1. Pengertian
Manajemen proyek adalah salah satu cara yang ditawarkan untuk maksud pengelolaan suatu
proyek, yaitu suatu metode pengelolaan yang dikembangkan secara ilmiah dan intensif sejak
pertengahan abad ke-20 untuk menghadapi kegiatan khusus yang berbentuk proyek. (Iman
Soeharto, 1999)
Manajemen proyek adalah usaha pada suatu kegiatan agar tujuan adanya kegiatan tersebut
dapat tercapai secara efisien dan efektif. Efektif dalam hal ini adalah dimana
hasil penggunaan sumber daya dan kegiatan sesuai dengan sasarannya yang meliputi
kualitas, biaya, waktu dan lain-lainnya. Sedangkan efisien diartikan penggunaan sumber daya
dan pemilihan sub kegiatan secara tepat yang meliputi jumlah, jenis, saat penggunaan sumber
lain dan lain-lain. Oleh sebab itu manajemen proyek pada suatu proyek konstruksi merupakan
suatu hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja, karena tanpa manajemen suatu proyek,
konstruksi akan sulit berjalan sesuai dengan harapan baik berupa biaya, waktu maupun
kualitas
Tujuan dari proses manajemen adalah untuk mengusahakan agar semua rangkaian kegiatan
tersebut :
√ Tepat waktu, dalam hal ini tidak terjadi keterlambatan penyelesaian suatu proyek
√ Biaya yang sesuai, maksudnya agar tidak ada biaya tambahan dari perencanaan biaya
yang telah dianggarkan
Proses perencanaan ( planning ) proyek dapat dikelompokkan menjadi dua tahap, yaitu yang
pertama planning dalam garis manajemen konsultan dan yang kedua dalam garis manajemen
kontraktor.
Perencanaan yang ditangani oleh konsultan mencakup perencanaan fisik struktur secara
terperinci sampai pada perencanaan anggaran biaya dan durasi pekerjaan.
Metode manajemen proyek yang digunakan oleh pelaksana proyek (kontraktor) baik
manajemen pelaksana, manajemen pengawasan, serta manajemen dari organisasi pemilik
proyek pada umumnya adalah sama yaitu dengan berpatokan pada laporan-laporan tertulis
yang disesuaikan dengan keadaan nyata dilapangan. Laporan-laporan tertulis tersebut bisa
berupa laporan harian, laporan mingguan dan lain-lain.
Dan menurut R. Sutjipto (1985), sebuah proyek dapat didefenisikan sebagai suatu usaha
dalam jangka waktu yang ditentukan dengan sasaran yang jelas yaitu mencapai hasil yang
telah dirumuskan pada waktu awal pembangunan proyek akan dimulai.
Bertitik tolak dari pemikiran ini, maka maksud dan tujuan manajemen proyek adalah usaha
kegiatan untuk meraih sasaran yang telah didefenisikan dan ditentukan dengan jelas
seeffisien dan seefektif mungkin. Dalam rangka meraih sasaran yang telah disepakati,
diperlukan sumber-sumber daya (resources) termasuk sumber daya manusia yang merupakan
kunci segalanya.
1. pengembangan dan penyelesaian sebuah proyek dalam budget yang telah ditentukan,
jangka waktu yang telah ditetapkan dan kualitas bangunan proyek sesuai dengan
spesifikasi teknik yang telah dirumuskan,
2. bagi kontraktor yang bonafide yaitu untuk mengembangkan reputasi akan kualitas
pekerjaannya (workmanship) serta mempertahankannya,
3. menciptakan organisasi di kantor pusat maupun di lapangan yang menjamin
beroperasinya pekerjaan proyek secara kelompok (team work),
4. menciptakan iklim kerja yang mendukung baik dari segi sarana,kondisi kerja,
keselamatan kerja dan komunikasi timbal balik yang terbuka antara atasan dan
bawahan,
5. menjaga keselarasan hubungan antara sesamanya sehingga orang yang bekerja akan
didorong untuk memberikan yang terbaik dari kemampuan dan keahlian mereka.
Perencanaan (planning) adalah peramalan masa yang akan datang dan perumusan kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan berdasarkan peramalan
tersebut. Bentuk dari perencanaan dapat berupa: perencanaan prosedur, perencanaan metode
kerja, perencanaan standar pengukuran hasil, perencanaan anggaran biaya, perencanaan
program (rencana kegiatan beserta jadwal).
Pengendalian (controlling) adalah proses penetapan apa yang telah dicapai, evaluasi kerja,
dan langkah perbaikan bila diperlukan
Project Manager
Project Manager dalam struktur organisasi kontraktor memegang posisi sebagai pemimpin
dalam pelaksanaan proyek. Tugasnya adalah:
1. menguasai seluruh isi dokumen kontrak,
2. menjamin tersedianya seluruh sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan
proyek,
3. memantau serta mengevaluasi pelaksanaan proyek,
4. melakukan negosiasi dengan sub kontraktor/suplier,
5. menetapkan asumsi-asumsi yang diperlukan untuk perencanaan dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan,
6. memberi pengarahan dalam tahap pembuatan RAPP (Rencana Anggaran Pelaksanaan
Proyek),
7. memberi pengarahan pelaksanaan proyek.
Di bagian ini dilakukan identifikasi profil objek yaitu suatu kegiatan yang berbentuk proyek,
dan perbandingannya dengan kegiatan operasional rutin. Perbedaan kedua jenis kegiatan
tersebut di antaranya adalah kegiatan proyek bersifat nonrutin, terdiri dari aneka ragam
kegiatan yang saling terkait dan mengikuti pola siklus kelangsungan hidup (life cycle)
tertentu yang memiliki batas jelas kapan proyek dimulai dan berhenti. Pada siklus proyek
diadakan penahapan dengan komponen kegiatan-kegiatan yang memiliki jenis dan intensitas
yang berbeda-beda. Di bagian ini disinggung pula pembagian jenis proyek dan kriteria yang
dipakai untuk menggolongkan ukuran proyek menjadi berukuran kecil, sedang, dan besar,
serta dianalisis berbagai karakteristik yang khusus melekat pada kegiatan proyek. Identifikasi
ini semua bermaksud memberi keterangan dan gambaran mengenai kegiatan apa, dengan
sifat-sifat dan perilaku yang bagaimana, yang hendak dikelola.
Setelah memahami sifat dan perilaku kegiatan proyek, maka penyajian dilanjutkan
dengan membahas konsep pengelolaan yang dianggap sesuai dengan tuntutan dan sifat serta
perilaku kegiatan yang dimaksud yang kemudian disebut manajemen proyek. Dalam hal ini
penulis mengetengahkan 3 buah pemikiran di antara sejumlah pengamat dan pemikir
masalah-masalah yang erat dengan perkembangan dan pertumbuhan konsep manajemen
proyek. Pertama, pemikiran yang mencoba merumuskan definisi konsep manajemen proyek
dengan menghubungkannya dengan manajemen umum (general
management)/klasik/fungsional. Pemikiran kedua yang menghubungkan konsep
manajemen proyek dengan konsep sistem dan pendekatan kontinjensi. Adapun yang ketiga
adalah perumusan konsep yang dibuat oleh “Project Management Institute” USA dalam
rangka menyusun PM-BOK serta usaha ke arah standardisasi dan sertifikasi profesi
manajemen proyek.
Menurut pendapat pertama, fungsi manajemen klasik yang terdiri dari merencanakan,
mengorganisir, memimpin, dan mengendahkan tetap berlaku untuk manajemen proyek,
dengan catatan perlu mengadakan “restrukturisasi” di sana-sini serta menggunakan metode
dan teknik barn agar mampu menghadapi sifat-sifat dan perilaku yang khusus terdapat pada
kegiatan proyek. Misalnya, agar dicapai penggunaan sumber daya yang efisien diperkenalkan
arus kerja clan komunikasi horisontal sebagai tambahan arus kerja vertikal yang selama ini
telah dikenal dalam manajemen klasik/fungsional. Lebih jauh, dipandang dari sudut
organisasi, pengelolaan proyek akan efektif bila terdapat tanggung jawab tunggal dengan
tugas terpenting adalah bertindak sebagai integrator dan koordinator dari sejumlah organisasi
atau bagian organisasi peserta dan pendukung proyek. Seperti halnya manajemen klasik,
dalam manajemen proyek fungsi perencanaan dan pengendalian memegang peranan yang
amat menentukan. Lebih dari itu, pada kegiatan proyek, mengingat sifatnya yang cepat
berubah, kompleks, dan memiliki hubungan keterkaitan yang tinggi, maka perlu adanya
keterpaduan antara perencanaan dan pengendalian.
Dari sudut pandang konsep sistem, maka pengelolaan suatu kegiatan harus berorientasi ke
totalitas. Dengan kata lain, penekanannya terletak kepada keberhasilan tujuan sistem secara
keseluruhan, dan bukan hanya kepada komponen-komponennya.
Dalam pada itu, Project Management Institute (PMI) di USA, salah satu institusi terkemuka
yang bergerak dalam pengembangan ilmu atau profesi manajemen proyek, merumuskan
suatu pengertian konsep manajemen proyek. Berbeda dengan yang pertama, formulasi yang
disusun oleh PMI tidak langsung mengaitkannya dengan manajemen klasik meskipun diakui
banyak praktek-praktek yang tumpang tindih dengannya. Lebih jauh PMI merumuskan dan
menjabarkan konsep tersebut dalam suatu “Project Management Body of Knowledge”.
Agar ilmu atau profesi manajemen proyek secara sistematis dapat dipelajari, dikodefikasi dan
disertifikasi sebagai mana layaknya profesi lain seperti Kedokteran, Akuntansi, Hukum, dan
lain-lain, maka oleh berbagai institusi seperti PMI-USA, APM (The Association of Project
Management)— Inggris dan INTERNET (The International Association of Project
Management)— Eropa, telah dirintis penyusunan atribut clasar berupa PM-BOK yaitu area
ilmu manajemen proyek. Dalam PM-BOK, PMI mengelompokkan area ilmu manajemen
proyek menjadi 9 butir, yaitu pengelolaan integrasi, lingkup, waktu, biaya, mutu, sumber
daya manusia, komunikasi, risiko dan pengadaan. PM-BOK dari PMI dan INTERNET.
Sering dikatakan bahwa menyusun konsep dan filosofi merupakan pekerjaan tersendiri,
sedangkan merumuskan konsep dan filosofi tersebut menjadi metode, teknik, dan prosedur
adalah pekerjaan yang lain. Kata-kata tersebut untuk menggambarkan bahwa menyusun suatu
konsep clan filosofi yang kelihatannya sudah cukup jelas arti dan tujuannya ternyata amat
sulit untuk menjabarkannya menjadi metode, teknik, clan prosedur yang pada proses
berikutnya dimaksudkan dapat merupakan petunjuk pelaksanaan di lapangan. Banyak contoh
menunjukkan suatu konsep telah diterima dan dianggap benar oleh banyak pihak tetapi hasil
pelaksanaannya jauh menyimpang dari harapan.
Metode dan teknik ini dipilih yang kegunaannya dianggap bersifat mendasar dan unik untuk
proses mengelola proyek, seperti “WORK BREAKDOWN STRUCTURE” untuk mengelola
lingkup, “ANALISIS JARINGAN KERJA” (CPM, PERT, dan PDM) untuk perencanaan
proyek, IDENTIFIKASI VARIANS, KONSEP NILAI HASIL, CS/CSC untuk pengendalian
biaya dan jadwal, dan lain-lain. Sedangkan untuk metode dan teknik yang penting untuk
proyek-proyek tertentu tetapi kegunaannya tumpang tindih dengan disiplin ilmu atau profesi
lain, seperti disiplin ilmu ekonomi dan produksi [analisis sensitivitas, program linear,
“programming” lainnya, teori optimasi, konsep statistik, “proses control chart”, pareto
diagram, dan lain-lain].
ü Pengendalian
Pada aspek pengendalian, ini ditekankan pentingnya penggunaan metode dan teknik yang
dapat memantau atau mengukur kinerja (performance) suatu pekerjaan. Ini berarti harus ada
keterkaitan yang menyatu dalam menganalisis kemajuan pekerjaan dengan jumlah biaya yang
telah terpakai untuknya. Dengan mengetahui kinerja suatu pekerjaan pada setiap saat
pelaporan, akan dapat dibuat prakiraan atau proyeksi keperluan dana sampai akhir
penyelesaian proyek. Demikian pula dengan kemungkinan terjadinya keterlambatan,
bilamana faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan kecenderungan di atas tidak berubah.
Hal ini berarti pengelola proyek jauh-jauh hari sebelumnya telah memperoleh tanda
peringatan perlu tidaknya diadakan perbaikan penyelenggaraan untuk mencapai sasaran yang
telah ditentukan.
Untuk menyusun organisasi dan membentuk tim proyek dikenal berbagai pilihan struktur
organisasi yang dapat dipakai untuk proyek yang sedang dihadapi, yaitu dengan mengacu
pada organisasi proyek fungsional (OPF), organisasi proyek matriks (OPM), dan organisasi
proyek mandiri atau “task force” (OPMi). Sedangkan dalam kepemimpinan proyek
ditekankan perlunya penggunaan “expert power” dan “referent power” di samping otoritas
resmi yang harus dimiliki oleh seorang pimpinan proyek.
Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa kebijakan (policy) dan tata laksana (prosedur)
memegang peranan yang penting dalam penyelenggaraan suatu kegiatan, yaitu merupakan
sarana komunikasi untuk mengatur, mengkoordinir, dan menyatukan arah gerak organisasi.
Keperluan akan adanya sarana tersebut amat terasa bagi proyek yang seperti diketahui
seringkali memiliki personil dan/atau peserta yang baru pertama kali bekerja sama.
Penulis beranggapan bahwa uraian perihal aplikasi konsep manajemen proyek pada praktek
operasional untuk proyek tertentu akan banyak membantu secara langsung maupun tidak
langsung menangkap dan memahami konsep, metode maupun tata laksana yang terkandung
dalam manajemen proyek, karena pada uraian tersebut akan dijumpai contoh nyata
aplikasinya dalam praktek penyelenggaraan proyek. Untuk maksud tersebut, penulis memilih
proyek engineering-manufaktur-konstruksi, karena jenis proyek ini adalah model proyek
yang melibatkan kegiatan-kegiatan desain-engineering, pengadaan, subkontrak, manufaktur,
perakitan (assembly), konstruksi, dan uji coba sistem instalasi atau produk baru yang
kompleks. Termasuk golongan ini adalah proyek-proyek pembangunan jaringan
telekomunikasi, proyek pembangunan prasarana umum (jembatan, jalan, pelabuhan, dan
gedung) dan proyek pembangunan instalasi industri seperti pengilangan minyak (oil
refinery), petrokimia, LNG, pupuk, semen, kertas, baja, pembangkit tenaga listrik bahan
bakar fosil maupun nuklir, dan lain-lain. Pemilihan ini juga didasarkan pada hal-hal sebagai
berikut:
Jenis proyek di atas sedang giat-giatnya dikerjakan di negara sedang berkembang,
termasuk Indonesia. Dengan demikian, erat keterkaitannya dengan pembangunan di
Indonesia.
Mengelola jenis proyek yang berukuran besar dan kompleks akan cukup rumit, kaya
persoalan dan permasalahan. Dengan demikian, dalam proses pembahasan akan dapat
disajikan keterangan, gambaran, dan contoh yang luas dan beraneka ragam,
khususnya dalam aspek manajemen proyek.
Bertitik-tolak dari pemahaman pengelolaan proyek E-MK di atas, maka bila diperlukan akan
mudah mempelajari jenis proyek lain yang umumnya relatif sederhana dan kurang kompleks.
Dalam penyelenggaraan proyek-proyek E-MK akan selalu dijumpai kegiatan-kegiatan utama
seperti pengkajian kelayakan, perencanaan sumber daya, pengadaan perangkat dan peserta,
serta implementasi fisik dan penutupan proyek.
