Anda di halaman 1dari 19

REVIEW JURNAL KEPENGAWASAN

The Superintendent as Intructional Leader: Finding From


Effective School Districts
(Joseph Murphy – Philip Hallinger)
Journal of Education Administration, Vol. 24 Iss 2 pp. 213 – 236, California

Implementasi Program Supervisi Pendidikan


(Studi Kasus pada Sekolah Dasar Distrik Merauke)
(Welhelmina Jeujanan – Yohanis Endes Teturan)
Ilmu Administrasi Negara, Fisip – Universitas Musamus Merauke, p. 136 - 152

Daiajukan untuk Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah Kepengawasan

Dosen Pengampu: Dr. Wiwik Wijayanti, M.Pd.

Oleh:
IMI KHUZAIMI
NIM 15703259006

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
Jurnal Internasional
The Superintendent as Intructional Leader: Finding from effective school
districts
(Joseph Murphy – Philip Hallinger)
Journal of Education Administration, Vol. 24 Iss 2 pp. 213 – 236, California

A. Abstrak
Penelitian yang dilaporkan dalam jurnal ini membahas bagaimana
kepemimpinan instruksional dilaksanakan oleh pengawas sekolah di kabupaten
yang efektif. Konsep yang diambil dari penelitian efektivitas sekolah dan dari
literatur organisasi dengan berkoordinasi dan kontrol dalam upaya untuk
memahami bagaimana pengawas mengatur dan mengelola pengajaran dan
kurikulum ini secara efektif. Praktik manajemen instruksional khusus diperiksa
dalam kerangka enam fungsi utama, yaitu menetapkan tujuan dan membangun
harapan dan standar, memilih staf, mengawasi dan mengevaluasi staf,
membangun fokus instruksional dan kurikuler, memastikan konsistensi dalam
operasi teknis inti, dan monitoring kurikulum dan pengajaran. Berdasarkan
wawancara dengan pengawas dari 12 kabupaten sekolah yang paling efektif di
California dan analisis dokumen kabupaten yang dipilih, kami menyajikan
deskripsi dari kebijakan dan praktik tingkat kabupaten yang menggunakan
pengawas tersebut untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan
manajemen pembelajaran dari kepala sekolah mereka. Persamaan dan perbedaan
dalam pola kontrol dan koordinasi yang ditemukan di kabupaten ini disorot.
Implikasi dari temuan tersebut kemudian diperiksa dalam temuan terbaru
mengenai hubungan di sekolah-sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pengawas di sekolah kabupaten efektif lebih aktif berperan sebagai "manajer
instruksional." Secara khusus, koordinasi dan kontrol dari inti teknis muncul lebih
sistematis di kabupaten tersebut.

B. Pendahuluan
Di antara banyak peran pendidikan di bawah pengawasan yang lebih ketat
pada era reformasi saat ini adalah peran pengawas sekolah. Gagasan bahwa
keterlibatan administrator dalam perencanaan dan pengembangan instruksional
dapat menghasilkan peningkatan prestasi di sekolah sangat menarik, dan untuk
pertama kalinya menemukan dukungan empiris. Hasil penelitian Rowan
menunjukkan bahwa sekarang ada dasar yang masuk akal dalam penelitian untuk
administrator distrik dan dapat memiliki efek pada hasil siswa. Namun,
kesenjangan antara apa yang kita percaya dan apa yang kita ketahui tentang
dampak kepemimpinan instruksional masih lebar. Meskipun daya tarik intuitif,
citra pemimpin sebagai "ksatria putih" tiba untuk menyelamatkan organisasi
dalam kesusahan jarang cocok di dunia nyata ditandai dengan ambiguitas dan
kendala. Upaya untuk memperbaikan sekolah dari kepala sekolah dan pengawas
tidak mungkin memenuhi harapan publik kecuali administrator sekolah memiliki

1
gagasan yang jelas tentang apa itu dan mereka bisa melakukan sehingga membuat
perbedaan.

Penelitian tentang Pengawas secara umum sangat jarang, sedangkan


penelitian tentang peran kepemimpinan pengawas masih sedang dilakukan. Hanya
segelintir penelitian yang dilakukan selama 15 tahun terakhir meneliti peran
kepemimpinan instruksional pengawas. Studi sistematis beberapa perilaku peran
pengawas telah dimanfaatkan Mintzberg aktivitas kerja methodology. Sementara
penelitian ini telah membuat kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman sifat
tugas-tugas administrasi kepala eksekutif, mereka memberikan jalan baru pada
peran kepemimpinan instruksional dari pengawas atau dampak organisasi mereka.

C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini mengkaji kepemimpinan instruksional dari 12
pengawas sekolah. Konsep yang diambil dari studi efektivitas sekolah dan dari
literatur organisasi pada koordinasi dan kontrol yang digunakan untuk memandu
pengumpulan dan analisis data yang menggambarkan praktik kepemimpinan
instruksional pengawas dari 12 kabupaten yang paling efektif di California.

Pertama, dari literatur tentang kontrol organisasi umumnya dan di sekolah


khusus sembilan fungsi kontrol dikembangkan. Ini diselenggarakan untuk
mewakili metode yang pengawas dalam mengkoordinasikan dan mengendalikan
kegiatan kerja administrator tingkat situs. Hal tersebut yaitu: seleksi, sosialisasi,
pengawasan, evaluasi, penghargaan/sanksi, tujuan, alokasi sumber daya, kontrol
perilaku, dan spesifikasi teknologi.

Kedua, menggunakan prosedur yang dijelaskan oleh Bossert dan rekan-


rekannya, tingkat kabupaten "pengganti" untuk tingkat sekolah faktor efektivitas
pembelajaran dikembangkan. Pertanyaan dikembangkan sekitar efektivitas
"analog" yang ditempatkan di bawah fungsi kontrol yang tepat. Di tempat lain
kami telah menyajikan temuan pada isu-isu koordinasi dan kontrol di wilayah-
wilayah yang efektif. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk
menggambarkan pola kepemimpinan instruksional yang digunakan oleh 12
pengawas tersebut.

