Penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat diketahui apakah benar ada
pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan dan profesionalisme dosen terhadap
kepuasan mahasiswa.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini bisa menjadi sumber informasi terkait pengaruh gaya
kepemimpinan dan profesionalisme dosen terhadap kepuasan mahasiswa.
3. Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini, penulis dapat memberikan gambaran praktek dari teori
yang selama ini diperoleh selama perkuliahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Hersey dan Blanchard dikutip oleh Rivai (2014:16) menyatakan bahwa
hubungan antara pimpinan dan anggotanya mempunyai empat tahap/fase yang diperlukan
bagi pimpinan untuk mengubah gaya kepemimpinan-nya yaitu: Tahap pertama, pada kesiapan
awal perhatian pimpinan pada tugas sangat tinggi, anggota diberi instruksi yang jelas dan
dibiasakan dengan peraturan, struktur dan prosedur kerja. Tahap kedua adalah di mana
anggota sudah mampu menangani tugasnya, perhatian pada tugasnya sangat penting karena
bawahan belum dapat bekerja tanpa struktur. Kepercayaan pimpinan pada bawahan semakin
meningkat. Tahap ketiga di mana anggota mempunyai kemampuan lebih besar dan motivasi
berprestasi mulai tampak dan mereka secara aktif mencari tanggung jawab yang lebih besar,
pemimpin masih harus mendukung dan memberikan perhatian, tetapi tidak perlu lagi
memberikan pengarahan. Tahap keempat adalah tahap di mana anggota mulai percaya diri,
dapat mengarahkan diri dan pengalaman, pemimpin dapat mengurangi jumlah perhatian dan
pengarahan.
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan
dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas,
dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut
memiliki perusahaan. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan
pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin dengan gaya partisipatif
akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian,
pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih
besar.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan
wewenangnya kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat
mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam
melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil
keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan.
Pada prinsipnya pemimpin bersikap menyerahkan dan mengatakan kepada bawahan
inilah pekerjaan yang harus saudara kerjakan, saya tidak peduli, terserah saudara
bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik.
Dalam hal ini bawahan dituntut memiliki kematangan dalam pekerjan (kemampuan) dan
kematangan psikologis (kemauan).
3. Tipe Paternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam
kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan kepadanya.
Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak
yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk
memperoleh petunjuk, memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan
bawahannya. Pemimpin yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi
kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan dalam
kehidupan organisasi.
4. Tipe Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik khusus yaitu daya
tariknya yang sangat memikat, sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat
besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkrit mengapa
orang tersebut itu dikagumi. Hingga sekarang, para ahli belum berhasil menemukan
sebab-sebab mengapa seorang pemimpinmemiliki kharisma. Yang diketahui ialah
bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya penarik yang amat besar.
5. Tipe Militeristik
Pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer.
Pemimpin yang bertipe militeristik ialah pemimpin dalam menggerakan bawahannya
lebih sering mempergunakan sistem perintah, senang bergantung kepada pangkat dan
jabatannya, dan senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan. Menuntut disiplin
yang tinggi dan kaku dari bawahannya, dan sukar menerima kritikan dari bawahannya.
6. Tipe Pseudo-demokratik
Tipe ini disebut juga kepemimpinan manipulatif atau semi demokratik. Tipe
kepemimpinan ini ditandai oleh adanya sikap seorang pemimpin yang berusaha
mengemukakan keinginan-keinginannya dan setelah itu membuat sebuah panitia,
dengan berpura-pura untuk berunding tetapi yang sebenarnya tiada lain untuk
mengesahkan saran-sarannya. Pemimpin seperti ini menjadikan demokrasi sebagai
selubung untuk memperoleh kemenangan tertentu. Pemimpin yang bertipe pseudo-
demokratik hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia bersikap
otokratis. Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah kepada kegiatan
pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus, samar-samar.
7. Tipe Demokratik
Tipe demokratik adalah tipe pemimpin yang demokratis, dan bukan kerena
dipilihnya sipemipin secara demokratis. Tipe kepemimpinan dimana pemimpin selalu
bersedia menerima dan menghargai saran-saran, pendapat, dan nasehat dari staf dan
bawahan, melalui forum musyawarah untuk mencapai kata sepakat.Kepemimpinan
demokratik adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kegiatan-kegiatan
pengendalian dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab. Pembagian tugas
disertai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, memungkinkan setiap
anggota berpartisipasi secara aktif.
Dengan demikian kata profesi secara harfiah dapat diartikan dengan suatu
pekerjaan yang memerlukan keahlian dan ketrampilan tertentu, di mana keahlian dan
ketrampilan tersebut didapat dari suatu pendidikan atau pelatihan khusus. Adapun
pengertian profesi secara terminologi atau istilah, sesuai apa yang diungkapkan oleh
para ahli adalah sebagai berikut :
a. Roestiyah yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi
adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung
keraguaan tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional.
b. Ahmad Tafsir yang mengutip pendapat Muchtar Lutfi mengatakan profesi
harus mengandung keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu
keahlian yang khusus untuk profesi itu.
c. M. Surya dkk, mengartikan bahwa profesional mempunyai makna yang
mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan
sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai
dengan profesinya.
d. Syafrudin, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah professional
adalah bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.
Kedua, pengertian profesional adalah yang melakukan pekerjaan yang sudah
dikuasai atau telah dibandingkan baik secara konsepsional, maupun secara teknik atau
latihan. Mengacu pada berbagai pendapat ahli di atas, bahwa profesional secara istilah
dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan atau dididik untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan mereka mendapat
imbalan atau hasil berupa upah atau uang karena melaksanakan pekerjaan tersebut.
Dengan kata lain, profesional itu sendiri berarti orang yang melakukan pekerjaan yang
sudah dikuasai atau yang telah dibandingkan baik secara konsepsional, secara teknik
atau latihan.
Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi, sedangkan profesi itu
harus mengandung keahlian artinya suatu program itu mesti dilandasi oleh suatu
keahlian khusus untuk profesi.
Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas
dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan
dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya
selama hidupnya. Mereka itu adalah para dosen yang profesional yang memiliki
kompetensi kependidikan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan dosen
dalam jangka waktu tertentu. Profesioanalisme adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk
yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional (Diknas, 2001: 897).
Dosen adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar
(Diknas, 2001: 377).
`
Dari beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa profesionalisme
merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam pengetahuan
dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.
b. Pengertian Dosen
Dosen (dari bahasa Sansekerta, Dosen yang juga berarti Dosen, tetapi artinya
harfiahnya adalah “berat”) adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa
Indonesia, Dosen umumnya merujuk Dosen profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik. Dosen merupakan sosok manusia yang menjadi panutan bagi anak didiknya dan
juga merupakan sebagai penentu arah bagi kemajuan suatu bangsa. Hal ini sebagaimana
dijelaskan bahwa Dosen adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mengajar atau
orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar” (Diknas, 2001:
330). Jadi dosen adalah orang yang mendidik dan mengajar kepada Mahasiswa untuk
mengarahkan peserta didik dalam kehidupan yang akan datang yang lebih baik.
b. Karakteristik Profesionalisme
Setiap profesi memiliki karakteristik profesionalismenya sendiri. Namun, secara
umum, terdapat ciri-ciri orang yang professional sebagai berikut: memiliki kemampuan
atau keterampilan di bidangnya, memiliki ilmu dan pengalaman, memiliki disiplin yang
tinggi, mampu melakukan pendekatan disipliner, mampu bekerja sama, dan tanggap
terhadap masalah klien.
Sebagai salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, guru atau dosen
juga diharuskan memilki sifat-sifat profesionalisme. Dalam Undang-Undang disebutkan
bahwa guru yang profesional adalah guru yang memiliki empat kompetensi, yakni:
kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial. Secara singkat, kompetensi pedagogis adalah kemampuan mengajar,
kompetensi profesional adalah penguasaan ilmu di bidangnya, kompetensi kepribadian
adalah memiliki kepribadian yang kuat, dan kompetensi sosial adalah kemampuan
berkomunikasi secara efektif.
Para ahli menyebutkan bahwa seorang guru (juga dosen) yang profesional
adalah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Memiliki penguasaan terhadap materi
secara baik dan mendalam; b) Memiliki keterampilan mengajar yang baik. Dewasa ini,
paradigama mengajar adalah berorientasi kepada mahasiswa. Ini artinya pendekatan
yang digunakan adalah proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Dalam hal
ini, dosen berperan sebagai fasilitator. Berbagai strategi mengajar dirancang oleh dosen
agar mahasiswa dapat berkembang menjadi pebelajar yang mandiri. Berbeda dengan
paradigma lama di mana dosen lebih aktif meyampaikan materi kepada mahasiswa; c)
Memiliki kepribadian yang berorientasi pelayanan. Ini maksudnya mahasiswa bukan
sekedar mahasiswa yang harus diberi instruksi tetapi mahasiswa adalah klien yang harus
dilayani kebutuhannya. Kebutuhan mahasiswa adalah belajar untuk mandiri; d)
Memiliki kemampuan memantau hasil belajar dengan berbagai teknik evaluasi, e) Bisa
menjadi bagian dari masyarakat belajar di lingkungan profesinya.
Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja
sesuai harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan
pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan akan dipengaruhi oleh pengalaman
masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi saingannya. Untuk
menciptakan kepuasan pelanggan, perguruan tinggi harus menciptakan dan mengelola
suatu sistem untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan kemampuan untuk
mempertahankan kuantitas pelanggan (Supranto, 2011:234).
Berdasarkan teori di atas dan latar belakang serta rumusan masalah maka dapat
dikemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Hipotesis I
Ho = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap
kepuasan mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Palangka Raya
Ha = Terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan
mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Palangka Raya
Hipotesis II
Ho = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara profesionalisme dosen terhadap
kepuasan mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Palangka Raya
Ha = Terdapat pengaruh yang signifikan antara profesionalisme dosen terhadap
kepuasan mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas palangka Raya
Gaya
Kepemimpinan
Kepuasan
Mahasiswa
Profesionalisme
Dosen
BAB III
METODE PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono (2016) Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung Alfabeta
Sudaryono. 2014. Leadership Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta; Lentera Ilmu
Cendekia.
Edi Sutrisno. 2017. Manajeman Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama. Cetakan
Ketujuh. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group
Kasmir. 2016. Manajeman Sumber Daya Manusia. Teori dan Praktik. Jakarta :Rajawali
Persada
Rahmawati, Diana (2013), Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Mahasiswa, Universitas Negeri Yogyakarta.