Anda di halaman 1dari 15

Panduan Cara Developer Mengakuisisi

Lahan Sampai Pemecahan Sertifikat

Ada beberapa langkah yang harus dilalui seorang developer dalam mengakuisi lahan atau
membeli tanah. Langkah pertama adalah membeli tanah dari penduduk, kemudian
memohonkan sertifikat hak guna bangunan atas nama PT developer.

Lalu dilanjutkan dengan membuat perencanaan dan perijinan yang muaranya adalah
pengesahan siteplan dan Ijin mendirikan Bangunan (IMB).

Setelah siteplan disahkan maka pekerjaan developer selanjutnya adalah mengajukan


pemecahan sertifikat sesuai dengan siteplan yang sudah disetujui tersebut.

Membeli lahan dari penduduk

Ketika membeli lahan dari penduduk, kondisi lahannya mungkin saja masih berupa tanah
sawah, rawa-rawa, bekas pemancingan atau empang. Tanah seperti ini banyak terdapat di
daerah yang masih sepi. Sehingga masih banyak terdapat tanah kosong.

Untuk tanah-tanah seperti ini developer membutuhkan pekerjaan persiapan untuk dapat
dibangun proyek properti. Besarnya pekerjaan persiapan tergantung kondisinya.

Pekerjaan yang wajib umumnya adalah melakukan pengurugan supaya lokasi rapi dan siap
bangun. Jika dibutuhkan pekerjaan pengurugan maka konsekuensi yang harus ditanggung
adalah adanya biaya yang harus dikeluarkan untuk pengurugan.

Biaya pengurugan ini berbeda-beda untuk tiap daerah. Karena variabel yang mempengaruhi
biaya pengurugan adalah jauh atau dekatnya lokasi proyek dengan lokasi pengambilan
material pengurugan.

Jika lokasi material pengurugan cukup dekat maka biaya pengurugan juga murah begitu juga
jika lokasi jauh dari tempat material maka biaya pengurugan cukup mahal karena biaya
transportasi material yang juga mahal.

Biaya pengurugan dihitung perkubik (m3). Besarnya bervariasi antara 35.000 sampai dengan
110.000 per-m3.
Satu lagi faktor yang mempengaruhi besarnya biaya pengurugan adalah mutu material
urugnya. Jika tanah yang dipilih adalah tanah merah dan bagus maka biaya lebih mahal jika
dibandingkan dengan material urug dari tanah biasa atau bekas puing bangunan.

Tidak hanya kondisi fisik tanah, kondisi legalitas kepemilikan lahanpun beragam, ada yang
sudah Sertifikat, Tanah Garapan, Girik, masih Berupa Akta Jual Beli (AJB), Eigendom
Verponding atau bentuk kepemilikan tanah lainnya.

Tanah yang sudah bersertifikat untuk dijadikan proyek properti

Tanah yang sudah bersertifikat lebih cepat untuk dibangun proyek properti karena bisa
langsung diajukan perijinan ke instansi terkait. Saat ini perijinan diajukan cukup ke satu
lokasi saja yaitu Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang ada di tiap daerah. Cukup
simpel dan cepat.

Selain itu jika tanah yang sudah bersertifikat dibangun proyek properti, maka kita akan lebih
mudah menjual karena konsumen merasa akan aman secara legalitas. Karena sifat sertifikat
itu adalah, hanya nama di sertifikat yang berhak atas tanah atau bangunan tersebut.

Selanjutnya, tanah yang sudah sertifikat juga mudah memperoleh pembiayaan dari lembaga
pembiayaan. Tidakpun ketika membangun, lembaga pembiyaan amat senang jika ada
konsumen yang akan membeli rumah dengan bantuan Kredit Pemilikan Ruman (KPR).

Tanah garapan yang akan dijadikan proyek oleh developer

Jika tanahnya masih berupa tanah garapan atau belum bersertifikat, maka langkah pertama
yang harus dilakukan jika tanah tersebut akan dijadikan proyek properti adalah dengan
mengurus sertifikatnya terlebih dahulu.

