Anda di halaman 1dari 22

TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

ANALISIS PRAGMATIS
“ROBOHNYA SURAU KAMI”
Karya: A. A. Navis

Disusun oleh:
Nama: Nabila Azzah Aprilia
Kelas: VIII Aksel
Nosen: 11
NISN: 0020311773

Disusun untuk melengkapi tugas


Dari mata pelajaran Bahasa Indonesia
“Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Cerpen”

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI SRONO


TAHUN PELAJARAN
2014-2015

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 1


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah tugas ini dapat diselesaikan tepat waktu walaupun


penulis masih dalam proses belajar. Banyak kesulitan yang dialami penulis dalam
penemuan makna tingkat Pragmatis. Namun, berkat kerja sama dan bantuan dari
berbagai pihak, terutama dari guru pembimbing akhirnya kesulitan yang dialami
dapat diatasi. Oleh karena itu disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kepala Madrasah yang telah memberikan kesempatan untuk belajar di kelas
aksel;
2. Guru bidang studi Bahasa Indonesia yang sekaligus menjadi pembimbing
penyusunan karya tulis ini;
3. Teman sejawat yang banyak memberikan masukan dan saran.
Karya tulis ini merupakan langkah awal bagi penulis sehingga mengharap
kritik dan saran yang bersifat konstrukrif guna kelengkapan dan kecermatan
dalam membuat karya tulis selanjutnya.
Penulis

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 2


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
KATA PENGANTAR..................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................... 3
A. PENDAHULUAN.................................................................................. 4
B. ANALISIS UNSUR INTRINSIK “ROBOHNYA SURAU KAMI”
1. SINOPSIS........................................................................................... 5
2. ANALISIS UNSUR INTRINSIK..................................................... 6
C. ANALISIS PRAGMATIS “ROBOHNYA SURAU KAMI”................ 12
D. SIMPULAN.......................................................................................... 13
E. DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 14
F. LAMPIRAN.......................................................................................... 15
CERPEN “ROBOHNYA SURAU KAMI”.............................................. 16
BIOGRAFI PENGARANG...................................................................... 21

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 3


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

A. PENDAHULUAN
1) Latar Belakang Masalah
Cerpen “Robohnya Surau Kami” mengisahkan seorang kakek Garin, yang meninggal
secara mengenaskan yaitu membunuh diri akibat dari mendengar cerita bualan
seseorang yang sudah dikenalnya, hal inilah yang melatarbelakangi analisis unsur
intrinsik dan ekstrinsik saya.
2) Tujuan Penulisan
Saya dapat memahami isi cerpen yang berjudul “Robohnya Surau Kami”, dapat juga
memahami unsur intrinsik dan menemukan makna tingkat pragmatis dari cerpen
tersebut
3) Rumusan Masalah
Bagaimana cara menemukan makna tingkat pragmatis pada cerpen “Robohnya Surau
Kami”?
4) Metode penulisan
Pada pendekatan struktural dan mimetik. Penulisan karya tulis sederhana ini
menggunakan pedoman penulisan ejaan yang disempurnakan oleh pembaca
5) Hipotesa
Pada umumnya karya sastra itu lahir sebagai hasil proses perenungan penulis.
Namun, tidak jarang terjadi imajinasi yang dituturkan tidak dapat lepas dari dunia
nyata.

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 4


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami

Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang
datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga
kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut
sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok
yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari
pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau
rokok.
Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan,
membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya
sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain,
apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu,
keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga
surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu
sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan
hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir
batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau
membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada
Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia
ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai.
Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini
dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih
jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau
cukur.
Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus
mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya.
Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi
bekerja.

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 5


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Analisis Unsur Intrinsik Cerpen “Robohnya Surau Kami”

Analisis unsur intrinsik dibatasi pada 5 aspek, yaitu:

1. Penokohan
2. Perwatakan
3. Latar
4. Alur
5. Point of View

Analisis unsur intrinsik

1. Latar :

Latar Tempat :

Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota,
dekat pasar, di surau, dan sebagainya. Bukti :

“Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis,
Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka
kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang
kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu
nanti akan tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolan ikan, yang airnya mengalir
melalui empat buah pancuran mandi.” (hal.1, paragraf 1)

Latar Waktu

Bukti :

“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-
orang yang sudah berpulang ….” (hal.12, baris terqkhir)

Meskipun begitu, ada juga yang juga yang jelas-jelas menyebutkan soal waktu, misalnya:

“Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu
kebencian yang bakal roboh ………” (hal.1, paragraf 3, baris 4)

“Sekali hari aku datang pula mengupah kepada kakek” (hal.1, paragraf 4 )

“Sedari mudaku aku di sini, bukan ?….” (hal.1, paragraf 4, baris 1)

Latar Sosial

Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut :

“Dan di pelataran surau kiri itu akan tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana
dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia
sebagai Garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek” (hal.1, paragraph 1,
baris 5)

Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara
hidupnya.