D. Prosedur Penelitian
1. Mengidentifikasi Sekolah Efektif Distrik
Penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif data terutama dari
wawancara dengan pengawas dari 12 distrik sekolah sukses di California.
Meskipun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan praktik
kepemimpinan instruksional pengawas, minat dampak organisasi
pengawas dipandu pemilihan sampel. Secara khusus, peneliti tertarik
sampel kabupaten sekolah yang akan memungkinkan untuk menghasilkan
proposisi mengenai praktik yang mungkin membedakan lebih dan kurang

2
berhasil bentuk organisasi dan administrasi di tingkat kabupaten. Jadi
peneliti berusaha untuk mengidentifikasi kabupaten sekolah yang sangat
efektif.

2. Instrumen
Instrumen wawancara standar dijadwalkan dan dikembangkan untuk
menilai peran kepemimpinan instruksional pengawas. Ini dirancang untuk
digunakan dengan pengawas sekolah. Pertanyaan yang terutama terbuka
berakhir dan diselenggarakan di bawah sembilan fungsi kontrol dicatat
sebelumnya. Isi dari pertanyaan itu berasal dari bekerja pada kontrol
organisasi dan pada sekolah-sekolah dan kabupaten yang efektif.

3. Pengumpulan Data
Wawancara dilakukan terhadap pengawas 12 kabupaten di kantor mereka
selama bulan Juli 1984. Wawancara berkisar antara dari 2 sampai 3 ½ jam
dengan rata-rata 2 ½ jam. Setelah setiap sesi wawancara, sekitar 2 jam
dihabiskan meninjau catatan dan membuat klarifikasi. Semua wawancara
direkam untuk analisis lebih dalam oleh tim peneliti. Selain wawancara,
kabupaten diminta untuk memberikan data arsip berikut: pernyataan tujuan
kabupaten, formulir evaluasi pokok, sampel evaluasi dari kepala sekolah,
surat kabar kabupaten untuk tahun ajaran 1983-1984, agenda dan menit
dari pertemuan para kepala sekolah dari 1983-1984 tahun sekolah, dan
bagan organisasi kabupaten. Sejumlah kabupaten dengan sukarela
memberikan informasi tertulis lainnya seperti program guru evaluasi dan
kebijakan kabupaten dan peraturan pada sejumlah hal, misalnya, pekerjaan
rumah.

E. Analisis Data
Dua pendekatan dalam menganalisis data yang digunakan dalam penelitian
ini. Setiap wawancara dengan pengawas dianalisis secara individual di semua
fungsi kontrol untuk menentukan tema, faktor, dan karakteristik kepemimpinan
instruksional yang muncul pada saat itu di kabupaten tertentu. Selanjutnya, 12
potret kabupaten diperiksa sebagai kelompok untuk menentukan apakah tema
kepemimpinan instruksional yang jelas di seluruh sampel. Pada tahap kedua dari
analisis ini, peran pengawas sebagai pemimpin instruksional dalam setiap fungsi
kontrol terpisah diperiksa di 12 kabupaten. Setelah sembilan bagian di dua belas
kecamatan dilakukan peninjauan untuk konsistensi tema kepemimpinan
instruksional dalam fungsi kontrol, analisis vertikal tema yang dibuat. Kekayaan
tanggapan terhadap pertanyaan berakhir terbuka memberikan data pada sejumlah
tema dan memfasilitasi pengembangan sejumlah tipologi. Dalam analisis tema
sejumlah taktik analisis data kualitatif lainnya yang bekerja, termasuk
menghitung, kluster, membuat metafora, variabel, dan membuat
konseptual/teoretis referensi.

3
F. Pembahasan/Hasil
Pengawas melaporkan bahwa mereka secara aktif terlibat dalam mengelola
dan mengarahkan kegiatan inti teknis di kabupaten mereka. Mereka menggunakan
berbagai alat kepemimpinan langsung dan tidak langsung. Mereka menguasai
pengembangan tujuan baik di tingkat kabupaten dan sekolah; mereka berpengaruh
dalam membangun prosedur untuk pemilihan staf; mereka mengambil tanggung
jawab pribadi untuk pengawasan dan evaluasi kepala sekola; dan mereka teratur
dalam memantau kabupaten dengan fokus instruksional dan kurikuler yang luas.

Secara rinci analisis dari masing-masing fungsi pengawas sebagai berikut.


1. Menetapkan tujuan dan membangun harapan dan standar.
Ada sejumlah titik penting tentang tujuan di kabupaten ini. Pertama,
mereka cenderung berfokus pada kurikulum dan pengajaran. analisis
dokumen laporan tujuan mengungkapkan bahwa sekitar dua pertiga dari
tujuan tingkat kabupaten yang berorientasi pada isu-isu inti teknis. Analisis
laporan pengawas tentang tujuan yang paling signifikan mengungkapkan
bahwa tiga perempat ditangani dengan kurikulum dan pengajaran. Kedua,
pengembangan tujuan tingkat kabupaten terutama kegiatan internal. Proses
ini umumnya dipimpin oleh inspektur dan sering terlibat kolaborasi tim
administrasi pengawas dan Dewan Pendidikan. Ada sedikit bukti
penggunaan ekstensif guru atau masukan masyarakat. Ketiga, pengawas
percaya bahwa tujuan kabupaten sangat dipengaruhi kedua kegiatan
tingkat situs kabupaten dan. Pada skala 1 sampai 10, dengan 10 menjadi
"besar," mereka dinilai kabupaten gol pengaruh atas alokasi anggaran di
8,7. Mereka mencetak pengaruh tujuan kabupaten atas kegiatan tingkat
sekolah pada 8,0. Hal ini tampaknya menjadi signifikan karena mereka
dinilai pengaruh aturan kabupaten diundangkan dan prosedur atas kegiatan
tingkat sekolah di hanya 4,6. Jadi, meskipun data yang menguatkan dari
tingkat sekolah dan kelas tidak diperoleh, misi tingkat kabupaten yang
kuat untuk meningkatkan pembelajaran muncul untuk dipromosikan oleh
pengawas tersebut.