Sepanjang siklus proyek, peranan pemilik berubah-ubah. Misalnya suatu ketika dalam tahap
persiapan proyek, pemilik harus langsung memegang “komando” dalam hal-hal yang bersifat
strategic seperti memberi keputusan kelangsungan proyek (go or not to go), merumuskan
strategi penyelenggaraan, memilih filosofi desain, dan lain-lain. Sedangkan pada tahap
implementasi (untuk kontrak lump-sum) dianggap bijaksana bila dapat menempatkan diri
sebagai mitra kerja yang waspada, yaitu, misalnya terhadap konsultan dan/atau kontraktor
(utama).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya siklus proyek terdiri dari 4 tahap
(Iman Soeharto, 1999), yaitu tahap yang diklasifikasikan oleh UNIDO sebagai tahap
persiapan, diperinci lebih lanjut oleh PMI menjadi tahap konseptual dan definisi. Tahap ini
sering pula disebut tahap merencanaan dan pengembangan (PP) karena pada tahap tersebut
kegiatan itulah dominan. Tahap Akhir proyek dikenal sebagai tahap terminasi. Secara
lengkap, penahapan menurut PMI adalah sebagai berikut:
1. Tahap konseptual.
2. Tahap perencanaan dan pengembangan (planning and development) atau disingkat
PP/Definisi.
3. Tahap implementasi.
4. Tahap terminasi.
1. Tahap Konseptual
Periode ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu penyusunan dan perumusan gagasan, analisis
pendahuluan dan pengkajian kelayakan. Salah satu kegiatan utama yang bersifat menyeluruh
(“comprehensive”), dalam tahap ini yang mencoba menyoroti segala aspek mengenai layak
tidaknya suatu gagasan untuk direalisasikan, disebut studi kelayakan. Dibandingkan dengan
pengkajian yang dilakukan sebelumnya, studi kelayakan mempunyai lingkup dan aspek
pengkajian yang lebih lugs, mendorong potensi yang positif dan menaruh perhatian khusus
terhadap kendala dan keterbatasannya.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa pada masa permulaan siklus proyek, kegiatan ditujukan
untuk mengidentifikasi dan merumuskan gagasan, mengembangkannya menjadi alternatif,
lengkap dengan indikasi lingkungan kerja, jadwal dan biaya. Meskipun demikian, semua itu
masih dalam taraf konseptual, dalam arti pengkajian sudah melebar dan meluas mencakup
aspek yang mempunyai kaitan erat antara gagasan dan peluang yang tersedia, tetapi belum
cukup mendalam untuk dapat dipakai sebagai dasar mengambil keputusan akhir jadi tidaknya
menanam investasi atau melaksanakan proyek. Oleh karena itu, perlu diadakan pengkajian
yang lebih mendalam agar dapat ditarik kesimpulan yang mantap. Sejalan dengan usaha
tersebut, mulailah dirintis rencana kesiapan perangkat dan pelaksanaan proyek ataupun
strategi penyelenggaraan. Dengan demikian, kegiatan utama dalam tahap PP/Definisi adalah
sebagai berikut:
Melanjutkan evaluasi hasil kegiatan tahap konseptual, dalam arti lebih mendalam dan
terinci, sehingga kesimpulannya cukup mantap untuk dipakai sebagai dasar
pengambilan keputusan perihal kelangsungan investasi atau proyek.
Menyiapkan perangkat, seperti data, kriteria dan spesifikasi teknik, engineering dan
komersial yang selanjutnya dipakai untuk membuat RFP, dokumen dan kontrak.
Menyusun perencanaan dan membuat keputusan strategic yang berkaitan dengan garis
penyelenggaraan proyek, seperti macam kontrak yang akan dipakai, bobot sasaran
pokok, filosofi desain, komposisi pendanaan.
Memilih peserta proyek yang terdiri dari tim proyek pemilik, kontraktor, konsultan,
arsitek, dan lain-lain.
Ditinjau dari segi penyelenggaraan proyek secara keseluruhan dengan empat sasaran utama,
yaitu lingkup, jadwal, biaya dan mutu, rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam tahap
PP/Definisi ini (dalam hubungannya dengan persiapan memasuki tahap berikutnya) adalah
usaha untuk menetapkan dan menjelaskan kedudukan keempat sasaran tersebut. Artinya,
dalam tahap PP/Definisi ditetapkan letak batas dan kriterianya. Dengan kata lain, tahap ini
menentukan batasan berbagai parameter yang menyangkut sasaran, strategi untuk
mencapainya dan cumber daya yang diperlukan. Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi
kekaburan interpretasi sebelum proyek sampai ke tahap implementasi fisik. Akhir tahap
definisi ditandai oleh kegiatan menyiapkan segala kelengkapan dokumen (kontrak, prosedur)
yang berisi penjabaran rencana tindakan (action plan) yang mengikat organisasi peserta
proyek (pemilik, kontraktor, konsultan) untuk melakukan tugas dan kewajibannya masing-
masing dalam rangka mencapai sasaran proyek.
3. Tahap Implementasi
Komponen kegiatan utama pada tahap ini berbeda dari proyek ke proyek. Tetapi untuk
proyek E-MK umumnnya terdiri dari kegiatan desain-engineering terinci fasilitas yang
hendak dibangun, desain-engineering produk, pengadaan material dan peralatan, manufaktur
atau pabrikasi dan instalasi atau konstruksi. Kegiatan desain-engineering terinci merupakan
tindak lanjut jenis pekerjaan yang sama yang telah dirintis di tahap PP/Definisi. Tahap
implementasi terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
Deliverable tahap ini adalah produk atau instalasi proyek yang telah selesai secara “mekanis”.
Dare segi “contractual” ini ditandai dengan penyerahan sertifikat mechanical completion dari
pemilik proyek kepada organisasi pelaksana atau kontraktor.
4. Tahap Terminasi
Mempersiapkan instalasi atau produk beroperasi, seperti uji coba start-up, dan
performance test.
Penyelesaian administrasi dan keuangan proyek seperti asuransi dan klaim.
Seleksi dan kompilasi dokumen proyek untuk diserahkan kepada pemilik atau kepada
induk perusahaan.
Melaksanakan demobilisasi dan reassignment personil.
Bela langkah di atas telah selesai maka disusun laporan penutupan proyek.
Tahap operasi atau utilisasi atau aplikasi hasil proyek tidak termasuk dalam siklus proyek,
tetapi sudah merupakan kegiatan operasional. Kita mencantumkannya di sini hanya untuk
memperjelas batas kegiatan yang bersangkutan; di mana kegiatan proyek berhenti dan
organisasi operasi mulai bertanggung jawab atas operasi dan pemeliharaan instalasi atau
produk hasil proyek.
Bagi kontraktor, perencanaan intensif dimulai setelah penandatanganan kontrak EPK atau
penerimaan letter of intent, yaitu dalam rangka menyusun Rencana Implementasi Proyek
(RIP-k). RIP-kontraktor ini dipresentasikan dalam suatu internal kick-off meeting dan setelah
diadakan perubahan yang diperlukan kemudian dipakai sebagai dasar materi kickoff meeting
dengan pemilik dan pembuatan “control budget” atau disebut juga Anggaran Definitif Proyek
(ADP) dan jadwal induk. Selanjutnya, ADP dan jadwal induk digunakan sebagai tolak ukur
proses pengendalian sampai proyek selesai (u-v) Setelah menyerahkan pekerjaan
implementasi fisik kepada kontraktor, tugas utama pemilik- adalah melakukan pemantauan
dan pengendalian seperti pengendalian perubahan lingkup, change order, pembayaran, jadwal
dan pengendalian mutu. Gambar di atas menunjukkan garis besar langkah yang ditempuh
pemilik dan kontraktor selama siklus proyek.
Hasil studi kelayakan ini merupakan informasi yang amat berguna bagi pemilik proyek yang
dalam hal ini dapat merupakan sebuah organisasi perusahaan, badan pemerintah, badan
swasta, yayasan, dalam rangka memudahkan pengambilan keputusan, apakah proyek tersebut
dapat dipertanggungjawabkan pelaksaannya untuk layak dibangun atau tidak. Hasil studi
kelayakan ini dapat juga merupakan pegangan dasar bagi lembaga keuangan, pemberi modal,
dalam rangka pemberian kredit pinjaman untuk membiayai proyek tersebut.
Lingkup proyek adalah penentuan batasan-batasan dari pekerjaan pembangunan yang akan
diliputi oleh proyek. Tujuan proyek dalam studi kelayakan ini dimaksudkan adalah investasi
untuk memperoleh berbagai macam manfaat yang cukup layak kelak dikemudian hari.
Manfaat tadi dapat berupa manfaat keuangan (laba) dan manfaat non keuangan
(pendayagunaan bahan baku dalam negeri berlimpah dan lain-lain).
1. Aspek Ekonomi
2. Aspek Keuangan
Sesudah dilakukan penelaahan tentang aspek ekonomi, maka hal berikutnya yang perlu
diselidiki yaitu analisa keuang an proyek yang meliputi antara lain :
Dalam aspek ini harus dikaji hal-hal yang meliputi type dan fasilitas-fasilitas yang akan
didirikan (misalkan pabrik gula, proyek PLTA), kapasitas produksi ekonomi proyek, jenis
teknologi yang dipakai, pengalaman kerja yang didapat dari proyek sejenis, peralatan yang
dipergunakan, persediaan bahan material setempat dan sumber daya manusia yang tersedia
dan siap pakai.
Mesin/peralatan atau bahan baku yang masih perlu diimport memerlukan pemikiran
tambahan dari segi prosedur pengadaan barang( pemesanan, pengiriman, proses deklarasi
pelabuhan dan lain-lain), sehingga bahan dan peralatan yang dibutuhkan dapat tiba pada
waktunya. Disamping itu lokasi proyek dan letak bangunan pabrik memerlukan saran dan
alternative untuk mendapatkan keuntungan dan manfaat yang optimum dari berbagai macam
segi.
Aspek ini membahas apakah jasa pelayanan yang diciptakan atau hasil produksi yang
dihasilkan oleh suatu produk akan memenuhi kebutuhan lingkungannya akan jasa dan barang
produknya. Faktor-faktor diatas harus memperhitungkan kebutuhan jasa dan barang pada
masa silam hingga kini dan permintaan akan jasa dan barang dimasa yang mendatang
berdasarkan daya beli yang mampu direalisir oleh perkembangan ekonomi.
Dengan demikian aspek pemasaran dalam studi kelayakan perlu dipertimbangkan dari segi :
Kemudahan dan kemampuan mendapatkan jasa atau barang yang akan dihasilkan oleh
proyek apabila telah selesai
Saluran distribusi (transportasi) dari titik penghasil produk sampai ke pihak konsumen
Latihan Personil
Persiapan personil harus sudah dipikirkan untuk tahapan operasional (tenaga manajemen)
bilamana proyek sudah selesai dan mulai dioperasikan. Proyek tak dapat beroperasi dengan
sukses tanpa dukungan dari tenagan manajemen yang mampu dan terampil, berdedikasi
tinggi dan memiliki motivasi kerja yang baik.
Dari hasil pengkajian berbagai macam aspek tersebut di atas mungkin akan didapat
kesimpulan hasil dari studi kelayakan proyek sebagai berikut :
Bilamana hasil dari studi kelayakan merekomendasikan bahwa pembangunan proyek layak
untuk diteruskan, maka biasanya ada beberapa usulan sebagai alternative yang dibuat. Dari
beberapa alternative ini akan direkomendasikan yang terbaik dari sekian alternative dengan
disertai perhitungan ekonomisnya.
Perencanaan Produk Baru
6 Katagori Produk Baru Produk baru bagi dunia : produk baru yang menciptakan suatu pasar yang sama
sekali baruLini produk baru : produk baru yang memungkinkan perusahaan memasuki pasar yang telah
mapan untuk pertama kalinyaTambahan lini produk yang telah ada : produk-produk baru yang melengkapi
suatu lini produk perusahaan yang telah mantap (misalnya : ukuran, kemasan dan rasa)
6 Katagori Produk Baru Perbaikan dan revisi produk yang telah ada : produk baru yang memberikan
kinerja yang lebih baik atau nilai yang dianggap lebih hebat dan menggantikan produk yang telah
adaPenentuan kembali posisi : produk yang telah ada diarahkan ke pasar atau segmen pasar
baruPengurangan biaya : produk baru yang menyediakan kinerja serupa dengan harga yang lebih murah