Setelah sertifikat tanah diurus barulah bisa diajukan perijinan, mulai dari ijin lokasi,
pengesahan siteplan sampai dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

Pengurusan sertifikat tanah dari tanah garapan dimulai dengan mengurusnya di kantor
kelurahan atau kantor desa setempat. Lurah atau kepala desa akan mengeluarkan beberapa
surat seperti yang disyaratkan oleh peraturan ketika akan mengurus sertifikat tanah dari tanah
garapan.

Beberapa surat yang diperlukan adalah surat keterangan tidak sengketa dan rekomendasi
permohonan sertifikat. Lainnya, surat yang diperlukan adalah surat keterangan penguasaan
tanah oleh si pemohon.

Tanah girik akan dijadikan proyek properti

Saat ini masih banyak tanah di Indonesia yang masih beralaskan hak berupa girik atau yang
dikenal sebagai hak milik tanah adat.

Sama dengan jenis tanah yang belum bersertifikat lainnya, tanah girik ini harus diajukan
permohonan hak terlebih dahulu jika ingin dikembangkan menjadi proyek properti.
Pengurusan tanah girik menjadi sertifikat akan langsung diberikan sertifikat hak milik
(SHM). Dimana pengurusannya di tahap awal adalah dengan mengurus beberapa surat di
kantor kelurahan atau desa.

Surat pertama yang diperlukan adalah surat keterangan kepemilikan tanah atau penguasaan
tanah secara sporadik. Surat ini dikeluarkan oleh lurah atau kepala desa dan diketahui oleh
camat.

Selanjutnya adalah surat keterangan tidak sengketa, juga ditandatangani oleh lurah dan kepala
desa dan diketahui oleh camat.

Lainnya, yang diperlukan adalah surat keterangan riwayat tanah, yang menyatakan riwayat
kepemilikan tanah tersebut sejak awal sampai dengan sekarang ini.

Sehingga pemilik sekarang amat jelas sejarah kepemilikannya. Kepemilikan tersebut tidak
boleh terputus, jika terputus maka pemohon sekarang tidak sah sebagai pemilik tanah
tersebut.

Tanah eigendom verponding jika akan dijadikan proyek properti

Tanah yang masih berupa eigendom verponding jika ingin dijadikan proyek juga harus
dimohonkan sertifikat terlebih dahulu.

Permohonan eigendom verponding dilakukan di kantor Badan Pertanhan Nasional (BPN)


setempat.

Untuk pengurusan tanah, baik dari tanah garapan, girik atau eigendom verponding harus
dilengkapi dengan data-data pemohon sertifikat dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) dan bukti pembayarannya.

Akta Jual Beli, Akta Pelepasan Hak dan Surat Pelepasan Hak

Pada prakteknya pembelian tanah kepada masyarakat bisa dengan Akta Jual Beli yang
dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT dan bisa juga dengan Akta
Pelepasan atau Pengoperan Hak yang dibuat di hadapan Notaris.

Lainnya peralihan hak atas tanah juga bisa dengan Surat Pelepasan Hak (SPH) yang dibuat
di hadapan kepala kantor pertanahan setempat.

AJB dibuat untuk tanah-tanah yang sudah sertifikat selain Sertifikat Hak Milik (SHM)
seperti Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai dan lain-lain.

Sedangkan Akta Pelepasan atau Akta Pengoperan Hak dan Surat Pelepasan Hak dibuat
untuk tanah-tanah yang belum bersertifikat seperti Girik, Tanah Garapan, Eigendom
Verponding dan jenis tanah yang belum sertifikat lainnya.

PT tidak boleh membeli tanah SHM

Khusus untuk tanah Sertifikat Hak Milik apabila akan dibeli oleh developer (dalam bentuk
Perseroan Terbatas atau PT) maka SHM tersebut harus dirubah terlebih dahulu menjadi HGB
karena menurut UU No. 5 Tahun 1960 atau lebih dikenal sebagai Undang-Undang Pokok
Agraria atau UUPA sebuah PT tidak diperkenankan memiliki tanah dengan status SHM.

Setelah SHM berubah menjadi SHGB barulah bisa dibuatkan AJB ke atas nama developer.
Ketika pembuatan AJB ini akan timbul biaya-biaya dan pajak-pajak.

Diantara biaya-biaya tersebut adalah biaya Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), pajak penjual dalam bentuk PPh final yang menjadi kewajiban masyarakat pemilik
tanah, pajak pembeli dalam bentuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) dan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibayarkan
bersamaan dengan biaya balik nama ketika mendaftarkan baliknama sertifikat di BPN.

Biaya BPHTB, PNBP dan biaya baliknama menjadi tanggungan PT sebagai pembeli.

Besarnya biaya masing-masing jenis pekerjaan tersebut sudah ada aturannya, kecuali biaya
jasa seorang Notaris/PPAT yang berupa jasa. Sehingga besarnya bisa dinegosiasikan.

Kewajiban pembayaran biaya Notaris dan PPAT biasanya menjadi tanggungjawab bersama
antara penjual dan pembeli.

Besarnya biaya Notaris dan PPAT tidak lebih dari 2% dari nilai objek yang ditransaksikan.
Kebanyak Notaris/PPAT menetapkan biaya 1% untuk jasanya membuat akta jual beli atau
akta pelepasan hak atau akta apapun berkaitan dengan peralihan hak atas tanah dan bangunan.

Teknis pembelian SHM oleh PT bisa juga dilakukan dengan Akta Pelepasah Hak atau
Surat Pelepasan Hak dengan hak mendapatkan ganti rugi bagi pemilik SHM tersebut.
Setelah itu PT memohonkan hak atas tanah untuk mendapatkan HGB.

Menggabungkan sertifikat ke atas nama PT

Langkah selanjutnya adalah PT menggabungkan sertifikat yang sudah atas nama PT tersebut
yang masih berupa bidang-bidang tanah tidak teratur hasil membeli ke masing-masing
pemilik tanah. Penggabungan ini dilakukan di Kantor Pertanahan setempat.

Jika tanahnya belum sertifikat, tetapi sudah ada akta pelepasan hak atau surat pelepasan hak
kepada PT dari pemilik sebelumnya, maka PT memohonkan sertifikat hak guna bangunan
induk sekali saja.

Setelah terbit sertifikat induk atau sertifikat digabung ke atas nama PT developer, maka
langkah selanjutnya adalah PT mengajukan siteplan kepada Dinas Tata Ruang daerah
setempat atau permohonan melalui PTSP. Dimana siteplan ini harus sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah dan peraturan daerah bersangkutan.

Pemecahan sertifikat sesuai siteplan yang sudah disahkan

Setelah siteplan disetujui selanjutnya developer mengajukan pemecahan sertifikat sesuai


dengan siteplan yang sudah disahkan oleh Dinas Tata Ruang melalui Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP).
Jika dalam siteplan tersebut terdapat 100 unit rumah maka sertifikat pecahan yang
dikeluarkan oleh BPN juga 100 unit.

Pada sertifikat tersebut akan terlihat posisi masing-masing kaveling dan posisi fasilitas umum
dan fasilitas sosial (fasum fasos) yang tidak termasuk dalam sertifikat.

Dengan demikian sertifikat sudah menjadi pecahan atas nama developer dan akan
dibaliknama ke atas nama konsumen setelah terjadi jual beli.

Sumber: http://asriman.com/panduan-cara-developer-mengakuisisi-lahan-sampai-pemecahan-
sertifikat/

Jenis dan Cara Mengurus Sertifikat Properti

Kelengkapan menjadi salah satu hal yang harus terpenuhi ketika anda ingin membeli properti.
Sertifikat merupakan salah satunya.

Namun, mengurus sertifikat properti sendiri tidak mudah. Apalagi banyak prosedur yang
harus dilakukan, sehingga terkesan merepotkan.

Belum lagi ditambah dengan banyaknya jenis sertifikat properti yang ada dan juga tingkatan
surat kepemilikan tanah. Hal ini tentunya membingungkan banyak orang.

Lantas, apakah sertifikat properti yang Anda miliki sudah sesuai dengan keperluannya?
Bagaimanakah cara mengurus sertifikat properti?

Untuk itu, baiknya Anda baca penjelasan berikut mengenai jenis-jenis sertifikat properti dan
cara mengurusnya. Berikut rinciannya.

Jenis Sertifikat Properti Yang Harus Anda Miliki

1. Sertifikat Hak Milik

Sertifikat Hak Milik atau SHM merupakan sertifikat kepemilikan penuh seseorang atas satu
lahan atau tanah Oen pemegang sertifikat.

Tidak adanya campur tangan atau kemungkinan kepemilikan pihak lain menjadikan sertifikat
ini sebagai bukti kepemilikan terkuat atas satu lahan.

Hak Milik dapat diperjualbelikan atau dijaminkan sebagai agunan atas utang.

Berbeda dengan Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) yang terbatas waktu, kepemilikan
SHM sendiri tidak terbatas waktu.

SHGB akan dibahas lebih lanjut di poin berikutnya. Jika nanti terdapat masalah ke depannya,
pemilik SHM adalah pemilik sah menurut hukum.

SHM juga dapat dijadikan agunan atau jaminan untuk mendapatkan pinjaman ke bank.
SHM sendiri hanya diperuntukkan bagi Warga Negara Indonesia (WNI).

Hak Milik satu lahan dapat dicabut atau hilang jika lahan tersebut dimaksudkan untuk
kepentingan negara, dihibahkan kepada negara, atau karena hak milik tidak dimiliki oleh
WNI.

2. Sertifikat Hak Guna Bangunan

Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB adalah jenis sertifikat bagi para pemegang
sertifikat yang hanya dapat memanfaatkan satu lahan untuk mendirikan bangunan atau
keperluan lain dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Kepemilikan lahan HGB sendiri dipegang oleh negara.

Biasanya, batas waktu SHGB sendiri memiliki batas waktu 20 hingga 30 tahun dan dapat
diperpanjang.

Setelah melewati batas waktu tersebut, pemilik sertifikat harus mengurus perpanjangan
SHGB.

Lahan dengan status HGB dapat dimiliki oleh orang asing atau non-WNI.

Pemilik sertifikat lahan HGB tidak memiliki kuasa atas tanah dan tidak dapat mewariskannya
ke keturunan, berbeda dengan SHM.

Walau begitu, SHGB juga dapat dijadikan sebagai jaminan ketika mengajukan pinjaman ke
Bank.

HGB sendiri dapat diubah statusnya menjadi Hak Milik.

Tentang detail tata cara mengubah HGB menjadi Hak Milik akan dibahas di bagian berikut.

3. Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun

Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun atau SHSRS adalah sertifikat kepemilikan seseorang atas
rumah atau unit vertikal di rumah susun yang dibangun di atas tanah kepemilikan bersama.

Kepemilikan tersebut digunakan untuk memberikan dasar kedudukan atas benda tidak
bergerak yang menjadi objek kepemilikan di luar unit seperti lahan parkir.

4. Girik

Girik bukanlah merupakan satu sertifikat atas kepemilikan tanah, namun lebih kepada jenis
administrasi desa yang menunjukkan penguasaan atas lahan untuk keperluan administrasi
perpajakan.

Informasi berupa nomor, luas tanah, dan juga pemilik hak karena jual beli maupun waris
tertera dalam girik.
Pemilik girik disarankan untuk mengurus sertifikat lahan karena kepemilikan girik harus
ditunjang dengan bukti lain seperti Akta Jual Beli (AJB) atau Surat Tanah.

5. Akta Jual beli

Akta Jual Beli (AJB) sebenarnya bukanlah sebuah sertifikat. Ia hanyalah perjanjian jual-beli
dan merupakan bukti pengalihan hak atas tanah setelah dilakukan jual-beli.

AJB dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk kepemilikan tanah. Baik berupa Hak Milik,
Hak Guna Bangunan, maupun Girik.

Sangat mungkin terjadi penipuan AJB ganda pada bukti kepemilikan AJB, akan lebih baik
jika AJB diubah menjadi SHM atau SHGB sesegera mungkin.

Mengurus Sendiri Pengubahan HGB menjadi Hak Milik dan Biayanya

SHGB dapat diubah menjadi SHM jika di atas lahan atau tanah telah didirikan bangunan
yang berfungsi sebagai tempat tinggal.

Peningkatan status ini bisa dilakukan dengan cara mendaftarkan diri untuk peningkatan hak
milik sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu memiliki Izin Mendirikan Bangunan atau IMB.

Jika Anda memiliki dana lebih, Anda dapat menggunakan jasa notaris atau Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) untuk mengurus perubahan status tanah tersebut.

Namun, dengan menggunakan jasa tersebut tentunya Anda harus memiliki dana lebih.

Anda juga dapat mengurusnya sendiri dan mengurusnya ke Badan Pertanahan Nasional
(BPN) di wilayah tempat tanah tersebut berada.

Untuk dapat mengurusnya sendiri, ada baiknya jika Anda menyimak prosedur berikut:

1. Lengkapi Berkas

Untuk mengurus sendiri, Anda perlu menyiapkan kelengkapan berkas yang ada. Biasanya,
Anda akan diminta untuk memenuhi fotokopi IMB, KTP asli dan fotokopi, dan juga fotokopi
SPPT PBB dan dokumen aslinya.

Jika tidak memiliki IMB, Anda dapat menggantinya dengan surat keterangan dari kelurahan
yang menyatakan bahwa bangunan Anda gunakan sebagai rumah tinggal.

Jika Anda menggunakan jasa orang lain untuk mengurusnya, Anda juga akan diminta untuk
melampirkan Surat Kuasa dan fotokopi serta dokumen asli KTP penerima kuasa.

2. Surat Permohonan ke BPN

Anda perlu membuat dan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor BPN
setempat.
Surat ini akan lebih baik jika telah diproses sebelum Anda mengajukan peningkatan status
sertifikat dari SHGB ke SHM.

Anda juga perlu menyiapkan beberapa lembar fotokopinya.

3. Membayar Biaya atas Penerimaan Bukan Pajak

Anda akan dikenakan biaya untuk peningkatan status HGB menjadi Hak Milik. Biaya ini
untuk pemasukan kas negara.

Besaran yang dikenakannya pun tergantung pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan luas
tanah. Rumus menghitungnya adalah:

2% x (NJOP tanah – Rp 50 juta).

Perlu diingat, bahwa 50 juta merupakan angka variabel untuk daerah Tangerang. Angka
variabel ini berbeda tergantung dengan daerahnya.

Misalnya, di Bekasi sebesar Rp 30 juta dan Jakarta Rp 630 juta.

Sebagai contoh, penghitungan tanah berada di Tangerang:

Misalkan, luas tanah Anda 145 m2 dan NJOP Rp 1.300.000 per meter persegi. Maka,

NJOP tanah = 1.300.000 x 145 = 188.500.000.

Jadi, biaya yang dikenakan untuk peningkatan SHGB menjadi SHM adalah:

2% x (Rp188.500.000 – Rp50.000.000) = Rp2.770.000

Langkah-langkah Mengurus Sertifikat Tanah dengan Mudah

Bukti autentik berupa sertifikat sangat penting untuk dimiliki ketika anda memiliki tanah dan
bangunan.

Sertifikat sendiri diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) di daerah masing-
masing tempat tanah atau bangunan tersebut berdiri.

Dalam peraturannya, sertifikat merupakan surat tanda bukti atas tanah dan bangunan. Hal
tersebut tertuang dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Sertifikat tanah dibuat dua rangkap; satu rangkap dimiliki dan disimpan oleh kantor BPN
sebagai buku tanah, rangkap lainnya dipegang oleh pemilik sebagai bukti kepemilikan tanah
dan bangunan.
Pembuatan Sertifikat Tanah

Pemuatan sertifikat tanah membutuhkan proses yang cukup panjang. Maka dari itu banyak
yang membuat melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Hanya saja, hal tersebut tentunya akan membuat Anda mengeluarkan dana yang berlipat.

Anda selaku pemilik tanah bisa saja mengurus sertifikat tersebut sendiri. Meskipun harus
sabar karena prosesnya yang panjang, mengurus sendiri sertifikat tanah tentunya dapat
menekan angka pengeluaran.

1. Siapkan Dokumen

Siapkan dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai syarat pembuatan sertifikat tanah.


Syarat-syarat yang harus disiapkan antara lain:

 Sertifikat Asli Hak Guna Bangun (SHGB)


 Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
 Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)
 SPPT PBB, dan
 Surat pernyataan kepemilikan lahan.

2. Datangi Kantor BPN

Datangilah kantor BPN yang sesuai dengan lokasi wilayah tanah Anda. Di sana, Anda dapat
membeli formulir pendaftaran. Setelah itu Anda perlu membuat janji dengan petugas untuk
mengukur tanah.

3. Penerbitan Sertifikat

Setelah pengukuran tanah dilakukan, Anda akan mendapat dokumen tambahan berupa Surat
Ukur Tanah.

Lampirkan surat tersebut dalam dokumen yang telah disiapkan sebelumnya. Anda akan
diminta untuk membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB).

Hal terakhir yang perlu anda lakukan adalah menunggu. Waktu penerbitan sertifikat tanah
biasanya memakan waktu setengah hingga satu tahun.

Ada baiknya jika Anda memastikan secara berkala ke petugas BPN kapan sertifikat tersebut
terbit dan dapat diambil.

Mengurus Surat Tanah Hilang Dengan Cermat

Sertifikat tanah adalah dokumen penting yang membuktikan status kepemilikan seseorang
atas sebidang tanah.
Oleh karenanya, dokumen penting tersebut akan lebih baik jika dijaga agar tidak rusak
maupun hilang.

Namun terkadang, walau telah disimpan dengan baik, sertifikat tersebut bisa saja hilang atau
rusak. Hilangnya sertifikat tersebut tidak membuat kepemilikan Anda atas tanah juga ikut
hilang.

Ini karena sertifikat yang Anda miliki merupakan salinan dari buku tanah yang disimpan di
kantor BPN di wilayah tanah tersebut berada.

Jadi, Anda hanya perlu untuk mengajukan permohonan sertifikat pengganti kepada BPN
tempat sertifikat tersebut didirikan.

Jika persyaratan dan prosedur telah dipenuhi, nantinya BPN akan kembali menerbitkan
sertifikat tanah pengganti.

Siapa Saja Pihak yang Berhak Mengurus Kehilangan Sertifikat Tanah?

Sesuai dengan Pasal 57 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang hilang dapat diterbitkan setelah adanya
permohonan dari pemegang hak atas tanah.

Permohonan penggantian sertifikat nah yang hilang dapat diajukan oleh:

1. Pemegang Hak

Permohonan sertifikat pengganti hanya adat dilakukan oleh pihak yang namanya tercantum
sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan.

Atau oleh pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan Akta PPAT.

2. Ahli Waris Pemegang Hak

Jika pemegang hak telah meninggal dunia, maka sertifikat pengganti dapat diajukan oleh ahli
warisnya.

Ahli waris dapat melampirkan surat tanda bukti sebagai ahli waris, aturan ini tertuang dalam
Pasal 57 ayat 3 PP 24/1997.

Surat tanda bukti sebagai waris tersebut bisa berupa Akta Keterangan Hak Mewaris atau
Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.

Surat Kematian pemegang hak juga perlu dilampirkan sebagai dokumen pendukung yang sah.

Sebagai catatan, proses pengurusan dapat diserahkan kepada pihak lain seperti notaris/PPAT.

Walau begitu, pemohon pengajuan sertifikat pengganti tetap harus pihak yang memenuhi
syarat di atas. Pemohon hanya dibutuhkan kehadirannya ketika diambil sumpah di Kantor
BPN.
Pengurusan Sertifikat Tanah Hilang

Pengurusan permohonan sertifikat pengganti memiliki prosedur yang panjang, maka


simaklah tahapan berikut:

1. Laporkan ke Kepolisian

Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan melaporkan tentang kehilangan sertifikat
tanah ke pihak berwenang atau kepolisian.

Bagi beberapa wilayah, surat kehilangan dari Polsek saja sudah cukup. Namun, beberapa
daerah lain ada yang mensyaratkan surat kehilangan minimal dari Polres.

Biasanya pihak kepolisian akan meminta surat pengantar dari kelurahan setempat.

Ketika melapor, Anda akan diminta untuk menyebutkan nama pemilik sertifikat tanah, nomor
sertifikat, dan lokasi tanah.

Setelah itu, pihak kepolisian akan mengeluarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang
nantinya akan dijadikan lampiran dalam syarat pengajuan di BPN.

2. Blokir Sertifikat Tanah

Jika proses penerbitan BAP di kepolisian memakan waktu yang lama, Anda dapat
mengirimkan surat permohonan pemblokiran sertifikat tanah ke Kantor BPN ketika sertifikat
hilang dengan menceritakan kronologis kejadian.