2. Memilih staf
Pengawas di 12 kabupaten ini sering terlibat dalam pemilihan guru baru
dan hampir selalu terlibat dalam pemilihan administrator baru. Salah satu
kegiatan utama dari pengawas di daerah ini adalah pengembangan kriteria
seleksi dan prosedur. Pengawas melaporkan bahwa keterampilan dalam
mengelola kurikulum dan pengajaran diikuti oleh keterampilan hubungan
manusia paling dicari faktor di calon administratif baru. Pengawas tidak
memberikan penilaian keterampilan ini untuk kesempatan. Prosedur
berkembang dengan baik berada di tempat di sebagian besar kabupaten. Di
satu distrik SD misalnya, selain pemutaran kertas dan pemeriksaan latar
belakang, pelamar diminta untuk melanjutkan melalui dua wawancara, dan
mengambil dua tes tertulis, yang diukur keterampilan menulis umum dan

4
lain yang dievaluasi pengetahuan kurikulum. Di dua kabupaten kandidat
diminta untuk menganalisis rekaman supervisi klinis untuk menunjukkan
pengetahuan mereka tentang pengawasan dan evaluasi guru.

3. Mengawasi dan mengevaluasi staf


Sepuluh dari pengawas di IESD (Intructionally Effective School District)
ini memiliki tanggung jawab utama untuk pengawasan dan evaluasi dari
kepala sekolah dan lain aktif terlibat. Sembilan pengawas melaporkan
mengunjungi sekolah-sekolah lebih dari 100 kali dalam setahun dan tiga
ini membuat lebih dari 200 kunjungan ke sekolah setiap tahun. sebagai
bagian dari proses pengawasan, mereka secara teratur bertemu dengan
kepala sekolah masing-masing, dengan tujuh dari dua belas melakukan
lebih dari 25 pertemuan tersebut dengan masing-masing kepala sekolah
sepanjang tahun. Mereka juga menghabiskan jauh lebih banyak waktu di
situs sekolah, dan 25 pertemuan dengan masing-masing sekolah sepanjang
tahun.

4. Menetapkan fokus instruksional dan kurikuler.


Pembentukan pendekatan yang lebih disukai untuk instruksi dan
pengembangan sistem harapan kurikuler dua metode yang umum
digunakan untuk membawa kejelasan untuk operasi inti teknis di
kabupaten tersebut. Tujuh dari dua belas pengawas memiliki metode yang
disukai pengajaran yang mereka harapkan. Dua orang lain memiliki
filosofi pembelajaran yang lebih disukai yang mirip dengan jumlah model
yang digunakan dalam tujuh kabupaten.

Pengawas juga melaporkan mengerahkan pengaruh besar atas


kurikulum yang digunakan di masing-masing sekolah. Misalnya, delapan
kabupaten memiliki sistem tujuan kurikulum yang luas bahwa guru
diharapkan untuk membuat fokus belajar mereka. Selain itu, delapan
pengawas mengatakan bahwa adopsi buku teks tunggal dibuat di tingkat
kabupaten dan bahwa semua guru diminta untuk menggunakan teks adopsi
tersebut. Dua kabupaten lain diperbolehkan guru untuk memilih dari
sejumlah buku teks, umumnya dua. Akhirnya, di semua kabupaten yang
digunakan tes standar, sekolah diminta untuk menggunakan instrumen
kabupaten yang dipilih.

5. Pemantauan kurikulum dan pengajaran.


Pengawas melakukan pertemuan baik terhadap individu maupun
kelompok untuk memeriksa pelaksanaan kegiatan inti teknis tingkat
sekolah. Beberapa pengawas dari kabupaten kecil yang dikumpulkan
produk kerja dari sekolah. Banyak dari pengawas kegiatan yang dilakukan
untuk memeriksa kemajuan tujuan sekolah sepanjang tahun dan
pemeriksaan kurikulum dan pengajaran.

5
G. Kesimpulan
Pengawasan di sekolah kabupaten bukan hanya produk dari kontrol
birokrasi. Minimal ada bukti bahwa kolaborasi proses/kolegial dan perhatian
pada aspek simbolis dan budaya organisasi dapat meningkatkan derajat dalam
sistem organisasi. Penelitian di masa depan perlu memeriksa jangkauan dan
kombinasi cara dengan sistem ketat dan dipelihara. Kita tidak bisa terus
membatasi pandangan tentang sistem ketat ditambah dengan birokrasi. Selain
pekerjaan kita sendiri, penelitian terbaru oleh Hart dan Ogawa membuat kita
percaya bahwa analisis pengambilan keputusan pola dalam organisasi dapat
menjadi kunci dalam menjelaskan bagaimana sistem ketat ditambah
mempertahankan orientasi tujuan dalam menghadapi ketidakpastian teknis dan
lingkungan.

Di sekolah-sekolah kabupaten yang efektif membuat kita percaya bahwa


satu-satunya ketergantungan pada kontrol birokrasi akan cukup untuk
mempromosikan dalam organisasi pendidikan. Metode lain menanamkan
makna dalam peristiwa organisasi yang diperlukan untuk memberikan
kehidupan untuk kontrol birokrasi. Di sisi lain, juga tampaknya bahwa
kepemimpinan dan kolaborasi proses simbolik dalam dan dari diri mereka
sendiri akan menyediakan mekanisme yang tidak memadai untuk mencapai
dan mempertahankan misi kabupaten. Tampaknya ada masa kritis kontrol
birokrasi yang diperlukan untuk menahan unit organisasi bersama-sama di
sekolah kabupaten. Tanpa masa kritis ini, mekanisme lainnya tampak tidak
mampu mempertahankan sistem yang ketat. Perlu dicatat bahwa komposisi
massa kritis ini tidak perlu sama untuk semua kabupaten dan bervariasi sesuai
dengan status sosial ekonomi masyarakat.

6
Implementasi Program Supervisi Pendidikan
(Studi Kasus pada Sekolah Dasar Distrik Merauke)
(Welhelmina Jeujanan – Yohanis Endes Teturan)
Ilmu Administrasi Negara, Fisip – Universitas Musamus Merauke, p. 136 - 152

A. Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan program
kebijakan pendidikan Sekolah Dasar dan faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi program pengawasan Sekolah Dasar. Penelitian ini dilakukan di
Kabupaten Merauke. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif menggunakan wawancara mendalam, penelitian deskriptif dimaksudkan
untuk menggambarkan data penelitian sesuai dengan variabel yang akan diteliti,
tanpa pengujian hipotesis. Model analisis data terdiri dari tiga komponen: reduksi
data, penyajian data, dan kesimpulan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah pelaksanaan program pengawasan untuk pengawas di
Sekolah Dasar di Kabupaten Merauke. Hasilnya menunjukkan bahwa belum
berhasil karena tidak adanya program kerja yang jelas yang diterima langsung
atau tidak langsung untuk sekolah. Sehingga semua kegiatan dilakukan hanya
menyebabkan pikiran sendiri yang tidak melalui perencanaan yang baik. Dan
situasi ini juga mempengaruhi situasi politik.

B. Pendahuluan
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan
nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk perkembangan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional 1997, kegiatan supervisi ini
dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus
Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5 -
8 Sekolah Dasar. Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan
kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, diantaranya
administrasi sekolah meliputi:
1. Bidang Akademik, menyusun program tahunan dan semester;
2. Bidang Kesiswaan, mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru
berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru;

7
3. Bidang Personalia, mencakup kegiatan: mengatur pembagian tugas guru;
4. Bidang Keuangan, mencakup kegiatan: menyiapkan rencana anggaran dan
belanja sekolah;
5. Bidang Sarana dan Prasarana, penyediaan dan seleksi buku pegangan
guru;
6. Bidang Hubungan Masyarakat, kerjasama sekolah dengan orang tua siswa.

Program Supervisi Pendidikan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Dasar


pada Distrik Merauke, ditemui belum optimal, masalah yang nampak bahwa
dalam pelaksanaan program, pengawas (supervisor) tidak berdasarkan suatu
pedoman/petunjuk, pengawas tidak memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)
yang jelas, pelaksanaan program supervisi tidak pernah terprogram atau terencana
dengan baik, pengawas melakukan adanya pelaksanaan Ulangan Umum Semester
(UUS) & Ujian Ebta serta Ebtanas, daya pemahaman pengawas tentang program
supervisi masih rendah, pengawas jarang ke sekolah dan ke sekolahpun ada yang
mewakili bukan pihak pengawas yang sebenarnya, hubungan kerja antara
pengawas dengan pihak sekolah tidak harmonis karena sistim perekrutan
pengawas tidak sesuai dengan prosedur dari pihak Dinas Pendidikan, perekrutan
bukan berasal dari guru yang senior tetapi direkrut sistim kekeluargaan. Pada
Distrik Merauke Kabupaten Merauke terdapat 13 Sekolah Dasar Negeri, 24
Sekolah Dasar Swasta, 358 guru SDN- 375 guru swasta, dan 5.364 murid SDN-
7.138 murid swasta.

C. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif menurut Moleong (2010:4), adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Mereka mengatakan pula bahwa pendekatan ini
diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Selain itu,
Moleong (2010:11-12), mengatakan bahwa penelitian kualitatif lebih banyak
mementingkan segi proses dari pada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan
bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam
proses.

D. Informan Penelitian
Penelitian ini ingin menguraikan tentang,”Implementasi program supervisi
pendidikan sekolah dasar di Distrik Merauke Kabupaten Merauke”. Dengan
demikian yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke, 2) Korwas
(Koordinator Pengawas), 3) Kepala-kepala Sekolah dan 4) Guru.

E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Merauke khususnya wilayah Distrik Merauke, dalam jangka waktu 4 Bulan mulai
bulan September – Desember 2013.

8
F. Sumber Data
Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan untuk dikaji
dalam penelitian ini, akan dilakukan dengan data kualitatif. Informasi akan digali
dari berbagai sumber.
1. Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap informan yang
ditentukan yang hubunganya dengan pelaksana program supervisi
pendidikan di Distrik Merauke.
2. Data sekunder diperoleh melalui kajian pustaka dokumentasi, dan data dari
instansi terkait sesuai dengan kebutuhan data dalam penelitian ini.

G. Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
diteliti, maka dalam peneltian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Observasi (pengamatan). Teknik pengumpulan data melalui pengamatan di
lokasi yang diteliti secara langsung. Adapun pengamatan yang dilakukan
berhubungan dengan hasil-hasil kegiatan serta dengan proses kegiatan
program pengembangan, yaitu dengan melihat kegiatan-kegiatan
pelaksanaan program.
2. Studi Dokumentasi. Mengumpulkan data dengan jalan meneliti melalui
dokumen-dokumen, buku dan literatur yang ada, yang berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti.
3. Wawancara mendalam. Teknik pengumpulan data untuk informasi dengan
cara mengadakan tanya jawab secara langsung dan mendalam dengan
informan atau nara sumber yang dianggap berkompeten terhadap sesuatu
permasalahan. Dengan demikian dimungkinkan wawancara dilakukan
secara berulang untuk melengkapi data yang telah diperoleh sebelumnya.

H. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini, data akan dianalisis secara deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian secara deskriptif ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan
data penelitian sesuai dengan variabel-variabel yang akan diteliti, tanpa
melakukan pengujian hipotesa. Dalam model analisis data terdiri atas tiga
komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Penjelasan ketiga komponen tersebut sebagai berikut :
1. Reduksi data, merupakan proses seleksi pemfokusan, penyederhanaan dan
abstraksi data yang ada dalam field note (catatan di lapangan).
2. Penyajian data, merupakan suatu rangkaian argumentasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Penyajian data
yang sering digunakan pada data kualitatif adalah dalam bentuk tabel
naratif.
3. Penarikan kesimpulan, merupakan suatu usaha menarik konklusi dari hal-
hal yang ditemui dalam reduksi maupun penyajian data.

9
I. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Program Supervisi Pendidikan Tingkat Sekolah Dasar di
Distrik Merauke.

a. Supervisi Manajerial
Esensi supervisi manajerial adalah pemantauan dan pembinaan
terhadap pengelolaan dan administrasi sekolah. Demikian juga seperti
petikan hasil wawancara yang disampaikan oleh informan Kepala
UPTD Wilayah I Merauke bahwa;
“Ada 4 pengawas yang ada pada wilayah I Merauke, 48 SD
Merauke 1, Merauke 2 pengewas 3, pengawas 4 sota nokenjeray,
narariwu, yang mana mereka sudah terbagi. kemudian menyakut
dana begitu kecil dengan menggunakan kendaraan menuju
Erambu, Toray, Rawa Biru, Kondo, Kemudian para pengawas
juga di bekali dengan hal-hal baru ada beberapa pengawas
berangkat untuk mengikuti diklat, sehingga mampu menjawab
kebutuhan yang ada.

Dilklat perlu dibekali dengan proses pembelajaran yang baru


sehingga perlu kedepan dilakukan rekrutmen jangan dilihat dari
senioritas hal ini mempengaruhi para pengawas dimana faktor usia yang
mempengaruhi sehingga berdampak pada kualitas pengawasan itu
sendiri, kedepan perlu dilakukan rekrutmen sehingga tidak dilakukan
seperti yang sudah berjalan sekarang, sehingga kedepan peningkatan
mutu pendidikan di SD akan baik. Faktor senioritas sangat diperlukan
sehingga ditunjuk/diangkat menjadi pengawas hal ini berdampak
kepada program pengawasan itu sendiri, kedepan bagaimana dilakukan
pengawasan tidak dilihat dari senioritas tetapi dilihat pada kemampuan
individu seseorang untuk dijadikan sebagai pengawas pada tingkat SD
sehingga mutu pencapaian juga bisa ditingkatkan, ada juga faktor lain
adalah kepentingan politik dimasukan kedalam proses perekrutan
tersebut sehingga berpengaruh pada kualitas dari program pemgawasan
itu sendiri”. (Tanggal 5 Desember 2013).
Mengamati apa yang disampaikan oleh informan tersebut melalui
hasil wawancara bahwa penentuan pengawas sebenarnya dilihat dari
faktor senioritas bukan faktor karena keluarga, kenalan, ataupun karena
politik, namun dasar hukum penunjukan legalitasnya pengawas
tercantum dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 16 Tahun 1994
tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
Hal ini menunjukan bahwa penunjukan pengawas seperti yang
dilakukan oleh pemerintah kabupaten Merauke yang tidak berdasarkan
peraturan yang ada maka sangat berpengaruh kepada kualitas
pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) di wilayah I Merauke. Apalagi
sistim penunjukanpun sangat terpengaruh oleh politik, dimana faktor

10
kekuasaan sangat berperan sehingga politik merupakan faktor utama
dalam pengambilan keputusan:
“Ditambahkan pula oleh KUPTD bahwa pengawas di wilayah ini
mereka jarang hadir di kantor, satu minggupaling tinggi hanya
sekali, dan mereka justru banyak baraktifitas di luar kantor,
sehingga pada saat dibutuhkan kemudian akan dihubungi via
telefon. Pernyataan ini menandakan pula bahwa ketika para
pengawas jarang kekantor, apa yang mereka kerjakan? Dan ini
berpengaruh pula pada kualitas kerja mereka.“

Lain halnya dengan informan Kepala Sekolah SD Polder melalui


hasil wawancaranya bahwa:
“Mereka jarang sekali datang, kadang pengawas pantau tetapi
tidak masuk kelas hanya mereka lihat saja setelah itu mereka
pulang. Kalau saya supervise kelas jarang sekali terjadi kalau
memantau sekolah tentang proses belajar, kemarin ada pengawas
pendamping kurikulum yang datang, pengawas tersebut masuk
pada kelas yaitu kelas 1 dan 4 melihat proses belajar mengajar
dimana kelas tersebut menjadi kelas percontohan kurikulum 2013
sehingga mereka turn memantau langsung ke kelas tersebut dan
pengawas tersebt jarang sekali datang ke sekolah”. (Tanggal 9
Desember 2013).

Mengacu pada pernyataan di atas bahwa pihak sekolah merasa


resah karena kurang adanya kepedulian dari pengawas tentang tugas
dan tanggungjawabnya, seperti yang tertuang dalam Kep. MENPAN
No. 118 tahun 1996 Pasal 2, tugas pokok pengawas adalah menilai dan
membina penyelenggaraan pendidikan pada sekolah tertentu baik negeri
maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas menilai dan
membina bukanlah tugas yang ringan, yang sekedar datang berkunjung
ke sekolah untuk berbincang-bincang sejenak dan setelah itu pulang
tanpa ada tidak lanjutnya. Tugas menilai dan membina membutuhkan
kemampuan dalam hal kecermatan melihat kondisi sekolah, ketajaman
analisis dan sintesis, ketepatan memberikan treatment yang diperlukan
serta komunikasi yang baik antara pengawas sekolah dengan setiap
individu di sekolah. Arti pembinaan sendiri adalah memberikan arahan,
bimbingan, contoh dan saran dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah,
untuk itu diperlukan keteladanan dari pihak pengawas sekolah dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan kemampuan-kemampuan tersebut
diharapkan pengawas sekolah dapat menjadi partner kerja yang serasi
dengan pihak sekolah dalam memajukan sekolahnya, bukan menjadi
seorang “pengawas” yang menakut-nakuti pihak sekolah.
Berbeda dengan pernyataan yang disampaikan melalui hasil
wawancara oleh informan Kepala Sekolah SD Bampel bahwa :
“Pada tahun-tahun yang lalu supervise berjalan tetapi tidak
kontinyu tetapi sesekali kepada kepala sekolah, contoh saja

11
mereka bisa lakukan kegiatan supervise pada sekolah di luar kota
seperti ditanah miring tetapi di kota mereka tidak lakukan
pengawasan, pada hal sekolah di kota juga membutuhkan mereka,
tatapi mereka tidak datang mereka pikir sekolah yang ada di kota
semuanya sudah bagus tapi kami sangat membutuhkan hal
tersbut. Program bermutu apabila mereka datang tetapi kehadiran
mereka karena program tersebut. Pada saat ujian akhir
keterlibatan langsung karena di dalam kota tidak pernah hadir
atau kontinyu/terjadwal tugas pengawas” . (14 Tgl Desember
2013).

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diamati bahwa pengawas


dalam menjalankan tugasnya hanya khusus pada saat Ujian Akhir,
padahal kehadiran mereka bukan hanya pada saat Ujian. Ditambahkan
pula oleh informan tersebut bahwa karena tidak adanya kunjungan yang
baik dari pihak pengawas sehingga ada sebagian guru pada sekolah
tersebut mengatakan bahwa mereka bahkan belum mengenal para
pengawas wilayah ini.
Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah, Berdasarkan Amanat
Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2005 Dan Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Dan Pengawas, khususnya yang
berkaitan dengan tugas guru dan pengawas. Agar pemenuhan tugas
guru dan pengawas dapat direalisasikan dengan baik, maka perlu
pemahaman yang sama antara berbagai pihak yang berkepentingan.
Untuk itu diperlukan sebuah pedoman yang dapat menjadi acuan bagi
guru, pengawas, kepala sekolah, dinas pendidikan yang terkait dengan
pelaksanaan tugas guru dan pengawas.
Selanjutnya melalui beberapa hasil wawancara di atas dapat
disimpulkan bahwa, pengawas pada wilayah I Merauke dalam
menjalankan tugasnya belum sesuai dengan peraturan yang ada.

b. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Program


Sesuai dengan apa yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
upaya menjelaskan apa yang terjadi selama pelaksanaan dilakukan
dengan mengidentifikasi faktor faktor yang berpengaruh. Dalam
mengidentifikasi hal ini ditekankan pada faktor yang berkaitan dengan
beberapa hal yaitu: Komunikasi dan Sumber Daya.

c. Faktor Berpengaruh yang Berkaitan dengan Komunikasi.


Dalam kaitannya dengan faktor komunikasi, kenyataannya
persoalan ini juga menjadi faktor yang berpengaruh dan yang cukup
dirasakan oleh pelaksana maupun penerima program. Hal ini berkaitan
dengan pedoman pelaksanaan program supervisi pendidikan yang tidak
dimiliki oleh para pengawas.

12
Komunikasi yang sering dilakukan yakni ada 2 jenis bentuk
komunikasi yang secara umum diterapkan diberbagai organisasi antara
lain; komunikasi tertulis dan komunikasi lisan, agar memperlancar
segala aktifitas pada organisasi tersebut. Namun hal ini tidak dilakukan
dengan baik oleh para pengawas wilayah I Merauke seperti
diungkapkan oleh informan (Kepala UPTD) berikut:
“Penyaluran komunikasi yang dilakukan oleh para pengawas
sendiri tidak begitu jelas, sering ditunjuk beberap orang pengawas
saja untuk mengikuti kegiatan diklat yang nantinya memberkan
informasi kepada pengawas yang lain tetapi hal ini tidak dilakukan
sebuah komunikasi yang baik kepada semua pengawas, dan
kegiatan yang diikuti tersebut mereka tidak mengifomasikan
kepada semua pengawas, tetapi mereka menyembunyikan
informasi tersebut untuk mereka sendiri.”
(Tanggal 05 Desember 2013).

Mencermati hasil wawancara yang dilakukan oleh informan di atas


bahwa, komunikasi yang diterapkan oleh pihak pengawas belum sesuai
dengan mekanisme/prosedur yang ada, tetapi hanya melalui penunjukan
langsung tanpa ditapis sesuai kebutuhan dan dasar dari pengawas
tersebut. Dan kelihatan pula bahwa tidak ada dorongan/fungsi control
bagi para pengawas yang mengikuti kegiatan pelatihan dan lain-lain
agar hasilnya akan disoialisasikan.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa kinerja pengawas
dinilai sangat rendah akibat dari tugas dan fungsi mereka tidak
diperankan secara baik. Seperti yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Penugasan Pengawas.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 54
ayat (8) dan (9) pengawas terdiri dari Pengawas Satuan Pendidikan,
pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran.
Ruang lingkup tugas pengawas adalah melakukan pembimbingan
dan pelatihan profesional guru dan pengawasan yang ekuivalensinya
dengan 24 (dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1
(satu) minggu yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Tugas pokok pengawas satuan pendidikan adalah melakukan
pengawasan manajerial terdiri dari pembinaan, pemantauan (standar
pengelolaan, standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana, standar
pendidik & tenaga kependidikan) dan penilaian kinerja sekolah pada
satuan pendidikan yang menjadi binaannya. Dilihat dari tugas pengawas
yang ada maka diharapkan pengawas harus menunjukan perannya agar
kualitas pendidikan pada tingkat SD di daerah ini bias meningkat.
Seperti ditambahkan pula oleh informan tersebut bahwa pengawas tiba
di sekolah hanya tepat pada kegiatan pelaksanaan Ujian. Itupun tidak
ada pemberitahuan untuk pihak sekolah dan mereka hanya kaget
dengan kehadiran para pengawas. Hal Yang Mirip disampaikan pula
oleh informan Kepala Sekolah Budi Mulia berikut ini bahwa:

13
“Sebagai kepsek menilai sudah bagus artinya sementara ujian
mereka datang, ujian semester, ujian nasional, mereka sendiri juga
punya andil di sekolah kami karena mereka datang Program dinas
kalau dikatakan program tertulis tapi tidak datang tiba-tiba
bagaimana, kami pihak sekolah tetap terbuka program namun tidak
beritahu ke kita untuk melihat situasi di lapangan”.
(Tanggal 12 Desember 2013).
Dari kutipan hasil wawancara di atas mengatakan bahwa pada
prinsipnya pihak sekolah sangat membutuhkan kehadiran para
pengawas dan selalu menunggu kedatangan mereka namun mereka
tidak hadir pula. Hal ini merupakan kelemahan pengawas tentang
kurangnya kesadaran dalam menjalankan tugas mereka.
Melalui penelitian yang kami lakukan ternyata kejadian di
lapangan bahwa kantor para pengawas SD wilayah I Merauke jarang
sekali pintunya terbuka. Berulang kali kami kunjungi namun
menemukan hal yang sama. Diamati dari beberapa hasil wawancara di
atas maka dapat disimpulkan bahwa pengawas wilayah I Merauke
dalam melaksanakan tugasnya belum mampu membangun komunikasi
yang baik antara mereka dengan pihak sekolah dalam bentuk tertulis
maupun lisan.
d. Faktor berpengaruh yang berkaitan dengan Sumber daya
Sumber daya merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, baik itu sumber daya manusia maupun
sumber daya finansial. Namun bagaimana cara pengelolaan atau
pemanfaatan kedua sumber ini dalam suatu pelaksanaan tugas.
Pengelolaan sumber daya pada lingkungan dinas pendidikan khususnya
pengawas pada wilayah Merauke, terlihat sangat rendah seperti nampak
pada hasil wawancara dengan seorang informan (Kepala UPTD)
sebagai berikut.
“Kedepan perlu dilakukan semacam diklat melibatkan para
pengawas dimana setelah berakhirnya kegiatan diharapkan
menginformasikan kepada para pengawas yang lain sehingga
informasi tersebut bisa diketahui oleh para pengawas yang lain,
sehingga pelaksanaan program pengawasan bisa berjalan sesuai
yang diharapkan dan membawa dampak positif dan perubahan pada
para pengawas itu sendiri. diikuti oleh para pengawas perlu
dilakukan pengkaderan sehingga informasi itu disampaikan kepada
semua pengawas, memang sudah buat tapi mereka eksekusi
kegiatan agak sulit karena terbentur dengan dana/anggaran dimana
4 orang pengawas mendapat anggaran pengawas hanya berjumlah 5
juta rupiah sedangkan dilihat secara keseluruhan wilayah yang
dilakukan oleh para pengawsan itu sendiri sangant luas dimana
seorang pengawas harus melakukan pengawasan pada 12 SD yang
tersebar pada distrik Merauke hal ini menjadi pemicu, kadang-
kadang mereka menggunakan dana sendiri setelah dana keluar baru
mereka menggantikan.

14
Apakah SDM ke depan perlu dilakukan rekrutmen dimana bukan
ditunjuk oleh kepala dinas nota bene adalah mereka yang sudah lanjut
usia tapi mereka memberikan kepada orang lain yang mempunyai
kemampuan sehingga, program pengawasan tersebut bisa berjalan
dengan baik, kalau hal terus menerus akan mempengaruhi program
pengawsan itu sendiri akibatnya program tidak berjalan semaksimal
mungkin, dimana faktor usia juga menjadi pengaruh dalam pelaksanaan
program tersebut. Selalau saya ajak mereka/teman-teman untuk turun
bersama ke lapangan untuk mengawasi kegaitan yang ada di sekolah,
karena mereka setelah dilantik mereka tidak melakukan pengawasan”.
(Tanggal 05 Desember 2013).

Berdasarkan pernyataan dari informan tersebut di atas dapat


diinterpretasikan bahwa pelaksanaan tugas pengawas tidak ditunjang
dengan dana/biaya, di mana sekolah-sekolah yang harus dikunjungi
tidak semua berada pada posisi kota dan berdekatan. Selain itu faktor
yang utama berperan adalah faktor sumber daya manusia, karena tanpa
adanya sumber daya manusia semuanya akan hampa. Untuk itu
pengawas harus bisa menyusun program kerja agar terencana dengan
baik sesuai dengan kebutuhan. Selain itu kemampuan dalam mengakses
internet. Kemudian peningkatan sumber daya manusia juga dari
peningkatan program pelatihan/pembinaan. Yang termasuk dalam
pengertian sumber daya pendidikan ialah: 1) Ketenagaan; 2) Dana; 3)
Sarana dan prasarana (Kepmen Dikbud Nomor: 0668/U/1089 tentang
Manajemen Terpadu Sumber Daya Pendidikan).
Berbagai usaha perbaikan dan peningkatan kualitas guru baik
melalui lembaga pendidikan maupun melalui penataran pendidikan dan
latihan. Semua usaha itu mengarah kepada pengadaan tenaga guru yang
profesional. Kemudian tercantum pula pada Permendiknas No 12
Tahun 2007 Tanggal 28 Maret 2007 Tentang Standar Pengawas
Sekolah/Mandrash, dan lebih ditekankan lagi pada PP No 19 Tahun
2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 23 ayat 3 yaitu; 1)
Kompetensi Pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam
pengelolaan peserta didik, 2) Kompetensi kepribadian yaitu merupakan
kemampuan kepribadian, 3) Kompetensi sosial yaitu, merupakan
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat, 4) Kompetensi
profesional merupakan kemampuan pengusaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam.
Dari hasil wawancara informan ini dapat di pahami bahwa pihak
pengawas tidak pernah melakukan sosialisasi tentang program atau
dengan kata lain ada pemberitahuan tentang program pengawasan agar
diketahui oleh pihak yang ada. Mencermati apa yang disampaikan oleh
beberapa informan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perhatian
pengawas tidak mengarah kepada tugas dan fungsinya dan tidak pula
seluruh sekolah yang menjadi wilayah kerjanya tidak semua yang
diperhatikan. Sehingga ada sekolah tertentu yang merasa tidak puas

15
dengan kehadiran pengawas tersebut. Dengan demikian kinerja para
pengawas dalam kegiatan supervisinya tidak berjalan sesuai apa yang
diharapkan.

2. Profesional Guru
Profesi guru merupakan suatu bentuk pekerjaan yang elastis yang
harus disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Peningkatan kualitas guru harus senantiasa dilaksanakan untuk
menyesuaikan dirinya untuk dengan perkembangan dan perubahan
zaman. Setiap guru akan segera menyelesaikan segala sesuatu yang
terkait dengan peraturan baru yang diberlakukan, seperti diungkapkan
oleh informan Kepala UPTD, berikut:
“Hasil akhir dari pengawasan, pengetahuan, keterampilan?
Guru berdasarkan UU bahwa kita sebagai pegawai negeri harus
bekerja, karena saya panggil mereka adalah rekan karena mereka selalu
mendorong kepada para pengawas untuk turun ke sekolah-sekolah,
karena guru sekarang tidak bisa seperti guru-guru dulu tatapi mereka
harus melakukan penerapan KTPS sedangkan sudah penerapan
kurikulum 2013 sampai saat ini belum bisa diterapkan tetapi ada
beberapa sekolah yang dijadikan sebagai sekolah percontohan antara
lain adalah SD Impres Gudang Arang, SD Impres Polder, SD Impres
Mopah Baru. Sampai sekarang pengawas SD belum melakukan
pengawasan terhadap semua SD yang ada pada kota mereauke, hal ini
berpengaruh besar terhadap perkembangan pendidikan SD secara
keseluruhan, kebutuhan pengawas selalu terbentur dengan
dana/anggaran sehingga hal ini dijadikan sebagai dasar dalam
melaksanakan kegiatan pengawasan.
Survey awal? ternyata belum ada pengawas yang turun ke sekolah-
sekolah. Penghargaan yang dilakukan oleh beberapa guru sehingga di
anggkat menjadi pengawas SD, hal ini menjadi permasalahan pada para
pengawas dimana mereka masuk pada usia senja yang seharusnya tidak
boleh lagi mereka melakukan pengawasan kepada sekolah tetapi lebih
pada faktor politik yang ada pada daerah ini sehingga menjadi hal
pemicu permasalah dengan demikain, kedepan para pengawas
dilakukan dengan seleksi sehingga pencapain mutu pendidikan SD jauh
lebih baik, ketimbang dianggakat/ditunjuk oleh pimpinan, kedepan
membuat sebuah metode seleksi yang baik sehingga bisa diangkat
mempunyai kualitas dan SDM yang mendukung sehingga kegiatan
pengawasan lebih dimaksimalkan ketimbang diangkat orang-orang
yang dimana 2-3 tahun sudah masuk pada usia pensiun, sehingga
program kegiatan pengawasan tidak berjalan dengan baik, hal ini
menjadi faktor pemicu terjadinya persoalan ditubuh pengawas itu
sendiri ”. (Wawancara tanggal 05 Desember 2013).
Setelah memahami pendapat dari informan tersebut, maka
dipahami bahwa peran pengawas sesuai peraturan yang berlaku tidak
konek karena pengawas dalam menjalankan tugas supervise ternyata

16
tidak memiliki perencanaan yang baik dan program yang baik pula.
Hanya disebut pengawas tetapi tindakannya dipengaruhi oleh situasi
politik. Sesuai pengamatan kami secara langsung di lapangan bahwa
kantor pengawas tidak pernah ada aktivitas dan tidak pernah pintu
kantor terbuka, selama penelitian berlangsung. Sehingga kami
mengalami kesulitan untuk mencari informan langsung dari pengawas.
Seperti yang disampaikan oleh informan Kepsek SD Polder yang
hamper sama pernyataannya sebagai berikut :
“Sangat positif dengan adanya pantauan pimpinan kami guru2
selalu terpacu dengan kegiatan proses belajar, saya rasa guru2
disini sadah layak dan mereka tamat sekolah guru, kalau ada
pemantaun dari atas tidak ada, mereka pengawas karena mereka
senior dlm pendidikan, saya tidak pernah melihat kesulitan mereka
kesulitan karena saya tidak tahu tentang program mereka ”.
(wawancara tgl 09 Desember 2013).
“Ada manfaat positif kami sebagai tanaga pendidikan di SD kami
perlu persiapkan diri, kalau program sekolah saya melakukan
supervis diadakan, saya tidak diberi tahu kepada mereka bahwa
saya melakukan program supervisi internal tentang proses belajar
mengajar di kelas oleh para guru sendiri atau supervisi dadakan.
Kadang saya membuat perbandingan program sekolah dengan
program dinas sehingga kami bisa lakukan sendiri sebelum para
pengawas datang tetapi kami selalu melakukan kegiatan supervisi
internal baik dalam melakukan program sekolah sendiri.
(wawancara tanggal 12 Desember 2013).

Dari hasil wawancara di atas menandakan bahwa pelaksanaan


pembimbingan dan pelatihan profesionalitas guru dilaksanakan paling
sedikit 3 (tiga) kali dalam satu semester secara berkelompok di MGMP
atau KKG. Kegiatan ini dilaksanakan terjadwal baik waktu maupun
jumlah jam yang diperlukan untuk setiap kegiatan sesuai dengan tema
atau jenis keterampilan dan kompetensi yang akan ditingkatkan. Dalam
pelatihan ini diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih
sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran/ pembimbinan.
Kegiatan pembimbingan dan pelatihan profesionalitas guru ini dapat
dilakukan melalui workshop, seminar, observasi, individual dan group
conference, serta kunjungan kelas melalui supervise akademik.

Pendapat yang berbeda dengan informan Kepala Sekolah SD


Bampel sebagai berikut :
“Kami kelompok KKG saya sebagai ketua, saya selalu
diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan diklat, selalu saya
membagikan informasi kepada semua guru dan teman guru yang
pada sekolah kami. Salah satu guru dari kami yang melakukan
program kegiatan afiliasi yang dilakukan oleh Dinas beker jasama
dengan Universitas Negeri Malang. Kami sebagai guru senior

17
selalu memberikan bimbingan kepada para guru-guru muda di SD
sehingga kualitas guru-guru muda meningkatkan dan kami selalu
memberikan dukungan motivasi, dorongan selalu kepada para guru
tersebut.” (wawancara Tanggal 14 Desember 2013).

J. Simpulan dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian di atas maka ada beberapa faktor yang dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan program supervisi bagi pengawas pada sekolah
dasar distrik Merauke, belum berhasil disebabkan karena tidak adanya program
kerja yang jelas yang diterima secara langsung maupun tidak langsung kepada
pihak sekolah. Sehingga seluruh kegiatan yang dilakukan hanya mengarah kepada
pikiran sendiri yang tidak melalui perencanaan yang baik. Tidak adanya
koordinasi yang baik antara pengawas dengan pihak sekolah. Tidak adanya fungsi
kontrol dari pihak dinas terkait kepada para pengawas wilayah distrik Merauke.
Disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Merauke agar lebih memperhatikan
faktor pendidikan melalui kinerja para pengawas, pihak Dinas pendidikan dan
pengajaran agar lebih meningkatkan fungsi kontrolnya secara khusus kepada para
pengawas sekolah dasar wilayah distrik Merauke, agar mutu pendidikan di
wilayah ini lebih baik lagi; dan kepada Dinas pendidikan dan pengajaran agar
melalukan pembinaan khususnya kepada para pengawas agar kualitas kerja
mereka lebih optimal.

18

Anda mungkin juga menyukai