Anda di halaman 1dari 21

A.

LATAR BELAKANG

Bola Soba atau Soraja (Rumah Raja Bugis) adalah rumah tinggal Panglima Perang
Kerajaan Bone di masa pemerintahan Raja Bone XXXII tahun 1895-1905, iaitu "Andi
Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta Ponggawae" salah seorang putra Raja Bone XXXI
(Lapawawoi Karaeng Sigeri). Namun setelah kerajaan Bone di bawah kekuasaan
Belanda, rumah ini dijadikan sebagai penginapan para tetamu dari kalangan penguasa
ketika itu, sehingga seterusnya menjadi lazim dengan sebutan “Bola Soba”. Lokasi Bola
Soba ini, terletak di pusat kota Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Memasuki bagian dalam bangunan, tak ada benda-benda monumental yang bisa
menjelaskan secara historis bangunan tersebut. Hanya beberapa perlengkapan kesenian,
seperti kostum tari dan gong. Ya, saban hari bangunan Bola Soba ini memang menjadi
tempat latihan salah satu sanggar kesenian yang ada di kota ini.

Selain itu, di bagian lain ruangan terdapat ‘bangkai’ meriam tua, potret Arung Pallakka,
silsilah raja-raja Bone, serta beberapa benda-benda tertentu yang sengaja disimpan
pengunjung sebagai bentuk melepas nazar.

Penasaran, penulis berusaha mengorek lebih jauh mengenai bangunan peninggalan


sejarah ini. Untungnya, rasa penasaran itu terjawab melalui penuturan Abidin (54 tahun),
Koordinator Wilayah (Koorwil) Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Bone.

“Bola Soba dibangun pada masa pemerintahan Raja Bone ke-30, La Pawawoi Karaeng
Sigeri sekitar tahun 1890. Awalnya, diperuntukkan sebagai kediaman raja pada waktu
itu,” tutur Abidin, kepada penulis seraya memperlihatkan buku tentang sejarah Bola Soba
terbitan tahun 1984 yang disusun Drs Abdul Muttalib M.

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 1


Selanjutnya, ditempati oleh putra La Pawawoi, Baso Pagilingi Abdul Hamid yang
kemudian diangkat menjadi Petta Ponggawae (Panglima perang) Kerajaan Bone. Saat
ditempati oleh Petta Ponggawae, maka singkap rumah (timpa’laja) diubah menjadi empat
singkap setelah sebelumnya lima singkap. Sebab, imbuh Abidin, dalam tata kehidupan
masyarakat Bugis, lima singkap timpa’laja dalam bangunan rumah diperuntukkan bagi
rumah raja dan timpa’laja dengan empat singkap untuk putra raja.

Seiring dengan ekspansi Belanda yang bermaksud menguasai Nusantara, termasuk


Kerajaan Bone pada masa itu, maka Saoraja Petta Ponggawae ini pun jatuh ke tangan
Belanda dan dijadikan sebagai markas tentara. Tahun 1912, difungsikan sebagai mes atau
penginapan untuk menjamu tamu Belanda.

Selanjutnya, Bola Soba’ juga pernah difungsikan sebagai istana sementara Raja Bone
pada masa pemerintahan Raja Bone ke-31, La Mappanyukki padatahun 1931, menjadi
markas Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS), menjadi asrama TNI pada tahun
1957 hingga kemudian dijadikan sebagai bangunan peninggalan purbakala

a. Pemilihan bahan

Pengadaaan bahan ini disesuaikan dengan waktu waktu tertentu menurut


pengetahuan mereka secara tradisional. Untuk itu mereka berpendapat bahwa
waktu yang sebaik baiknya untuk menebang kayu atau bambu dan menyambit
rumput untuk peralatan bahan bangunan rumah agar tahan lama yaitu pada waktu
embun yang melekat pada daun daun itu sudah habis menguap(kering). Dalam
bahasa bugisnya yaitu ‘maruttu namo namoe’. Karena pada keadaan itulah bahan
bahan tersebut dalam kondisi siap pakai.

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 2


Ket. Gambar Kayu Ulin

Ket. Gambar Kayu Cendana

Ket. Gambar Kayu Jati

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 3


Ket. Gambar Kayu Amara

Ada beberapa bahan kayu yang tidak boleh dijadikan bahan bangunan yaitu:

 Kayu yang pernah kena sambaran petir.


