Anda di halaman 1dari 22

PERSPEKTIF TENTANG

PERILAKU KEPEMIMPINAN
YANG EFEKTIF
Bab 3
Penelitian di ohio state university
Perilaku Pemimpin
- Perhatian
Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan mendukung, m
emperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan kes
ejahteraan mereka.
- Memprakarsai struktur
Pemimpin menentukan dan membuat struktur perannya sendiri dan
peran para bawahan ke arah pencapaian tujuan formal
Peniliti michigan
1. Perilaku yang berorientasi tugas
Para manajer yang efektif tidak menggunakan waktu danusahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti para bawahannya. ebaliknya,
paramanajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi%fungsi yang berorientasi pada tugas
yangmerencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasikan kegiatan para bawahan, damenyediakan keperlua, peralatan dan bantuan teknis
yang dibutuhkan.
2. Perilaku yang Berorientasi Hubungan
 Para manajer yang efektif lebih penuh perhatian,mendukung, dna membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengankepem
impinan yang efektif meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa dipercaya., bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami
permasalahan bawahan, membantu
mengembangkan bawahan dan memajukan karir mereka, selalu memberi informasi kepada bawahan,memperlihatkan apresiasi terhadap ide"ide 
para bawahan, dan memberikan pengakuan ataskontribusi dan keberhasilan bawahan. Artinya, para manager menerapkan tujuan dan
pedomanumum bagi para bawahan, tetapi memberikan mereka beberapa otonomi dalam memutuskan caramelakukan pekerjaan dan cara
menentukan kecepatan kerja mereka. &ibert menganjurkan agar manajer harus memperlakukan tiap bawahan dengan cara yang sedemikian rupa
sehingga orangtersebut akan melihat pengalaman itu sebagai sesuatu yang mendukung dan hal tersebut akanmembangun dan mempertahankan
rasa harga diri dan rasa dipentingkan.
3. Kepemimpinan Partisipasif 
Para manager yang efektif menggunakan lebih banyak super!
isikelompok daripada mengendalikan tiap bawahan sendiri"sendiri. Pertemuan berkelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambil
an keputusan, memperbaiki komunikasi,mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik. Peran manajer dalam pertemuankelompok
yang utama adalah harus memandu diskusi dan membuatnya mendukung konstruktif,dan berorientasi pada pemecahan masalah
Kepemimpinan rekan sejawat
• Bower dan Seashore (1966) memperluas penelitian tentang perilaku kepemimpinan
dengan berpendapat bahwa kebanyakan fungsi kepemimpinan dapat dilakukan oleh
orang lain selain pemimpin kelompok yang telah ditunjuk. Menurut Bowers dan
Seashore (1966 hal 249) terdapat pikiran sehat dan juga alasan teoritis untuk
meyakini bahwa seorang pemimpin yang diakui secara ormal melalui perialaku
kepemimpinan penyelianya tersebut menentukan pola kepemimpinan bersama yang
diberikan oleh masing-masing bawahan.
• Bowers dan Seashore adalah peneliti pertama yang menyusun kuesioner untuk
mejelaskan kepemimpinan rekan sejawat dan juga perilaku kepemimpinan oleh
manajer. Survey organization (Taylor dan Bowers 1972) yang telah digunakan secara
luas dalam organisasi oleh para peneliti di University of Michigan, mempunyai skala
yang mengukur dua perilaku yang berorientasi pada tugas (penekanan dan sasaran
pemberian fasilitas kerja).
• v  KETERBATASAN DARI PENELITIAN SURVEI
• Penelitian yang menggunakan kuesioner sejauh inimenggunakan metode umum yang digunakan untuk
mempelajari hubungan antara perilaku kepemmpinan yang bersifat mendasarinya (misalnya, ciri-ciri
kepemimpinan, sikap) atau hasil dari perilaku ini (misalnya, kepuasan dan kinerja bawahan). Namun, sering
sulit diterjemahkan makna dari hasil studi survei ini. Dua sumber kesalahan meliputi keterbatasana kuesioner
dan permasalahan dalam menentukan hubungan sebab akibat (causality).
• a.        Bias dalam Kuesioner Deskripsi Perilaku
• Kuesioner deskripsi perilaku rentan terhadap beberapa jenis bias dan kesalaan (Luthans dan Lockwood,1984;
Schriesheim dan Kerr 1977; Uleman, 1991). Sebuah sumber kesalah adalah penggunaan hah-hal ambigu
(samar-samar).yang dapat diterjemahkan dalam beberapa cara berbeda oleh beberapa responden berbeda.
Kebanyakan kuesioner kepemimpinan memiliki format respon tetap yang meminta responden memikirkan
kembali selama periode beberapa bulan atau tahun dan menunjukan beberapa sering atau berapa banyak
seorang pemimpin menggunakan perilaku yang dijelaskan dalam item tertentu.
• Sumber kesalah lain item-item kuesioner adalah bias respons. Misalnya beberapa responden menjawab setiap
item dengan cara hampir sama meskipun terdapat perbedaan nyata  dalam perilaku pemimpin itu, karena
responden menyukai (atau tidak menyukai) pemimpin
• b.        Menerjemahkan hubungan sebab akibat dalam studi survei
• Sebagian besar penelitian mengenai dampak perilaku kepemimpinan telah mengukur perilaku dengan kuesioner yang diisi oleh para bawahan, dan nilai-nilai perilaku yang dihasilkan
telah dokorelasikan dengan ukuran kriteria yang diperoleh pada titik waktu yang sama.