Bukti :

“Kalau Tuhan akan mau mengakui kehilapan – Nya bagaimana ?” suatu suara melengking
di dalam kelompok orang banyak itu. “

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 6


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

“Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Soleh.

………………………………………………………………

“cocok sekali, di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,” sebuah
suara menyela.

“Setuju. Setuju. Setuju.” Mereka bersorak beramai-ramai (hal.4, paragraf 2)

Kebiasaan ini tentunya mengisyaratkan kepada kita bahwa tokoh-tokoh yang terlibat dalam
dialog ini termasuk kelompok orang yang sangat kritis, vokal, dan berani. Karena kritik,
vokalnya, dan beraninya Dia sering menganggap enteng orang lain dan akhirnya terjebak
dalam kesombongan. Tokoh-tokoh ini menjadi sombong di hadapan Tuhannya padahal apa
yang dilakukannya belum ada apa-apanya. Perhatikan pada berikut ini.

“Haji soleh yang jadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang
menggeletar dan berirama indah, Ia memulai pidatonya: “O, Tuhan kami yang Mahabesar,
kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat
menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji
kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya…”(hal.4, paragraf 3,
baris 3)

Akhirnya ada latar sosial lain yang digambarkan dalam cerpen ini meskipun hanya sepintas
saja gambaranya itu. Latar sosial ini menunjukkan bahwa salah satu tokoh dalam cerita ini
termasuk kedalam kelompok sosial pekerja. Buktinya seperti ini.

“Dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh
perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikitpun bertanggung jawab, “dan sekarang ke mana dia ?”

“Kerja”

“Kerja?”tanyaku mengulangi hampa.

“ya.Dia pergi kerja.” (hal.6, baris 3)

Latar Alat

Didalam cerpen ini terdapat pula latar alat. Bukti :

“…Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat
pasar…”(hal.1, paragraf 1)

“… Sebuah belek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang,
dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek.”(hal.1, paragraf 4, baris 4)

…"Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan
sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur." (hal.5, baris terakhir)

2. Alur (plot)

Bagian Awal

Pertama bagian eksposisi, berupa penjelasan tentang keberadaan seorang kakek yang
menjadi garim di sebuah surau tua beberapa tahun yang lalu, bukti :

“Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku …. akan Tuan temui seorang
tua yang biasanya duduk di surau dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya
beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garim, penjaga surau itu. Orang-orang
memanggilnya kakek.

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 7


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Sebagai penjaga surau, kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya
sekali sejum’at. Sekali enam bulan Ia mendapat seperempat dari hasil pemunggahan ikan mas
dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id, tapi sebagai Garim ia
tak begitu dikenal. Ia lebih dikenal sebagai pengasah pisau. Karena Ia begitu mahir dengan
pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tidak pernah meminta
imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting,
memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan
rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan
sedikit senyum” (hal.1, paragraf 2).

Kedua yakni instabilitas (ketidakstabilan), yaitu bagian yang didalamnya terdapat keterbukaan.
Cerita mulai bergerak dan terbuka dengan segala permasalahannya. Bukti :

“Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu
tanpa penjaganya ….

Jika Tuan datang sekarang hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian
yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya …” (hal.1, paragraf
3)

Bagian Tengah

Suatu konflik, bahwa si Kakek wafat karena dongengan yang tak dapat disangkal
kebenarannya. Bukti :

“Dan biang keladi dari kecerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal
kebenarannya.” (hal.1, paragraf 3, baris 8)

Konflik ini kemudian diperkuat dengan pemunculan tokoh alur yang berniat hendak mengupah si
Kakek. Akan tetapi begitu tokoh atau bertemu dengan si Kakek suasananya sangat tidak
diharapkan. Bukti :

… Kakek begitu muram. Di sudut benar dia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan
dan dagunya. Pandangannya sayu kedepan, seolah-olah ada sesuatu yang mengamuk
pikirannya. Sebuah blek susu yang berisi minyak kelapa sebuah asahan halus, kulit sol panjang,
dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. (hal.1, paragraph 4, baris 2)

Rupanya si Kakek sedang dicekam konflik. Konflik ini berkembang menjadi konflikasi
manakala tokoh aku menanyakan sesuatu yang berupa pisau kepada si Kakek. Penyebab
munculnya konflikasi ini bukan karena pisau itu melainkan pemilih pisau itu. Hal ini terbukti
ketika si Kakek menyebutkan nama pemilik pisau itu, dia begitu geramnya bahkan mengancam.
Bukti :

“Kurang ajar dia.” Kakek menjawab.