 Kayu yang bergesek ujung atau dahannya dengan dahan dari pohon lain
pada waktu masih hidup.
 Kayu yang pada waktu ditebang lalu tumbang menindih makhluk lain
terlebih lagi manusia.
 Kayu yang pada waktu hidupnya dibelit oleh tumbuhan lain.
 Kayu yang dilubangi oleh kumbang sementara di hutanria tumbuh.
1. Teknik dan cara pembuatannya

Seperti halnya rumah tradisional bugis yang lain, maka rumah tradisional
bone juga merupakan rumah panggung(menggunakan tiang penyanggah). Jadi
tidak memerlukan pondasi. Tetapi umumnya rumah tradisional itu tiangnya
didirikan di atas batu penyanggah yang terbuat dari semen (pallangga alliri=
penyangga tiang).

 Pembuatan tiang

Pembuatan tiang (Alliri) ini dimulai dengan membuat posi bola yaitu
tiang yang merupakan soko guru dari rumah itu. Tiang ini terletak pada baris
kedua dari depan dan baris kedua dari samping kanan.

Setelah tiang pusat selesai dibuat, maka dimulailah mengerjakan tiang kedua yaitu tiang
pakka, pakka artinya bercabang, maksudnya ialah tiang tiang yang menghimpun dua arateng

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 4


dan sekaligus menjadi tempat sandaran tangga depan. Setelah kedua tiang tersebut dilicinkan,
mulailah di kerjakan tiang tiang lainnya, bila seluruh tiang telah dilicinkan dan dibentuk,
maka mulailah mengerjakan Parewa Mallepang yaitu bagian konstrukdi rumah yang pipih
termasuk juga bagian yang berupa balok balok kecil. Parrewa mallepang ini terdiri dari :

 Arateng (balok pipih panjang yang mengikat tiang pada bahagian tengahnya berderet
ke belakang) dan panjangnya sama dengan badan rumah.

 Bare yaitu balok pipih panjang yang mengikat ujung ujung tiang sebelah atas sejajar
dengan arateng.

 Pattolo riawa yaitu balok pipih yang mengikat deretan tiang dari kanan ke kiri pada
bahagian tengah

 Pattolo riase yaitu balok pipih


panjang yang mengikat ujung tiang sebelah atas sejajar dengan pattolo riawa

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 5


 Aju lekke yaitu balok panjang yang menjadi tulang punggung dari rumah dan
tempatnya paling atas serta berfungsi sebagai tempat melekatnya kerangka atap

 Pattuppu yaitu balok yang mengikat balok barakapu kanan dan kiri

 Tunebba yaitu balok kecil kecil yang merupakan dasar dari lantai rakkeang dan Aju
te’ yaitu balok kecil yang menjadi dasar melekatnya kaso tempat mengikat atap.

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 6


 Pengukuran Bangunan

Setelah selesai maka tibalah saatnya Majukke/masukke yang artinya


mengukur. Yang diukur adalah panjang dan lebar rumah serta luas lubang
lubang pada tiang. Pada waktu melubangi tiang, bila ada pasu(bekas cabang
pohon) yang kena lubang, maka pasu tersaebut harus di hilangkan semuanya
karena menurut kepercayaan mereka, itu akan menyebabkan tukang sakit
mata.

Untuk mengukur lubang tiang agar sesuai dengan besar arateng, bare’
atau pattolo yang akan dimasukkan kedalamnya dipakai pajukke/ pasukke
yang terbuat dari bambu, daun lontar atau daun kelapa.dasar ukuran diambil
dari ukuran arateng atau pattolo yang telah selesai dibuat. Sedangkan untuk
mengukur panjang, lebar, dan tinggi rumah yang diambil dari rappa(depa),
jakka(jengkal) dari empunya rumah.

Untuk menentukan lebar rumah yaitu dengan cara mengambil ukuran , 1


depan dari pemilik rumah, kemudian diambil 3 lalu diambil 1/3. Yang 1/3
ini dibagi 8, dan 8 itulah yang dijadikan pajjuke. Menentukan lebar rumah
disesuaikan dengan keinginan pemilik rumah. Bila tidak persis sesuai, boleh
ditambah atau dikurangi sehingga bisa pas. Sedangkan untuk menentukan
panjang rumah di ukur melalui arateng. Tinggi puncak rumah(panjang
sudu’na) menentukan luas ruangan loteng(rakkeang). Untuk menentukan
tinggi puncak rumah ini diambil dari seperdua pattolo riase(padongko)
ditambah dua jari dari istri yang empunya rumah.