• v  PENELITIAN PERILAKU TUGAS DAN HUBUNGAN MELALUI EKSPERIMEN
• Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan melakukan eksperimen dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan melatih para pemipin untuk
meggunakan perilaku tertentu. Beberapa eksperimen telah dilakukan dalam suasana laboratorium kepada para mahasiswa universitas (Day, 1971; Day dan Hamblin, 1964; Farris dan
Lim, 1969; Herold, 1977; Lowin dan Craig, 1968; Misumi dan Shirakashi, 1966; Sims dan Manz 1984).penelitian ini memperlihatkan bahwa hubungan sebab akibat beroperasi dalam
dua arah, mdengan perilaku kehasil, dan sebaliknya.
• Keterbatasan dan kebanyakan eksperimen laboratorium mengenai kepemimpinan adalah bahwa eksperimen itu sangant tidak realistis, sehingga sulit menggeneralisasi hasilnya
kepara karyawan dalam organisasi sebenarnya.   Dalam usaha untuk menanggulangi keterbatasan tersebut, dua buah studi telah dilakukan dengan memperkerjakan para mahasiswa
untuk sementara waktu, bekerja paruh waktu, untuk seorang penyelia yang sebenarnya adalah salah satu peneliti.
• Eksperimen lapangan sulit dilakukan pada organisasi yang sebenarnya dan hanya sedikit dari eksperimen itu digunakan untuk meneliti dampak dari perilaku kepemimpinan. Dalam
eksperimen lapangan ini, perialku telah dimanupulasi dengan program latihan. Dalam studi selama 18 bulan terhadap para manajer sebuah pabrik saja, para manajer yang
menerima pelatihan menghsilkan pertimbangan lebih yang banyak dan memerima peringkat kerja yanglebih tinggi dibanding para Manajer pada kelompok kendali (hand & slocum,
1972). Hasilnya tidak pasti untuk perilaku yang berorientasi pada tugas. Pada studi mengenai para penyelia sebuah rumah sakit, pelatihan meningkatkan perilaku pertimbangan dan
menghasilkan kepuasan dan kehadiran lebih tinggi, diukur dua bulan setelah pelatihan (wexley & Nemeroff, 1975). Dalam studi terhadap para penyelia lini pertama, pelatihan
meningkatkan penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi pada hubungan (misalnya, mendengarkan secara aktif, memberi pujian), dan terdapat peningkatan signifikan atas
peringkat kinerja yang dibuat satu tahun setelah pelatihan oleh atasan dari masing-masing penyelia (latham & Saari, 1979). Pada studi terhadap penyelia, pelatihan hubungan antar
manusia menghasilkan lebih banyak penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi pada hubungan (misalnya mendengarkan secara aktif, memberi pujian, konsultasi) dan
peningkatan signifikan sebanyak 17 persen atas produktivitas kerja (produksi per jam) terjadi pada enam bulan setelah pelatihan diselesaikan (Porras &Anderson, 1981). Akhirnya,
pada studi terhadap para penyelia produksi di sebuah parik mebel, produktivitas meningkata (untuk enam bulan hingga 2 tahun setelah pelatuhan) pada tiga dari empat departemen
di mana para penyelianya dilatih untuk menggunakan lebih banyak pujian kepada para bawahannya (Wikoff, Anderson & Crowell, 1983).
•             Ringkasnya, penelitian eksperimental dalam laboraturium dan suasana lapangan menemukan bahwa peningkatan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan
biasanya menghasilkan kepuasan dan produktivitas yang lebih tinggi pada para bawahan. Perilaku yang berorientasi pada tugas tidak dimanipulasi pada banyak studi eksperimental,
dan jika dimanupulasi hasilnya campur aduk dan tidak bisa disimpulkan.
• 2.2              PENELITIAN PERILAKU MENGGUNAKAN PERISTIWA KRITIS
• Dalam kebanyakan studi tentang peristiwa kritis, peristiwa tersebut dikelompokan bersama atas dasar isi perilaku
yang sama, oleh para peneliti atau oleh panel atasa responden. Kategori perilaku yang dihasilkan berbeda besar
dari satu studi dengan studi lainya. Pembeda terseut sebagian disebabkan oleh keragaman pemimpin yang telah
dipelajari, termasuk misalnya penyelia produksi (Gellerman, 1976; Heizer, 1972), para menejer toko kelontong
(Anderson &Nilson, 1964) serta para menejer departemen pada toko-toko enceran (Campell, Dunette, Arvey &
Hellervik, 1973), dan para penyelia karyawan perkayuan (Latham & Wexley, 1977)perbedaan kategori perilaku juga
disebabkan oleh sifat proses klaifikasi yang sembarang (arbitrary) dan subyektif. Meski demikian, penilaian yang
mendalam atas hasil-hassil studi itu memperlihatkan bahwa adanya tinggkat kesamaan diantara studi terseut. Jenis
perilaku pemimpin berikut ini ada dalam seagian besar studi :
• 1.      Merencanakan, mengkoordinasikan operasi
• 2.      Mengawasi bawahan (mengarahkan, memberi instrukssi, memantau kinerja)
• 3.      Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para bawahan
• 4.      Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para atasan, rekan sejawat, dan pihak luar.
• 5.      Menerima tanggung jawab untuk mengawasi kebijakan organisatoriss, melaksanakan tugas yang sibutuhkan,
dan membuat keputusan yang diperlukan.
• v    Keterbatasan Penelitian Peristiwa Kritis
•             Metode peristiwa kritis mempunyai sejumlah keterbatasan. Metode ini mengasumsikan bahwa sebagian esar
responden mengetahui perilaku apa yang penting dan relevean agi efektifitas pemimpin, dan mengasumsikan bahwa
perilaku tertentu itu penting jika sering muncul pada peristiwa yang dilaporkan oleh banyak orang. Namun para
responden terseut dapat bias persepsi mereka tentang apa yang efektif, dan para responden dapat cenderung
mengingat dan melaporkan peristiwa yang konsisten dengan stereotipe mereka atau dengan teori implisit tentang
pemimpin yang efektif. Para peneliti jarang sekali melakukan tindakan lanjut atas studi peristiwa kritis dengan penelitian
tambahan untuk memverifikasi bahwa perilaku terseebut mampu menbedakan antara para pemimpin yang efektif dan
tidak efektif yang yang dipilih berdasarka kriteria yang bebas, misalnya kinerja kelomppok. Pendekatan tindak lanjut
tersebut telah digunakan dengan sukses pada sebuah studi yang dilakukan oleh Latham dan Wexley (1977) terhadap
penyelia dari para pekerja dalam usaha perkayuan.
• Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis didefenisikan berdasar istilah yang
menghubungkan perilaku tersebut dengan persyaratan spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin yang dipelajari.
Mendefenisikan kategori perilaku yang tingkat kekhususan ini memudahkan tujuan, seperti pengembangan alat
penilaian kinerja atau penentuan kebutuhan akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori tersebut antar
studi terhadap berbagai jenis pemimpin. Keterbatasan tersebut dapat ditanggulangi dengan melakukan kodifikasi
peristiwa tersebut dalam kategori perilaku yang ditentukan lebih dulu yang dapat diunkan secara luas, seperti yang telah
dilakukan oleh Yukl dan Fleet (1982). Penggunaan kategori perilaku yang spesifik dan ssituasional dan yang lebih generik
• v  PENELITIAN TERHADAP PEMIMPIN YANG HIGH-HIGH
•             Dalam sebagian besar studi atas perilaku kepemimpinan, para peneliti telah
menggunakan ukuran dan analisis yang mengasumsikan model aditif. Para peneliti ayng
dilakukan di negara-negara barat, hasil model aditif tidak bisa disimpulkan. Perilaku tugas dan
hubungan cenderung terkorelasi secra positif dengan kinerja bawahan, tetapi kolrelasi itu
biasanya lemah (Fisher & Edwards, 1988). Hanya sedeikit studi yang benar-benar telah menguji
interaksi antara perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang terorientasi pada orang, dan
hasilnya tidak konsisten (misalnya, Evans, 1970; Fleishmen & Harris, 1962; Larson, Hunt &
Osborn, 1976). Dalam survei dan studi quasi ekserimental telah memberikan dukunag  yang
lebih konsisten (Misumi, 1985), tetapi model multi plikatif tidak diuji.
• Sebagian rangkuman, penelitian survei hanya memberikan dukungan terbatas bagi usulan
universal bahwa para pemimpin tinggi-tinggi adalah lebih efektif. Sebaliknya, penelitian
deskriptif dari peristiwa kritis dan wawancara sangat menyarankan agar para pemimpin yang
efektif
• v  EVALUASI DARI PENELITIAN MENGENAI MODEL
•             Penelitian survei atas konsekuensin dari perilaku pemimpin tidak memberikan ujian yang memadai mengenai model tinggi-tinggi. Beberapa studi telah
secara langsung menyelidiki apakah kedua jenis perilaku pemimpin itu berinteraksi dalam cara yang saling memudahkan. Bahkan jika sebagian besar studi telah
menyimpulkan analisis demikian, terdapat beberapa keraguan bahwa kuesioner yang digunakan dalam kebanyakan studdi menjadi dasra yang memadai untuk
mengevaluasi teori itu. Studi survei tidak mempertimbangakan kemungkinan bahwa para pemimpin yang efektif menggunakan sebentuk perilaku yang
berorientasi tuagas maupun hubungan (Blake & Mouton, 1982;Sashkin & Fulmer,1988; Yukl, 1989). menurut Blake & mouton, pemimpin efektif bukanlah
seseorang yang secara simultan memperlihatkan dua jenis perilaku yang berbeda, atau seseorang yang berganti-ganti perilaku, tetapi lebih sebagai seseorang
yang memilih bentuk perilaku tertentu yang secara simultan mencerminkan perhatian baik terhadap tugas maupun orang.
