Proposal Trialena
Proposal Trialena
Oleh :
Untuk menjaga kualitas dari batubara setelah ditambang, maka harus diperhatikan teknis
penimbunannya. Permasalahan yang timbul dari penimbunan batubara antara lain adalah; adanya
gejala swabakar pada timbunan batubara yang sudah terlalu lama dan terjadi genangan air asam
pada musim hujan serta terhambatnya pelaksanaan pencampuran batubara karena keterlambatan
penyediaan batubara pada “ROM Stockpile”
C. TUJUAN PENELITIAN
Melakukan kajian untuk mendapatkan informasi-informasi mengenai faktor-faktor
penyebab terjadinya perubahan kualitas batubara pada timbunan batubara di “Rom Stockpile”.
Dengan melakukan kajian terhadap perubahan kualitas tersebut, diharapkan dapat dijadikan
dasar upaya perbaikan cara penimbunan dan penanganan batubara pada “ROM Stockpile” serta
dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perusahaan di dalam memutuskan kebijakan
mengenai kegiatan penimbunan dan penanganan batubara dalam usaha ke arah perbaikan.
D. PERUMUSAN MASALAH
“ROM Stockpile” adalah suatu tempat penimbunan sementara untuk menampung
batubara hasil pembongkaran dari tambang. Permasalahan yang timbul dari penimbunan
batubara antara lain adalah; adanya gejala swabakar pada timbunan batubara yang sudah terlalu
lama. Selain itu efek potensial yang ditimbulkan dari penimbunan tersebut juga harus
diperhatikan, antara lain :
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan mngenai swabakar
(spontaneous combustion) baik gejala, penyebab maupun penangannya. Selain itu perusahaan
dapat menerapkan pola penimbunan dan geometri stockpile atau temporary stock batubara yang
tepat untuk meminimalkan terjadinya swabakar yang dapat memberikan kerugian bagi
perusahaan, serta dapat menjadi landasan dalam melakukan penelitian tentang swabakar pada
F. METODOLOGI PENELITIAN
Di dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggabungkan antara studi pustaka
dengan data-data/observasi lapangan. Sehingga dari keduanya didapat pendekatan penyelesaian
masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu :
1. Studi Literatur
Dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, yang diperoleh dari :
- Perpustakaan
- Brosur-brosur
- Informasi-informasi
2. Penelitian di lapangan
Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan ini akan dilakukan beberapa tahap, yaitu:
- Pengamatan lapangan, dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap
keadaan di sekitar daerah pertambangan.
- Penentuan lokasi pengamatan, dengan menentukan lokasi yang akan diamati dan
mengambil data-data yang diperlukan.
- Mencocokkan dengan perumusan masalah, yang bertujuan agar penelitian yang
dilakukan tidak meluas. Data yang diambil dapat digunakan secara efektif.
3. Pengambilan data
Data – data yang akan diambil, meliputi :
- Curah hujan
- Jumlah cadangan dan analisa batubara
- Dimensi timbunan
- Besar penimbunan dan pembongkaran harian
- Spesifikasi dan jumlah batubara yang diminta pasar
- Spesifikasi batubara pada timbunan
- Komposisi campuran batubara
- Selisih kumulatif penimbunan dan pembongkaran
- Koefisien berbagai kondisi daerah
- Data waktu edar alat muat dan alat angkut
4. Akuisisi data
- Pengelompokkan data dari lapangan beserta data yang sudah ada disesuaikan dengan
obyek yang mewakili permasalahan.
- Pengecekan keakuratan data, agar kerja lebih efisien.
5. Pengolahan data
Dilakukan dengan beberapa perhitungan maupun penggambaran yang selanjutnya akan
direalisasikan dalam bentuk perhitungan, grafik-grafik, tabel yang menuju perumusan
penyelesaian masalah.
6. Analisa hasil pengolahan data
Hasil dari pengolahan data akan digunakan sebagai kesimpulan sementara. Selanjutnya
kesimpulan sementara ini akan diolah lebih lanjut dalam bagian pembahasan.
7. Kesimpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang telah dilakukan
dengan permasalahan yang diteliti.
G. LANDASAN TEORI
1. Batubara
Batubara diartikan sebagai batuan sedimen yang berasal dari material organic
(organoclastic sedimentary rock), dapat dibakar dan memiliki kandungan utama berupa C, H, O
(Sukan darrumidi, 2004). Batubara adalah bahan bakar padat yang mengandung abu. Oleh sebab
itu, dalam pemanfaatannya diperlukan biaya yang cukup tinggi dalam proses penanganannya
(coal handling). Dalam pemanfaatannya batubara memerlukan penanganan yang baik untuk
2. batubara dapat menimbulkan ledakan, umumnya pada tambang bawah tanah (underground
mining)
3. batubara dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, misalnya debu yang dihasilkan oleh
menggunakan reaktor uji berdasarkan metode suhu titik silang menunjukkan bahwa batubara
stockpile Tanjung Enim memiliki suhu awal pembakaran (85°C) dan suhu titik nyala (325°C)
lebih rendah dibanding batubaraFajar Bumi sakti (121-138°C dan 315-340°C) dan Ombilin (149-
299°C dan >350°C) sehingga batubara Tanjung Enim ini paling rentan terhadap swabakar.
mengalami beberapa proses yang bertahap. Tahap pertama : mula-mula batubara akan menyerap
oksigen dari udara secara perlahan-lahan dan kemudian temperatur batubara akan naik. Tahap
kedua : sebagai akibat temperatur naik, kecepatan batubara menyerap oksigen dari udara
bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 100-1400C. Tahap ketiga : setelah mencapai
temperatur 1400 C, uap dan CO2 akan terbentuk. Tahap keempat : sampai temperatur 2300C
isolasi CO2 akan berlanjut. Tahap kelima : bila temperatur telah berada diatas 3500C, ini berarti
Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan langsung dengan
udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim kemarau yang berkepanjangan) akan
b. Bakteria
utama, yaitu karbonisasi yang rendah (low carbonization) dan kadar belerang batubara yang
Selain itu, menurut Gerrard Widodo (2009), terdapat pula faktor-faktor yang
a. Lamanya Penimbunan
Semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang tersimpan
di dalam timbunan, karena volume udara yang terkandung dalam timbunan sema-
b. Metode Penimbunan
Dalam timbunan batubara perlu mendapatkan pemadatan. Dengan adanya pemadatan ini
akan dapat menghambat proses terjadinya swabakar batubara, karena ruang antar butir diantara
c. Kondisi Penimbunan
Tinggi Timbunan
Tinggi timbunan yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin banyak panas yang
terserap. Hal ini dikarenakan sisi miring yang terbentuk akan semakin panjang sehingga daerah
yang tak terpadatkan akan semakin luas. Akibatnya permukaan yang teroksidasi semakin besar.
Untuk batubara bituminous yang ditimbun lebih dari 30 hari sebaiknya tinggi timbunan
maksimum 6 meter. Sedangkan untuk timbunan batubara lignit lebih dari 14 hari tinggi timbunan
maksimum 4 meter.
Ukuran Butir
Pada dasarnya semakin besar luas permukaan yang berhubungan langsung dengan udara
luar maka semakin cepat pula terjadinya swabakar. Sebaliknya semakin besar ukuran bongkah
batubara semakin semakin lambat untuk terjadi swabakar. Ukuran butir batubara juga
mempengaruhi kecepatan dari proses oksidasi. Semakin seragam besar ukuran butir dalam suatu
timbunan batubara, semakin besar pula porositas yang dihasilkan dan akibatnya semakin besar
Sudut Timbunan
Adalah sudut yang dibentuk oleh suatu tumpukan batubara pada timbunan (stockpile).
Sudut tersebut sebaiknya lebih kecil dari angle of repose timbunan batuabara. Pada umumnya
material yang berukuran kasar memiliki angle of repose yang lebih besar bila dibandingkan
dengan material berukuran halus. Sudut timbunan batubara pada stockpile yang cukup ideal yaitu
Parameter batubara yang mempengaruhi proses terjadinya swabakar adalah kandungan air
total (total moisture), terdiri atas kandungan air bebas (free moisture) dan kandungan air bawaan
(inherent moisture), zat terbang (volatile matter), dan indeks ketergerusan (HGI). Batubara yang
mempunyai kandungan moisture yang lebih tinggi lebih rentan mengalami pembakaran sendiri
(swabakar) apabila dibandingkan dengan batubara dengan kandungan moisture yang lebih
e. Suhu Swabakar
Semua jenis batubara mempunyai kemampuan untuk terjadinya proses swabakar, tetapi
waktu yang diperlukan dan besarnya suhu yang dibutuhkan untuk proses swabakar batuabra ini
tidak sama. Untuk batubara yang mempunyai kelas rendah memerlukan waktu yang lebih pendek
dan suhu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan batubara yang mempunyai kelas yang
tinggi.
Sistem penumpukan batubara harus diatur sedemikian rupa agar segresi atau pemisahan
stock berdasarkan perbedaan kualitas dapat dilakukan dengan baik dan juga tumpukan tesebut
Storage of Coal Problem and Precaution, terdapat beberapa macam pola penimbunan diantaranya
a). Cone ply merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu ujungnya sampai tercapai
ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut panjang stockpile. Pola ini menggunakan
b). Chevron merupakan pola dengan menempatkan timbunan satu baris material, sepanjang
stockpile dan tumpukan dengan cara bolak-balik hingga mencapai ketinggian yang diinginkan.
Pola ini baik untuk alat curah seperti belt conveyor atau stacker reclaimer.
c). Chevcon merupakan pola penimbunan dengan kombinasi antara pola penimbunan chevron
d). Windrow merupakan pola dengan tumpukan dalam baris sejajar sepanjang lebar stockpile
capai. Umumnya alat yang digunakan adalah backhoe, bulldozer, dan loader.
15
14 13
10 11 12
9 8 7 6
1 2 3 4 5
Menurut I Nengah Budha dan Widoro (1990) efek penimbunan batubara bervariasi pada
berbagai jenis batubara, tergantung pada metode penyimpanan (penimbunan) batubara. Beberapa
Swabakar timbunan batubara merupakan hal yang sering terjadi dan perlu mendapatkan
perhatian khususnya pada timbunan batubara dalam jumlah besar. Batubara akan teroksidasi saat
tersingkap di permukaan sewaktu penambangan, demikian pada saat batubara ditimbun proses
oksidasi ini terus berlangsung. Akibat dari reaksi oksidasi antara oksigen dengan gas-gas yang
Bila reaksi berlangsung terus-menerus, maka panas yang dihasilkan juga akan meningkat,
sehingga dalam timbunan batubara juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan suhu ini juga
disebabkan oleh sirkulasi udara dan panas dalam timbunan tidak lancar, sehingga suhu dalam
timbunan akan terakumulasi dan naik sampai mencapai suhu titik pembakaran, yang akhirnya
b. Degradasi Ukuran
sehingga luas permukaan total batubara akan menjadi lebih besar. Dengan kondisi yang
demikian maka kesempatan udara luar (oksigen) untuk mempengaruhi luas permukaan butir
Air rembesan dari tumpukan batubara biasanya bersifat asam karena terbebtuknya asam-
asam sulfat dan sulfit, juga asam hidrolik oleh reaksi air, sulfat piritik dan klorin (garam-garam).
Pengelolaan air asam tambang harus memiliki komitmen dalam mengelola lingkungan.
Salah satunya, pengelolaan air asam tambang menggunakan senyawa alkali kapur (Ca(OH)2)
yang diperoleh dari industri kapur. Air asam tambang yang terbentuk terlebih dahulu dialirkan ke
sediment pond. Tujuannya, untuk mengendapkan partikel-partikel padat tersuspensi yang ada.