Dalam tahap ini, akan diperlukan dokumen berupa fotokopi sertifikat tanah dan juga identitas
pemilik sertifikat untuk melengkapi surat blokir yang ditujukan kepada Kepala Kantor
Pertanahan.

Setelah surat blokir diterima pihak BPN dan telah dicatatkan pada buku tanah, maka tidak
ada pihak lain yang dapat melakukan proses apapun terhadap tahan hingga ada permohonan
untuk sertifikat pengganti.

3. Penggantian Sertifikat Tanah di Kantor BPN

Setelah BAP atau Surat Keterangan Kehilangan Sertifikat Tanah diterbitkan, Anda dapat
langsung mendatangi BPN untuk mengajukan permohonan pembuatan sertifikat pengganti.

4. Formulir permohonan

Di kantor BPN Anda akan diharuskan untuk mengisi formulir permohonan. Formulir tersebut
harus ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materi yang cukup.

Ini adalah prosedur awal untuk mengajukan permohonan pembuatan sertifikat pengganti atas
sertifikat tanah yang hilang.

5. Berkas Permohonan Penggantian Sertifikat


Selanjutnya, anda akan diminta untuk melengkapi berkas permohonan penggantian sertifikat.
Berkas tersebut berupa:

 Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli dan juga fotokopi


 Kartu Keluarga asli dan fotokopi
 Fotokopi Sertifikat Tanah yang hilang (jika ada)
 Fotokopi bukti pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir
 Surat Keterangan Kehilangan dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kehilangan sertifikat tanah
dari kepolisian
 Surat kuasa (bila dikuasakan kepada pihak lain)

6. Keabsahan

Pihak Kantor BPN akan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan keabsahan.

Keabsahan ini diperiksa dari Anda sebagai pihak yang mengajukan permohonan dengan cara
meneliti dokumen-dokumen pendukung yang ada.

7. Pengambilan Sumpah

BPN akan mengambil sumpah pemilik sertifikat di hadapan Kepala Kantor Pertahanan dan
rohaniwan agama yang disesuaikan dengan agama pemohon.

Berita Acara Sumpah akan dibuatkan setelah proses selesai.

8. Pengumuman Melalui Media cetak

Pihak BPN kemudian akan mengumumkan berita acara pengambilan sumpah kehilangan
sertifikat tanah melalui media cetak.

Biaya pengumuman ini sepenuhnya ditanggung oleh pemohon.

Tujuan dari pengumuman ini adalah memberikan waktu andai ada pihak yang merasa
keberatan dengan proses penggantian sertifikat tanah yang dimohonkan.

Pengumuman ini juga untuk memberikan kesempatan jika ada yang ingin memberikan
gugatan atau sanggahan dari pihak lain terkait hal ini.

9. Pengukuran Tanah Ulang

Petugas BPN akan kembali melakukan pengukuran tanah di lokasi tanah yang dimaksud
apabila terjadi perubahan surat ukur lama dengan kondisi fisik tanah dan bangunan sekarang.

10. Penerbitan Surat Pengganti

Jika dalam kurun waktu 30 hari atau satu bulan sejak pemasangan pengumuman di media
cetak tidak ada pihak yang mengajukan keberatan, maka kantor BPN akan menerbitkan surat
pengganti.
Surat pengganti juga akan diterbitkan jika pun ada pihak yang mengajukan keberatan namun
keberatannya terbukti tidak beralasan dan tidak memiliki dasar yang cukup.

Waktu Proses Pengurusan

Proses yang panjang tersebut membutuhkan waktu kurang lebih dua hingga tiga bulan. Itu
jika seluruh prosesnya berjalan lancar, jika tidak, waktu yang diperlukan akan lebih panjang.

Untuk diketahui, sertifikat tanah Anda yang hilang tidak dapat dimanfaatkan oleh orang lain.

Hal ini tentunya dapat memberikan anda sedikit kelegaan sehingga tidak perlu panik ketika
sertifikat tanah hilang.

Hal ini dikarenakan, seluruh proses yang bisa dilakukan terhadap sertifikat tanah tersebut
seperti menjual, menjaminkan, dan proses lainnya hanya dapat dilakukan oleh orang yang
namanya tercantum dalam sertifikat tersebut.

***

Setelah Anda mengetahui tentang jenis-jenis sertifikat properti dan juga bagaimana cara
mengurusnya, tentu Anda kini tidak perlu khawatir untuk mengurus sertifikat.

Jika sertifikat yang kini Anda miliki ternyata tidak sesuai dengan kepemilikan, Anda bisa
langsung merevisinya di kantor BPN setempat.

Sumber: https://www.urbanindo.com/guides/sertifikat-properti

ni Langkah-Langkah Pemecahan Sertifikat


Tanah
Fathia Azkia • Maret 31, 2016
RumahCom – Beberapa waktu belakangan, sejumlah pembaca Rumah.com menanyakan tata
cara ataupun prosedur memecah sertifikat tanah (pecah kavling), terutama jual tanah warisan
yang hendak dibagikan kepada Ahli Waris.

Seorang ibu rumah tangga asal Ciledug, Tangerang, dengan insial M menanyakan cara
memecah sertifikat tanah milik mertuanya, yang hendak diberikan kepada delapan orang
anaknya.

Luas tanah yang dimiliki adalah 2.000 meter persegi. Itu berarti, asumsi sama rata
pembagiannya adalah 250 meter persegi per orang.

Sedikit informasi, dalam KUHPerdata, prisnip dari pewarisan dapat dilihat pada Pasal 830
dan Pasal 832 KUHP, bahwa harta waris baru dapat diwariskan kepada pihak lain apabila
terjadi suatu kematian. Selain itu, Ahli Waris harus memiliki hubungan darah dengan
pewaris.

Prinsip pembagiannya diutamakan golongan pertama, yakni suami/istri yang hidup terlama
dan anak/keturunannya, yang dapat dilihat pada Pasal 852 KUHP.

(Baca juga: Cara Balik Nama di Sertifikat Rumah)

Bila golongan pertama tidak ada, maka turun ke golongan kedua yakni orang tua dan saudara
kandung pewaris.

Apabila golongan kedua tidak ada, maka turun ke golongan ketiga yakni keluarga dalam garis
lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.
Terakhir, jika golongan ketiga juga tidak ada, maka turun ke golongan keempat yaitu paman
dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat
keenam dihitung dari pewaris, serta saudara dari kakek nenek.

Akan tetapi pada praktek di kehidupan nyata, tanah warisan sebenarnya bisa saja dibagi
meski pemberi waris masih dalam keadaan sehat wal afiat.

Dilansir dari hukumonline.com, prinsip yang dianut ini adalah sistem waris adat, yang
memungkinkan pewaris menyerahkan hak warisnya kepada ahli waris saat masih hidup.

Namun secara hukum, kepemilikan atas harta baru akan berpindah sepenuhnya setelah
pewaris meninggal dunia.

Pengajuan lewat BPN

Untuk Anda yang tak memiliki banyak waktu, mengurus pecah kavling sebenarnya bisa
dilakukan dengan meminta bantuan dari jasa PPAT atau notaris. Dengan begitu, Anda tak
akan kerepotan dengan segala prosedural yang berlaku.

Namun jika ingin mengurus sendiri, caranya pun terbilang cukup mudah, hanya dengan
mendatangi Kantor Badan Pertanahan setempat, di mana lokasi tanah warisan itu berada.
Jangan lupa bawa dokumen-dokumen berikut:

1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di
atas materai cukup (yang memuat: identitas diri; luas, letak dan penggunaan tanah
yang dimohon; pernyataan tanah tidak dalam sengketa; pernyataan tanah dikuasai
secara fisik; alasan pemecahannya);
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan;
3. Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah
dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
4. Sertifikat asli;
5. Izin Perubahan Penggunaan Tanah, apabila terjadi perubahan penggunaan tanah;
6. Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan;
7. Tapak kavling dari Kantor Pertanahan.

Berdasarkan Lampiran II Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010
tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan (“Perka BPN No. 1/2010”), jangka
waktu pemecahan/pemisahan satu bidang tanah milik perorangan adalah 15 (lima belas) hari.

Foto: Anto Erawan

Sumber;http://www.rumah.com/berita-properti/2016/3/121242/bagaimana-prosedur-pecah-
sertifikat-tanah

Anda mungkin juga menyukai