•             Sebuah contoh akan membantu memperjelas perbedaan ini. Pemimpin yang tinggi-tinggi (high-high) mendorong para bawahan untuk menetapkan sasaran
yang menantang tetapi realistis mengenai kualitas produk yang luarbiasa bagusnya dan berkonsultasi dengan mereka tentang cara-cara untuk meningkatkan
kualitas. Pemimpin yang tinggi tugas dan rendah hubungan menetapkan sasaran kualitas yang sulit dan menekan para bawahan utuk meningkatkan kualitas.
Pemimpin yang rendah tugass dan tinggi hubungan mengabaikan masalah kualitas tetapi perhatian terhadap bawahan dan berkonsultasi dengan mereka tentang
cara-cara membuat lingkungan kerja menjadi lebih menyenangkan. Pemimpin yang renda-rendah mengabaikan masalh kualitas dan tidak acuh terhadap
kebutuhan dan pilihan para bawahan.
•             Interdependensi biasa menjadi amat kompleks dan tidak selalu mungkin untuk sebelumnya mengintegrasikan perhatian terhadap tugas dan orang. Pilihan
yang sulit harus di lakukan jika serangkaian tindakan memilimiki konsekuensi positif dan negatif. Sebagai contoh, terkadang tindak mungkin mencapai tujuan tugas
kecuali orang diminta untuk membeuat pengorbanan, meninggalkan tunjangan pribadi, da memderita kesulitan berat yang tidak akan mereka sukai. Lebih kagi,
kebanyakan jenis perilaku memiliki hasil yang makin berkurang, dan tingkat optimalnya cara merupakan jumlah maksimum dari setiap perilaku. Sebagai contoh,
biasanya menguntungkan bagi pemimpin bila memperjelas persyaratan peran para bawahan, tetapi pengarahan (“mikromanaging”) yang berlebihan
menyebabkan penolakan, menghalangi inisiatif, dan merendahkan motivasi intrinssik. Biasanya menguntungkan bagi pemimpin jika memberikan dukungan dan
dorongan kepada para bawahan, tetapi sejumlah besar perilaku mendukung (“menjadi terlalu melindungi”) yang berlebihan mendorong ketergantungan,
membatasi perkembangan, dan pada akhirnya dapat menyebabkan penolakan. Model tersebut dan sebagian besar penelitian mengenai hal tersebut tidak
mengakui kebutuhan untuk menyeimbangkan nilai-nilai yang saling bersaing dan tidak menemukan setingkat perilaku yang optimal.
• v  REKONSILASI PENDEKATAN UNIVERSAL dan SITUASIONAL
•           
•   Cara perilaku pemimpin dikonseptualisasikan dan diukur juga mempunyai implikasi terhadap kontroversi mengenai model universal situasional
tentang efektifitas kepemimpinan. Model universal mendalilkan bahwa atribut kepemimpinan tertentu adalah optimal dalam semua situasi,
sedangkan model situasional menyebutkan atribut berbeda berlaku dalam situasi berbeda. Saat Blake n Mouton (1982) menekankan pada aspek
kualitatif yang membedakan perilaku tinggi-tinggi dari kombinasi lainnya, mereka dengan jelas mengakui perlunya para pemimpin memilih
bentuk perilaku yang spesifik yang cocok bagi waktu atau situasi tertentu. Para manajer yang efektif mempunyai perhatian tinggi baik terhadap
tugas maupun orang, namun cara perhatian tersebut diterjemahkan menjadi perilaku berfariasi menurut situasi dan dari satu bawahawn dengan
bawahan lainnya. Jadi, sebuah teori kep[emimpinan mungkin saja memiliki kedua aspek universal dan situasioanal. Bentuk universal dari teori
mereka adalah orientasi nilai yang digunakan oleh manajer yang tinggi-tingi untuk memilih perilaku yang cocok, bukan pola tertentu dari
perilaku tinggi-tinggi yang diterapkan secara otomatis pada semua situasi. Aspek situasional dari teori mereka adalah pemikiran bahwa perilaku
tersebut harus relevan dengan situasi agar dapat menjadi efektif. Namun Blake & Mouton sebenarnya tidak pernah mengembanngkan usulan
yang spesifik mengenai perilaku yang cocok bagi situasi yang berbeda.
•             Dengan memikirkan sifat pekerjaan manajerial (liahat bab 2), menjadi jelas bahwa esensi dari pekerjaan demikian adalah sekelompok
proses yang saling terjalin (yakni, mempengaruhi, menangani informasi, membangun jaringan kerja, dan mengambil keputusasn ) biasanya yang
menyangkut baik masalah tugas maupun hubungan. Dimensi tugas dan hubungan dari perilaku secara konseptual dapat berbeda, namun pada
prakteknya tiap peristiwa perilaku mempunyai implikasi baik terhadap tugas maupun terhadap hubungan. Para manajer telah dibebani tuntutan
yang berlebihan dan harus membagi waktunya dan memilih perilaku yang relevan. Karena itu, para manajer yang efektif akan memiliki perilaku
dapat menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah secara brsama-sama.
• 2.3 TASKONOMI PERILAKU KEPEMIMPINAN
• Sebuah masalah besar dalam penelitian mengenai kandungan dari perilaku kepemimpinan
adalah identifikasi kategori perilaku yang relevan dan berarti bagi semua pemimpin. Dalam
penelitian atas aktivitas manajerial dalm bab 2, kita melihat bahwa setiap studi
menghasilkan sekempulan kategori perilaku yang agak berbeda yang menyulitkan untuk
membandingkan dan mengintegrasikan hail lintas studi. Kondisi yang sama juga terjadi pada
penelitian deskriptif yang ditinjau dalam bab ini. Konsekuensinya empat dekade terakhir ini
telah menyaksikan timbulnya berbagai konsep perilaku yang membingungkan menyangkut
para manajer dan pemimpin (lihat Bass,1990; Fleishman et al.,1991). Terkadang digunakan
istilah berbeda untuk menunjukan ke jenis perillaku yang sama. Pada saat lainnya, istilah
yang sama tersebut telah didefenisikan secara berbeda oleh eragai ahli teori. Apa yang
diperlakukan sebagai kategori perilaku yang umum oleh seorang ahli teori, dipandang
sebagai dua atau tiga kategori berbeda oleh ahli teori lainnya. Taksonomi yang berbeda telah
timbuldari disiplin penelitian yang berbeda, dan sulit sekali untuk menerjem
• v  SUMBER KERAGAMAN ANTAR TAKSOMI
• Terdapat beberapa alas an atas keragaman taksomi yang dikembangkan untuk menjelaskan perilaku
kepimimpinan (Fleishman et,al.,1991;Yukl,1989). Kategori perilaku adalah atribut abstraksi bukannya atribut
berwujud dari dunia nyata. Kategori perilaku di peroleh dari perilaku yang dapat diamati agar dapat
mengorganisasikan persepsi mengenai dunia dan membuatnya menjadi berarti,namun kategori tersebut tidak ada
dalam arti obyektif.Tidak terdapat sejumlah kategori,perilaku yang “benar”.Jadi,taksomi yang di rancang untuk
mempermudah penelitian dan teori tentang efektivitas manajerial mempunyai focus yang agak berbedah dari
taksomi yang di rancang untuk menjelaskan pengamatan atas aktifitas manajerial,atau taksomi yang di rancang
untuk mengkatalogkan tanggung jawab posisi dari para menejer dan para administrator.
• Sumber ketiga dari keragamanantar taksomi perilaku adalah metode yang di gunakan untuk
mengembangkannya.Beberapa taksomi dikembangkan dengan meneliti pola covariance antar butir (item) perilaku
pada kuesioner deskripsi perilaku yang menjelaskan manajer-manajer actual (metode analisis factor), beberapa
taksomi dikembangkan dengan menilai contoh-contoh perilaku kelompok berdasarkankesamaan yang di rasakan
mengenai isi atau tujuan (klasifikasi penilaian judgmental),dan beberapa taksomi dikembangkan melalui
deduksindari teori (pendekatan teoritis-deduktif).Masing-masing metode mempunyai bias tersendiri,dan
penggunaan berbagai metode menghasilkan taksomi yang agak berbeda,bahkan jika tujuannya sama.
• v  Keterbatasan Dari Taksomi Berbasis Faktor
• Analisis factor terhadap kuesioner survey telah digunakan untuk mengembangkan sebagian besar
taksomi perilaku.Ini merupakan perangkat statistic yang berguna,tetapi memiliki beberapa keterbatasan
serius yang membantu menjelaskan kurangnya konsistensi bahkan diantara taksomi-taksomi yang
dikembangkan dengan metode yang sama untuk tujuan bersama.Terdapat jenis prosedur analisis factor
yang berbeda,dan hasilnya terpengaruh oleh piliihan subyektif antar prosedur.Hasilnya juga terpengruh
oleh kandungan darikumpulan butir (item),jumlah ambigiutas dalam butir perilaku,pilihan format dan
respon yang digunakan dalam kuesioner,besaransampel dan identitas responden, pengalaman dan
kerumitan kognitif responden,maksud penggunaan dan kerahasiaan data,dan harapan awal para peneliti.
• Hasil analisis factor atas  kuesioner yang menggambarkan perilaku juga terpengaruh oleh pengalaman
dan kerumitan kognitif responden.Cukup sulit untuk memberikan peringkat perilaku kepimimpinan
bahkan pada kondisi yang terbaik.Orang yang memiliki pengalaman yang terbatas dan teori implicit yang
amat sederhana tentang kepimimpinan efektif tidaklah mungkin memperhatikan dan mengingat aspek
halus dari perilaku pemimpin yang terjadi beberapa bulan atau tahun sebelumnya.Orang yang telah
memahami taksomi yang rumit akan akan
• v  Mengintergrasikan Kerangka Kerja Untuk Menggolongkan Perilaku
• Beberapa penelitian terbaru dinyatakan bahwa taksomi tiga dimensi memberikan cara yang paling hemat dan paling berguna untuk
mengelompokkan perilaku spesifik ke dalam kategori umum (Ekall & Arvonen,1991;Yukl,199a).Taksomi itu merupakan perluasan dari
pendekatan dua factor yang mendominasi sebagian  besar teori dan penelitian awal mengenai perilaku kepimimpinan yang
efektif.Namun seperti dalam jaringan manejerial  dari Blake & Mouton,model yang mendasari menekankan hubungan antara perilaku
dan perhatian pemimipin,bukan hanya kandungan perilaku tersebut
• Pehatian terhadap efisiensi tugsa,hubungan manusia,dan perubahan adaptif dikanseptualisasikan sebagai tiga dimensi idependen
bukannya tiga kategori perilaku spesifik yang saling meniadakan. Perilaku kepimimpinan spesifik akan melibatkan campuran dari tiga
perhatian atau tujuan berikut:
• 1.        Berorientasi Tugas. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan penyesaian tugas,mengguneeakan personil dan sumber daya
secara efisien,dan menyelenggarakan operasi yang teratur dan dapat diandalkan.
• 2.        Berorientasi Hubungan.Jenis perilaku ini terutama memperhatikan perbaikan hubungan dan membantu orang,meningkatkan
kooperasi dan kerja tim, meningkatkan kepuasan kerja bawahan,dan membangun identifikasi dengan organisasi.
• 3.        Berorientasi Perubahan.Jenis perilaku ini terutama meperhatikan perbaikan keputusan strtegis;beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan;meningkatkan fleksibilitas dan inovasi;membuat perubahan besar di bidang proses,produk atau jasa;dan
mendapatkan komitmen terhadap perubahan.
• Ketiga jenis perilaku itu berinteraksi untuk bersama-sama menentukan kinerja unit kerja.Para pemimpim yang efektif menentukan
mana perilaku yang berorientasi tugas,hubungan dan perubahan yang spesifik yang tepat dan sama-sama dapat dibandingkan untuk
situasi tertentu.
• v  Perilaku Tugas Yang Spesifik
• Bagian ini menjelaskan tiga jenis spesifik  yang berorientasi tugas yang sangat relevan bagi kepimimpinan yang efektif.Perilaku itu meliputi: (1)merencanakan,
(2)menjelaskan dan ,(3) memantau Perilaku itu jelaskan dan penelitian mengenai setiap jenis perilaku itu ditinjau secara singkat.
• Ø  Merencanakan Aktifitas Kerja
• Merencanakan berarti memutuskan apa yang harus dilakukan,bagaimana melakukannya,siapa yang akan melakukannya,dan kapan hal itu akan di lakukan. Tujuan
perencanaan adalah memastikan pengorganisasian yang yang efektif atas unit kerja,koordinasi aktifitas,dan penggunaan sumber daya.Merencanakan adalah perilaku
yang didefinisikan dengan luas yang meliputi membuat keputusan tentang tujuan,prioritas,strategi,organisasi kerja,pemberian tanggung jawab,pembuatan jadwal
aktifitas,dan alokasi sumber daya di antara aktifitas berbeda menurut kepentingan relative aktifitas tersebut.Nama-nama khusus terkadang di gunakan untuk subvariasi
merencanakan.Sebagai contoh ,”perencanaan operasional”adalah pembuatan jadwal pekerjaan rutin dan penentuan pemberian tugas untuk hari atau minggu
berikutnya.”perencanaan tindakan”adalah penyusunan langkah tindakan rinci dan jadwal untuk menerapkan kebijakan baru atau menjalankan proyek (lihat panduan
dalam table 3-5).”perencanaan kontijensi”adalah penyusunan prosedur untuk menghindari atau menghadapi potensi permasalahan atau bencana.
Akhirnya,merencanakan juga meliputi bagaimana mengalokasikan waktu untuk tanggung jawab dan sejumlah aktifitas berbeda”(manajemen waktu”).
• Ø  Melakukan Klarifikasi Peran dan Tujuan
•             Melakukan klarifikasi merupakan pengkomunikasian rencana , kebijakan dan harapan peran. Sub-kategori utama dalam melakukan klarfikasi meliputi:
• 1.      Mendifinisikan tanggung jawab dan persyaratan pekerjaan,
• 2.      Menetapkan sasaran kinerja, dan
• 3.      Memberikan tugas-tugas khusus.
• Pedoman bagi setiap jenis pengklarifikasikan dalam tabel 3-6. Tujuan perilaku pengklarifikasian ini adalahuntuk memandu dan mengkoordinasi akrtivitas kerja dan
memastikan agar orang-orang mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaiman melakukannya. Sangatlah penting agar setiap bawahan memahami kewajiban, fungsi,
dan  aktivitas apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan dan hasil seperti apakah yang diharapkan. Bahkan seorang bawahan yang kompeten dan termotifasi bisa gagal untuk
mmencapai tingkat konerja yang tinggi jika merasa bingung akan tanggung jawab dan prioritasnya. Kebingungan tersebut merupakan akibat dari usaha yang salah arah
dan melalaikan usaha yang penting yang justru melakukan hal lain yang kurang atau tidak terlalu penting. Makin rumit dan makin rumit dan makin banyak seginya
pekerjaan, maka makin sulit untuk menemukan apa yang harus dilakukan.
• Ø  Pemantauan Operasi
•             Pemantauan melibatkan pengumpulan informasi tentang operasi unit organisatoris manajer tersebut,
temasuk kemajuan kerja, kinerja setiap bawahan, kualitas produk atau jasa, dan kenerhasilan proyak atau program.
Perilaku memantau dapat bermacam-macam bentuknya, termasuk pengamatan operasi kerja, memeriksa kualitas
sampel pekerjaan, dan mengadakan pertemuan tinjauan kemajuan dengan seseorang atau kelompok.
• TABEL 3-7 Pedoman untuk Memantau Operasi
• Mengidentifikasi dan mengukur indikator kenerja penting.
• Memantau variabel proses kunci dan juga hasilnya.
• Mengukur kemajuan untuk dibandingkan dengan rencana dna anggaran.
• Mengembangkan sumber informasi indipenden tentang kinerja.
• Mengawasi operasi secara langsung jika mungkin.
• Menanyakan pekerjaan khusus tentang pekerjaan.
• Mendorong pelaporan permasalahan dan kesalahan.
• Mengadakan pertemuan tinjauan kemajuan periodik.
• 2.4     PERILAKU HUBUNGHAN KHUSUS
• Bagian bab ini menjelaskan tiga jenis khusus perilaku yang berorientasi hubungan yang sangat relevan bagi kepemimpinan efektif. Perilaku itu
meliputi:
• 1.        Memberikan Dukungan
• Memberikan dukungan meliputi beragam luas perilaku yang memperlihatkan pertimbangna, penerimaan, dan perhatian akan kebutuan dan
perasaan orang-orang lain. Memberi dukungan merupakan komponen inti dari pertimbangan, seperti yang didefenisikan oleh Fleishman (1953)
dan Stogdill (1974), dan ini juga merupakan komponen inti dari kepemimpinan supertif, sepeti yang didefinisikan oleh Bowers dan Seashor
(1966) dan Hause dan Mitchell (1974).
• ü  TABEL 3-8 Panduan Memberi Dukungan
• Perlihatkan penerimaan dan pandangan yang positif.
• Berkelakuanlah sopan penuh perhatia, tidak arogan dan kasar.
• Pelakukan setiap bawahan sebagai manusia atau individu.
• Memperlakukan bawahan sebagai individu.
• Bersabarlah dan selalu beri bantuan ketika memberi instruksi atau penjelasan.
• Berikan simpati dan beri dukungan ketika bawahan gelisa atau kesal.
• Perlihatkan rasa percaya diri kepada seseorang ketika menghadapi tugas yang sulit.
• Berikan bimbingan pekerjaan ketika dibutuhkan.
• Selalu bersedialah membantu memecahkan persoalan pribadi bawahan.
• 2.        Mengembangkan
• Mengembangkan meliputi beberapa praktek manjerial yang digunakan untuk meningkatkan ketrampilan seseorang dan memudahkan
penyesuaian pekerjaan dan kemajuan karier. Perilaku konsumen melakukan pelatihan (coaching), memberikan nasehat (mentoring), dan
konseling karier.
• ü  TABEL 3-9 Pedoman untuk Pelatiha atau coaching
• Bantulah orang menganalisa kinerjanya dengan memberikan pertanyaan atau menyarankan aspek-aspek untuk mengujinya lebih teliti.
• Berikan umpan balik konstruktif tentang perilaku efektif dan tidak efektif yang diperlihatkan oleh orang tersebut.
• Sarankan hal-hal tertentu yang dapat membantu meningkatkan kinerja orang tersebut.
• Perlihatkan cara yang lebih baik untukmelakukan tugas atau prosedur yang rumit.
• Nyatakan kepercayaan bahwa orang tersebut dapat mempelajari tugas atau prosedur yang sulit.
• Perlihatkan kepada orang tersebut tentang cara memecahkan masalah bukan hanya memberikan jawabanny.
• Berikan kesempatan untuk mempraktikan prosedur yang sulit sebelum prosedur itu gunakan dalam pekerjaan.
• ü  TABEL 3-10 Pedoman untuk Memberikan Nasihat Mentoring
• Perlihatkan perhatia atas perkembangan setiap orang.
• Bantulah orang itu mengidentifikasi kekurangan keterampilan.
• Bantulah orang itu untuk menemukan cara-cara untuk mendapatkan keterampilan yang diperlukan.
• Doronglah kehadiran pada kursus pelatihan yang relevan.
• Berikan kesempatan untuk mengembangkan keteampilan dalam pekerjaan.
• Berikan saran karier yang membantu.
• Promosikan reputasi orang tersebut.
• Jadilah model anutan.
• tanggung jawab yang lebih besar dalam organisasi saat terjadi lowongan pekerjaan.
• 3.        Memberikanpengakuan
• Memberikan pengakuan melibatkan memberikan pujian dan
memperlihatkan apresiasi kepada orang lain atas kinerja yang efektif.
Keberhasilan yang signifikan, kontribusi yang penting bagi organisasi.
Walaupun paling umum memberikan pengakuan sebagai sesuatu
yang diberikan oleh manajer kepada bawahan, praktik manajerial ini
juga digunakan terhadap rekan sejawat, atasan dan orang-orang
diluar unit kerja. Tujuan utama pengakuan, khususnya saat digunakan
kepada bawahan adalah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan
dan komitmen kepada tugas.
• ü  3 Bentukutamapengakuan
• v    Pujian
• Pujian terdiri dari komentar lisan,ekspresi,atau bahasa tubuh yang mengakui keberhasilan dan konstribusi seseorang. Ini
merupakan bentuk pengakuan yang paling mudah digunakan. Kebanyakan pujian diberikan secara pribadi, tetapi dapat
digunakan dalam acara ritual atau upacara public.
• v    Penghargaan
• Penghargaan meliputi hal-hal seperti sertifikat keberhasilan,surat penghargaan, plakat, tropi, medali, atau pita
penghargaan. Memberikan penghargaan formal merupakan tindakan simbolis yang menyampaikan nilaidan prioritas
manajer kepada orang-orang dalam organisasi. Jadi adalah agar penghargaan didasarkan pada kriteria bukannya sifat pilih
kasih atau penilaian sembarangan. Penghargaan yang sangat terlihatmemungkinkan orang lain untukikutsertadalam
proses mengharga isi menerima dan memperlihatkan apresiasi bagi konstribusinya organisasi.
• v    Upacara Pengakuan
• Upacara pengakuan memastikan bahwa keberhasilan seseorang diakui bukan hanya oleh manajer tetapi anggota
organisasi itu. Upacara pengakuan dapat digunakan untuk merayakan keberhasilan unit kerja atau tim serta keberhasilan
seseorang  . kebiasaan atau upacara khusus untuk menghormati karyawan atau tim tertentu dapat memiliki nilai simbois
yang kuat saat dihadiri oleh manajemen puncak, karena merekam emperlihatkan perhatian mereka atas apek perilaku
atau kinerja  yang diberikan pengakuan.
• Selama 50 tahun terakhir, penelitian mengenai hubungan antara perilaku dan efektivitas kepemimpianan telahdidominasi oleh perspektif tingkat mikro
da focus atas proses dyadic.  Penelitian awal sebagian besar mengabaikan cara para pemimpin mempengaruhi orang dengan menarik nilai-nilai
ideology, membantu menerjemahkan makna peristiwa, dan memudahkan adaptasi dan perubahan lingkungan yang bergolak. Aspek-aspek
kepemimpinan tersebut saa ini ditekankan pada teori kepemimpinan transformasional, karismatik, danberorientasi pada perubahan.
• Taksonomi perilaku merupakan bantuan deskriptif yang dapat membantu kita menganalisis peristiwa rumit dan memberikan pengertian yang lebih baik
mengenai hal tersebut. Namun ,sangat penting untuk diingat bahwa semua taksonomi perilaku adalah sembarangan (arbitary), dan tidak mempunyai
keabsahan dalam arti kata absolut. Sayangnya, telah terlalu banyak keasyikan dalam mendapatkan dan menggunakan kategori perilaku yang “benar”
dalam banyak studi lapanagan mengenai perilaku manajerial, hanya sedikit perilaku yang “benar” yang diukur, yang mengakibatkan banyaknya peluang
yang dilewatkan untuk mengumpulkan informasi yang kaya dan bersifat deskriptif mengenai pola umum perilaku kepemimpinan. Baik pada penelitian
koesioner maupun observasi ,sangatlah penting untuk bertindak fleksibel terhadap konsepsi perilaku yang digunakan untuk menganalisis pola-pola
perilaku kepemimpinan, bukannya mengansumsikan bahwa kita telah mengetahui lebih dulu konsep siapa yang paling berguna.
• Berapa taksonomi telah diuasulkan untuk menjelaskan jenis perilaku yang khusus.Perbedaan anta taksonomi dapat dijelaskan sebagi sebuah hasil dari
perbedaan dalam tujuan.,tingkat abstraksi, dan metode pengembangan. Namun, perbedaan dalam label kategori cenderung untuk mengaburkan
sejumlah pemusatan pandangan dalam kandungan prilaku.
• Perencanaan ,melakukan penjelasan dan pengawasan merupakan perilaku penting yang berorientasi tugas yang secara bersama-sama mempengaruhi
kinerja bawahan. Perencanaan melibatkan membuat keputusan tentang tujuan, prioritas, strategi, alokasi sumber daya, pemberian tanggung jaawab,
pembuatan jadwal aktivitas, dan alokasi waktu manajer itu sendiri. Membuat penjelasan meliputi memberikan tugas, menjelaskan tanggung jawab
pekerjaan, menjelaskan peraturan dan prosedur, mengkomunikasikan prioritas, menetapkan sasaran kinerja khusus dan tenggat waku, dan memberikan
instruksi tentang bagaimana melakukan sebuah pekerjaan. Pengawasan melibatkan mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi
operasi dari unit kerja dan kinerja dari masing-masing bawahan.
• Memberikan dukungan, mengembangkan dan memberikan pengakuan merupakan perilaku penting yang berorientasi pada hubungan. Memberikan
dukungan meliputiki saran luas prilaku dimana seorang manaje rmemperlihatkan pertimbangan, penerimaan, dan perhatian kepada kebutuhan dan
persaan seseorang.seorang manajer yang perhatian dan bersahabat terhadap orang-orang mungkin memenangkan persahabatan dan kesetiaan
mereka. Mengembangkan meliputi perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan dan memudahkan
penyesuaian pekerjaan dan kemajuan karir seseorang. Contohnya meliputi pelatihan, pemberian nasihat, dan konseling karir. Memberikan pengakuan
melibatkan memberikan pujian dan memperlihatkan apresiasi terhadap orang lain atas kinerja yang efektif, keberhasilan yang signifikan, dan konstribusi
penting kepada orgnisasi. Memberikan pengakuan membantu untuk menguatkan perilaku yang diinginkan, meningkatkan hubungan antar pribadi, dan
menigkatkan kepuasaan kerja

Anda mungkin juga menyukai