Tinggi kolong atau jarak lantai dengan tanah ditentukan dengan


mengukur tinggi pemilik rumah sampai batas telinga kemudian disuruh
duduk lalu diukur sampai matanya. Hasil pengukuran ini dijumlahkan dan
dijadikan ukuran tinggi kolong. Panjang bulena (jarak timpa laja dengan

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 7


tiang) di tentukan dengan cara membagi empat panjang pattolo riase, lalu
yang seperempat itu dibagi lima. Selanjutnya yang sperlima itulah yang
dijadikan pajukke. Panjang bulena ini diukur pada bare’ mulai dari tiang
depan atau belakang sampai pada panjang yang diinginkan oleh tuan rumah.

 Mappatama Arateng

 (Balok Pipih)

Kegiatan selanjutnya adalah Mappatama Arateng yaitu memasukkan balok


pipih panjang kedalam tiang rumah, sehingga tiang tiang ini terikat berderet
kebelakang. Ikatan ini disebut siatu/ sitibang yang artinya satu deret/ baris.
Diujung atas tiang tiang tersebut dipasang bare’. Pemasangan balok pipih ini
harus dimulai pada posi bola.

Mendirikan rumah harus dimulai pada deretan tiang yang terdapat posi bola,
dengan ketentuan suami istri pemilik rumah itu yang memegangnya. Sesudah
itu menyusul deretan tiang ketiga dari kanan. Kemudian dimasukkan pattolo
riase agar tiang tiang itu tidak rebah.

Selanjutnya menyusul deretan pertama dari kanan bersamaan dengan


deretan ke empat dari kiri, lalu menyusul deretan tiang tiang selanjutnya.
Setelah semua deretan tiang itu berdiri, maka dipasanglah barakapu( balok
kecil sebagai lantai dasar rakkeang). Keseluruhan rangkaian kegiatan diatas
disebut mappatettong bola
(mendirikan rumah).

 Rangka Atap

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 8


Selanjutnya adalah kegiatan pemasangan rangka atap dengan urutan urutan
sebagai berikut:

 Ceri’ciring kanan dan kiri yaitu balok pipih yang berfungsi sebagai
bagian yang meluruskan ujung atap.
 Suddu yaitu tiang penyanggah aju lekke.
 Aju lekke yaitu balok panjang yang merupakan puncak/panggung
rumah.
 Aju te’ yaitu balok kecil yang merupakan tempat meletakkan kaso
 Bakkeleng yaitu bagian yang terbuat dari kayu atau bambu yang
dibelah dan berfungsi untuk meluruskan atap.
 Kaso yaitu bagian yang berfungsi sebagai tempat mengikat atap.
 Mengenakan atap. Atap untuk rumah Saoraja/Salassa terbuat dari ijuk
atau nipah, sedangkan atap Bola (rumah biasa) terbuat dari ilalang
atau nipah. Sekarang ini sudah banyak digunakan seng, sirap atau
genteng.

Sesudah pemasangan atap, maka selesailah aktifitas pendirian rumah dan dilanjutkan dengan
aktifitas untuk melengkapi rumah dengan bagian bagian sebagai berikut:

 Addeneng (tangga)

Ketentuan mengenai tangga ini


adalah:

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 9


 Induk tangga tidak boleh sama panjang. Induk tangga sebelah kiri bila kita
naik kerumah harus lebih panjang dari tangga yang terletak di sebelah
kanan.
 Induk tangga saoraja tiga buah, sedangkan bola hanya dua buah.
 Anak tangga jumlahnya harus ganjil.
 Anak tangga bola(rumah biasa) jumlahnya 3-9 buah, sedangkan saoraja
11-15 buah.

 Renring (dinding)

Menurut letaknya dibedakan atas:


 Renring pongolo (dinding depan)
 Renring uluang (dinding yang terdapat di bagian kepala pada waktu tidur
di rumah itu atau dinding kanan rumah.
 Renring rimunri (dinding belakang)
 Renring tamping (dinding yang terdapat dibagian kaki pada waktu tidur di
rumah itu atau dinding kiri rumah)
 Tange’ / sumpang (pintu)

Letak pintu tidak boleh


sembarangan, harus diusahakan pada bilangan ukuran genap. Bila penempatan

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 10


pintu ini tidak tepat maka dapat menyebabkan rumah itu mudah dimasuki
pencuri/ penjahat.
 Tellongeng (jendela)

Letaknya diantara dua buah tiang. Untuk memperindah jendela, maka diberikan
hiasan hiasan berupa ukiran dan terali terali dari kayu yang jumlahnya juga
harus ganjil.jumlah terali untuk saoraja adalah 7-9 buah, sedangkan untuk bola
berjumlah 3-5 buah.
 Jongke / dapureng (dapur)
Yaitu ruang tambahan yang difungsikan sebagai dapur, juga dijadikan untuk
kamar kecil (wc) pada rumah rumah sekarang (dulu tidak ada dikenal adanya wc
diatas rumah).
 Lego- lego (ruang tambahan di sekitar tangga depan)