Menurut I Nengah Budha dan widoro S (1990), keadaan penimbunan yang berpengaruh
Area penimbunan batubara harus bebas dari segala material yang mudah terbakar seperti
kayu dan sampah. Selain itu juga harus bebas dari potongan-potongan logam.
Sumber air bertekanan tinggi sangat dibutuhkan apabila terjadi kebakaran pada daerah
sekeliling timbunan. Apabila kebakaran disekitar timbunan tidak segera dipadamkan maka akan
mempengaruhi naiknya suhu timbunan dan mempercepat proses swabakar pada timbunan.
Untuk mengalirkan air pada tumpukan batubara baik yang berasal dari air hujan maupun
penyemprotan maka di sekeliling penimbunan harus dibuatkan paritan atau saluran air menuju ke
kolam pengendapan atau settling pond. Air yang berasal dari tumpukan batubara akan membawa
batubara dengan ukuran halus. Apabila dialirkan langsung ke sungai maka akan mencemari
lingkungan. Oleh karena saluran ini sangat penting agar air yang mengandung campuran
batubara halus dapat dinetralisir pada kolam pengendapan sebelum dialirkan ke sungai terdekat.
Menurut Laode (2011), untuk penumpukan batubara dengan sistem stacking biasa,
pemadatan permukaan batubara dapat dilakukan dengan mudah. Tapi untuk penumpukan yang
dilakukan dengan sistem skyline, pemadatan relative agak sulit dilakukan. Untuk menghindari
segregasi partikel batubara yamg halus dengan yang besar yang akan mempercepat terjadinya
pembakaran spontan, maka penumpukan harus dibuat sedemikian rupa agar segregasi partikel
tersebut dapat diminimalkan. Caranya adalah dengan membuat tumpukan dengan bentuk
chevron atau windrow. Selain itu, untuk mencegah atau memperlambat terjadinya pemanasan
dengan sendirinya di stockpile adalah dengan mengusahakan agar permukaan atas tumpukan
dibuat rata dan tidak berpuncak-puncak. Karena apabila permukaan atas tidak rata atau
berpuncak-puncak, maka hal ini juga dapat menyebabkan percepatan terjadinya oksidasi
batubara yang mengarah ke terjadinya pembakaran spontan. Untuk maintenance stockpile dan
untuk merelokasi batubara yang terbakar apabila tidak bisa dicegah, maka tumpukan batubara
harus diatur agar tidak ada bagian tumpukan batubara yang sampai ke tepi areal stockpile.
Jadwal Pelaksanaan
NO Kegiatan Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Orientasi Lapangan
2 Pengambilan Data
3 Pengolahan dan
Analisa Data
4 Penyusunan Laporan
KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB
I. PENDAHULAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penelitian
C. Permasalahan
D. Pendekatan Masalah
E. Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN UMUM
A. Lokasi
B. Topografi dan Geologi
C. Iklim dan Curah Hujan
D. Cadangan Batubara
E. Kegiatan Penambangan
F. Situasi “ROM Stockpile”
G. Pemasaran Batubara
III. DASAR TEORI
A. Parameter Kualitas Batubara
B. Klasifikasi Batubara
C. Efek Potensial Penimbunan Batubara
D. Pencampuran Batubara (Blending)
IV. STUDI PERENCANAAN PENIMBUNAN BATUBARA
A. Tujuan Penimbunan
B. Syarat Teknis Penimbunan
C. Cara Penimbunan Batubara Saat Ini
D. Perhitungan Penerimaan Batubara
E. tudi Rencana Teknis Stockpile
F. Pelaksanaan Pencampuran Batubara (Blending)
V. PEMBAHASAN
A. Rancangan Teknis “ROM Stockpile”
B. Penimbunan dan Pembongkaran Batubara
C. Pencampuran Batubara (Blending)
D. Pencegahan Efek Penimbunan
VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN