoleh sampel yang kandungan airnya sesuai untuk dijadikan komposit yang baik.

Selulosa mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan komposit karena

adanya gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan komponen resin sebagai

pengikat. Adanya gugus OH dalam selulosa menyebabkan terjadinya sifat polar pada

komposit tersebut.

Setelah dilakukan preparasi sampel, hal selanjutnya yang dilakukan adalah

menimbang sampel dengan variasi berat 100 gr, 150 gr, dan 200 gr. Kemudian dibuat

komposisi resin epoksi sebanyak 100 ml dimana 100 ml tersebut merupakan

campuran antara 50 ml resin epoksi ditambah 50 ml hardener.

Masing-masing sampel dengan variasi berat tersebut kemudian dimasukkan

kedalam cetakan untuk kemudian dimasukkan resin dan diratakan. Selanjutnya

dilakukan pengepresan dengan mesin hot-press dengan tekanan 100 bar selama 20

menit.
Setelah terbentuk 3 buah sampel komposit bulu ayam, langkah selanjutnya

yaitu melakukan pengujian. Pengujian yanag dilakukan yaitu pengujian tarik dan

pengujian tekan/jebol material. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut akan

dikomparasikan dengan standar yang sudah ada sesuai dengan mutu standar nasional.

4.2 Hasil Pengujian

4.2.1 Pengujian tarik

Sampel Hasil

100 gr

150 gr

200 gr

4.2.2 Pengujian tekan/jebol

Sampel Hasil

100 gr

150 gr

200 gr
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan bulu ayam

sebagai material komposit epoksi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Bulu ayam dapat digunakan sebagai material komposit yang layak guna sesuai

dengan SNI.
2. Komposisi yang optimal dalam pembuatan komposit adalah berat bulu ayam

150 gr dan massa resin epoksi 100 ml dengan penekanan pada mesin hot press

100 bar suhu 40-50 oC

3. Perbandingan antara berat bulu ayam dan resin berpengaruh terhadap hasil

kekuatan yang dihasilkan

4. Tekanan dan suhu yang diberikan berpengaruh terhadap kekompakan material

komposit

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penggunaan bulu ayam

sebagai material komposit dapat digunakan sebagai alternative penanganan limbah

bulu ayam. Pada penelitian selanjutnya, perlu diuji coba penggunaan jenis resin yang

berbeda dan komposisi yang lebih bervariasi untuk lebih meningkatkan kegunaan

limbah bulu ayam.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Tony. 2010. Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Rumput Laut (Gelidiella
acerosa ) sebagai Boikomposit yang Ramah Lingkungan. http://tonyachmad
-sepatu.blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-selulosa-dari-limbah-
rumput.html
Anonim. 2001. Technical Data Sheet. Justus Kimia Raya
Bilmeyer,F,1984.Text Book of Polymer Science, Newyork, shonwiley & sons.
Bramantyo. 2008. Pengaruh Konsentrasi Serat terhadap Kekuatan Komposit. http://
www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1teknikkapal/206211004/bab2.pdf
Budinski Keneth G.,2003. Engineering Material Properties and Selection, Prentice
Hall, New Jesey
Cowd,M.A. 1991.Kimia Polimer,terjemahan oleh Firman,H.ITB,Bandung
Davis, Harmer E.,1982 The Testing of Engineering Material, Mc-Granhill, Inc New
York
Diharjo, K.dan Triyono. 1999, The Effect of Alkali Treatment on Tensile Properties of
Random Kenaf Fiber Reinforced Polyester Composite, Part III of Doctorate
Dissertation Research Result, Post Graduate Study, Indonesia : Gadjah
Mada University
Dyatro.2010. Papan Partikel. http://dyatrodoank.blogspot.com/2010/11/papan-
partikel.html.
Erniwati. 2008. Pengembangan Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu Dari
Jenis Kayu Cepat Tumbuh Dengan Perekat Poliuretan. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor : Bogor
Farid, M. 2004. Analisa Perilaku Elastik Material Komposit FRP Laminat
Berpenguat Serat Natural Orientasi Acak. SNTM ITS : Surabaya.
Geankoplis, C.J. 2003. Transport Processes and Separation Processes Principles.
Ally and Bacon: New York.
Gibson, F.R., 1994. Principles of Composite Material Mechanism, International
Edition II, McGraw Hill, New York
Gunawan, Agus. 2008.Panduan Untuk Komposit. http://www.wordpress.com
Hanafi, I. 2004. Komposit Polimer Diperkuat Pengisi dan Gentian Pendek Semula
Jadi. Universitas Sains Malaysia: Malaysia.
Hull, D. 1981. An Introduction to Composite Materials. Cambridge University Press:
New York.
Ishak, M. 1998. Penggunaan Matriks Komposit Polietilena Hantaman Tinggi
(HDPE). Jurusan Teknik Material, ITS: Surabaya.
Iswanto A.H, 2005. Upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon dan limbah
plastik polyprophylena sebagai langkah alternatif untuk mengatasi
kekurangan kayu sebagai bahan bangunan. Jurnal Komunikasi Penelitian
17(3): 24-27.
Jamasri dkk. 2005. Kajian Sifat Tarik Komposit Serat Buah Sawit Acak Bermatrik
Polyester. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=4216.
Jenie. 2004. Serat Buah Pinang. Universitas Sains Malaysia: Malaysia.
Judawisastra, Hermawan. 2008. Material Komposit Tangguh Berbasis Serat Alam.
Jufri, Moh. 2007. Pembuatan Komposit Berbasis Polyester dengan Penguat Serat
Alam. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Malang. Malang
Kaw, K., Autur, 1997. Mechanics of Composite Materials, CRC Press, Boca Raton
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry ProsesFiberboard
manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman. inc
Mujiyono dan Didik Nurhadiyanto. 2009. Pemanfaatan Serat Daun Nanas Sebagai
Penguat Material Komposit. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, UNY:
Yogyakarta.
Mulyadi, D. 2004. Penggunaan Serat Rotan Sebagai Penguat Pada Komposit
Departemen Teknik Mesin, ITB: Bandung
Purboputro, P.I. 2008. Pengaruh Panjang Serat Terhadap Kekuatan Impak Komposit
Enceng Gondok dengan Matriks Poliester. Jurusan Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai