Anda di halaman 1dari 5

Journal Reading

Diffuse Axonal Injury

Oleh :

Jeremy Joshua Santosa 112015360

Vionna Nadya V. Mongan 112016026

Pembimbing :

dr. Lina, Sp. Rad

Kepanitraan Klinik Ilmu Radiologi


Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kudus, 2017
104.1 Temuan Klinis dan Temuan Laboratoris

Trauma kepala, terutama akibat kecelakaan kendaraan bermotor, bisa mengarah ke


banyak spectrum dari cedera celebral dan intracranial, dengan manifestasi klinis yang biasanya
berbeda (epidural and subdural hematomas, subarachnoid and intracelebral hemorrhages,
cerebral contusions, generalized celebral edema, and secondary phenomena, such as
hydrocephalus, naiknya tekanan kranial, and tentorial herniation), dan penemuan yg berbeda di
CT dan MRI.

Sekitar 50% pasien dengan cedera trauma acceleration-deceleration, didiagnosa dengan


diffuse axonal injury (DAI) , yang dikenal sebagai shearing injury. Secara klinis, karakteristik
DAI ditunjukkan oleh kehilangan kesadaran setelah kecelakaan, biasanya tanpa lucid interval ,
nilai Glasgow Coma Scale yg sangat rendah, dan perbedaan abnormal yang halus pada CT.
Disaat cedera terlihat di CT, cederanya kebanyakan terdiri dari petechial hemorrhages di cortico-
subcortial junction, di dalam tubuh atau splenium dari corpus callosum, danatau di basal ganglia
dan batang otak.

Ukuran tekanan intracranial di pasien dengan DAI adalah, paling sedikit di awal, normal,
berbeda dengan kasus cedera itak lainnya.

DAI dapat mengakibatkan kematian. Tidak jelas seberapa sering kematian terjadi pada
pasien DAI, tapi bisa diasumsikan bahwa kematian terjadi pada sebagian besar dari pasien DAI.
Jika ditanya berapa estimasi yang benar dari frekuensi kematian, masalahnya ada pada angka
yang diberikan oleh spesialis yang berbeda – neurologist, traumatologist, dan neuropathologist
yang tidak konsisten. Di beberapa laporan oleh neurologist, dinyatakan bahwa DAI jarang
berujung pada kematian, dimana neuropathologist mengklaim bahwa DAI adalah penyebab
kematian pada acceleration-deceleration trauma. Perbedaan ini sedikit banyak disebabkan oleh
populasi berbeda yang mereka temui. Sekitar 90% pasien dengan diagnosa klinis DAI,
bagaimana pun juga, akan tetap dalam kondisi vegetative .

Di episode pertama, pasien dengan DAI tinggal di ICU, di banyak kasus lain artificially
ventilated. Dalam periode ini, sangat penting untuk mengatur pasien memiliki prediksi hasil akir
yang reliable, yang terpenting untuk mempertahankan pilihan untuk menghentikan perawatan
yang tidak akan meningkatkan kondisi pasien. Data klinis dan neurophysiological penting dalam
hal ini. EEGakan menunjukkan keseriusan dari gangguan fungsi otak, dan memberi informasi
penting. MRI, apalagi dengan teknik MR terbaru, seperti diffusion-weighted imaging, perfusion
imaging, dan MRS, mungkin berperan penting dalam memprediksi hasil.
104.2 Pathologi

Penemuan patologikal sangat bergantung dengan waktu diantara kecelakaan awal dan
analisis postmortem. Karena banyak reaksi sekunder yang terjadi setelah trauma pertama,
temuan histological mungkin berbeda pada tahap yg berbeda. Sayangnya, sangat sering waktu
antara kecelakaan dan kematian tidak dilaporkan.

Secara umum, penemuan makroskopik mungkin normal atau menunjukkan focal atrophy,
entah itu cortial atau di bagian dostal dari batang otak. Dalam kasus awal, brain edema bisa
sangat parah dan tentorial herniation mungkin muncul.

Pengujian mikroskopik bisa menunjukkan bahwa axons tersobek seluruhnya, tapi lebih
sering kerusakannya tidak lengkap. Focal alterations di axoplasmic membrane bisa
mengakibatkan pelemahan axoplasmic transport. Pembengkakan terjadi dan axon terbagi.
Kerusakkan awal pada axon ditunjukkan oleh kemunculan eosinophilic dalam jumlah besar, and
argyrophilic bulbs di serat saraf (nerve fibers), membentuk yang biasa disebut retraction balls,
tanda patologis dari shearing injury. Secara makroskopik, cedera di DAI biasanya oval atau bulat
panjang, diikuti oleh sumbu yang panjang dari axon yang terkena cedera. Mereka tidak
terdistribusi secara simetris, tapi banyak muncul di perjumpaan zat abu dan putih, di corpus
callosum, septum, fornix, internal capsule, deep gray matter, tegmentum, and cerebellar foliae
dorsal to the dentate nuclei. Cederanya kebanyakan hemorrhagic, terjadi dalam pola linear,
diikuti distori lapisan. Di tahap sesudahnya, atrophy mendominasi gambarnya. Di bangsal
ganglia, lateral dan ventral nuclei of the thalamus adalah yang paling atrophic, biasanya dengan
sparing dari anterior dan dorsomedial nuclei, pulvinar, the centromedian nuclei, dan lateral
geniculate bodies. Cholinergic neurons ditemukan lebih rentan dari neurons dalam kategori
neurotransmitter yang lain. Immunocythochemical staining untuk β-amyloid precursor protein
(β-APP) mendeteksi dengan sensitifitas axons yg hebat yang merusak fast axonal transport. DI
axons yg berfungsi normal, β-APP dipindah dengan fast axonal transport dan tidak pernah
menciptakan konsenterasi yg bisa membuatnya terdeteksi di sampel jaringan. Disaat fast axonal
transport system ini rusak, β-APP dengan cepat terakumulasi di segmen yg rusak. Akumulasi ini
terjadi sebelum morphological methods mendeteksi kerusakan axonal. Tidak diketahui apakah
kerusakan axonal yang terdeteksi memiliki potensi untuk kembali. β-APP staining technique
telah mendemostrasikan bahwa dalam trauma kepala minor sekalipun, kerusakan dapat terjadi di
axons. Di percobaan kepada binatang, ada korelasi yang baik antara jumlah kerusakaan axonal
dan hasil klinis.

104.3 Pathogenic Considerations

DAI adalah shearing injury. Secara eksperimen telah ditemukan bahwa shearing injury
tidak diinduksi oleh tenaga linear atau translasional, melainkan oleh tenaga rotasional. Lokasi
dimana cederanya muncul, dipengaruhi oleh jarak dari pusat rotasi, busur rotasi, serta durasi dan
intensitas tenaganya. Dikarenakan fiksasi yang relative dari beberapa bagian dari otak ke
tengkorak keras, porsi yg dalam dan superficial mungkin tidak bergerak pada kecepatan yg sama,
dan bahkan bisa bergerak kearah yang berbeda. Ini akan mengakibatkan shear strain yg muncul
di sekitar axons dan menyebabkan cedera dan pecah/ruptur axon. Bagian otak yang berbeda
punya konsistensi yang berbeda tergantung pada komposisi dan kepadatan sel. Cedera pada otak
akan paling parah di junction, dimana perbedaan pada kepadatan jaringan paling banyak. Satu
tempat yang rapuh adalah the gray-white matter junction, melibatkan 60-70% pasien dengan
DAI. Bagian lain yang rapuh adalah corpus callosum, corticospinal tracts, basal ganglia, dan
batang otak. Kerusakan pertama pada otak diikuti oleh reaksi sekunder yang berhubungan ke
hemorrhage, edema, perubahan di local perfusion, dan memancing biochemical cascade.
Pembengkakan otak mungkin mengarah ke tentorial herniation; pembengkakan pada batang otak
mungkin mengarah ke hydrocephalus. Pengangguan pada neuronal dan axonal connections
mengarah ke wallerian degeneration dan atrophy.

Memungkinkan bahwa cedera dan keikutsertaan dari rostral brain stem yang membawa
pasien ke stase vegetative. Dipercayai bahwa kerusakan pada bagian rostral pada otak adalah
sebab dari reduction of dopamine turnover. Di beberapa jam pertama setelah cedera trauma otak,
catecholamines di CSF bertambah. Dalam waktu singkat produksi catecholamines berkurang
dengan cepat, dan level CSF menurun. Level plasma norepinephrine terlihat berhubungan
dengan Glasgow coma score, dan mungkin berhubungan dengan hasil dari cedera otak.
Homovanillic acid, produk pecahan dari adrenergic neurotransmitter system, turun secara
signifikan singkat setelah cedera otak, dan levelnya berhubungan dengan dalamnya koma.

104.4 Terapi

Dopamine, salah satu catecholamines, adalah neurotransmitter yang penting di CNS. Di


DAI, reduction of dopamine turnover telah ditemukan. Observasi ini memulai terapi perkenalan
amantadine di DAI. Amantadine adalah sebuah obat yang dikenal dalam pengobatan penyakit
Parkinson. Amantadine menyebabkan pelepasan dopamine dari implus saraf, dan menunda
penyerapan dopamine oleh neural cells. Hal itu juga memiliki profound N-methyl, D-aspartate
receptor antagonist effect, yang mungkin berkontribusi pada neuroprotective effects setelah
cedera, dengan mengurangi konsenterasi glutamate dan mengarah pada excitotoxicity. Dalam
penelitian acak pada pasien DAI, ada tren yang konsisten kepada lebih cepatnya kemajuan
fungsional dengan amantadine treatment, walaupun amantadine treatment baru dimulai saat 3
bulan pertama setelah cedera. Dari penemuan ini, juga dijelaskan bahwa pengobatan yang
berujung pada dopaminergic blockade itu dikontraindikasikan di tahap awal penyembuhan dari
DAI.
104.5 Magnetic resonance imaging

Di departemen kegawat daruratan, CT biasanya adalah alat imaging modalitas pertama yg


digunakan pada kasus trauma kepala. Di kebanyakan kasus munculnya trauma kepala, CT bisa
memproduksi diagnosa yang tepat. CT punya kelebihan dari MRI untuk dengan jelas
menunjukkan retak tengkorak. Di DAI biasanya terjadi perbedaan antara kedalaman koma yg
ditunjukkan pada Glasgow coma score, dan kekurangan penemuan yang tajam pada CT. Ketidak
normalan white matter berkembang seiring berjalannya waktu.

MRI adalah alat imaging modality terbaik untuk mengkonfirmasi diagnosis dan untuk
mengklasifikasi cedera, biasanya menggunakan skala pengukuran Gennarelli. Skala ini membagi
penemuan dalam 3 grup: luka dengan dan tanpa hemorrhage di gray-white matter junction,
terutama di temporal dan frontal areas (tipe 1), dikombinasikan dengan luka di dalam dan sekitar
corpus callosum (tipe 2), dan dengan luka di basal ganglia dan rostral brain stem (type 3).
Ukurannya kurang lebih berhubungan dengan hasil.

Anda mungkin juga menyukai