Anda di halaman 1dari 3

Biografi Halim Perdanakusuma

Abdul Halim Perdanakusuma adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang meninggal dunia ketika menjalankan tugas membeli dan mengangkut perlengkapan senjata dengan pesawat terbang dari Thailand. Halim perdana kusuma lahir di Sampang, 18 November 1922 dan meninggal di Malaysia, 14 Desember 1947 pada umur 25 tahun.

Semasa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda di Sumatera pada tahun 1948, Halim Perdanakusuma dan Marsekal Muda Iswahyudi ditugaskan membeli dan membawa perlengkapan senjata di Thailand. Keduanya ditugaskan dengan pesawat terbang jenis Anderson. Pesawat terbang itu dipenuhi dengan berbagai senjata api, diantaranya karabin, stun gun, pistol dan bom tangan. Dalam perjalanan pulang, pesawat terbang tersebut jatuh. Tidak diketahui penyebabnya, namun diduga karena cuaca buruk atau karena ditembak (disabotase). Bangkai pesawat terbang tersebut ditemukan di sebuah hutan berdekatan dengan kota Lumut, Perak, Malaysia. Namun tim penyelamat hanya menemukan jasad Halim, sementara jasad Iswahyudi tidak diketemukan dan tidak diketahui nasibnya hingga sekarang. Begitu juga dengan berbagai perlengkapan senjata api yang mereka beli di Thailand dinyatakan hilang. Jasad Halim kemudian sempat dikebumikan di kampung Gunung Mesah, tidak jauh dari Gopeng, Perak, Malaysia. Beberapa tahun kemudian, makamnya digali dan jasadnya dibawa ke Jakarta dan dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pemerintah Indonesia memberi penghormatan atas jasa dan perjuangan Halim, dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan mengabadikan namanya pada Bandara Halim Perdana Kusuma di Jakarta. Pemerintah juga mengabadikan namanya pada kapal perang KRI Abdul Halim Perdanakusuma.

Abdul Halim Perdanakusuma (lahir di Sampang[1], 18 November 1922 meninggal di Malaysia, 14 Desember 1947 pada umur 25 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia meninggal dunia saat menjalankan tugas semasa perang Indonesia - Belanda di Sumatera, yaitu ketika ditugaskan membeli dan mengangkut perlengkapan senjata dengan pesawat terbang dari Thailand.

Gugur dalam tugas


Semasa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda di Sumatera pada tahun 1948, Halim Perdanakusuma dan Marsma Iswahyudi ditugaskan membeli perlengkapan senjata di Thailand. Keduanya ditugaskan dengan pesawat terbang jenis Anderson.[2] Pesawat terbang itu dipenuhi dengan berbagai senjata api, diantaranya karabin, stun gun, pistol dan bom tangan. Dalam perjalanan pulang, pesawat terbang tersebut jatuh. Tidak diketahui penyebabnya, namun diduga karena cuaca buruk atau karena ditembak (disabotase). Bangkai pesawat terbang tersebut ditemukan di sebuah hutan berdekatan dengan kota Lumut, Perak, Malaysia (ketika itu masih bernama Uni Malaya). Namun tim penyelamat hanya menemukan jasad Halim, sementara jasad Iswahyudi tidak diketemukan dan tidak diketahui nasibnya hingga sekarang. Begitu juga dengan berbagai perlengkapan senjata api yang mereka beli di Thailand, tidak diketahui kemana rimbanya. Jasad Halim kemudian sempat dikebumikan di kampung Gunung Mesah, tidak jauh dari Gopeng, Perak, Malaysia. Pusat data Tokoh Indonesia mencatat, di daerah Gunung Mesah itu banyak bermukim penduduk keturunan Sumatera. Beberapa tahun kemudian, kuburan Halim digali dan jasadnya dibawa ke Jakarta dan dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Ketika Perjanjian Haadyai antara Malaysia dengan Partai Komunis Malaya diadakan pada tahun 1989, seorang Indonesia turut muncul dalam gencatan senjata tersebut. Seorang penulis nasionalis Malaysia, Ishak Haji Muhammad (Pak Sako), menduga komunis warga Indonesia tersebut ialah Iswahyudi.

Penghormatan
Pemerintah Indonesia memberi penghormatan atas jasa dan perjuangan Halim, dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan mengabadikan namanya pada Bandara Halim Perdana Kusuma di Jakarta. Pemerintah juga mengabadikan namanya pada kapal perang KRI Abdul Halim Perdanakusuma.

biografi halim perdana kusuma Menempuh pendidikan Sekolah Dasar (HIS), ELS, Sekolah Menengah Pertama MULO, MOSVIA (Sekolah Pamong Praja) dan Pendidikan Juru Terbang di Canada. Ia pernah memperkuat Angkatan Udara RI yang baru saja didirikan di Yogyakarta yang mulai giat memperbaiki pesawat terbang tua peninggalan Jepang. Dengan pesawat rongsokan, ia melatih pemudapemuda untuk menjadi penerbang Angkatan Udara RI. Halim ikut serta dalam penerbangan percobaan dengan pesawat AURI bermotor satu pada tanggal 23 April 1946 di udara Jakarta dan mendarat di Kemayoran. Selanjutnya ia terbang ke arah timur dan mendarat di lapangan Sumenep. Selain itu Halim juga memimpin penerbangan ke Malang. Ia berangkat sebagai Komodor dan selalu menjadi pendamping Kepala Staf AURI, juga melatih pasukan penerjun payung dengan menggunakan pesawat Dakota. Dengan gugurnya Komodor Agustinus Adisutjipto yang menjabat sebagai Wakil Staf AURI, maka Halim diangkat sebagai penggantinya. Dengan keberanian yang luar biasa, ia memimpin operasi pemboman ke Kota Ambarawa, Salatiga dan Semarang yang waktu itu diduduki Belanda. Mereka membom kota-kota tersebut dengan pesawatpesawat Cureng yang sebenarnya bukan pesawat luar biasa. Bom-bom itu diikat pada bagian bawah sayap pesawat untuk kemudian dilepaskan dan jatuh ke tanah. Halim pernah ditugaskan untuk membangun AURI di Bukit Tinggi. Pekerjaan tersebut sangat berat, karena mereka harus mampu menembus blokade Belanda, terutama bila berhubungan dengan luar negeri guna membeli perlengkapan, persenjataan dan obat-obatan. Pada tanggal 17 Oktober 1947, Halim memimpin penerjunan pasukan payung di daerah Kalimantan. Kemudian tanggal 14 Desember 1847 ia ditugaskan menerbangkan pesawat terbang AVRON ANSON RI003 dari Muangthai ke Indonesia. Pada saat melakukan penerbangan dari Muangthai menuju Singapura untuk mengambil obat-obatan, di sekitar Malaysia, udara sangat buruk, sayap pesawat melanggar pohon dan patah, kemudian meledak. Kecelakaan tersebut terjadi di Labuhan Bilik Besar antara Tanjung Hantu Teluk Senangin, Pantai Lumut, Malaysia. Halim bersama Opsir Iswahyudi gugur dalam malapetaka tersebut. Selama bertahun-tahun jenazahnya dimakamkan di Tanjung Hantu, Malaysia. Tanggal 10 Nopember 1975 kerangka jenazahnya dipindahkan ke Indonesia, dan dimakamkan di TMP Nasional Kalibata. Pemerintahpun menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional. Jika Halim Perdanakusuma, kala itu menggunakan pesawat yang seadanya-yang nota bene peninggalan Jepang, maka begitulah kondisi suatu negara yang baru berdiri. Namun dengan usia negri ini yang telah matang, sudah seyogyanya telah mempunyai kepemilikan pesawat yang mampu menjaga wilayah udara negri ini. Untuk memiliki kelengkapan tersebut tentu membutuhkan anggaran yang mesti dianggarkan secara cermat! Bukan itu saja, biaya perawatan dan kemampuan personel juga tak kalah pentingnya bukan! Bila tidak, apa kata dunia! Tentu kita tak rela negri kita diremehkan oleh negara asing-terutama oleh negri tetangga bukan !!!

Anda mungkin juga menyukai