Lantai lego lego lebih rendah dari lantai rumah induk. Untuk bola memakai dua
tiang, dan untuk saoraja memakai 4-6 tiang. Ruang ini berfungsi sebagai teras
dan tempat duduk keluarga untuk menonton bila di halaman depan ada upacara.
1. Tinjauan tata ruang

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 11


Seperti umumnya saoraja lain yang ada di daerah bugis, pada rumah ini
dikenal tiga ruangan utama yang disebut latte atau lontang. Ketiga ruangan ini
adalah:
 Lontang risaliweng (ruang depan)
Ruangan ini berfungsi sebagai ruang tamu, tempat musyawarah, dan
tempat tidur bagi hamba laki laki/ pengawal.
 Lontang ritengnga (ruang tengah)
Ruang ini meliputi 3 deretan tiang kebelakang dan 4 deretan tiang ke
samping kanan (termasuk tampingnya). Pada ruangan ini terdapat kamar
tidur suami isteri dan anak anak yang belum dewasa. Batas antara lontang
risaliweng danlontang ritengnga di sebut renring lawatengnga (dinding
tengah) yang tidak boleh dilalui oleh kaum wanita dewasa dan gadis
gadis.
 Lontang rilaleng (ruang dalam)
Ruangan ini berfungsi sebagai ruangan tidur bagi gadis gadis dan orang
tua, serta hamba wanita/ penagsuh.

Selain itu, karena saoraja ini ditempati oleh keturunan raja, maka rumah
tersebut selain lebih besar juga diberikan identitas identitas tertentu yang
mendukung tingkat status sosial politiknya. Rumah ini memiliki ruangan ruangan
lain diluar dari yang disebutkan diatas yaitu:

 Lego lego yaitu ruangan tambahan disekitar tangga dan menjadi tempat
sandaran tangga. Pada ruangan ini terdapat bagian yang ditinggikan sehingga
berfungsi sebagai tempat duduk tamu sebelum dipanggil masuk kerumah,
tempat isirahat, tempat duduk penjaga(peronda), dan tempat menonton bagi
bangsawan dan keluarganya pada waktu acara dihalaman rumah. Lantainya
lebih rendah dari ruang induk dan rata dengan tamping.
 Dapurang atau jongke yaitu ruangan tambahan dibagian belakang yang
difungsikan sebagai dapur dan tempat menyimpan peralatan rumah tangga.
 Selasar penghubung antara rumah induk dengan dapureng. Bagian memanjang
pada sisi kanan sepanjang 3 deret ke belakang. Bagian ini tidak berdinding
penuh dan sekarang ini difungsikan sebagai gallery/ tempat memasang foto.

A. DENAH BANGUNAN DAN UKIRAN-UKIRAN BANGUNAN

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 12


U
DAPURENG RUANG
MAKAN

SELASAR

RUANG
KELUARGA

KORIDOR

KAMAR TIDUR

RUANG
TAMU

LEGO

LEGO

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 13


DETAIL DINDING
DEPAN

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 14


TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 15
TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 16
TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 17
B. TAMPAK BANGUNAN

TAMPAK DEPAN

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 18


TAMPAK BELAKANG

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 19


C. POTONGAN BANGUNAN

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 20


PENUTUP

KESIMPULAN

Dari uraian uraian yang telah dibahas sebelumnya terlihat jelas bahwa arsitektur
tradisional bugis, khususnya yang terdapat di kabupaten bone kecamatan tanete
riattang sangat banyak dilandasi oleh falsafah falsafah yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat tradisional bugis, yang umumnya bersifat ritual. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa arsitektur tradisional bugis adalah merupakan perwujudan
dari nilai nilai dan gagasan yang tidak dapat dipisahkan dari pandangan hidup dan
kepercayaan yang dianut olehorang bugis secara turun menurun.

Adanya unsur falsafah yang melandasi Arsitektur Tradisional Bugis itulah yang
menjadi ciri khas tersendiri, yang membedakannya dengan Arsitektur Tradisional
Daerah lain di indonesia, baik dari segi orientasi rumah, letak, bentuk, struktur, tata
ruang, ragam hias, maupun upacara upacaranya yang dilakukan oleh mereka dengan
tujuan untuk memperkuat atau mengukuhkan nilai nilai dan norma norma yang
terkandung dalam arsitektur tradisional bangunan tersebut.

TUGAS ARSITEKTUR NUSANTARA Page 21

Anda mungkin juga menyukai