“ Kenapa ? “

“ Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggorok tenggorokannya.”
(hal.2 )

Kemarahannya ini demikian hebat, makanya dia mau saja melepaskan kekesalannya dengan
menceritakan apa yang dilakukan Ajo Sidi terhadapnya di hadapan tokoh aku. Dia bercerita
karena desakan dari dalam batinnya. Dia sendiri tak mampu menahannya untuk
menyembunyikan apa yang diceritakan Ajo Sidi. Namun, segala apa yang diungkapkannya di
depan tokoh Aku ini tidak membuatnya merasa ringan. Bahkan mungkin semakin berat dan
menekan dada dan batinnya. Akibatnya, klimaks kekecewaan si Kakek berakhir dengan cara
yang tragis. Dia nekat membunuh dirinya sendiri dengan cara menggorok lehernya.

Bagian Akhir

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 8


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Kejutan itu terletak pada pemecahan masalah, yaitu ketika orang-orang terkejut mendapatkan si
Kakek garin itu meninggal dengan cara mengenaskan, justru Ajo Sidi menganggap hal itu biasa
saja bahkan dia berusaha untuk membelikan kain kafan meskipun hal ini dia pesankan melalui
istrinya. Bukti :

Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia. “Ia
sudah pergi,” jawab istri Ajo Sidi.

“Tidak ia tahu Kakek meninggal ?”

“Sudah. Dan ia meniggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis.”

“Dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan
Ajo Sidi yang tidak sedikitpun bertanggung jawab,” dan sekarang ke mana Dia ?”

“Kerja.”

“Kerja ?” Tanyaku mengulang hampa

“Ya. Dia pergi kerja.” (hal.6).

Maka alur cerpen ini dikelompokkan ke dalam alur regresif atau alur flash back (sorot
balik). Dikatakan demikian karena benar-benar bertumpu pada kisah sebelumnya, yang oleh
tokoh Aku kisah itu diceritakan.

“Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis.…
Dan di ujung jalan itu nanti akan Tuan temui sebuah surau tua…. Dan di pelataran kiri surau
itu akan Tuan temui seorang Tua…. Orang-orang memanggilnya kakek… Tapi kakek ini sudah
tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal…. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah
sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya (hal.1, paragraf
3).

Dan besoknya, ketika Aku mau turun rumah pagi-pagi istriku berkata apa aku tak pergi
menjenguk. “Siapa yang meninggal?” Tanyaku kaget.

“Kakek.”

“Kakek?” (hal.6 ).

3. Penokohan

a. Tokoh Aku (utama)


Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah si
Kakek yang membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau.
b. Ajo Sidi
Tokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan
keberlangsungan cerita ini .
c. Si Kakek (pendamping)
Tokoh ini agaknya menjadi tokoh sentral. Dia menjadi pusat cerita.
d. Haji Saleh (hanya disebut-sebut)
Tokoh ini adalah ciptaan Ajo Sidi. Pemunculannya sengaja untuk mengejek atau menyindir
orang lain.

4. Perwatakan
1) Tokoh aku - Dinamis

Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang lain. Bukti:

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 9


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

“Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi
tidak membuat bualan tentang kakek ? Dan bualan itukah yang mendurjakan kakek? Aku
ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi: “Apa ceritanya, kek ?”

“Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya
lagi kakek : “Bagaimana katanya, kek ?”.(hal.2, baris 19).

“Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang
tercengang-cengang. Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja.
Lalu aku tanya dia.”(hal.6).

2) Ajo Sidi - Dinamis

Secara jelas tokoh ini disebut sebagai si tukang bual. Sebutan ini muncul melalui mulut tokoh
Aku. Menurut si tokoh Aku, Ajo Sidi disebutkan sebagai si tukang bual yang hebat karena
siapa pun yang mendengarnya pasti terpikat. Selain itu bualannya selalu mengena. Data
untuk ini seperti berikut.

“….Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku
ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-
orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena
ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah
karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja
orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku
ceritanya….”(hal.1, paragraf 4, baris 12)

Dari data ini pula ternyata disebutkan pula bahwa Ajo Sidi orang yang cinta kerja.

3) Si Kakek - Dinamis

Oleh si pengarang tokoh ini digambarkan sebagai orang yang mudah dipengaruhi dan gampang
mempercayai omongan orang, pendek akal dan pikirannya, serta terlalu mementingkan diri
sendiri dan lemah imannya.

Penggambaran watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan cecrita Ajo Sidi. Padahal
yang namanya cerita tidak perlu ditanggapi serius tetapi bagi si kakek hal itu seperti
menelanjangi kehidupannya. Seandainya si kakek panjang akal dan pikirannya serta kuat
imannya tidak mungkin ia mudah termakan cerita Ajo Sidi. Dia bisa segera bertobat dan
bersyukur kepada Tuhan sehingga dia bisa membenahi hidup dan kehidupannya sesuai dengan
perintah tuhannya. Tetapi sayang, dia segera mengambil jalan pintas malah masuk ke pintu dosa
yang lebih besar.

Sedangkan gambaran untuk tokoh si Kakek yang terlalu mementingkan diri sendiri digambarkan
melalui ucapanya sendiri, seperti data berikut:

“ Sedari mudaku aku di sini, bukan ? tak kuingat punya istri, punya anak, punya
keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak terpikirkan hidupku sendiri…”(hal.2,
paragraf 3).

4) Haji Saleh - Dinamis

Secara jelas dan gamblang watak tokoh ini digambarkan sebagai orang terlalu mementingkan diri
sendiri.

5) Point of view

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 10


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Di dalam cerpen Robonya Surau Kamii agaknya A.A. Navis memposisikan dirinya dalam
cerita ini sebagi tokoh utama atau akuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di
dalam cerita dan ini terasa pada bagian awal cerita. Bukti :

“Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke Kota kelahiranku dengan menumpang bis,
Tuan akan berhenti di dekat pasar…”(hal.1).

“Sekali hari Aku datang pula mengupah pada kakek. Biasanya kakek gembira menerimaku,
karena aku suka memberinya uang…”(hal.1, paragraf 4).

Akan tetapi, ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh Aku, dan cerita
ini diperolehnya dari Ajo Sidi, maka pengarang sudah memposisikan dirinya sebagai tokoh
bawahan. Artinya, pengarang tetap melibatkan diri dalam cerita akan tetapi yang sebenarnya ia
sedang mengangkat tokoh utama atau berusaha ingin menceritakan tokoh utamanya. Di sini
pengarang tetap mengunakan kata “Aku”. Walaupun begitu kata “Aku” ini merupakan kata ganti
orang pertama pasif.

“Engkau ?”

“Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.”

……………” (hal.3, paragraf 2)

“lalu, setelah si Kakek menceritakan tentang Haji Saleh” – tokoh dongengan Ajo Sidi-
pengarang kembali ke posisi sebagai tokoh Aku seperti pada bagian awal cerita.

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 11


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Analisis Pragmatis Cerpen “Robohnya Surau Kami”


Menurut hemat saya, manfaat yang didapat pembaca setelah membaca cerpen “Robohnya Surau
Kami” adalah: pembaca sebaiknya Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang dilakukan
karena hal ini bisa saja baik di hadapan manusia tetapi tetap kurang baik di hadapan Tuhan. Hal
ini didasarkan pada cerita tentang Haji Saleh yang bangga karena dia terus beribadah kepada
tuhan di dunia, saat berada di akhirat dia dimasukkan ke neraka karena dia tidak bekerja keras di
dunia dan hanya menyembah tuhan saja. Hal itu dijelaskan sebagaimana dalam penggalan
cerpen “Robohnya Surau Kami” berikut:
di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat
bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia.
Begitu banyak orang yang diperiksa. Maklumlah dimana-mana ada perang. Dan di antara
orang-orang yang diperiksa itu ada seirang yang di dunia di namai Haji Saleh. Haji Saleh
itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan di masukkan ke dalam surga.
Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan
kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya
menyunggingkan senyum ejekan. Dan ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia
melambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat ketemu nanti’

Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti
kenapa ia di bawa ke neraka. Ia tak mengerti apa yang di kehendaki Tuhan daripadanya
dan ia percaya Tuhan tidak silap.

Alangkah tercengang Haji Saleh, karena di neraka itu banyak teman-temannya di dunia
terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti dengan keadaan
dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka itu tak kurang ibadatnya dari dia
sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan
bergelar syekh pula. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka
dinerakakan semuanya. Tapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun, tak mengerti
juga.

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 12


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Simpulan
Makna tingkat pragmatis pada cerpen “Robohnya Surau Kami” adalah pembaca sebaiknya
Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang dilakukan karena hal ini bisa saja baik di hadapan
manusia tetapi tetap kurang baik di hadapan Tuhan.

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 13


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi.1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta.

Badudu, J.S. 1979. Sari Kesusasteraan Indonesia Jilid 2. Bandung: Pustaka Prima.

Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.1994. Metode Penelitian Seni Budaya Jakarta: Dinas
Kebudayaan DKI Jakarta.

Esten, Mursal. 1984. Kesusastraan: Pengantar teori dan sejarah. Bandung: Angkasa.

Haryati, A. dan Winarto Adiwardoyo.1990. Latihan Apresiasi dan Sastra. Malang: Yayasan A3
Malang.

Hoerip, Satyagraha.1984. Cerita Pendek Indonesia 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan


Pengembangan Bahasa.

Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat, edisi ketiga. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Prima.

Lubis, Mochtar. 1980. Teknik Mengarang. Jakarta : Kurnia Esa.

Sayuti, Suminto A.2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogjakarta: Gama Media.

Sukada, Made.1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia: Masalah Sistematika Analisis Struktur
Fiksi. Bandung : Angkasa.

Suroto.1989. Teori dan Pembimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta :
Erlangga.

Tarigan, Henri Guntur.1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 14


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Lampiran

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 15


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Cerpen Robohnya Surau Kami

“Robohnya Surau Kami”


Karya : A.A. Navis

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang
bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah
Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke
jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada
kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. Dan di pelataran kiri
surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah
ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu.
Orang-orang memanggilnya Kakek.

Sebagai penajaga surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang
dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan
ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi
sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu
mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah
minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau
gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya
imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima
kasih dan sedikit senyum.

Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau
itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan
segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti
papan dinding atau lantai di malam hari. Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai
gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian
cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti
pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak
memelihara apa yang tidak di jaga lagi. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah
dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya.

Sekali hari aku datang pula mengupah Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku,
karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia
duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke depan,
seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Sebuah belek susu yang berisi minyak
kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki
Kakek. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya
seperti saat itu. Kemudian aku duduk disampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya
Kakek,
"Pisau siapa, Kek?"
"Ajo Sidi."
"Ajo Sidi?"
Kakek tak menyahut. Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia.
Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-
orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu
sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua
pelaku – pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi
pameo akhirnya. Ada-ada saja orang-orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak
pelaku ceritanya. Ketika sekali ia menceritakan bagaimana sifat seekor katak, dan kebetulan ada
pula seorang yang ketagihan menjadi pemimpin berkelakuan seperti katak itu, maka untuk
selanjutnya pimpinan tersebut kami sebut pimpinan katak.

Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatang Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi
telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek? Aku ingin
tahu. Lalu aku tanya Kakek lagi.
"Apa ceritanya, Kek?"
"Siapa?"
"Ajo Sidi."
NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 16
TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

"Kurang ajar dia," Kakek menjawab.


"Kenapa?"
"Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggorokannya."
"Kakek marah?"
"Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama
aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya.
Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku
menyerahkan diri kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal."
Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi
Kakek, "Bagaimana katanya, Kek?"

Tapi Kakek diam saja. Berat hatinya bercerita barangkali. Karena aku telah berulang-ulang
bertanya, lalu ia yang bertanya padaku, "Kau kenal padaku, bukan? Sedari kau kecil aku sudah
disini. Sedari mudaku, bukan? Kau tahu apa yang kulakukan semua, bukan? Terkutukkah
perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?"
Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi. Sebab aku tahu, kalau Kakek sudah membuka mulutnya,
dia takkan diam lagi. Aku biarkan Kakek dengan pertanyaannya sendiri.

"Sedari muda aku di sini, bukan? Tak kuingat punya isteri, punya anak, punya keluarga seperti
orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala
kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Tak pernah aku
menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan
manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu? Akan
dikutukinya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya? Tak kupikirkan hari esokku,
karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih dan penyayang kepada umatnya yang tawakal. Aku
bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya
bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-
Nya. Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku
terkejut. Masya Allah kataku bila aku kagum. Apa salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku
dikatakan manusia terkutuk."

Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku, "Ia katakan Kakek begitu,
Kek?"
"Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya."
Dan aku melihat mata Kakek berlinang. Aku jadi belas kepadanya. Dalam hatiku aku
mengumpati Ajo Sidi yang begitu memukuli hati Kakek. Dan ingin tahuku menjadikan aku
nyinyir bertanya. Dan akhirnya Kakek bercerita lagi.

"Pada suatu waktu, ‘kata Ajo Sidi memulai, ‘di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang
yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam
daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang yang diperiksa. Maklumlah dimana-mana
ada perang. Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seirang yang di dunia di namai Haji
Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan di masukkan ke
dalam surga. Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada dan
menekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya
menyunggingkan senyum ejekan. Dan ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia
melambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat ketemu nanti’. Bagai tak habis –
habisnya orang yang berantri begitu panjangnya. Susut di muka, bertambah yang di belakang.
Dan Tuhan memeriksa dengan segala sifat-Nya.

Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan.
Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.
‘Engkau?’
‘Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.’
‘Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.’
‘Ya, Tuhanku.’
‘apa kerjamu di dunia?’
‘Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.’
‘Lain?’
‘Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.’
‘Lain.’

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 17


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

‘Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu, menyebut-nyebut
nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku juga. Dan
aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsafkan umat-Mu.’
‘Lain?’

Haji Saleh tak dapat menjawab lagi. Ia telah menceritakan segala yang ia kerjakan. Tapi
ia insaf, pertanyaan Tuhan bukan asal bertanya saja, tentu ada lagi yang belum di katakannya.
Tapi menurut pendapatnya, ia telah menceritakan segalanya. Ia tak tahu lagi apa yang harus
dikatakannya. Ia termenung dan menekurkan kepalanya. Api neraka tiba-tiba menghawakan
kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap air matanya mengalir, diisap
kering oleh hawa panas neraka itu.
‘Lain lagi?’ tanya Tuhan.

‘Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang Mahabesar, lagi Pengasih dan Penyayang,
Adil dan Mahatahu.’ Haji Saleh yang sudah kuyu mencobakan siasat merendahkan diri dan
memuji Tuhan dengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat lembut terhadapnya dan tidak
salah tanya kepadanya.
Tapi Tuhan bertanya lagi: ‘Tak ada lagi?’
‘O, o, ooo, anu Tuhanku. Aku selalu membaca Kitab-Mu.’
‘Lain?’

‘Sudah kuceritakan semuanya, o, Tuhanku. Tapi kalau ada yang lupa aku katakan, aku pun
bersyukur karena Engkaulah Mahatahu.’
‘Sungguh tidak ada lagi yang kaukerjakan di dunia selain yang kauceritakan tadi?’
‘Ya, itulah semuanya, Tuhanku.’
‘Masuk kamu.’

Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti kenapa
ia di bawa ke neraka. Ia tak mengerti apa yang di kehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya
Tuhan tidak silap. Alangkah tercengang Haji Saleh, karena di neraka itu banyak teman-temannya
di dunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti dengan keadaan
dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka itu tak kurang ibadatnya dari dia sendiri.
Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar syekh pula.
Lalu Haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka dinerakakan semuanya. Tapi
sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun, tak mengerti juga.
‘Bagaimana Tuhan kita ini?’ kata Haji Saleh kemudian, ‘Bukankah kita di suruh-Nya taat
beribadat, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita
dimasukkan-Nya ke neraka.’

‘Ya, kami juga heran. Tengoklah itu orang-orang senegeri dengan kita semua, dan tak kurang
ketaatannya beribadat,’ kata salah seorang diantaranya. ‘Ini sungguh tidak adil.’
‘Memang tidak adil,’ kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.
‘Kalau begitu, kita harus minta kesaksian atas kesalahan kita.’
‘Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau Ia silap memasukkan kita ke neraka ini.’
‘Benar. Benar. Benar.’ Sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.
‘Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?’ suatu suara melengking di dalam
kelompok orang banyak itu.
‘Kita protes. Kita revolusikan,’ kata Haji Saleh.
‘Apa kita revolusikan juga?’ tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin
gerakan revolusioner.
‘Itu tergantung kepada keadaan,’ kata Haji Saleh. ‘Yang penting sekarang, mari kita
berdemonstrasi menghadap Tuhan.’
‘Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita perolah,’ sebuah suara
menyela.
‘Setuju. Setuju. Setuju.’ Mereka bersorak beramai-ramai. Lalu mereka berangkatlah bersama-
sama menghadap Tuhan.

Dan Tuhan bertanya, ‘Kalian mau apa?’ Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan juru
bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama rendah, ia memulai
pidatonya: ‘O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu
yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembahmu. Kamilah orang-orang yang selalu

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 18


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaranMu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-


lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat sedikitpun kami membacanya. Akan
tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa setelah Engkau panggil kami kemari, Engkau memasukkan
Kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tak diingini, maka di sini, atas nama orang-
orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kau jatuhkan kepada kami ke
surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam Kitab-Mu.’

‘Kalian di dunia tinggal di mana?’ tanya Tuhan.


‘Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’
‘O, di negeri yang tanahnya subur itu?’
‘Ya, benarlah itu, Tuhanku.’
‘Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang
lainnya, bukan?’
‘Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami.’ Mereka mulai menjawab serentak.
Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka
sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
‘Di negeri mana tanahnya begitu subur, sehingga tanaman tumbuh tanpa di tanam?’
‘Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.’
‘Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’
‘Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.’
‘Negeri yang lama diperbudak negeri lain?’
‘Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’
‘Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkut ke negerinya, bukan?’
‘Benar, Tuhanku. Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.’

‘Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil
tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?’
‘Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu kami tak mau tahu. Yang penting bagi
kami ialah menyembah dan memuji Engkau.’
‘Engkau rela tetap melarat, bukan?’
‘Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.’
‘Karena kerelaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?’
‘Sungguhpun anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka
hafal di luar kepala.’
‘Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak di masukkan ke hatinya, bukan?’
‘Ada, Tuhanku.’
‘Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua.
Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan
engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau
negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak
mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal
kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu
semua mesti masuk neraka. hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di
keraknya!"

Semua menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa
jalan yang diridai Allah di dunia. Tapi Haji Saleh ingin juga kepastian apakah yang akan di
kerjakannya di dunia itu salah atau benar. Tapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya
saja pada malaikat yang menggiring mereka itu.
‘Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’ tanya Haji Saleh.
‘Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk
neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri,
melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah
kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara
semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.’

Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan
Kakek.
Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi
menjenguk. "Siapa yang meninggal?" tanyaku kagut.
"Kakek."

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 19


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

"Kakek?"
"Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia
menggoroh lehernya dengan pisau cukur."
"Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara," kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang
tercengang-cengang.
Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Lalu aku tanya dia.
"Ia sudah pergi," jawab istri Ajo Sidi.
"Tidak ia tahu Kakek meninggal?"
"Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis."
"Dan sekarang," tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan
Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, "dan sekarang kemana dia?"
"Kerja."
"Kerja?" tanyaku mengulangi hampa.
"Ya, dia pergi kerja."

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 20


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Biografi Pengarang

Haji Ali Akbar Navis (lahir di Kampung Jawa, Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November
1924 – meninggal 22 Maret 2003 pada umur 78 tahun) adalah seorang sastrawan dan budayawan
terkemuka di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama A.A. Navis. Ia menjadikan menulis
sebagai alat dalam kehidupannya. Karyanya yang terkenal adalah cerita pendek Robohnya Surau
Kami. Navis 'Sang Pencemooh' adalah sosok yang ceplas-ceplos, apa adanya. Kritik-kritik
sosialnya mengalir apa adanya untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi, agar hidup lebih
bermakna. Ia selalu mengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih. Ia amat gelisah
melihat negeri ini digerogoti para koruptor. Pada suatu kesempatan ia mengatakan kendati
menulis adalah alat utamanya dalam kehidupan tapi jika dikasih memilih ia akan pilih jadi
penguasa untuk menangkapi para koruptor. Walaupun ia tahu resikonya, mungkin dalam tiga
bulan, ia justru akan duluan ditembak mati oleh para koruptor itu.

Dunia sastra Indonesia kehilangan salah seorang sastrawan besar. Navis telah lama mengidap
komplikasi jantung, asma dan diabetes. Dua hari sebelum meninggal dunia, ia masih meminta
puterinya untuk membalas surat kepada Kongres Budaya Padang bahwa dia tidak dbisa ikut
Kongres di Bali. Serta minta dikirimkan surat balasan bersedia untuk mencetak cerpen terakhir
kepada Balai Pustaka. Ia meninggalkan satu orang isteri, Aksari Yasin, yang dinikahi tahun 1957
dan tujuh orang anak yakni Dini Akbari, Lusi Berbasari ,Dedi Andika, Lenggogini, Gemala
Ranti, Rinto Amanda, dan Rika Anggraini, serta 13 cucu. Ia dikebumikan di Taman Pemakaman
Umum (TPU) Tunggul Hitam, Padang.

Sebelum dikebumikan, sejumlah tokoh, budayawan, seniman, pejabat, akademikus, dan


masyarakat umum melayat ke rumah duka di Jalan Bengkuang Nomor 5, Padang. Di antaranya;
Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah A Syafii Maarif, Gubernur Sumbar Zainal Bakar, mantan
Menteri Agama Tarmizi Taher, dan mantan Gubernur Sumbar Hasan Basri Durin, serta penyair
Rusli Marzuki Saria.

Nama pria Minang yang untuk terkenal tidak harus merantau secara fisik, ini menjulang dalam
sastra Indonesia sejak cerpennya yang fenomenal, Robohnya Surau Kami, terpilih menjadi satu
dari tiga cerpen terbaik majalah sastra Kisah, (1955). Sebuah cerpen yang dinilai sangat berani.
Kisah yang menjungkirbalikkan logika awam tentang bagaimana seorang alim justru dimasukkan
ke dalam neraka. Karena dengan kealimannya, orang itu melalaikan pekerjaan dunia sehingga
tetap menjadi miskin.

Ia seorang seniman yang perspektif pemikirannya jauh ke depan. Karyanya Robohnya Surau
Kami, juga mencerminkan perspektif pemikiran ini. Yang roboh itu bukan dalam pengertian
fisik, tapi tata nilai. Hal yang terjadi saat ini di negeri ini. Ia memang sosok budayawan besar,
kreatif, produktif, konsisten dan jujur pada dirinya sendiri.

Sepanjang hidupnya, ia telah melahirkan sejumlah karya monumental dalam lingkup kebudayaan
dan kesenian. Ia bahkan telah menjadi guru bagi banyak sastrawan. Ia seorang sastrawan
intelektual yang telah banyak menyampaikan pemikiran-pemikiran di pentas nasional dan
internasional. Ia menulis berbagai hal. Walaupun karya sastralah yang paling banyak digelutinya.
Karyanya sudah ratusan, mulai dari cerpen, novel, puisi, cerita anak-anak, sandiwara radio, esai
mengenai masalah sosial budaya, hingga penulisan otobiografi dan biografi.

Ia yang mengaku mulai menulis sejak tahun 1950, namun hasil karyanya baru mendapat
perhatian dari media cetak sekitar 1955, itu telah menghasilkan sebanyak 65 karya sastra dalam
berbagai bentuk. Ia telah menulis 22 buku, ditambah lima antologi bersama sastrawan lainnya,
dan delapan antologi luar negeri, serta 106 makalah yang ditulisnya untuk berbagai kegiatan
akademis di dalam maupun di luar negeri dan dihimpun dalam buku Yang Berjalan Sepanjang
Jalan. Novel terbarunya, Saraswati, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2002.

Beberapa karyanya yang amat terkenal adalah:

 Surau Kami (1955)


 Bianglala (1963)
 Hujan Panas (1964)
 Kemarau (1967)

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 21


TUGAS BAHASA INDONESIA ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

 Saraswati
 Si Gadis dalam Sunyi (1970)
 Dermaga dengan Empat Sekoci (1975)
 Di Lintasan Mendung (1983)
 Dialektika Minangkabau (editor, 1983)
 Alam Terkembang Jadi Guru (1984)
 Hujan Panas dan Kabut Musim (1990)
 Cerita Rakyat Sumbar (1994)
 Jodoh (1998)

Sebagai seorang penulis, ia tak pernah merasa tua. Pada usia gaek ia masih saja menulis. Buku
terakhirnya, berjudul Jodoh, diterbitkan oleh Grasindo, Jakarta atas kerjasama Yayasan Adikarya
Ikapi dan The Ford Foundation, sebagai kado ulang tahun pada saat usianya genap 75 tahun.
Jodoh berisi sepuluh buah cerpen yang ditulisnya sendiri, yakni Jodoh (cerpen pemenang
pertama sayembara Kincir Emas Radio Nederland Wereldemroep, 1975), Cerita 3 Malam, Kisah
Seorang Hero, Cina Buta, Perebutan, Kawin (cerpen pemenang majalah Femina, 1979), Kisah
Seorang Pengantin, Maria, Nora, dan Ibu. Ada yang ditulis tahun 1990-an, dan ada yang ditulis
tahun 1950-an.

Padahal menulis bukanlah pekerjaan mudah, tapi memerlukan energi pemikiran serius dan
santai. "Tidak semua gagasan dapat diimplementasikan dalam sebuah tulisan, dan bahkan
kadang-kadang memerlukan waktu 20 tahun untuk melahirkan sebuah tulisan. Kendati demikian,
ada juga tulisan yang dapat diselesaikan dalam waktu sehari saja. Namun, semua itu harus
dilaksanakan dengan tekun tanpa harus putus asa. Saya merasa tidak pernah tua dalam menulis
segala sesuatu termasuk cerpen," katanya dalam suatu diskusi di Jakarta.

Kiat menulis itu, menurutnya, adalah aktivitas menulis itu terus dilakukan, karena menulis itu
sendiri harus dijadikan kebiasaan dan kebutuhan dalam kehidupan. Ia sendiri memang terus
menulis, sepanjang hidup, sampai tua. Mengapa? "Soalnya, senjata saya hanya menulis,"
katanya. Baginya, menulis adalah salah satu alat dalam kehidupannya. "Menulis itu alat, bukan
pula alat pokok untuk mencetuskan ideologi saya. Jadi waktu ada mood menulis novel, menulis
novel. Ada mood menulis cerpen, ya menulis cerpen," katanya seperti dikutip Kompas, Minggu,
7 Desember 1997.

Dalam setiap tulisan, menurutnya, permasalahan yang dijadikan topik pembahasan harus
diketengahkan dengan bahasa menarik dan pemilihan kata selektif, sehingga pembaca tertarik
untuk membacanya. Selain itu, persoalan yang tidak kalah pentingnya bagi seorang penulis
adalah bahwa penulis dan pembaca memiliki pengetahuan yang tidak berbeda. Jadi pembaca atau
calon pembaca yang menjadi sasaran penulis, bukan kelompok orang yang bodoh.

NABILA AZZAH APRILIA KELAS AKSELERASI TAHUN PELAJARAN 2014-2015 22

Anda mungkin juga menyukai