Anda di halaman 1dari 3

SEJARAH PERJUANGAN RADIN INTEN II SEBAGAI PAHLAWAN

NASIONAL LAMPUNG

RADEN Inten II seorang pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Lampung. Namanya
telah diabadikan sebagai nama Bandar Udara dan sebuah Perguruan Tinggi di Lampung.
Tepatnya Bandara Radin Inten II dan perguruan tinggi IAIN Raden Intan di Lampung.

RADIN Inten II atau Radin Intan II merupakan putra dari Radin Intan Kesuma II dan cucu dari
Radin Intan I. Beliau lahir di desa Kuripan, yang sekarang dikenal sebagai Lampung pada
tahun 1834. Beliau merupakan keturunan darah biru yang bersaudara dengan kerajaan
Banten. Radin Intan termasuk seorang penentang Belanda yang saat itu menjajah negeri
kita. Beliau tidak menghendaki adanya kolonialisme di bumi pertiwi. Beliau dikenal sebagai
pemimpin sekaligus panglima perang yang tak hanya memiliki fisik yang kuat, namun juga
pemikiran yang cemerlang.

Pada saat Radin Inten II lahir tahun 1834, ayahnya, Radin Imba II, ditangkap oleh Belanda
dan dibuang ke P. Timor, karena memimpin perlawanan bersenjata menentang kehadiran
Belanda yg ingin menjajah Lampung. Istrinya yg sedang hamil tua, Ratu Mas, tidak dibawa ke
pengasingannya. Lalu Pemerintahan Keratuan Lampung dijalankan oleh Dewan Perwalian,
yg dikontrol oleh Belanda.

Radin Inten II sendiri tidak pernah mengenal ayah kandungnya tersebut, namun ibunya
selalu menceritakan perjuangan ayahnya sehingga pada saat dinobatkan sebagai Ratu (Raja)
Negara Ratu, Radin Inten II melanjutkan berjuang memimpin rakyat di Lampung untuk
mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayahnya.

Belanda yakin, selama Radin Inten II masih berkuasa, kedudukan mereka di Lampung akan
tetap terancam. Namun, sebelum memulai serangan-serangan baru, Belanda berusaha
memecah belah masyarakat Lampung. Kelompok yang satu diadu dengan kelompok yang
lain. Di kalangan masyarakat ditimbulkan suasana saling mencurigai.
Pada tanggal 10 Agustus 1856 pasukan Belanda diberangkatkan dari Batavia dengan
beberapa kapal perang. Pasukan ini dipimpin oleh Kolonel Welson dan terdiri atas pasukan
infanteri, artileri dan zeni disertai sejumlah besar kuli pengangkut barang. Esok harinya
mereka mendarat di dermaga Canti. Kekuatan mereka bertambah dengan bergabungnya
pasukan Pangeran Sempurna Jaya Putih, bangsawan Lampung yang sudah memihak
Belanda.

Iring – iringan kapal perang Belanda yang memasuki perairan Lampung ini dilihat oleh
Singaberanta dari Benteng Bendulu. Ia segera mengirim kurir ke Benteng Ketimbang untuk
memberitahukan hal itu kepada Radin Inten II yang selanjutnya memerintahkan pasukannya
di benteng-benteng lain agar menyiapkan diri.

Belanda mengirim ultimatum kepada Radin Inten II agar paling lambat dalam waktu lima
hari, ia dan seluruh pasukannya menyerahkan diri. Bila tidak, Belanda akan melancarkan
serangan. Singaberanta pun dikirimi surat yang mengajaknya untuk berdamai. Sambil
menunggu jawaban dari Radin Inten II dan Singaberanta, pasukan Belanda mengadakan
konsolidasi. Radin Inten II pun meningkatkan persiapannya.

Maka, pada tanggal 16 Agustus 1856 pasukan Belanda pun mulai melancarkan serangan.
Sasaran mereka hari itu ialah merebut Benteng Bendulu. Pukul 08.00 mereka sudah tiba di
Bendulu setelah menempuh jarak setapak di punggung gunung yang cukup terjal. Akan
tetapi, mereka menemukan benteng itu dalam keadaan kosong.

Singaberanta sudah memindahkan pasukannya ke tempat lain. Ia dengan sengaja


menghindari perang terbuka, sebab yakin bahwa pasukan lawan yang dihadapinya jauh
lebih kuat. Pasukannya disebar di tempat-tempat yang cukup tersembunyi dengan tugas
melakukan pencegatan terhadap patroli pasukan Belanda yang keluar benteng. Sesudah
menduduki Benteng Bendulu, sebagian pasukan Belanda bergerak ke benteng Hawi Berak
yang dapat mereka kuasai pada tanggal 19 Agustus.

Sampai bulan Oktober 1856 sudah dua setengah bulan Belanda melancarkan operasi militer.
Satu demi satu benteng pertahanan Radin Inten II berhasil mereka duduki. Namun, Radin
Inten II masih belum tertangkap. Sementara itu, Belanda mendapat laporan bahwa Radin
Inten II sudah pergi ke bagian utara Lampung, menyeberangi Way Seputih. Berita lain
mengabarkan bahwa Singaberanta berada di Pulau Sebesi.

Belanda mengarahkan pasukan untuk memotong jalan Radin Inten II. Pasukan juga dikirim
ke Pulau Sebesi untuk mencari Singaberanta. Hasilnya nihil. Baik Radin Inten II maupun
Singaberanta tidak mereka temukan. Kolonel Welson hampir putus asa, ia merasa
dipermainkan oleh seorang anak muda berumur 22 tahun.

Pada saat Radin Inten menyantap makanan tersebut, secara tiba-tiba ia diserang oleh Radin
Ngerapat dan anak buahnya. Perkelahian yang tidak seimbang pun terjadi. Serdadu Belanda
keluar dari tempat persembunyiannya dan ikut mengeroyok Radin Inten II. Radin Inten II
tewas dalam perkelahian itu. Malam itu juga mayatnya yang masih berlumuran darah
diperlihatkan kepada Kolonel Welson.

Raden Inten II tewas karena pengkhianatan yang dilakukan oleh orang sebangsanya dalam
usia sangat muda, 22 tahun. Pada tahun 1986 Pemerintah Republik Indonesia
menganugerahinya gelar pahlawan nasional (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 082 Tahun 1986 tanggal 23 Oktober 1986).

Anda mungkin juga menyukai