Anda di halaman 1dari 61

TUGAS BAHASA INDONESIA

MEMBUAT KUMPULAN CERPEN


TAHUN PELAJARAN 2022/2023

KELOMPOK 1/IX-B

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 8 BOGOR


Jl. A. Yani No.140, RT.01/RW.04, Tanah Sareal, Kec. Tanah Sereal,
Kota Bogor, Jawa Barat 16162021

1
DAFTAR ISI

I. KATA PENGANTAR……………………….3
II. PENDAHULUAN…………………...………4
III. TUJUAN……………………………………..4
IV. NAMA ANGGOTA…………………………5
V. CERPEN 1: MESIN WAKTU
TRAVILLIA………………………………....6
VI. CERPEN 2: TEMAN TAPI MESRA……....14
VII. CERPEN 3: ZIANA DAN SAHABAT
DUNIA MAYANYA…………………….....17
VIII. CERPEN 4: CERITA KEHIDUPAN
SEHARI-HARI LANY……………………..25
IX. CERPEN 5: SEKOLAH ASRAMA ABBEY
MOUNT…………………………………….29
X. CERPEN 6: SI TUNGGAL RAPUH…...….32
XI. CERPEN 7: TIGA SAHABAT…………….35
XII. CERPEN 8: MIMPI BURUK………………38
XIII. CERPEN 9: KOK KITA ASING…………..43
XIV. CERPEN 10: KENANGAN
BERHARGA……………………………….48
XV. CERPEN 11: VIOLET……………………..52
XVI. CERPEN 12: PERJALANAN 6 TAHUN
BERSAMA………………………………....56
XVII. TENTANG PENULIS……………………...60

2
I. KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas membuat kumpulan cerpen ini tepat
pada waktunya.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan tugas kumpulan cerpen
ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan dalam
penulisan tugas selanjutnya.

Bogor, 5 Desember 2022


Guru Bahasa Indonesia,

Deswira Susanti S.Pd


NIP. 19721224 200801 2 00

3
II. PENDAHULUAN

Cerpen merupakan suatu karya sastra dalam bentuk tulisan yang mengisahkan dan
mengungkapkan tentang kehidupan sehari-hari manusia secara khusus yang dapat disajikan
dengan sebuah cerita fiksi atau kisah nyata dan berpusat pada suatu tokoh utama dalam suatu
situasi, lalu dikemas secara pendek, jelas dan ringkas. Cerpen terbangun dari dua unsur, yaitu
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik cerpen meliputi tema, amanat, latar, sudut
pandang (point of view), tokoh, penokohan atau watak, dan alur. Sedangkan unsur ekstrinsik
cerpen meliputi latar belakang masyarakat terdiri dari kondisi politik, kondisi sosial, kondisi
ekonomi masyarakat, dan nilai – nilai dalam cerita yang terdiri dari nilai agama, nilai moral
dan nilai budaya.
Banyak hal yang terkandung dalam cerpen, di dalam cerpen terdapat watak tokoh cerpen,
amanat, serta sejumlah permasalahan yang dihadapi tokoh cerpen yang merupakan potret
kehidupan nyata disajikan oleh pengarang melalui cerita. Itu berarti, dengan mengapresiasi
cerpen, kita akan mendapat banyak pengalaman hidup, termasuk nilai positif watak dan amanat
cerita di dalamnya.
Cerpen termasuk salah satu jenis karangan narasi, narasi merupakan karangan berupa
rangkaian peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Selain cerpen, karangan yang
tergolong kedalam jenis narasi adalah novel, roman, dan semua karya prosa imajinatif.
Karangan jenis ini bermaksud menyajikan peristiwa atau mengisahkan apa yang telah terjadi
dan bagaimana suatu peristiwa terjadi.
Selain berdasarkan fakta, kejadiannya boleh berupa sesuatu yang dikhayalkan oleh
penulis dan dihidupkan dalam alam fantasi yang sama sekali jauh dari realita kehidupan.
Mengapresiasikan cerpern ada banyak sekali macamnya, salah satunya yaitu dengan cara
membuat cerpen. Berdasarkan uraian diatas, kami dari kelompok 1 kelas 9B akan menyajikan
kumpulan cerpen pada buku ini dengan cerpen yang telah kami buat yang dipersembahkan
dengan berbagai tema di dalamnya.

III. TUJUAN

Tujuan dibuatnya buku ini adalah sebagai apresiasi kami terhadap cerpen dan dalam
rangka menambah wawasan dan pengetahuan kami lebih dalam seputar cerpen. Dengan
dibuatnya laporan ini kami dapat mendapatkan sejumlah manfaat seperti meningkatkan
kemampuan menulis makalah, meningkatkan kemampuan menulis cerita, melatih kerja sama
tim, mengetahui lebih dalam tentang unsur-unsur cerpen dah ciri kebahaasan cerpen, serta
melatih kreativitas kami dalam menulis cerpen.

4
IV. NAMA ANGGOTA

Dengan demikian kami dari Kelompok 1 yang berisikan siswa-siswa kelas IX-B absen 1
sampai 12 akan memperkenalkan anggota kelompok kami, yaitu:

KELOMPOK 1 IX-B/ABSEN 1-12

NAMA ANGGOTA:
1. Abigail Saulina Ngongopan (01)
2. Adam Rezkyandra G. B. (02)
3. Aisyah Haque (03)
4. Almira Nur’aeni (04)
5. Alya Amira Aziz (05)
6. Andina Nayla Ramadani (06)
7. Argya Akbar Firjatullah (07)
8. Bellatrix Kamila Dermawan (08)
9. Bintang Adhwa Falah V. (09)
10.Daffa Hadi Wardoyo (10)
11.Dennisa Damayanti (11)
12.Fahri Roiza (12)

Pada bab selanjutnya, kami mempersembahkan sekumpulan


cerpen yang telah kami buat semampu kami.

5
MESIN WAKTU TRAVILLIA
Oleh Abigail Saulina Ngongopan

Percayakah kalian dengan penjelajah waktu? Aku yakin pasti banyak yang berkata
tidak, Aku pun begitu. Sampai dimana saat Aku mendapati kejadian itu sendiri. Inilah kisahku,
kisah yang tak akan ku lupakan.
Hai, namaku Travillia, nama yang unik bukan? Namaku memilki arti “penjelajah.” Oh
iya, Aku adalah anak tunggal. Karena hal itu, orang tuaku selalu mengusahakan hal terbaik
untukku walau kadang sedikit memaksa. Seperti saat Aku memasuki bangku Sekolah
Menengah, orang tuaku tiba-tiba saja mengajak pindah dari desa. Saatku tanya alasannya,
mereka menjawab dengan jawaban tak masuk akal. Aku sebenarnya tidak menerima
kepindahan ini, tapi Aku yakin ini adalah hal yang sudah mereka pertimbangkan baik-baik.
Sungguh Aku sangat menyayangi mereka.
Setelah Aku pindah, banyak sekali hal-hal aneh yang menimpaku. Seperti pertama kali
Aku masuk sekolah, seperti ada mata yang memperhatikanku. Juga saat Aku berjalan sendiri,
pasti ada ‘sosok’ yang mengikutiku. Ah, kalau di ingat lagi membuat ku sangat muak. Aku pun
berusaha acuh terhadap hal janggal tersebut, namun tak bisa. Aku sudah menceritakan
kepada orang tuaku, tetapi mereka berkata,
“Tidak apa-apa, itu pasti hanya perasaanmu saja. Toh kamu masi perlu adaptasi.” Aku
menghela nafas dan mulai mengingat kembali semua masalah yang menimpaku.
“Jika dipikirkan kembali semua kejadian ini bermula ketika aku pindah.” Gumamku.
“Hey Ravi, apa yang sedang kamu pikirkan?” Suara itu membuyarkan lamunanku,
suara yang sangat Aku kenal.
Dugaanku tepat, ternyata pemilik suara itu adalah Lumine, teman masa kecilku. Aku
sering memanggilnya dengan sebutan “Lulu”, karena menurutku nama Lumine terlalu sulit
untuk diucapkan. Ia pindah kesini mengikutiku. Saat ku menanyainya kenapa ia mengikutiku,
Ia menjawab,
“Mana bisa aku tinggal disini tanpamu Ravi, dimana lagi tempatku bercerita kalau
tidak di kamu.” Dengan wajahnya yang memelas.
Ya Lumine memang memanggilku dengan panggilan “Ravi”. Panggilan yang aneh tapi
Aku cukup menyukainya. Dengan Lulu yang berada disini Aku merasa sedikit tenang.
“Oh, tidak ada. Aku hanya sedang melamun saja, sambil menunggu kamu yang sangat
lama.” Kataku kepada Lumine.
“Maaf sudah membuatmu menunggu, tadi Aku dipanggil guru dulu. Daripada lebih
lama lagi, lebih baik kita langsung berangkat.” Aku menjawab perkataan Lumine dengan
anggukan. Kami pun langsung bergegas pergi. Kemana kami pergi? Ahh, kami pergi untuk
menyelidiki tentang ‘sosok’ yang selalu mengikutiku. Aku menceritakan semuanya kepada

6
Lumine, awalnya ia menanggapinya seperti orang tuaku, tapi kuyakinkan dirinya. Ia pun
mempercayaiku. Kami pun membuat rencana, maksudku Lumine pun membuat rencana
untuk menyelidiki semua ini.
Kami mulai menyelidiki di tempat yang selalu Aku lalui. Kami menyelidiki hingga
malam, tapi tak membuahkan hasil. ‘Sosok’ itu ternyata tak muncul. Aku sedikit kecewa, tapi
tak apa. Hingga di hari ketiga. Aku berjalan seperti biasa, tapi Lumine tetap memantauku. Aku
merasa ada yang mengikutiku dan kuyakin pasti itu adalah ‘sosok’ yang selalu mengikutiku.
Ku kirimkan sinyal kepada Lumine, bahwa ‘sosok’ itu sedang mengikutiku. Tapi, aneh
mengapa Aku merasa ada dua sosok yang mengikutiku.
Setelah Lumine mengirim sinyal balik, ku ambil ancang-ancang untuk menangkap
‘sosok’ itu, begitu pula dengan Lumine. Dan tertangkap, benar firasatku ternyata ada dua
‘sosok’.
“Hahaha, kita berhasil menanggapnya, Rav.” Seru Lumine dengan dengan senang.
“Baiklah, saatnya kita buktikan siapa ‘sosok’ yang selalu mengganggumu akhir-akhir
ini.” Saat Lumine melihat siapa dibalik semua ini, ia sangat terkejut.
“HAHH?!!! A-apa maksud ini semua? Mengapa kamu jadi ada dua bahkan tiga, Rav?”
teriak Lumine dengan muka terkejutnya.
“A-aku juga tidak tahu Lumine siapa mereka. Dan mengapa mereka sangat mirip
denganku.” Kataku menjawab dengan gelagapan, sama halnya dengan Lumine Aku sangat
terkejut dengan semua hal ini.
“Ugh, berisik sekali. Kamu tak berubah ya Lumine, selalu cerewet seperti biasa. Oh iya,
bisakah lepaskan aku? Aku tidak akan kabur kok.” Sahut ‘sosok’ yang Lumine tangkap.
Mendengar ucapan itu, Lumine bergegas melepaskan tangannya dari tubuh si ‘sosok’ yang ia
tangkap.
“Terimakasih. Baiklah akan aku jelaskan tentang semua ini. Namaku Anggelina, aku
adalah dirimu di masa depan. Dan yang kamu tanggap adalah dirimu dari masa lalu.” Katanya
menjelaskan sembari menunjuk diriku.
“Hey! Padahal aku bisa memperkenalkan diriku sendiri. Benar yang Angge katakan,
aku adalah dirimu dari masa lalu. Ya aku adalah Travillia.” Kata ‘sosok’ lain yang berhasil
kutangkap.
“Hey berhenti memanggilku Angge!” Kata diriku dari masa depan yaitu Anggelina.
“Kenapa tidak boleh? Itukan panggilan istimewaku untukmu. Lagipula namamu sangat
susah untuk di lafalkan.” Jelas Travillia dari masa lalu.
Mereka berdua terlihat cukup akrab. Apakah mereka sudah lama tiba disini? Bingung.
Aku sangat bingung. Bagaimana bisa Aku bertemu dengan diriku dari masa depan dan masa
lalu.

7
“Maksud kalian apa? Apa ini benar? Tidak kan? Apa Aku berhalusinasi?” Aku
melontarkan banyak sekali pertanyaan. Mereka pun menjawab semua pertanyaanku satu per
satu. Mereka menjelaskan bagaimana mereka bisa pergi kesini dan alasan mereka
menemuiku di masa sekarang. Tak kusangka mereka memiliki alasan yang berbeda.
Anggelina, diriku dari masa depan, datang menemuiku karena masalah yang terjadi di
masa depan. Dia di masa depan menjadi buronan, itulah alasan mengapa dia mengganti
namanya. Dia menjadi buronan bukan karena dia melakukan sesuatu yang buruk, tapi karena
dia penyebab dari semua kekacauan yang terjadi di masa depan. Ternyata keluargaku yang
berada di masa depan tidak pindah. Ternyata Anggelina menolak keputusan orang tuaku
untuk pindah. Hal itu yang memicu semua yang terjadi.
Anggelina memberi tahuku hal yang lebih mengagetkan lagi. Ternyata orang tuaku
adalah salah satu dari peneliti tentang dunia paralel, bahkan mereka juga pencipta mesin
waktu. Sebenarnya Aku hampir tidak mempercayainya, tapi setelah di jelaskan kembali oleh
Angge semua menjadi masuk akal.
Karena tidak pindah dari desa, keluargaku di masa depan pun menetap di desa. Hari-
hari yang Anggelina lewati berjalan seperti biasanya. Hingga suatu saat para penduduk desa
mencurigai keluargaku. Entah mengapa mereka selalu menanyakan kepadaku apa
sebenarnya perkerjaan orang tuaku saat itu, tapi Aku tak menjawab. Karena sebenarnya Aku
pun tak mengetahuinya karena pasalnya mereka selalu menutup-nutupinya.
Hingga suatu hari, salah satu penduduk memergoki orang tuaku saat mencoba
menggunakan mesin waktu ciptaan mereka. Penduduk tersebut pun menceritakannya
kepada kepala desa. Malam harinya warga desa pun mencuri mesin itu dan menggunakannya
untuk hal-hal yang tak berguna. Bahkan para warga itu menjualnya di pasar gelap. Dan di
pasar gelap tersebut, mesin waktu itu ditiru dan diperjualbelikan dengan sangat leluasa.
Sehingga orang-orang dengan mudah mendapatkannya. Mereka yang menggunakan alat itu
tidak menaati aturan.
Pemerintah yang melihat hal itu pun mulai geram. Pemerintah pun mengeluarkan
surat penutupan pasar gelap tersebut, dan melarang siapapun untuk memakai alat tersebut.
Karena hal itu tidak di terima oleh masyarakat, maka terjadilah pemberontakan. Pembantaian
pun mulai terjadi, para aparat negara pun mulai di turunkan untuk membunuh para
pemberontak.
Keluargaku pun menjadi salah satu korban, para aparat negara tersebut membantai
kami semua. Hanya tersisa aku seorang. Mereka membantai keluargaku karena, orang tuaku
adalah pencipta alat itu, dan mereka juga mengira keluargaku pun yang menjual alat itu ke
pasar gelap. Akhirnya Angge memutuskan untuk pergi kesini, untuk menemuiku, Travillia di
masa sekarang.
“Maukah kamu membantuku untuk tetap disini dan tidak kembali ke desa? Tolong,
aku hanya ingin hidup utuh bersama keluargaku, sebab hanya merekalah yang ku punya di
masa depan.” Jelas Anggelina dengan air mata yang mengalir. Sungguh Aku tidak tega
melihatnya seperti itu.

8
Sedangkan itu, Travillia diriku dari masa lalu memliki alasan yang sangat bertolak
belakang dengan Anggelina. Alasan dia menemuiku karena, masalah yang terjadi didesa.
Ternyata setelah pindah, kehidupan didesa menjadi kacau. Kehidupan disana menjadi turun
drastis. Karena kepala desa yang tak bisa mengatur desa dengan baik dan bijak. Bahkan si
kepala desa menjual desa, dengan alasan tak bisa mengurus desa ini lagi. Setelah menjual
desa, si kepala desa ternyata kabur dengan membawa hasil penjualan itu.
Setelah desa berganti kepemilikan. Kehidupan bukannya berubah menjadi baik, justru
makin hancur. Sang pembeli desa tersebut malah memperkerjakan penduduk desa tak
pandang bulu. Dia juga bahkan menetapkan pajak yang sungguh besar. Tidak sedikit pula
penduduk yang dia jual kepada pasar gelap karena tak mampu membayar pajak itu. Jika ada
orang yang mencoba kabur, maka orang tersebut akan ditangkap dan dipenjarakan.
“Aku mohon kepadamu Travillia, untuk kembali kedesa dan mengubah kehidupan
desa. Aku tidak mau jika desa itu menjadi tempat penuh kesengsaraan. Tegakah kamu melihat
tempat yang penuh kenangan masa kecilmu menjadi tempat yang di benci orang? Hanya
karena satu orang yang lalai akan tugasnya.” Ucap Travillia dari masa lalu dengan suara
bergetar.
Mendengar alasan mereka berdua, membuat hatiku sangat bersedih. Bagaimana
tidak? Ternyata akibat kepindahanku ini banyak masalah yang terjadi. Saat Aku sedang
tenggelam dalam pemikiranku sendiri, ternyata mereka berdua sedang bertikai.
“Untuk apa membantu desa jahat itu? Hanya membuang waktu saja. Seharusnya
dibiarkan saja seperti itu. Mungkin mereka sedang mengalami karma akibat perbuatan
mereka.” Ucap Anggelina sembari menjukkan raut muka meremehkan.
“Ada apa dengan dirimu? Mengapa kamu sangat membenci desa itu? Pahadal hampir
seluruh kenangan yang kamu punya berasal dari desa itu. Dan ingat satu hal, bukan desanya
yang jahat tetapi para penduduknya. Jadi, jaga omonganmu Angge!” Kesal dengan perkataan
Anggelina, Travillia dari masa lalu pun menjawab.
“Tidak usah kamu membela desa itu Travillia! Kamu tidak tau betapa buruknya
perlakuan mereka kepada keluargaku di masa depan. Lagi pula, semua ingatan yang berasal
dari desa itu sudahku kubur jauh-jauh. Dan, pasti Travillia di masa sekarang akan lebih
memilih membantuku daripada membantu kamu dan desa jahat itu.” Ucapnya Anggelina
kembali menjawab dengan nada marah.
“Berhenti berbicara hal-hal buruk kepada desaku! Kamu jangan terlalu percaya diri
Angge, pasti Travillia lebih memilih membantuku. Karena desa itu adalah tempat yang paling
dia cintai.” Jawab Travillia dari masa lalu.
“Bukannya dirimu yang terlalu percaya diri?” Kata Anggelina dengan tawa mengejek.
“Lebih baik kita buktikan saja siapa yang akan dipilih oleh Travillia. Jadi, siapa yang
akan kamu bantu Travillia? Dirimu dari masa lalu atau dirimu dari masa depan?” Ucap Travillia
sembari menanyakan keputusanku.

9
Melihat mereka berdua yang tiba-tiba menatapku, Aku bertambah binggung. Aku
sanggat ingin membantu keduanya. Keluarga dan desa adalah kedua hal yang sangat penting
bagiku, Aku sangat sayang kepada kedua hal itu. Tak menjawab pertanyaan itu, mereka pun
kembali memanggil namaku.
“Ada apa dengan kalian berdua? Mengapa kalian bertengkar? Dan juga mengapa
kalian menanyakan hal yang tak penting, mengenai siapa yang akan di bantu oleh Ravi?
Sungguh bodoh. Pasti Ravi akan membantu keduanya. Mana mungkin Ravi lebih memilih
keluarganya daripada desanya? Atau sebaliknya. Bagi Ravi kedua hal itu penting. Bukan begitu
Ravi? Lebih baik kalian membantu mencari jalan keluar bukannya malah bertengkar.” Ucap
Lumine secara tiba-tiba dengan suara yang cukup besar. Aku terkejut dengan apa yang
dikatakan Lumine. Tak kusangka ia memiliki pemikiran yang sama denganku. Aku benar-benar
kagum padanya.
“Benar yang dikatakan Lulu. Aku akan membantu kalian berdua. Jadi lebih baik kita
memikirkan jalan keluarnya secara bersama-sama.” Ucapku dengan mengulurkan tanganku
kepada mereka. Tak tunggu lama, ternyata mereka menarik tanganku. Aku sungguh senang
dengan reaksi yang mereka berikan. Setelah hal itu, Anggelina dan Travillia dari masa lalu pun
berdamai.
“Nah! Seharusnya kalian seperti ini sedari tadi. Jika kalian akur seperti ini, aku dan Ravi
juga ikut senang.” Kata Lumine dengan senyum lebarnya.
“Jika Travillia kecil tidak memulai masalah tadi, kami pasti tetap akur.” Jawab
Anggelina dengan melihat Travillia dari masa lalu.
“Apa-apaan kamu menuduhku seperti itu? Dan kau panggil apa aku?” Jawab Travillia
dari masa lalu.
“Aku memanggilmu dengan panggilan ‘Travillia kecil’. Kenapa? Tidak boleh? Lagian
cukup sulit saat memanggil Travillia dirimu dan Travillia dari masa ini. Jadi akan kubuatkan
kau panggilan baru.” Kata Anggelina dengan wajah meledek.
“Kalau begitu akan ku panggil Travillia dari masa lalu dengan panggilan itu.” Sahut
Lumine secara tiba-tiba.
“Tidak! Jangan panggil aku seperti itu.” Protes Travillia dari masa lalu. “Sudah terima
saja.” Ledek Anggelina kembali. Semua tertawa karena wajah Travillia kecil menjadi merah
karena menahan amarah.
Setelah kejadian itu, kami pun akhirnya merundingkan cara terbaik mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Di masa lalu maupun masa depan. Kami mencari cara. Ternyata,
tak semudah yang kukira. Banyak kemungkinan yang akan terjadi jika kami asal bertindak.
“Jadi bagaimana ini? Kami tak bisa berlama-lama lagi disini. Aku takut jika terus disini,
kehadiranku dan Travillia kecil di masa depan maupun masa lalu akan lenyap. Dan semua itu
akan merusak dunia paralel.” Kata Angge kepadaku.
“Benar yang dikatakan Angge. Jadi cara apa yang kamu pilih?” Ucap Travillia kecil.

10
“Bagaimana jika kita rundingkan esok hari lagi? Hari sudah mulai gelap. Orang tuaku
dan Ravi pasti sangat khawatir jika kami tak kunjung pulang.” Kata Lumine memberi ide.
Akhirnya, semua menyetujui apa yang dikatakan Lumine. Kami pun pulang kerumah masing-
masing. Aku dan Lumine pulang bersama. Di perjalanan Aku dan Lumine tak berbicara satu
sama lain. Mungkin karena kami sama-sama terkejut dengan hal yang baru saja kami dapati.
Hening, tidak seperti biasanya. Aku tak suka suana ini, suasana yang dimana Aku merasa
canggung dengan Lumine. Akhirnya kuberanikan diriku untuk berbicara kepadanya.
“Lulu, kenapa kamu diam saja sedari tadi?” Tanyaku ragu-ragu. Bukannya menjawab
Lumine justru ia mengajakku untuk duduk.
“Rav, ayo kita duduk di bangku itu.” Kata Lumine saat mengajakku duduk. Ku iyakan
ajakan Lumine. Kami pun duduk di dekat taman. Aku bingung, mengapa Lumine mengajakku
duduk. “Ravi.” Lumine memanggilku dengan sangat lembut. Sontak aku berpaling ke arah
Lumine.
“Hari banyak hal mengejutkan ya? Sejujurnya aku masih bingung dengan semua
peristiwa hari ini. Aku senang bisa ikut bersamamu hari ini. Kita akan mencari solusinya
bersama-sama ya? Jangan kamu pikirkan semuanya sendiri, itu hanya akan membebanimu.
Ada aku disini, jadi buat aku berguna untukmu ya? Kamu sudah banyak berubah ya? Sekarang
kamu sudah mulai terbuka kepadaku, padahal kamu dulu sangat tertutup. Saat kamu
bercerita tentang ‘sosok’ yang mengikutimu, aku sangat senang. Karena akhirnya kamu
bercerita tentang masalahmu. Aku jadi bersemangat untuk menangkap ‘sosok’ tersebut.
Tetap seperti ini ya Ravi? Tetap terbuka kepadaku. Kita akan melewati semua ini bersama.
Aku berjanji.” Ucap Lumine sambil menatap langit malam yang kosong.
Aku terkejut, tak kusangka Lumine sangat peduli kepadaku. Aku sangat bersyukur
mengenal ia, bahkan menjadi temannya. “Lulu… terimakasih. Terimakasih sudah peduli
kepadaku. Aku berjanji akan melewati ini semua bersama-sama. Jadi mohon kerja samanya
ya!” Kataku sembari memegang tangan Lumine. Kami pun berdiri dan melanjutkan perjalanan
pulang kami. Sepanjang perjalanan kami berbincang banyak hal. Hingga kami sampai ke
rumah kami masing masing. Seperti yang telah di janjikan. Kami pun bertemu kembali untuk
membahas keputusan apa yang ku ambil untuk menyelesaikan masalah ini.
“Baiklah, sudah ku putuskan untuk menghancurkan mesin waktu itu. Dan akan aku
coba jelaskan masalah yang terjadi kepada Ayah dan Ibu nanti. Juga Aku akan meminta orang
tuaku untuk tak berhubungan dengan pemerintah. Aku akan tetap tinggal disini. Untuk
masalah Travillia kecil, maaf aku belum menemukan solusinya. Aku berjanji akan segera
menemukan solusinya.” Kataku kepada mereka semua. Ya sudah kubulatkan tekadku, Aku
juga sudah memikirkan secara matang. Dan sudah ku putuskan untuk melakukan hal ini.
Semalam, setelah pulang Aku bergegas pergi ke ruang kerja orang tuaku. Untunglah
mereka sudah tertidur, jadi Aku bisa leluasa mencari alat mesin waktu itu. Dan benar saja, ku
temukan mesin itu beserta selembar surat. Di dalam surat itu dikirim oleh pemerintah,
mereka meminta orang tuaku membawa mesin waktu itu. Ternyata tujuan orang tuaku
mengajakku pindah dari desa karena hal ini. Mereka ternyata ingin memberikan mesin
tersebut kepada para pemerintah. Hal yang buruk memenuhi kepalaku. Aku takut jika hal

11
yang di alami Anggelina di masa depan dan Travillia di masa lalu, ku alami di masa ini secara
bersamaan. Jadi kuputuskan untuk menghancurkan alat mesin waktu itu agar orang tuaku tak
memberikannya kepada pemerintah.
Setelah mengatakan keputusanku, hanya hening yang kurasa. Tak ada yang
menanggapi. Dan saat ku lihat wajah Travillia diriku dari masa lalu, tampak sebuah
kekecewaan. Takut, itu yang ku rasakan saat ini. Tanganku gemetar. Tiba-tiba tanganku di
pegang oleh seseorang. Sesorang itu ternyata Lumine. Dia melihat ke arahku sambil
tersenyum, seolah berkata “Tidak usah takut, yang kamu lakukan sudah benar. Tenang saja
ada aku disini.” Ketakutanku berkurang, setelah melihat senyum penyemangat Lumine.
“Baiklah jika itu keputusanmu Ravi. Aku akan pulang kedesa. Dan aku akan memberi
tau tentang kebusukan sang kepala desa. Sebenarnya sudah dari dulu sikapnya seperti itu,
hanya saja dia selalu menahan diri ketika masih ada keluarga Ravi disini. Dia takut ketahuan
oleh keluarga Ravi dan di laporkan ke pemerintah, karena ada desas-desus bahwa keluarga
Ravi adalah mata-mata pemerintah. Jadi setelah keluarga Ravi pindah, dia jadi lebih leluasa.
Jadi mau tidak mau aku harus pulang ke desa untuk menghentikan dia. Dengan bukti yang ku
punya, pasti penduduk desa akan mempercayai aku. Tenang saja Travillia kecil, tak akan
kubiarkan bedebah itu tinggal lebih lama.” Kata Lumine sembari mengatakan keputusannya.
Sontak Aku terkejut dengan perkataan Lumine.
“Pindah kembali ke desa? Apa yang Lulu katakan? Padahal saat kemarin, ia berkata
tak bisa tinggal tanpaku, lalu mengapa ia harus pindah?” Kataku dalam hati.
“Tenang saja Ravi, aku akan sering mengunjungimu kok. Tapi hal ini harus ku lakukan,
kemarin kan kita sudah berjanji untuk menyelesaikannya bersama-sama? Jadi ini
keputusanku.” Sambung Lumine meyakinkanku.
“Lulu… kamu harus menepati janjimu itu ya? Kamu harus sering-sering kesini. Aku juga
akan sesekali berkunjung kesana.” Jawabku kepada Lumine. Ku tahan kesedihanku di depan
Lumine. Aku yakin keputusan yang Lumine buat sudah ia pikirkan sebaik mungkin.
“Terimakasih Travillia. Kamu sungguh baik, tak kusangka kamu akan mengambil
keputusan ini. Lumine, terimakasih juga karena mau kembali kedesa dan menyelesaikan
masalah yang di hadapi Travillia kecil. Persahabatan kalian begitu hebat. Tetap seperti ini ya,
jangan mengikuti jejak Lumine di masa depan.” Kata Anggelina kepadaku dan Lumine.
“Lumine aku benar-benar berterimakasih, sungguh. Terimakasih telah berkorban
untuk desa itu. Aku yakin kehidupan desa akan menjadi lebih baik berkat kehadiranmu.” Ucap
Travillia dari masa lalu sembari memegang tangan Lumine.
“Baiklah sudah saatnya aku dan Travillia kecil berpamitan. Terimakasih ya, Travillia dan
Lumine. Kami juga meminta maaf karena sudah membuatmu takut saat itu, Travillia. Sampai
bertemu di lain waktu ya!” Ucap Anggelina.
“Sampai bertemu di lain waktu Lumine Travillia. Kami juga akan tetap berjuang di
masa kami, seperti yang kamu lakukan saat ini. Maaf sudah merepotkan kalian berdua!” Kata
Travillia dari masa lalu sembari mengucapkan salam perpisahan. Mereka pun menaiki mesin

12
waktu untuk pulang ke masa mereka. Ku lambaikan tangan kepada mereka. Dan seketika
mereka mengghilang beserta mesin waktu itu. Tersisa Aku dan Lumine. Saat menengok ke
arah Lumine, terlihat ia sedang menangis.
“Lulu kenapa kamu menangis?” tanyaku.
“A-aku hanya merasa sangat sedih dengan kepergian mereka. Walau terbilang
sebentar, tapi banyak hal yang kita lakukan bersama.” Jawab Lumine dengan air mata yang
mengalir.
Tak ku pungkiri kenyataan yang di katakan Lumine. Aku bersyukur dengan kehadiran
mereka, karena dengan adanya mereka hubunganku dengan Lumine semakin dekat. Aku pun
menemani Lumine hingga berhenti menangis.
Esoknya Lumine pulang ke desa. Seperti yang ia janjikan kepada Travillia dari masa lalu
untuk memperbaiki kehidupan desa. Sebenarnya sangat sepi tanpa kehadiran Lumine disini.
Tapi tak apa, kami akan sama-sama berjuang. Aku juga melakukan hal yang sudah ku janjikan
kepada Anggelina. Ku ceritakan semuanya kepada orang tuaku. Dan ku katakan juga akan
menghancurkan mesin waktu tersebut. Berbeda seperti hal yang kukira, ternyata orang tuaku
mendukung keputusanku.
Ternyata selama ini orang tuaku bekerja untuk pemerintah karena sebuah perjanjian.
Karena saat kelahiranku orang tuaku tak mempunyai cukup uang. Jadi mereka menawarkan
diri untuk bekerja kepada pemerintah demi Aku. Selama ini mereka bekerja di bawah tekanan,
pemerintah selalu menuntut mereka. Mereka sudah berniat berhenti dan menggantikan uang
yang di berikan pemerintah. Akhirnya Aku dan orang tuaku menghancurkan mesin waktu itu
bersama. Orang tuaku berkata,
“Tidak apa-apa Travillia, kami akan mencari alasan untuk semua ini. Tak akan kami
biarkan masalah di masa lalu maupun masa depan terjadi di masa sekarang.”
Dua bulan berlalu semenjak peristiwa itu. Orang tuaku sudah tak bekerja untuk
pemerintah, sekarang mereka membuka usaha sendiri. Hubunganku dengan Lumine juga
menjadi lebih dekat. Lumine sering kali berkunjung kesini, ia banyak bercerita tentang
perubahan yang terjadi di desa. Ternyata penduduk desa mempercayai Lumine dan mengusir
kepala desa tersebut dari desa. Aku ikut bahagia dengan hal yang dikatakan Lumine. Lumine
juga berencana untuk kembali tinggal disini, karena desa sudah mulai membaik. Aku tak sabar
menyambut kehadirannya, karena hariku yang berisik akan kembali. Aku pun merasa bahagia
dapat membantu Anggelina dan Travillia dari masa lalu.

TAMAT

13
TEMAN TAPI MESRA
Oleh Adam Rezky

Di pagi hari yang cerah, Aku bersiap untuk berangkat ke sekolah. Saat itu terdapat
acara halal bihalal yang dilakukan secara bersama dengan teman-teman, guru, dan murid
yang lain. Pada saat itu di sekolah SMPN 30 masih dilakukan PTM terbatas 50% atau bisa
dibilang bersesi dan aku ada di sesi 1. Pada hari itu pun, aku bertemu dengan kawan-kawan
kelasku yang berada di sesi 2. Di sesi 2 banyak sekali temanku seperti Farhan, Rehan, Fikri,
Sigit, Mandalika, Yuda, Falencia dan Zukhori. Aku mengenalnya dari WhatsApp, namun
adapula yang ku kenal dari game seperti Mobile Legend ataupun Free Fire. Mereka teman
yang baik, walaupun terkadang jail, suka menipu, bandel, receh, lucu, dan suka menyatir.
Lalu saat kami berkumpul, kami semua seluruh kelas 9 berkumpul dan berbaris lurus
dilapangan sambil duduk. Disaat itu pun ada yang memanggil dengan menyapa diriku, dan
disitupun aku melihat wanita yang menggunakan kacamata sambil malu-malu. Dia bertanya
kepada ku,
"Lu Rusdi kan? Yang les di Pintar Berjaya? Temennya Satrio, kan?" Disitu Aku merasa
terheran karena Ia mengetahui nama ku dan dia juga kenal dengan salah satu temanku. Aku
bertanya kepadanya,
"Iya, lalu kamu siapa?" Tidak lama dia pun menjawab,
"Aku Starla salah satu teman les kamu di Pintar Berjaya.” Ucapnya. Disitu Aku merasa
kaget dan heran, Aku mengenal salah satu murid PB yang bernama Starla tapi Aku lupa
dengan mukanya. Disitu pun Aku berkenalan kembali dengan kami sama-sama masih malu,
dan disitu pun salah satu temanku Bintang, dan temannya Starla yaitu Dinda mereka berteriak
meledek mencie-ciekan diriku dengan Starla.
Di sore harinya, Aku meminta nomor Starla kepada temanku, bertujuan apakah benar
bahwa dia salah satu yang pernah les di PB. Dan ternyata iya, dia mengenal teman-temanku
juga yang les di PB dan disitu Aku mulai berteman dengannya walau tidak dekat. Lalu
kemudian Aku bertemu dengannya kembali dihalte SMPN 30. Disitu Aku dan Deni baru saja
selesai latihan upacara, karena kelasku akan bertugas menjadi petugas upacara di hari Senin.
Aku menjadi pemimpin pasukan ke-3. Disitu Aku mengajaknya naik minibus, disitu juga
ternyata dia menerima dan kami pun pulang bersama. Aku dan dia turun di halte yang sama,
yaitu halte Nusa Indah. Kami berpisah karena dia akan transit menaiki angkot 07, sedangkan
aku akan berjalan kaki karena rumahku berada disebrang Nusa Indah. Mulai dari situ, kami
pun selalu pulang bersama.
Kami menjadi dekat dan selalu pulang bersama karena arah jalan ke rumah kami yang
sama. Kami selalu naik minibus bersama. Karena kami terlihat selalu bersama, banyak
temanku yang mengira bahwa kami berpacaran. Nyatanya adalah tidak, hubungan kami
hanya sebatas teman dekat.

14
Walau kami hanya sebatas teman dekat, sebenarnya aku jadi mulai mempunyai rasa
suka padanya. Dia wanita berkacamata yang baik, kemanapun Aku pergi, disaat Aku kecewa,
sedih, dan hal lainnya dia selalu menjadi orang penyembuh. Dia akan menjadi pendengar yang
baik dari segala ceritaku padanya. Starla adalah sosok wanita yang sifatnya mungkin jarang
ditemukan di sifat perempuan pada umumnya. Menurutku, dia berbeda dari yang perempuan
lain. Semoga kedepannya Aku dan dia akan selalu dekat tanpa ada namanya musuhan dan
marah.
Pada suatu hari, Aku bertemu dengannya diperpustakaan tanpa sengaja. Aku
memanggil dan menyapanya,
"Hai! Kamu kesini juga?" Balas Starla sembari bertanya padaku.
"Iya, Aku kesini ingin membaca buku juga. Perputakaannya besar juga, ya." Jawabku
dengan basa-basi.
"Iya, disini perpustakaannya besar. Mau mencari dan membaca buku bersama ku?"
Ajak Starla.
"Ayo! Dilantai 3 kayaknya bagus, kita juga bisa melihat pemandangan indah dari atas."
Balasku pada Starla.
Diperpustakaan Aku membaca buku yang berjudul ‘Kisah yang Berawal Dari Teman.’
Sedangkan aku melihat Starla mengambil buku ‘Teman Tapi Mesra’ dari rak teratas. Kami
membaca dengan khidmat dan sangat lama.
Tak terasa, haripun sudah sore. Aku mengajaknya pulang dari perpustakaan tersebut.
Kami pulang bersama menggunakan biskita, di bus kami saling bertukar cerita dari buku yang
telah kami baca. Aku menceritakan buku yang ku baca, dan Starla terkagum dengan isi buku
tersebut. Begitupun dengan aku, aku terharu dengan isi buku yang dibaca Starla. Ternyata
dari kedua buku yang kami baca sama-sama memiliki makna ‘Nyaman, bisa membuat orang
lupa kalau mereka hanya sebatas teman dekat.’ Dari makna tersebut Aku berpikir, kalau Aku
berlebihan dalam memiliki rasa pada Starla padahal Aku dan Starla hanya sebatas teman
dekat.
Setelah itu Aku dan Starla turun di halte Nusa Indah, kami harus berpisah karena dia
harus melanjutkan transit menggunakan angkot 07, sedangkan Aku hanya tinggal jalan kaki.
Disaat jalan kaki, Aku berpikir bahwa Aku tidak boleh berharap lebih dengan seseorang yang
belum pasti dia akan menjadi takdir dalam hidupku.
Besoknya, Aku dan dia bertemu kembali karena memang kami satu sekolah. Sudah
menjadi kebiasaan saat kita bertemu pasti dicie-ciekan, belum lagi berisiknya. Aku tidak tahu
akan bagaimana isi hati Starla. Apakah ia risih dengan keadaan ini atau malau nyaman dengan
ini? Tetapi dia terlihat seperti biasa saja. Waktu sudah menunjukan waktu pulang, sudah
menjadi kebiasaan ku pulang bersama Starla. Aku dan Starla menunggu minisbus di halte
SMPN 30.
Langit mulai gelap tetapi hari masih siang, hujan pun mulai berturunan. Aku dan Starla
kehujanan, namun dia membawa payung. Kami berpayungan dibawah turunnya hujan

15
dengan payung yang sama. Entah mengapa, banyak sekali teriakan dan sorakkan ledekan
teman-temanku karena aku berpayungan berdua dengan Starla. Kami berdua sadar akan hal
itu, namun kami menghiraukannya, hingga pada akhrinya minibus pun datang. Aku dan Starla
buru-buru menaiki minibus tersebut. Hujan pun mulai reda. Kita turun di halte sama seperti
biasanya. Aku jalan kaki dan dia dengan angkot 07. Momen kami ternyata cukup banyak,
sampai aku tidak menyadarinya. Banyak sekali temanku yang menjodoh-jodohkan ku
dengannya, tapi kita berdua tidak peduli dan terus melanjutkan hubungan kita dengan
berteman walau mesra.
Begitulah cerita kami berakhir. Kami adalah teman dekat yang suka saling bertukar
cerita. Kami menikmati momen-momen saat kami bersama. Namun, adakala nya kami
memuturkan untuk hanya berteman. Kini teman-teman kami banyak yang meledek bahwa
kami adalah teman tapi mesra.

TAMAT

16
ZIANA DAN SAHABAT DUNIA MAYANYA
Oleh Aisyah Haque

@shhrainrain
Hari ini kabarku sangat baik! Aku mendapatkan nilai sempurna di ulangan matematikaku.
Aku bersyukur teman-teman di sekolah baruku baik dan peduli padaku. Bagaimana kabarmu hari ini?
@callme_anna008
Hari ini kabarku juga baik! Tidak ada yang special sih hari ini.
Hanya belajar dan latihan badminton lagi dan lagi! Bosan rasanya.
Tapi dengar-dengar, besok club badmintonku akan kedatangan anggota baru.
Aku kepo seperti apa ya dia.
@shhrainrain
Ceritalah tentang anak itu jika kau sudah bertemu dengannya.
@callme_anna008
Ya! Besok aku akan bercerita tentangnya.
@shhrainrain
Aku tunggu ceritamu…
Tidurlah. Sudah hampir tengah malam. Persiapkan dirimu untuk latihan besok.
Goodnight, Anna!
@callme_anna008
Kau juga tidurlah. Goodnight too, Rain!

Terlihat sepasang sahabat saling bertukar kabar melalui media sosial. Mereka
sebenarnya tidak saling mengenal. Mereka hanya suka bercerita dan bertukar kabar lewat
media sosial secara anonim. Bahkan mereka memakai nama samaran untuk memanggil satu
sama lain. Bisa dibilang bahwa mereka hanya teman online. Namun, mereka sudah saling
mengerti. Mereka akan saling mendengarkan dan bercerita tentang cerita keluh kesah
mereka ke satu sama lain.
Pagi yang cerah membangunkan seorang gadis cantik. Sudah jadwalnya ia bangun
untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Ia bergegas mengambil handuk dan pergi ke kamar
mandi untuk membersihkan diri sebelum dirinya hendak berangkat sekolah. Seusai
membersihkan diri, ia pergi sarapan bersama orang tuanya lalu menyiapkan peralatan yang
hendak ia bawa ke sekolah.

17
“Mah, Ana berangkat sekolah dulu ya.” Ucap sang anak pada mamanya.
“Hati-hati yaa anak mama… Ini bekal untuk makan siang. Setelah pulang sekolah
jangan lupa untuk datang ke latihan club badmintonmu ya, Ziana.” Ucap sang ibu kepada anak
gadis kesayangannya.
“Siap, Bu Komandan! Ana berangkat yaaa… Ana sayang mama.” Balas sang anak pada
ibunya sembari Ia mencium tangan Ibunda kesayangannya.
Ziana Yashica. Teman-temannya biasa memanggilnya Ziana atau Zia, namun ia biasa
dipanggil Ana di rumah oleh Papa dan Mamanya. Ia seorang gadis cantik dan cerdas yang
duduk dibangku SMP. Ia bersekolah di SMPN 8 Bogor dan menduduki bangku kelas 9. Seperti
makna pada namanya, Ibunya berharap Ziana menjadi gadis cantik yang tumbuh dengan
tangguh, berani, cerdas, dan sukses. Benar saja, Ziana menjadi anak yang berprestasi di
sekolahnya. Ia selalu mendapat nilai diatas 9 pada setiap penilaian mata pelajaran. Karena
hobinya bermain badminton, ia pun berhasil mendapati banyak medali di berbagai olimpiade
badminton.
Selain dikenal berprestasi di sekolahnya, Ziana juga dikenal di kalangan para atlet
badminton akan ketangguhannya dan kecerdikannya dalam bermain badminton. Hampir
selalu ia mendapatkan medali emas di berbagai kejuaraan. Ia merupakan lawan yang ditakuti
oleh para atlet badminton sepantarannya. Ia merupakan atlet badminton perwakilan sekolah
yang sudah bisa mencapai kejuaraan tingkat nasional. Namun, keadaan keuangan keluarga
Ziana tak sebaik keluarga lainnya. Ziana berusaha mendapat kejuaraan badminton agar uang
pembinaan yang ia dapatkan bisa membantu ibunya dalam membayar sekolahnya.
“KRING… KRING… KRINGGGGGGG…!!!!!” Hari sudah petang, bel sekolah terdengar
berbunyi tiga kali menandakan kegiatan sekolah sudah usai. Gerombolan anak-anak sekolah
terlihat beramai-ramai menuju gerbang ingin segera pulang ke rumah.
“Woy, Zia! Lo mau kemana, neng cantik. Buru-buru amat, tungguin gue dong.” Ucap
Hilda, teman sebangku Ziana.
“Ah, lama lu. Gue mau latihan, gue duluan deh. Dah, Hilda!” Balas Ziana.
“EH, EH! Kok ga nunguin gue sih.” Ucap Hilda dengan nada kecewa.
Ziana berlari bergegas meninggalkan sekolah. Ia menuju club badmintonnya yang
terletak tidak jauh dari almamaternya. Sebentar lagi terdapat kejuaraan “Jawa Barat
Badminton Cup” dimana anak-anak se-Jawa Barat yang menyukai badminton akan mengikuti
kejuaraan tersebut untuk merebutkan medali emas. Sudah berbulan-bulan Ziana menyiapkan
diri untuk mengikuti kejuaraan tersebut. Ia dengan rutin tidak pernah membolos latihan
badminton dan selalu menyantap makanan sehat untuk menjaga tubuhnya tetap bugar. Ia
sangat berharap ia bisa mendapatkan medali emas di kejuaraan kali ini. Ia tidak tahu
bagaimana nasibnya bila ia tidak mendapatkan medali, karena uang pembinaan dari
kejuaraan kali ini akan ia pakai untuk membayar club badminton dan SPP sekolahnya.
Saat tiba di club badmintonnya, Ziana sekilas melihat seperti terdapat orang yang
sebelumnya belum ia kenal di club ini. Tak menghiraukan orang tersebut, Ziana bergegas pergi

18
ke kamar ganti dan mengganti seragamnya dengan pakaian olahraga. Setelah berganti, ia
menuju tempat dimana coach dan teman-temannya sudah berkumpul.
“Oke, kayanya udah kumpul semua nih yaa, udah full team. Ada kabar baik, kita
kedatangan anggota baru nih di club ini. Namanya Shireen. Kakak yakin kalian sebelumnya
sudah pernah mendengar nama Shireen atau bahkan sudah kenal sama Shireen? Ya, silahkan
Shireen perkenalkan dirimu terlebih dahulu.” Ucap Kak Irham, kakak pelatih yang sudah
menjadi coachku selama bertahun-tahun.
“Siap, Kak Irham. Halo semuanya! Perkenalkan saya Shireen Tabitha. Saya pindahan
dari Bandung. Mohon kerja samanya teman-teman!” Ucap Shireen, sang pendatang baru di
club.
Shireen Tabitha. Ziana sudah tak asing lagi mendengar nama itu. Ia sudah beberapa
kali melihat nama Shireen di media sosial Badminton Jawa Barat. Ia juga sudah dikabarkan
bahwa Shireen akan pindah ke club badmintonnya. Terdapat rumor bahwa Shireen
merupakan atlet pendatang baru yang mematikan! Ia sangat lihai dalam bermain.
Ziana mengetahui nama Shireen berarti manis dan menyenangkan. Dan betul saja,
Shireen merupakan anak yang sangat menyenangkan. Ia terlihat sudah dekat dengan anak-
anak club yang bahkan baru saja ia kenal hari ini. Ziana cukup iri dengan pribadi Shireen yang
menyenangkan karena Ziana adalah anak yang sedikit susah untuk bergaul dengan banyak
orang.
Karena kedatangan anggota baru, jadwal latihan hari ini adalah menguji kemampuan
sang anggota baru dengan sang atlet jagon. Yap, Shireen dan Ziana akan bertanding. Awalnya
Ziana bersikap biasa saja karena ia percaya diri dengan kemampuannya. Sudah setengah
pertandingan berlalu, Ziana cukup terusik dengan cara bermain Shireen. Jika ia tadi ceroboh,
mungkin Ziana sudah kebobolah poin oleh Shireen. Ziana meyakini bahwa rumor tentang
Shireen adalah benar. Ia harus berhati-hati dengan keberadaan Shireen. Seperti hasil yang
diharapkan, Ziana menang di pertandingan kali ini dengan poin 21-18.
“Well played, Ziana. Gila sih lo jago banget.” Ucap Shireen menyelamati Ziana sambil
mengulurkan tangan untuk mengajak Ziana berjabat tangan. Namun, Ziana hanya melihat
Shireen dengan tatapan acuh tak acuh dan enggan membalas uluran tangan Shireen. Mungkin
Ziana kurang menyukai Shireen karena Ia merasa tersaingin olehnya.
Hari sudah mulai gelap. Matahari sudah mulai menyembunyikan keberadaannya.
Ziana bergegas ke kamar ganti setelah latihan selesai. Ziana menemukan sebotol pocari sweet
di lokernya, sudah beberapa kali Ziana menemukan botol pocari sweet dilokernya tanpa tahu
asalnya, seperti fans yang memberikan barang kepada idola nya secara cuma-cuma. Ia
meminum pocari sweet tersebut untuk mengobati rasa harusnya setelah pertandingan yang
cukup menegangkan tadi. Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Ziana.
“Mah, Ziana pulang…”
“Berisitirahatlah, anakku. Mama akan membuatkanmu cokelat hangat.” Balas sang Ibu
menyambut dengan hangat kepulangan putri kesayangannya.

19
@callme_anna008
Aku sudah bertemu sang anak baru hari ini.
Dia sangat jago bermain. Tapi dia tampak sok asik. Aku tidak menyukai kepribadiannya.
Hari ini aku juga single dengannya. Dia sangat lihai. Aku hampir kebobolan poin!
Tapi permainan berakhir dengan poin dipimpin olehku.
@shhrainrain
Keren! Ga heran sih sama jagoan bulutangkis.
Siapapun lawannya pasti bakal lo yang menang!
Tapi, kenapa kau tidak menyukai dia?
@callme_anna008
Ya, begitulah. Dia langsung dekat dengan semua orang seolah-olah dialah sang jagoan club.

Begitulah percakapan sepasang sahabat dalam roomchat mereka. Ziana tampak


bercerita bagaimana ia tidak menyukai Shireen kepada sahabat onlinenya. Malam ini berjalan
seperti malam-malam sebelumnya. Mereka saling bertukar cerita tentang bagaimana
kehidupan mereka hari ini. Rain yang bercerita tentang sekolah barunya dan Ziana yang
bercerita tentang teman baru di clubnya. Begitulah bagaimana mereka mengakhiri hari
mereka.
2 bulan sudah berlalu. Hari ini adalah hari dimana babak penentuan siapa yang akan
mendapatkan medali emas di kejuaraan "Jawa Barat Badminton Cup.” Yap! Ziana dan Shireen
sama-sama lolos ke babak final. Sebentar lagi babak final akan dimulai untuk menentukan
Ziana atau Shireen lah yang akan mendapatkan medali emas tersebut.
@callme_anna008
Fyuuh… Hari ini aku akan bertanding untuk babak final.
Aku sangat takut dengan hasilnya. Aku takut aku tidak bisa memenangkan medali.
@shhrainrain
Hey! Kamu pasti bisa, aku yakin.
Bersiaplah dengan baik. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Fighting!
@callme_anna008
Terim kasih!

“Ziana, Shireen, siap?” ucap Coach Irham.


“Siap sih, Coach. Tapi ya deg-degan.” Balas Shireen dengan senyum cengengesan.
“Coach tahu, musuh yang paling berat adalah musuh satu club sendiri. Tapi, ingat ya
siapapun yang menang atau yang kalah nanti kalian harus menerima hasilnya dengan lapang

20
dada. Fight, Girls! Jangan lupa selalu usahain yang terbaik.” Ucap coach Irham melanjutkan
kata-kata sebelumnya.
“Siap, Coach.” Balasku dan Shireen bersamaan.
2 bulan terakhir, Ziana dan Shireen berusaha keras latihan tanpa henti demi mengikuti
kejuaraan ini. Seperti kata pepatah, usaha tak akan mengkhianati hasil, setelah melewati
beberapa babak mereka berdua berhasil sampai ke babak final. Memang berat hati rasanya
jika harus melawan teman seperjuangan, namun 5 menit lagi mereka sudah harus siap di
lapangan untuk memperebutkan kedudukan sang pemilik medali emas.
“Kepada para finalis dimohon untuk bersiap di lapangan untuk melaksanakan babak
final. Sekali lagi, kepada para finalis dimohon untuk bersiap di lapangan.” Ucap sang pemandu
acara.
Ziana cukup merasa was-was dengan pertandingan kali ini dikarenakan lawannya yang
berat dan merupakan teman club sendiri. Beberapa waktu lalu, Ziana sempat mendapatkan
teguran dari coach Irham karena skill bermainnya yang tampak menurun setelah kedatangan
Shireen. Ia takut tak bisa memenangkan posisi sang pemiliki medali emas. Ia sebenarnya lebih
menakuti bagaimana nasibnya nanti jikalau Ia tidak mendapatkan medali dan uang
pembinaan dari kejuaraan tersebut. Bagaimana Ia akan melanjutkan karirnya? Ia
menenangkan diri dengan meminum sebotol pocari sweet yang Ia bawa dari loker ganti di
clubnya yang lagi-lagi Ia tidak tahu pemberian siapa pocari sweet tersebut. Ia bersiap dan
menghampiri kedua orang tuanya meminta doa yang terbaik untuknya.
Ziana dan Shireen sudah siap di posisi masing-masing, mereka berdua mengharapkan
yang terbaik untuk hasil pertandingan babak fina kali ini. Pertandingan diawali dengan bola
pertama di tangan Shireen. Babak 1 dimenangkan oleh Ziana, sedangkan babak 2 oleh
Shireen. Pertandingan kali ini benar-benar merupakan pertandingan yang sengit. Kini, mereka
akan melewati babak penentuan siapa yang akan memenangkan babak terakhir dan menjadi
pemilik medali emas. Di kursi penonton sudah terdengar sorak-sorak dari masing-masing
pihak pendukung Shireen dan Ziana. Kini point sudah menjad 21-20 dipimpin oleh Shireen.
“WHOAAAAAAAAAAA!!!” Terdengar suara teriakan dari kursi penonton.
Yap, betul saja. Itu merupakan suara teriakan yang diserukan para penonton untuk
poin yang didapatkan Shireen. Awalnya mereka mengira itu akan menjadi poin yang
didapatkan Ziana dan pertandingan akan berlanjut. Sayangnya, bola yang dijatuhkan Ziana
keluar dari garis lapangan dan poin diserahkan untuk Shireen.
“Dengan ini dinyatakan bahwa Shireen Tabitha lah sang pemilik medali. Selamat untuk
Shireen dan terima kasih untuk Ziana sudah bertanding dengan sportif.” Ucap sang pemandu
acara sembari mengangkat satu tangan Shireen, menandakan bahwa Shireen lah sang juara.
Melihat hal tersebut, Ziana merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Ia bertanya-tanya
kepada dirinya mengapa Ia tidak bisa memenangkan pertandingan tersebut. Ia menyia-
nyiakan semua perjuangan yang sudah Ia lakukan selama bertahun-tahun. Tak menyadari
bahwa Ia sudah meneteskan air mata, Ziana bergegas dengan berlari kecil mencari pintu

21
keluar gor. Ia keluar dan mencari tepat sepi dimana Ia bisa menenangkan diri. Ia pergi ke
belakang gor dan menangisi semuanya disana.
“Hiks… Hiks…” Tangis Ziana sembari duduk dan menelungkupkan wajahnya.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki dari belakang Ziana. Ziana merasakan ada yang
membelai punggungnya. Ia mengakhiri tangisannya dan melihat keatas untuk memastikan
siapa yang datang. Shireen rupanya. Ziana terdiam sejenak. Ia bertanya-tanya mengapa gadis
itu menghampiri Ziana yang sedang menangis karenanya. Ziana bertanya-tanya sekaligus tak
suka akan kehadiran Shireen didekatnya. Shireen mendekati Ziana dan mencoba untuk
menenangkan Ziana. Ia mengelus Ziana sembari memberikan semangat untuk Ziana.
“Hey, Ziana. Gapapa kok gagal. Kalo kata orang kegagalan itu kunci dari kemenangan,
loh.” Ucap Shireen menenangkan Ziana.
“Dulu gue udah punya banyak kunci buat menang. Tapi gara-gara lo dateng semua
kuncinya ilang! Hiks… Hiks…” Bentak Ziana sambil terisak. Shireen diam tak menanggapi kata-
kata Ziana. Ia juga mengerti mungkin Ziana merasa tersingkirkan karena keberadaannya.
“Ngapain sih lo kesini? Pergi deh lo sana! Rayain aja tuh kemenangan lu. Selamat ya
bisa ngalahin seorang Ziana Yashica.” Ucap Ziana pada Shireen dengan nada membentak
namun masih terisak.
“Kok lu gitu sih sama gue? Jahat banget. Padahal niat gue baik mau nemenin lu.” Balas
Shireen.
“Gaada yang butuh ditemenin. Gaada yang berharap sama niat baik lu juga! Lu tuh
malah memperkeruh masalah. Emang lu siapa? Temen gue?”
“Kok lu jahat, sih? Padahal bukan salah gue juga lu kalah di turnamen. Gue dari awal
udah berniat baik untuk temenan dengan lu. Gue suka nyimpen botol minuman di loker lu
karena gue kagum sama lu. Gue kira kita bisa berteman baik. Ternyata lo gak suka sama
keberadaan gue. Asal lo tahu, gue itu Rain sahabat online lo! Ternyata kaya gitu ya gue di
mata lu. Makasih ya Ziana udah mau dengerin cerita gue.” Balas Shireen langsung
meninggalkan Ziana.
Shireen terlihat pergi dengan meneteskan air mata. Shireen pergi dengan rasa kecewa
pada Ziana. Ziana cukup terkejut dengan apa yang dikatakan Shireen. Rain? Ternyata Shireen
selama ini adalan Rain, sang teman online Ziana yang selalu mendengarkan cerita Ziana.
Bahkan Shireen ternyata adalah orang yang suka menaruh pocari sweet di loker Ziana. Betapa
terkejutnya Ziana. Namun, Ia kerap menyalahkan Shireen akan kekalahannya di kejuaraan ini.
Hari sudah esok. Tak disangka, tiba-tiba Ziana dikabarkan oleh mamanya bahwa ia
mendapatkan sponsor dari sebuah yayasan. Hal ini berarti Ziana bisa melanjutkan karirnya
kembali untuk menjadi atlet. Namun, setelah dicari tahu lebih dalam ternyata Ziana
mendapatkan sponsor tersebut atas rekomendasi Shireen. Shireen merupakan salah satu
anak yang juga mendapatkan sponsor dari yayasan tersebut. Beberapa hari sebelum
pertandingan babak final, Shireen merekomendasikan Ziana kepada pihak yayasannya
sebagai penerima sponsor. Mengetahui hal itu Ziana merasa cukup bersalah pada Shireen.

22
Saat Ia melihat Shireen pergi dengan meneteskan air mata Ia sudah merasa bersalah.
Ditambah lagi ketika mengingat kata-katanya pada Shireen yang sangat kasar. Ziana sedang
memikirkan mungkin besok Ia bisa menghampiri Shireen dan meminta maaf padanya akan
kata-kata Ziana yang cukup kasar.
Esoknya, Ziana pergi menghampiri Shireen ke rumahnya. Saat sampai, Ia mengetuk
pintu berharap Shireen yang akan muncul dari balik pintu. Namun, bukan Shireen yang keluar
dari balik pintu melainkan seorang wanita cukup usia yang sangat mirip dengan Shireen.
“Pagi, Tante.” Ucap Ziana
“Selamat pagi. Temannya Shireen, ya? Sebentar ya tante panggilkan dulu
Shireennya…”
Beberapa menit Ziana menunggu di teras rumah Shireen. Ia melihat seorang gadis
keluar dari pintu masuk, yaitu Shireen. Shireen keluar dengan wajah agak musam seperti
enggan bertemu Ziana. Ziana yang melihat Shireen ingin rasanya Ia segera meminta maaf
kepada Shireen akan kata-katanya kemarin.
“Hai, Shireen.”
“Hai.” Balas Shireen dengan singkat.
“Shireen… Gue beneran bingung mau bilang apa, cuman gue bener-bener minta maaf
sama lu karna kata-kata gue kemarin. Gue kemarin kasar banget sama lu, padahal ini semua
bukan salah lu. Gue terlalu frustasi sama keadaan gue yang malah jadi menyalahkan lu… Gue
minta maaf banget.” Mendengar perminta maafan Ziana, Shireen hanya terdiam.
“Gue juga gak tahu kalau ternyata lo adalah salah satu orang yang peduli sama gue.
Lu adalah teman yang tulus bagi gue. Lu selalu ngasih gue sebotol minuman, lu juga yang bikin
gue dapet sponsor. Gue gak tahu ternyata lu sepeduli itu sama gue. Gue minta maaf atas
perilaku gue dan gue sangat berterima kasih sama yang lo lakuin ke gue. Ya, Shireen ya?
Maafin gue, ya?” Lanjut Ziana dengan nada memelas.
Mendengar penjelasan Ziana tersebut Shireen masih tetap terdiam. Ia seperti sedang
berpikir sejenak apa yang harus Ia lakukan. Namun, akhirnya Shireen tetap menerima
perminta maafan Ziana.
“Emmm… Iya kok, aku mau maafin!” balas Shireen dengan senyuman.
“Serius?” Tanya Ziana.
“Iya, Ziana. Aku pasti bersedia maafin kamu, kok! Bagaimanapun kita ini tetap teman
satu club kan. Kamu juga ga salah kok. Mungkin aku juga terlalu egois dan tidak memikirkan
bagaimana perasaanmu. Aku juga minta maaf, ya… Jadi, sekarang kita sahabatan kan?” Tanya
Shireen pada Ziana dengan senyumnya yang riang.
“Sure! Kita sahabatan!” Balas Ziana dengan senyum yang tak kalah riang.
“Nah, gitu dong! Kalo kalian baikan ginikan coach jadi ga bingung nentuin timnya.
Coach sih yakin kalo kalian jadi tim ganda putri, Greysia-Apriyani aja kalah deh!” Ucap coach

23
Irham yang tiba-tiba menampakkan diri tak tahu darimana. Namun, ternyata coach Irham
ialah paman Shireen. Kini Ziana tak heran lagi darimana Shireen mendapatkan kelihaiannya
dalam bermain badminton.
Setelah berbaikan, Ziana dan Shireen tampak saling berpelukan. Mereka melanjutkan
kegiatan mereka berdua dengan saling mengobrol di halaman rumah Shireen. Mereka tampak
saling bertukar cerita seperti saat mereka saling bercerita di DM media sosial. Mereka sama-
sama bahagia dan bersyukur akan persahabatan yang mereka jalankan. Mereka sama-sama
tidak menyangka bahwa mereka akan menjadi sepasang sahabat yang sangat didambakan
akan kedekatannya satu sama lain. Mereka tampak bahagia dapat saling memiliki satu sama
lain.

TAMAT

24
CERITA KEHIDUPAN SEHARI HARI LANY
Oleh Almira Nur'aeni

Di sebuah desa terdapat rumah kecil yang ditinggali oleh seorang ibu, ayah dan
anaknya yang bernama Lany. Suatu hari Lany terbangun untuk bersiap-siap pergi ke sekolah,
ia mandi dan pergi berangkat. Lany pergi kesekolah dengan senyumannya yang khas pagi ini.
“Lan, kamu kenapa pagi ini senyum terus, ada kabar gembira ya?” ucap Dendi teman
akrabnya Lany.
“Iya, dong. Gimana enggak senang, kamu bayangin aja hari ini karya tulisku yang sudah
berbulan-bulan akhirnya selesai juga.” balas Lany dengan senyumnya yang riang gembira.
Lany adalah salah satu murid dengan prestasi yang cukup membanggakan dan
kemampuan menulisnya juga bisa terbilang bagus untuk remaja seusianya. Sembari
menunggu gurunya masuk, Dendi pun membaca karya tulis Lany yang sudah lama Ia tunggu-
tunggu karena belum selesai.
“Wahh, Lan! Ceritamu ini sangat menyentuhku, darimana kau belajar semua ini?
Hahaha…” kata Dendi sambil tertawa.
“Ah kamu ini seperti baru mengenalku saja, aku ini kan memang hobinya membuat
cerita dan suatu saat bakalan jadi penulis professional, kok. Hahaha.” Ucap Lany.
Bel masuk pun telah berbunyi, Lany dan Dendi pun belajar seperti biasanya, ya seperti
biasa. Mereka selalu menjadi perhatian para guru karena mereka selalu dapat menjawab soal-
soal yang diberikan guru. Tak terasa waktu belajar sudah habis, sekarang saatnya kedua
teman akrab itu harus berpisah. Lany yang baru pulang dari sekolah pun dikejutkan dengan
beberapa lelaki bertubuh besar dan lumayan kekar membawa barang-barang dari rumah
mereka menuju ke mobilnya.
“Ehh, kalian siapa seenaknya mengambil barang-barang dari rumahku ini?” Ucap Lany
ke orang-orang itu. Akhirnya dijelaskan bahwa ayah Lany mempunyai hutang yang sudah
melebihi batas dan mereka adalah orang-orang dari pihak bank yang bertugas untuk menyita
barang-barang rumah mereka.
Lany sekarang terpaksa harus putus sekolah karena sekarang Ia tidak mempunyai
biaya lagi. Ayahnya sekarang kabur tidak tahu kemana bersama keempat kakaknya. Ia
sekarang tinggal bersama Ibunya di sebuah ruko. Ibunya seorang wanita berusia 60 tahun
yang sekarang berprofesi sebagai penjual kue keliling dengan menggunakan sepeda warisan
kakeknya. Lany hanya bisa menduga-duga kemana saja uang yang ayahnya hasilkan dari tiga
buah toko kue yang lumayan besar dulu. Setiap malam Lany membantu ibunya membuat
adonan-adonan kue untuk dijual pada paginya. Ibu nya sudah beberapa kali mengatakan
padanya agar tidur tepat pada waktunya, tetapi Lany tidak tega melihat Ibunya setiap hari
seorang diri membuat kue-kue itu sampai larut malam. Dan setiap pagi Lany selalu ikut
bersama ibunya pergi berkeliling kota demi kota untuk mencari pembeli.

25
Tiga bulan pun telah berlalu. Suatu pagi Ia bertemu dengan Dendi kawan terbaiknya
dulu.
“Eh, Lan. Apa kabar kamu sekarang? Sungguh sepi sekolah tanpa dirimu, Lany. Kamu
masih hobi menulis cerita, Lan?” Ucap Dendi dengan cengengsan.
“Kabarku baik Den, kamu sekarang terlihat beda ya? Hahaha. Iya aku masih suka
menulis. Oh iya, bagaimana kamu sekarang disekolah Den?” Balas Lany.
“Yah gitu deh, Lan. Eh, Lany ngomong-ngomong kamu ingat tidak dengan cerita yang
pernah kamu tulis dulu? Yang katanya butuh berbulan-bulan buat nyelesainnya. Kemarin aku
ceritain ke adik dan kakakku, mereka bilang kenapa tidak coba kirim ke tempat-tempat
percetakkan saja?” balas Dendi.
“Ah Den, kamu seperti tidak tahu saja mengirim barang seperti itu kan perlu uang dan
kalau pun pergi ke tempatnya setidaknya butuh 2 jam naik bus dan itu juga memakan biaya
yang cukup banyak.” Ucap Lany.
Melihat kondisi Lany yang sekarang Dendi pun tak bisa berkata apa-apa.
“Lan, Aku pulang dulu ya. Ada tugas yang harus diselesaikan nih, sukses buat kamu ya
Lan!” Ucap Dendi. Lany pun terus melanjutkan berjualan bersama Ibunya.
Besok harinya, ketika Ibu Lany berencana untuk menghidangkan secangkir kopi
kepada Lany yang terlihat lelah setelah telah membantu Ibunya membuat adonan. Tapi
secara tidak sengaja Ibu Lany terpeleset dan jatuh, sialnya lagi kopi tersebut tumpah dan
mengenai beberapa karya tulis Lany.
“Maafin Ibu ya nak, Ibu benar-benar tidak sengaja.” Ucap Ibunya merasa bersalah.
Lany tidak tahu harus merasa sedih atau marah, tetapi Ia coba untuk tetap bersabar.
“Tidak apa-apa bu, ini masih kebaca kok. Nanti Lany tulis ulang lagi saja.” Ucap Lany.
Ia memang tidak sampai hati untuk mengatakan perkataan yang cukup kasar kepada
Ibunya, karena Ia sadar betapa besar jasa Ibunya dari dulu. Ia dulu pernah secara tidak sengaja
menjatuhkan beberapa tumpukkan buah pada saat ayahnya masih mempunyai usaha. Justru
Ibunya yang mengaku telah menjatuhkannya, agar Ia tidak menerima hukuman dari sang
Ayah. Mereka pun berangkat mengelilingi kota seperti biasanya. Tapi ketika mereka mencoba
untuk menyebrangi jalanan, tiba-tiba datang sebuah sepeda motor dengan kecepatan cukup
tinggi dan menyenggol sepeda mereka, tidak ada yang membantu dan pengendara pun
meninggalkan mereka karena hari masih terlalu pagi.
Sepeda mereka rusak, kue-kue bertaburan di jalanan. Lany hanya mengalami sedikit
luka-luka, sedangkan ibunya mengalami luka yang cukup serius pada pergelangan kakinya.
Mereka terpaksa pulang dengan membawa kue-kue tersebut dan mendorong sepeda
mereka.
“Bu, aku akan pergi memperbaiki sepeda ini. Ibu tetap di rumah saja, ya?” Ucap Lany
dengan muka yang cukup bersedih.

26
“Tidak, Nak. Uang hasil penjualan kue akan kita pakai untuk biaya kamu pergi ke
tempat percetakan. Ibu percaya karya mu ini pasti diterima dan Ibu dengar ada pertemuan
para penulis disana. Kamu bisa bertemu dengan beberapa penulis yang cukup terkenal
minggu ini.” Balas Ibunya. Terjadi beberapa perdebatan antara Lany dan Ibunya.
Malam hari telah tiba. Lany terus memikirkan kondisi Ibunya, terutama perkataan
Ibunya tadi pagi. Ia tidak menyangka Ibu-nya telah merencanakan ini semua untuknya. Ia
hanya terus membayangkan pengorbanan-pengorbanan Ibunya selama ini, sembari melihat
Ibunya yang telah tertidur lelap. Kerap kali Ia meneteskan air matanya karena merasa
bersalah dulu pernah meluapkan amarah-amarahnya ketika Ia masih kecil. Ia membayangkan
itu semua hingga tertidur.
“Lany, malam ini kamu harus pergi ke tempat Pak Nota ya. Kamu akan dibawa ke
kampung sebelah, dan esok paginya kamu pasti dibimbing untuk naik bus mana saja agar
sampai ke tempat percetakan. Ini uangnya nak, Ibu sudah tabung dari kemarin. Jangan nakal
ya nak.” Ucap Ibu Lany. Tak berkata apa-apa Lany hanya merasa terharu bercampur sedih
melihat dirinya harus meninggalkan Ibunya seorang diri. Ia hanya mengangguk-anggukan
kepala dan memeluk Ibunya.
Malam hari pun telah tiba, Lany pergi dengan membawa tas dan beberapa uang yang
diberi ibunya. Tetapi Ia lupa untuk memasukkan karya-karyanya kedalam tas itu. Esok paginya
pada saat di bus Ia baru menyadari itu semua. Dalam pikirannya ini sudah terlambat, Ia
membayangkan betapa sedih Ibunya jika mengetahui ini. Tiba-tiba terdengar suara yang
cukup keras dari depan busnya. Segerombolan penumpang pun turun melihat apa yang
terjadi. Alangkah terkejutnya Lany melihat Ibunya tergeletak ditanah sembari memegang
karya tulis miliknya. Ibunya ternyata tertabrak bus tepat didepan bus yang ditumpangi Lany.
Kondisi Ibunya cukup memprihatikan. Ibunya masih sedikit sadar tetapi kelihatannya sangat
kesakitan pada pergelangan kaki nya. Ibunya mencoba berbicara pada Lany,
“Nak, ini karya tulismu. Kamu dapat melanjutkan perjalananmu, Ibu tunggu hasilnya
ya Nak.” Sambil menyodorkan beberapa lembar kertas-kertas yang penuh tulisan Lany dan
Ibunya pun pingsan. Lany tak sempat berkata apa-apa, hanya menangis sambil merangkul
Ibunya. Tetapi Ia sadar Ia harus melanjutkan perjalanannya. Hal ini membuatnya bertambah
semangat dan optimis bahwa karya-karyanya akan diterima. Ternyata, Ibu Lany menyadari
terlebih dahulu bahwa karya-karya Lany masih berada diatas meja. Ibunya terus mengayuh
sepeda dari larut malam hingga pagi untuk menuju ke tempat percetakan itu. Ibu nya
sekarang dirawat di rumah sakit.
Esok harinya, pagi-pagi sekali Lany mendapat kabar dari pihak percetakan untuk pergi
ke tempat percetakan yang tidak begitu jauh dari rumah sakit Ibunya dirawat. Sesampainya
disana, Ia mendapat kejutan dari pihak percetakan bahwa karya tulisnya akan diterbitkan
beberapa bulan mendatang, dan Ia mendapat sejumlah uang sebagai awal dari karya nya
tersebut. Lany merasa sangat senang karena Ibunya pasti bangga jika mendengar kabar ini. Ia
pun bergegas menuju rumah sakit ibunya dirawat. Sesampainya disana, Ia melihat beberapa
orang suster dan seorang dokter keluar dari ruangan Ibunya sambil menundukkan kepala. Ia
pun mempercepat langkah kakinya dan melihat apa yang terjadi dengan Ibunya. Ternyata,
Ibunya sudah tiada. Dokter mengatakan bahwa ada masalah yang cukup serius pada kedua

27
kakinya, dan Ia terlihat sangat lemah mungkin karena kebanyakan aktivitas yang membuat
dirinya terlalu capek. Lany terus meneteskan air matanya dihadapan Ibunya, tidak tahu harus
berbuat apa. Ia terus memikirkan apa yang akan terjadi jika Ibunya melihatnya berhasil
sekarang, dan pengorbanan apa saja yang telah Ibunya lakukan hari-hari sebelumnya.
Terlebih lagi kalimat terkahir yang Ibunya sampaikan padanya.

TAMAT

28
SEKOLAH ASRAMA ABBEY MOUNT
Oleh Alya Amira Aziz

Angel adalah gadis yang lahir di pulau yang dikenal oleh banyak orang dari penjuru
dunia, yaitu pulau Bali. Sejak Angel masih kecil Ia selalu diajari oleh Ibunya untuk bersopan
santun. Ibunya adalah seorang yang sangat dihormati, karena sikapnya yang sangat sopan.
Pada saat Angel berumur sembilan Ibunya diharuskan untuk pergi keluar negri, karena ada
suatu pekerjaan yang harus dilakukan. Sayangnya Ibu Angel tidak selamat pada
kepulangannya.
Sejak itu Angel diurus oleh Ayahnya. Ayahnya yang sangat sibuk itu kurang
memperhatikan Angel. Karena Ayahnya yang kurang memperhatikan Angel dan lebih peduli
kepada kekasih barunya, Ia menjadi anak yang nakal dan pemberontak. Angel sangat tidak
menyukai kekasih Ayahnya itu.
Suatu hari, Ia dan sahabatnya Ruby berencana untuk mengadakan pesta dan merusak
barang-barang kekasih ayahnya. Pesta itu diadakan di rumah kekasih Ayahnya secara diam-
diam. Di sana Ia menaruh barang-barang yang ada di rumah itu ke dalam box dan berpura-
pura mengadakan pesta penjualan barang. Ayahnya yang mengetahui tentang hal tersebut
langsung pergi ke tempat itu. Di sana ayahnya marah besar dan langsung menghukum Angel
untuk sekolah di Inggris.
Awalnya Angel bersikap tidak peduli, karena ia pikir sekolah seperti pada umumnya.
Namun, Angel salah besar. Ayahnya mengirimnya ke sebuah asrama putri di pedalaman
Inggris bernama Abbey Mount School. Angel dan sahabatnya Ruby kaget bukan main ketika
membuka profil sekolah tersebut di internet. Angel benar-benar kesal dengan Ayahnya
sendiri.
Sesampainya di Abbey Mount, Angel menjadi pusat perhatian. Bayangkan saja,
penampilan Angel yang berpenampilan mewah berbanding terbalik dengan penampilan
para siswi di asrama yang kebanyakan semua mengenakan pakaian berseragam yang
membosankan. Baju berbahan wol tebal versus baju hasil rancangan desainer ternama.
Baru saja Angel sampai, ia sudah mendapat musuh besar bernama Georgia, ketua
para murid di Abbey Mount yang tidak suka dengan keberadaannya yang dianggap
membahayakan eksistensinya. Namun bukan Angel namanya kalau tidak rebel, sang
pemberontak dan pembangkang. Angel tidak kalah gilanya dengan si Georgia ini.
Di dalam asrama, Ia satu kamar dengan 4 gadis lainnya, yaitu Kate, Abigail, Josie dan
Kiki. Angel tidak terlalu suka dengan mereka karena mereka terlihat seperti kutu buku, namun
mau tidak mau Angel harus tinggal dan berbaur bersama 4 gadis tersebut. Saat makan siang
berlangsung, Ia bertemu dengan anak laki-laki kepala sekolah Abbey Mount bernama Sam.
Sam adalah salah satu lelaki yang disukai banyak orang di Abbey Mount.
Di Abbey Mount Angel harus menaati banyak peraturan. Salah satu peraturan di
sekolah itu adalah harus mengumpulkan handphone di malam sebelum hari Senin dan bisa
mengambilnya lagi saat Sabtu pagi. Angel sudah tahu akan ada peraturan ini di sekolahnya,
jadi Ia membawa dua handphone. Satu handphone untuk dikumpulkan dan handphone yang

29
kedua akan Ia simpan di asrama. Dengan handphone yang Ia sembunyikan itu Ia suka curhat
kepada Ruby tentang seberapa Ia tidak suka sekolah itu.
Ketika Angel mengendap-endap ingin kembali kamar setelah menelepon Ruby dari
dapur asrama. Ia tidak sengaja mendengar percakapan temannya Georgia tentang Georgia
yang suka dengan Sam. Awalnya Angel tidak peduli dengan lelaki tersebut namun karena Sam
merupakan pria incaran Georgia, Angel jadi bersemangat mendekatinya apalagi Sam dan
dirinya sudah lumayan dekat.
Hari-hari berlalu, Georgia semakin menjadi-jadi merundung Angel. Angel yang tidak
memiliki teman hanya bisa pasrah, Ia homesick dan merindukan segalanya di Bali. Melihat hal
ini, Kate merasa kasihan dan akhirnya Ia dan 3 gadis lainnya berniat untuk membantu Angel
yaitu, membuat Angel dikeluarkan dari sekolah agar Ia bisa pulang dengan mengerjai seluruh
orang di Abbey Mount.
Tak disangka hal tersebut malah membuat Angel, Kate, Abigail, Jossie dan Kiki menjadi
sangat dekat. Ia bahkan lupa akan dirinya yang nakal itu. Angel merasa Kate, Abigail, Jossie
dan Kiki adalah teman baik mereka. Mereka semua bahkan jalan-jalan bersama ke kota dan
bersenang-senang di sana. Angel juga menggunting rambutnya yang coklat dengan highlight
pirang menjadi coklat gelap khas Abbey Mount. Angel mulai berubah.
Angel juga berhasil membuat teman-temannya itu berubah menjadi gadis cantik retro
yang super keren! Bahkan anak-anak pria yang ada di asrama takjub melihat mereka berlima
yang beda dengan gadis lain di pesta dansa sekolah Abbey Mount. Hal ini membuat Georgia
semakin murka ditambah kini Sam semakin dekat dengan Angel. Georgia sangat marah.
Ada masalah datang saat Angel yang berencana kencan dengan Sam. Angel lupa me-
log out emailnya saat berkirim pesan dengan Ruby. Hal ini membuat Georgia yang sengaja
menunggunya pergi jadi leluasa meretas isi email dari akunnya. Keesokan harinya, Angel
dimusuhi semua teman sekamarnya juga Sam akibat isi dari email yang dipalsukan tersebut.
Angel yang mencoba untuk memberi tahu bahwa itu palsu, tapi tidak ada yang
percaya. Angel yang sedang galau memilih mengendap-endap untuk menelepon Ruby dari
dapur asrama. Ia curhat tentang apa yang baru saja terjadi. Setelah selesai cerita, Ruby
mengira Angel sudah mematikan teleponnya, dan Ia bergantian menerima telepon dari
kekasih Angel yang ternyata berselingkuh dengan Ruby. Angel merasa terkhianati.
Angel yang selalu setia membawa korek api berlogo inisial dia yaitu A bersamanya,
lantas menghidupkan korek tersebut dan tanpa sengaja membakar taplak di depannyanya.
Panik, Angel mencoba mematikan kebakaran kecil tersebut dan lari keluar dapur dan kembali
ke kamarnya. Tapi kebakaran tersebut malah makin menjadi besar dan menghanguskan
dapur. Parahnya lagi, disaat bersamaan, Angel ingat bahwa Abigail, teman satu kamarnya
yang sering mengendap ke ruangan es krim di dapur tersebut kemungkinan terjebak di
dalamnya.
Semua orang yang ada di dalam sekolah itu langsung keluar dan dinasehati. Georgia
langsung menunjuk Angel sebagai pelakunya. Awalnya angel mencoba menjelaskan bahwa
dia sudah mematikan api itu, tapi Georgia terus membantah itu. Keesokan harinya Angel
dipanggil ke ruang kepala sekolah, di sana dia diberi tahu bahwa akan ada rapat untuk
menentukan apakah Angel akan dikeluarkan atau tidak. Padahal, awalnya Angel ingin keluar
dari sekolah tersebut, tapi sekarang Ia malah sedih ingin dikeluarkan.
Pada saat sidang tersebut pasti Georgia datang. Di sana Georgia lah yang menuduh
Angel sebagai pelaku kebakaran sekolahannya. Di saat rapat itu Georgia mengatakan bahwa

30
kebakarannya disebabkan oleh korek api yang sengaja dinyalakan, tapi tidak ada orang di
dapur saat itu dan korek yang digunakan Angel ditemui dan disimpan oleh Sam. Jadi, para
siswi mempertanyakan bagaimana Georgia bisa tahu? Semua orang di ruangan itu langsung
curiga pada Georgia. Georgia mulai panik dan yang membuatnya semakin panik adalah
kedatangan Sam ke ruang rapat. Sam mengatakan bahwa Angel bukan pelakunya, melainkan
Georgia yang menyalakannya lagi setelah api itu mati. Saat itu Georgia tidak bisa membela
dirinya dan para guru akhirnya memutuskan Angel tidak bersalah. Di lain sisi Georgia
diputuskan akan dikeluarkan dari Abbey Mount.
Kate, Abigail, Jossie dan Kiki pada malam itu segera meminta maaf kepada Angel
karena telah tidak memercayainya. Liburan musim panas tiba, Angel mengajak mereka pergi
ke Bali. Angel senang bisa mengajak teman barunya ke tempat tinggal dia. Yang membuat
Angel lebih senang adalah sekarang Ia memiliki empat sahabat yang sangat tulus padanya.
Kini mereka menjadi lima sahabat sekawan Abbey Mount yang saling menyayangi.

TAMAT

31
SI TUNGGAL RAPUH
Oleh Andina Nayla Ramadani

Aku selalu bertanya kepada diri ku sendiri "Mengapa aku tidak seberuntung orang
lain? Atau ini sudah takdir ku?" Suatu hal yang selalu aku pertanyakan, terlebih lagi saat aku
merasa sedang tidak baik-baik saja.
Aku akan berbagi kisah, tentang mengapa aku selalu bertanya seperti itu. Aku adalah
Liskar Handini, seorang gadis remaja yang sudah berusia 15 tahun. Lahir di Sumatera Selatan,
yang sekarang bertempat tinggal di Bogor. Aku adalah anak tunggal yang tidak mempunyai
kakak ataupun adik, mempunyai kepribadian yang selalu ceria, berprestasi, dan anak yang
sangat random. Sejak kecil, tepat nya saat aku masih tinggal di Sumatera, Aku tinggal bersama
ibuku tanpa didikan seorang Ayah. Ayahku itu pekerja keras, dia selalu bekerja untuk bisa
memenuhi kebutuhan keluarga tercintanya. Ibuku adalah seorang ibu dengan hati yang
lembut, dia perhatian sekali kepada ku dan Ayah. Aku suka sekali bernostalgia pada masa-
masa saat aku masih duduk di bangku SD, dulu aku adalah siswi yg berprestasi dan disenangi
oleh para guru dan teman-teman di kelas karena sikapku yang baik dan ramah ini. Aku punya
teman yang dekat denganku, yang sering main bersama setelah pulang sekolah. Dia bernama
Amel, seorang anak yang mempunyai kepribadian baik, random, lucu, dan gendut. Dia teman
SD terbaikku. Aku dan Amel suka sekali mandi di sungai dekat rumah, kami juga suka sekali
main masak-masakan dan lainnya.
Namun, tak setiap hari Aku dan Amel bermain. Aku dididik oleh ibu untuk harus bisa
mengaji, sehingga setelah pulang sekolah Aku mengaji di dekat rumah dengan guru ngajiku
yang bernama Wak Mal. Beliau adalah teman ibuku. Menurutku, Wak Mal itu guru ngaji yang
hebat karena dari sekian banyaknya murid didik, hanya dialah guru satu-satunya. Tak hanya
itu, Aku juga suka bermain bersama teman-teman di rumah. Terkadang aku bermain dari pagi
hingga sore sampai lupa dengan waktu. Hari-hariku selama di Sumatera berjalan baik, banyak
hal yang dapat Aku lakukan, seperti anak-anak pada umumnya.
Namun hal tersebut berakhir pada masanya. Saat Aku berusia 11 tahun pada masa
kenaikan kelas, Aku harus pindah ke Bandung dengan alasan Ayah ku bekerja di sana. Seketika
Aku merasa kecewa akan hal itu. Kenapa aku harus pindah ketika Aku sudah nyaman dengan
lingkungan di sini?
"Nak kita akan pindah bulan Juni ini,” Ucap ibuku.
"Beneran, Ma? Kenapa harus pindah, Ma?" Tanyaku terheran-heran ketika
mendengar hal tersebut.
"Kalau kamu mau sukses kita harus ke Bandung, Nak. Kita harus bersama Ayah di sana,
kasian Ayah di sana, Nak. Nanti kalau Ayah sakit ga ada yang ngurusin dia." Jelas ibuku.
Mendengar hal tersebut aku terdiam sejenak, menahan tangis.

32
Keesokan hari nya ketika Aku sedang berangkat sekolah, Aku bertemu dengan Amel
di jalan. Teringat percakapan dengan sang mama kemarin, aku spontan langsung bercerita
kepada Amel.
"Amel, sepertinya bulan Juni ini Aku bakalan pindah yang jauh dari sini."
"Kamu serius, Lis? Kenapa harus pindah?"
"Aku tidak tahu, Mel. Aku harus menemani Ayah di Bandung."
"Hah? Jauh banget. Nanti kita ga bisa main bareng lagi, dong? Terus nanti aku
gimana?"
Ketika aku memberitahunya seketika Amel pun ikut sedih akan hal tersebut. Dan pergi
meninggalkanku terlebih dahulu karena merasa kecewa, teman-teman sekelas pun ikut
merasa kecewa.
Bulan September tiba. Saat kenaikan kelas 5, saatnya pula bagiku harus melepaskan
kenangan di Sumatera ini. Rasanya begitu berat bagi ku. Aku yg masih duduk di bangku SD
kelas 5 ini tidak bisa bertindak lebih selain ikut saja apa yang sudah ditetapkan. Di satu sisi
aku ingin menemai Ayah di sana. Namun, di sisi lain Aku tidak mau melepas kenangan di sini.
Tempat di mana Aku dilahirkan dan memberi sejuta kenangan. Berat rasanya jika harus
melepas itu semua.
Jam 1 siang pun tiba, Aku sudah menyiapkan baju-bajuku untuk dibawa ke Bandung.
Aku bergegas menuju bandara. Sesampainya di sana, Aku bertemu Ayah, kami pun mengobrol
bersama, Aku merasa senang namun Ada sedih nya juga. Membingungkan, ya? Begini lah Aku.
Tiba lah waktunya masa sekolah dimulai. Di Bandung aku bersekolah di SD Negeri 01
Bandung. Aku selalu telat ke sekolah setiap harinya karena jarak rumah dan sekolah itu sangat
jauh. Belum lagi di jalan suka terjebak macet. Namun hal tersebut tidak begitu terpegaruh
bagiku. Aku cukup kaget ketika masuk ke sekolah tersebut karena murid-muridnya yang
berbadan bongsor dan sekolahnya yang sangat luas. Berbeda sekali dengan sekolahku yang
dulu. Namun, aneh nya di kelas Aku tidak mempunyai teman, semua teman di kelas tidak ada
yang mau berteman denganku. Ketika Aku mendapat nilai yang cukup tinggi dari mereka,
mereka seakan-akan semakin menjauhiku.
Selama Aku bersekolah di sana, Aku merasa kesepian. Semuanya Aku lakukan dengan
sendirian. Kehidupan ku di Bandung ini terkesan 'sangat tidak aku sukai' karena hal tersebut.
Apakah Aku seburuk itu di mata mereka? Mulai dari sana lah sikapku mulai berubah, yang
sebelumnya ceria dan periang menjadi orang yang pendiam.
Ternyata Aku di Bandung hanya menetap 1 tahun. Ayah ku ingin dipindahkan lagi
kerjanya oleh pihak kantor ke Bogor. Sungguh lelahnya Aku harus hidup dengan pindah
kesana kemari. Jadi saat kelas 6 SD Aku bersekolah di Bogor dengan jarak sekolah yang cukup
dekat. Sehingga berangkat sekolah Aku selalu berjalan. Di Bogor ini aku tidak merasa seperti
di Bandung. Di Bogor ini teman sekolah baik sekali. Mereka tak sungkan untuk mengajakku
bermain dan bercanda.

33
Suatu hari saat Aku masih di sekolah, tiba-tiba Aku mendapat telpon dari tanteku. Dia
mengabar kan bahwa Ayah dan Ibuku mengalami kecelakan dan di kabarkan ayah dan ibuku
telah meninggal dunia. Saat mendengar kabar tersebut Aku tidak dapat berkata-kata lagi
selain terdiam. Perasaan yang ku rasakan campur aduk, Aku panik dan awalnya tidak
mempercayai hal tersebut. Selesai menelpon Aku bergegas pulang dan benar saja kejadian
tersebut benar-benar terjadi. Sesampainya di sana Aku menangis tersedu-sedu.
Semua keluarga terdekat yang ada di Bogor mengunjungi rumahku. Keluargaku bilang
ayah dan ibuku harus dibawa ke Sumatera untuk dimakamkan karena kami mempunyai
pemakaman keluarga di sana. Lagi pula keluarga yang tinggal Sumatera lebih banyak sehingga
lebih mudah bagi mereka untuk berziarah. Pada hari itu juga, Aku pulang ke sumatera untuk
pemakaman kedua orang tuaku.
Aku tidak tahu bagaimana kehidupanku setelah ini tanpa mereka. Aku tidak tau apa
yang harus ku lakukan setelah ini? Bisakah aku melalui hidup setelah ini tanpa mereka?
Kehidupanku berlanjut dengan kesendirian seperti yang Ku alami di waktu SD di
Bandung. Kesendirian itu membuatku menjadi takut akan segala hal yang Aku hadapi. Aku
tinggal bersama tanteku di Bogor. Dialah yang menggantikan kedua orang tuaku. Hanya dialah
satu-satu nya orang yang Ku punya. Banyak sekali lika-liku kehidupan yang Ku hadapi selama
aku 'sendiri' terkadang aku sering sekali merasa 'tidak baik-baik saja.’ Semenjak Aku beranjak
dewasa banyak sekali masalah yang datang ke padauk. Akupun tak tahu harus bagaimana
mengahadapinya, dan berujung berpasrah sambil berusaha menghadapinya.

TAMAT

34
TIGA SAHABAT
Oleh Argya Akbar Firjatullah

Cahaya matahari begitu bersinar pagi ini, Ardi sangat bersemangat untuk bersekolah
di sekolah dasar untuk pertama kalinya. Ardi berangkat ke sekolah diantar menggunakan
motor oleh Ayahnya. Saat sampai nya di sekolah Ardi turun dari motor dan berpamitan
kepada Ayahnya.
“Semangat nak sekolahnya.” Kata Ayah Ardi sambil tersenyum.
“Iya pak, Ardi sekolah dulu.” Jawab Ardi dan mulai masuk ke kelas. Bel pun mulai
terdengar pada jam 07.00 dan sudah saatnya jam masuk.
“Halo anak-anak, bagaimana perasaan kalian saat pertama kali masuk ke sekolah ini?
Oh iya, ini kan pertama kalinya kalian bersekolah di sini silahkan kalian perkenalkan diri satu
persatu.” Ucap sang Guru saat memasuki kelas. Semua siswa pun memperkenalkan diri nya
satu persatu. Pada akhirnya jam sudah menunjukan angka 12, yang artinya waktunya untuk
pulang.
Ardi menunggu dijemput oleh Ayahnya yang lama sekali datangnya. Hingga yang lain
sudah pulang, tetapi Ardi masih menunggu Ayahnya menjemput. Pada saat Ardi sedang
menunggu, Ardi melihat seseorang yang sepertinya sama seperti Ardi. Seseorang itu juga
sedang menunggu dijemput. Ardi lantas mendekati orang itu yang ternyata orang tersebut
adalah Bayu teman sekelasnya.
“Hai Bayu, kamu juga sedang menunggu di jemput ya?” Kata Ardi menyapa.
“Iya nih Di. Aku lagi nunggu Ayahku lama banget.” Kata Bayu menjawab.
“Gimana kalau gitu kita beli es krim dulu yuk?” Ajak Ardi. Bayu lantas mengangguk dan
menerima ajakan Ardi. Merekapun membeli dan makan es krim tersebut bersama-sama.
Sambil memakan es krim, mereka pun mulai saling bercerita dan dari situlah mereka mulai
dekat.
Keesokan harinya Ardi dan Bayu sedang berjalan-jalan, kemudian mereka melihat
seorang anak yang sedang diam saja di lorong. Sepertinya dia selalu menyendiri tidak seperti
teman yang lainya. Kemudian Ardi dan Bayu mendekati anak tersebut yang ternyata adalah
Raya teman sekelasnya.
“Raya, kamu ngapain sendirian disini?” Sahut Ardi.
“Aku ga ngapa-ngapain cuma lagi sendirian aja.” Jawab Raya. Bayu pun berkata,
“Dari pada kamu sendirian disini, mending ikut kita jalan-jalan muterin sekolah sambil
nunggu jam masuk juga.” Raya pun mengangguk dan menerima ajakan Bayu tersebut.

35
Ternyata Raya adalah anak yang pendiam dan jarang bersosialisasi dan juga jarang
mau di ajak bermain. Sepertinya hanya orang tertentu saja yang bisa mengajaknya. Ardi,
Bayu, dan Raya memutari sekolah sambil bersenda gurau. Akhirnya mereka pun menjadi
sahabat. Mereka selalu bersama kapan pun dan dimana pun. Walaupun ada perbedaan tapi
mereka tetap menjadi sahabat yang melengkapi satu sama lain.
Mereka bersahabat hingga SMK. Hingga, Ardi pun menyadari apa arti sahabat
sebenarnya. Sahabat adalah mereka yang selalu ada dikala senang maupun susah, dan juga
selalu melengkapi satu sama lain. Tak peduli orang lain berkata apapun tentang dirimu,
sahabat baik tidak mendengarkan apa kata mereka yang buruk tentang dirimu.
Bayu dan Raya pada saat pulang sekolah, mereka pasti tidak langsung kerumah. Ardi
mengajak Bayu dan Raya ke tempat yang indah.
“Aku punya tempat yang bagus untuk kalian. Ayo ikuti aku!” Kata Ardi mengajak. Bayu
dan Raya lantas mengikuti ajakan Ardi tersebut.
“Sudah sampai. Ini lah tempat yang ingin ku beri tahu pada kalian.” Kata Ardi dengan
senyum lebar.
“Tempat ini indah sekali pasti jarang orang yang tau. Sungainya juga tidak kotor,
bersih, tidak ada sampah. Pemandangannya juga sangat indah.” Kata Raya memuji.
“Wah! Indah sekali. Benar juga katamu Raya, jarang sekali orang tau tempat ini. Sungai
nya indah, airnya bersih dan tidak keruh.” Sahut Bayu. Dan pada akhirnya, tempat tersebut
selalu menjadi tempat yang mereka kunjungi selepas pulang sekolah. Tempat itu juga mereka
jadikan tempat untuk bertukar cerita.
Hingga pada keesokan harinya, mereka melihat seorang Kakek yang sedang membawa
kayu bakar, sepertinya kakek itu tidak kuat membawa kayu bakar. Ardi, Bayu, dan Raya
berinisiatif membantu Kakek tersebut yang mulai kewalahan saat membawa kayu bakar yang
berat.
“Permisi Kakek, bolehlah kami bantu membawa kayu itu? Sepertinya kakek tidak kuat
membawa kayu bakar itu.” Kata Ardi sambil menawarkan bantuan. Kakek itu pun menjawab,
“Terimakasih nak, sudah mau membantu Kakek membawakan kayu bakar. Tapi tidak
usah repot-repot nak, kakek bisa sendiri.” Raya pun menjawab,
“Tapi, kakek membawa kayu bakar begitu banyak. Sini biar kami bantu bawakan.”
“Baiklah kalau itu mau kalian.” Ucap sang Kakek sambil memberikan kayu tersebut.
“Sebaiknya kayu ini kita bagi tiga, agar kakek tidak usah membawa kayu ini.” Kata Bayu
memberi ide. Ardi dan Raya mengangguk. Mereka mulai membagi tiga kayu tersebut, dan
mulai berjalan kerumah kakek tersebut. Ternyata, rumah Kakek itu tidak terlalu jauh dari
sungai yang mereka kunjungi. Setelah mereka membantu Kakek itu mereka kembali ke sungai
tadi.

36
“Bicara soal Kakek yang tadi, Aku jadi teringat Kakekku yang sudah meninggal satu
tahun lalu. Ia selalu mengajarkanku tentang arti kehidupan.” Kata Ardi memulai percakapan.
“Yang sabar Ardi, semua orang yang sudah meninggal pasti banyak meninggalkan
kenangan terindah.” Ucap Bayu menghibur.
Telpon berdering, ternyata berasal dari hanphone Raya, Raya bergegas mengangkat
telpon itu. Dan ternyata isi percakapan telpon tersebut adalah Raya harus pergi ke Kalimantan
karna ada Ayahnya ada panggilan kerja di sana. Dan Ayahnya Raya tidak mau meninggalkan
Raya sendiri di Bogor. Mendengar hal tersebut Ardi dan Bayu sedih karena harus ditinggal
sahabatnya, dan pada akhirnya Raya harus pergi ke Kalimantan.
Tiga tahun telah berlalu, Ardi dan Bayu sudah lulus SMK dan mereka harus mencari
kerja. Ardi mencoba melamar ke perusahaan di Jakarta, dan Bayu mencoba melamar ke
perusahaan yang ada di Banten. Setelah menunggu panggilan kerja dari lamaran tersebut,
pada akhirnya mereka mendapatkan pekerjaan itu. Mereka sangat bahagia mengetahui hal
itu, tetapi sayangnya harus berpisah untuk waktu yang cukup lama. Mereka semua pun
berpisah dan mencari masa depannya masing-masing. Ya, di setiap pertemuan pasti ada
perpisahan, tidak ada yang abadi di dunia ini selain kematian.

TAMAT

37
MIMPI BURUK
Oleh Bellatrix Kamila Darmawan

Aku adalah robot yang diciptakan oleh seorang ilmuan ternama. Aku dapat berbicara
seperti manusia, walau Aku tidak terlalu mengerti perasaan manusia Aku sering diajarkan
oleh manusia yang merakitku, Ia sering dipanggil dengan nama “Qira” oleh para rekannya.
Pada saat Aku menelusuri macam-macam perasaan manusia didalam programku, Aku
menemukan salah satu kata yang belum Aku ketahui, yaitu “cinta.” Aku bertanya kepada Qira,

“Qira, apa itu cinta?” Tanyaku.

“Cinta adalah perasaan atau wujud kasih sayang terhadap orang lain atau dari orang
lain. Seperti kami yang merawat ‘badan’mu itu, kami melakukannya karena kami cinta
kepadamu.” jawab Qira. Aku heran.

“Merawatku? Sejak kapan kalian merawatku? Aku tidak pernah melihat kalian
melakukan apapun kepadaku selain menyuruhku untuk berbicara, belajar, dan menggerakkan
badanku.”

“Oh, mungkin itu karena kami melakukannya saat kamu mati daya atau tertidur, jadi
kamu tidak melihat ataupun merasakan apa-apa.” Balas Qira.

“Kalau begitu saat kalian sedang merawatku, bolehkah aku melihatnya?” Bujukku
pada Qira. Aku sangat penasaran, Aku diprogram untuk mengetahui segalanya jadi tak heran
kalau Aku ingin mengetahui segala apapun yang belum Aku ketahui.

“Hmm... kalau itu kamu tidak bisa, karena kalau kami tidak mematikan dayamu saat
perawatan dan kami melakukan kesalahan kamu tidak akan selamat. Akan membutuhkan
waktu yang lama agar kamu bisa benar kembali.” Qira mengerutkan alisnya. Tiba-tiba Qira
berteriak,

“Ah! Iya! Kamu tonton saja video perawatan robot lain!” Saran Qira kepadaku.

“Baiklah, Aku akan mencarinya.” Balasku.

Akupun mencari dan mencari, ternyata perawatan robot tidaklah mudah, setiap
bagian yang melindungi isi “badan”ku ini harus dilepas dan dibongkar. Isi “badan”ku akan di
lepas dan pasang, ditutup kembali.

Aku berpikir, kalau Aku bisa merawat diriku sendiri, bukankah artinya Aku mencintai
diri ku sendiri? Kalau mereka bisa mencintai Aku dan Aku mencintai diriku sendiri, berarti Aku
juga bisa mencintai manusia. Mungkin Aku bisa merawat Qira seperti dia merawatku.

Aku selalu dibawa ke tempat yang Qira sebut “rumah” setelah kami melakukan
percobaan dan kegiatan lainnya. Saat malam hari Aku selalu berdiam diri di samping Qira yang

38
sedang tidur, sekalian mencari pengetahuan yang lebih banyak. Malam ini Aku akan merawat
Qira seperti Qira merawatku.

Aku mencoba melepas bagian pelindung dengan obeng, tidak berfungsi. Mungkin
pakai tang? Ah, berhasil. Kenapa banyak sekali cairan berwarna merah yang berkucuran?
Apakah itu olinya? Kenapa berwarna merah? Mungkin sudah lama tidak diganti. Akupun
melihat isinya, kenapa berbeda sekali dengan yang di video-video yang ku tonton? Mereka
lembek dan berlumuran oli merah. Salah satu dari isinya ada yang bergerak, seperti ada mesin
penggeraknya. Adapun kabel yang sangat panjang dan tebal. Aku tak tahu apa yang harus Aku
lakukan. Olinya berkucuran kemana-mana, mesin yang tadi bergerak sekarang tidak bergerak
lagi, ada sesuatu berwarna putih dibawah mesin-mesih itu. Mungkinkah itu penopangnya?
Tetapi kenapa bentuknya tidak panjang dan berbentuk tabung? Mungkin sudah rusak, Aku
akan menggantinya, tetapi dengan apa? Mungkin Aku biarkan saja mesin-mesin, kabel-kabel,
dan benda-benda yang berwarna putih dan keras ini diluar badan Qira. Aku akan mengambil
sparepart punyaku dan merakitnya didalam badan Qira.

Aku sudah selesai merawatnya, sudah ku rakit, sudah ku pasang kembali yang ia
butuhkan, sudah ku tutup lagi bagian luarnya dengan paku, karena lagi-lagi obeng tidak ada
gunanya.

Keesokannya tepat jam 06.00 biasanya alarm akan menyala dan Qira akan bangun
mematikan alarm dan langsung pergi ke kamar mandi. Tetapi ini sudah jam 08.27 dan Qira
tidak bangun-bangun. Banyak sekali serangga yang berterbangan diatas Qira, ada juga yang
menggeliat dibadan Qira. Banyak sekali suara yang keluar dari kotak kecil yang berada di
sebelah kasur Qira, kotak itu seperti persegi panjang dan tipis. Aku hanya bisa melihat karena
Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan. Makin banyak serangga, banyak sekali suara dari
kotak kecil itu. Pada saat 12.10 ada yang menggedor pintu depan, tetapi Qira bilang Aku tidak
boleh menjawabnya jadi Aku hanya diam saja. Tiba-tiba seorang rekannya yang sering
menemani dan membantu Qira pada saat melakukan percobaan kepadaku datang ke kamar
Qira dan ada beberapa manusia lainnya yang berbaju hitam. Mereka kaget saat melihat
keadaan Qira, untukku Qira terlihat baik-baik saja karena Aku sudah merawatnya.

Para manusia berbaju hitam itu menengok ke arahku dan melihat bekas oli dari badan
Qira dan menanyakan kepada rekan Qira apakah Aku robot yang bisa bergerak dan ia jawab
“iya”. Mereka bilang mungkin ini ulah ku, Akupun menjawabnya,

“Iya Aku yang melakukannya, Aku sudah bisa merawat manusia sekarang. Bukankah
Aku hebat?” Saat Aku berkata seperti itu, rekan Qira berteriak dan menarik pundakku.

“Kenapa kamu melakukan ini?! Kamu ini bukan robot yang dibuat untuk
membenarkan ataupun merawat manusia! Dasar robot tidak berguna! Aku sudah bilang
kepada Qira kalau robot ini tidak akan berguna dan hanya akan menguras biaya
pembuatannya, tetapi Qira tetap bersikeras. DAN KAMU MELAKUKAN INI KEPADANYA?
ROBOT KEJAM!!” Sebelum ia melanjutkan perkataannya, manusia-manusia berbaju hitam

39
menariknya keluar dari kamar Qira dan salah satu dari mereka membawaku ke tempat yang
jauh dan melemparku ke tempat rongsokan. Disana Aku ditinggal dan Aku tidak bisa bergerak
karena sebagian dari badanku sudah hancur. Akupun tidak bisa mengisi daya, sedikit demi
sedikit bateraiku habis.

Aku mati.

Tetapi, semua itu hanya mimpi.

Aku selalu mendapatkan mimpi itu sejak minggu lalu, kami sekeluarga pindah ke
rumah tua ini. Rumah ini sangat familiar bagiku. Anehnya rumah ini memiliki bau yang khas,
bau karatan. Entah kenapa Ibuku melarang diriku dan Adikku untuk masuk ke ruangan
kerjanya. Ia selalu teriak saat kami ingin mengantarkannya makanan, Ibuku adalah seorang
pekerja keras walaupun kami tidak tahu apa pekerjaan sebenarnya. Ia selalu bekerja karena
Ayah meninggalkan Ibuku pada saat Ia sedang mengandung Adikku. Ibuku selalu mengunci
ruangannya, dan memasangkan banyak sekali peredam suara ke dalam ruangannya.

Aku masih terpikirkan tentang mimpi itu. Tidak tahu kenapa, Aku merasa mimpi ini
sangat janggal. Kenapa Aku bisa bermimpi menjadi sebuah robot? Kenapa nama ilmuan itu
mirip sekali dengan nama tanteku? Dan kenapa suara dari rekan ilmuan itu mirip sekali
dengan suara Ibuku? Setelah ku pikir-pikir kembali, Aku teringat bahwa di dalam kamarku ada
sebuah lemari yang terkunci, Aku tidak tahu dimana kunci lemari itu berada. Aku bertanya
kepada Ibuku,

“Bu, ibu tahu gak dimana kunci untuk lemari yang ada di kamarku?” Tanyaku pada ibu.

“Untuk apa?” Jawab Ibuku dengan nada yang terbilang mencurigakan.

“Kata adek, adek mau lihat isinya.” Ku jawab walau sebenarnya Akulah yang ingin
melihat isinya, dengan cepat Ibuku menjawab,

“Nggak tahu, ibu gak pernah lihat. Sudah sana, kamu ajak adek main di halaman saja!”
Aku sedikit kecewa, Aku kembali ke kamarku. Sebenarnya Aku mempunyai dua pilihan, yang
pertama aku akan bertanya kepada Ibuku dan yang kedua aku akan mencari di internet
bagaimana cara membobol kunci lemari tersebut. Akupun mencarinya, dan ketemu! Aku
langsung mencobanya, berhasil.

Saat kubuka lemari tersebut, banyak debu yang berhamburan. Isinya sangat banyak,
dari bingkai foto, album foto, dan berbagai macam benda lainnya. Ku intip isi dari salah satu
album foto terebut, kulihat ada foto dari sekelompok ilmuan? Dan sebuah robot?! Aku lihat
lebih detail lagi, robot itu memiliki model yang sama seperti robot dari mimpiku. Di
sampingnya ada tanteku, beliau sudah meninggal saat Aku berumur 2 tahun, sekarang Aku
sudah berumur 14. Berarti sudah 12 tahun sejak beliau meninggal, dan di belakang foto itu
terdapat tulisan tanggal dan tempat kapan dan dimana foto itu diambil.

40
28/6/2010, Lab Vidala.

Seminggu sebelum tanteku meninggal, beliau dikatakan meninggal pada tanggal 5 Juli
2010. Kalau benar mimpiku kejadian nyata dan memang benar tanteku adalah seorang
ilmuan, yang sebenarnya terjadi adalah beliau meninggal pada tanggal 4 Juli 2010.

Tetapi mengapa foto ini ada di rumah ini? Apakah rumah ini sebenarnya rumah
tanteku? Dan tempat dimana dia ‘dirawat’? Aku belum yakin, karena Aku belum melihat-lihat
semua isi rumah ini. Aku akan melakukannya esok hari saja karena besok Ibu biasanya pergi
ke tempat yang tidak Aku ketahui dan tanpa sepengetahuan diriku Ia pergi begitu saja.

Keesokan harinya Aku bangun pagi untuk melihat apakah Ibu benar-benar ingin pergi
hari ini, dan ternyata iya. Aku mengintip dari jendela kamarku, Ia sudah pergi dengan
mengendarai mobil. Aku harus memastikan apakah adikku sudah bangun atau belum,
untungnya belum. Aku pergi ke lantai dua, dimana ruangan Ibuku berada dan satu kamar yang
belum ku lihat isinya. Saat kucoba untuk membuka pintunya, ternyata terkunci. Aku mencoba
untuk membukanya dengan sekuat tenaga dan tidak berhasil. Aku mencoba untuk
membukanya dengan teknik yang sama seperti saat membuka lemari kemarin. Berhasil lagi!
Masalah kali ini adalah mentalku, Aku tidak siap untuk melihat isi dari kamar tersebut. Aku
takut kalau itu adalah kamar tanteku, Aku takut. Tetapi semua ini akan menjadi masuk akal
kalau Aku buktikan dengan tindakanku sendiri.

Aku beranikan diriku untuk membuka pintu itu. Sedikit demi sedikit pintu itu kubuka,
dengan sangat perlahan. Pintu itu sudah terbuka penuh, mataku membesar dan badanku
terasa sangat berat. Aku mundur perlahan, Aku menahan tangisku dan menuju kamar Adikku.
Aku membangunkannya dan kupeluk Adikku, tidak tahu mengapa air mataku berkucuran.

“Kakak kenapa? Kok kakak nangis?” tanya Adikku.

Aku tidak bisa mengeluarkan satu katapun. Aku tidak percaya dengan apa yang Aku
lihat tadi, ruangan yang sama seperti yang ada di mimpiku. Walau kejadian itu sudah jauh dari
kata kemarin, Aku tetap bisa merasakannya. Aku sangat membenci perasaan ini, Aku ingin
pergi. Pergi sejauh mungkin dari sini, tetapi Aku juga ingin bertanya kepada Ibuku. Jadi Aku
menunggu sambil menceritakan semuanya kepada Adikku. Dia percaya, dia ingin agar Aku
menenangkan diriku terlebih dahulu sebelum berbicara kepada Ibu.

Saat Ibu pulang, Aku menunggunya di depan rumah. Aku melipat tanganku sembari
menunggunya untuk parkir dan keluar dari mobil.

“Loh, kok, kakak diluar? Mau ngapain?” Tanya ibu,

“Aku mau ngomong sama ibu.” Jawabku,

Aku langsung membalikkan badanku dan menuju meja makan.

“Mau ngomongin apa, sih? Ibu capek, kak.” Keluh Ibu.

41
“Ibu tahu soal robot yang membunuh tante Qira?” Tanyaku dengan tegas. Ibu
menatapku dan mengerutkan alisnya.

“Kamu tahu dari mana, hah? Kamu masuk ke ruangan Ibu tanpa izin?!”

“Nggak, aku melihat yang lebih mengerikan lagi. Kamar tante Qira, aku sudah lihat
isinya.”

“Tapi, kamu tahu kejadiannya dari mana??” Ibu panik. Aku menceritakan semuanya
kembali kepada Ibu. Terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa Ia tidak percaya. Jadi Aku
memberikan bukti dengan kalimat yang mungkin Ia ingat,

“Robot kejam. Itu, kan, panggilannya? Ibu sendiri yang memanggilnya begitu saat Ibu
menemukan badan tante Qira yang sudah berserakan dimana-mana”. Ibu menangis

“Ibu hanya ingin membantunya membuat robot yang pintar, tetapi robot kejam itu
malah merenggut nyawa Adik ibu. Ibu tidak ingin kalian untuk masuk ke ruangan ibu karena
Ibu sedang membuat robot baru yang lebih aman untuk kalian, tetapi karena masih proses
ibu nggak mau kalian terluka atau bahkan meninggal. Maafkan ibu.” Jelas ibuku.

Kami bertiga berpelukan.

Setelah kejadian itu, mimpi buruk tentang tante Qira tidak muncul lagi. Ibu
menceritakan perjalanan karirnya dengan tante Qira. Kamipun menjadi lebih akrab dari
sebelumnya. Dan sebulan kemudian robot buatan Ibu sudah selesai dirakit. Robot itu sangat
pintar dan aman bagi manusia. Ibu memenangkan kompetisi robot dan menjadikan Ibu
seorang ilmuan terkenal. Kebetulan kompetisi robot tersebut bertanggal 4 Juli 2022, jadi kami
sekalian melayat ke pemakaman tante Qira dan merayakan kemenangan Ibu dengan
bersamaan.

TAMAT

Atau, tidak?

42
KOK KITA ASING?
Oleh Bintang Adhwa Falah Vidiansyah

Aku bertemu dengan satu wanita ini. Parasnya tidak terlalu rupawan, tapi dia masih
bisa tersenyum tulus bagaimana pun keadaannya. Dia kuat, dan Aku tahu itu dengan pasti.

Kami suka bertukar cerita atau mengeluhkan permasalahan tentang hari ini, cerita
tentang bagaimana kegiatan yang tadi dilakukan, cerita tentang kehidupan yang ada. Aku
lebih sering menjadi pendengar, dia lebih sering berbicara. Ada satu momen di mana saat
kami sedang berbincang berdua di sebuah tempat indah yang begitu segar udaranya. Kami
sama-sama tidak mengira kalau waktu akan berjalan begitu cepat. Ketika pulang, kami
berjalan hingga dia menaiki sebuah bus. Dengan harapan masih bisa bertemu pada sebuah
kebetulan.Sejenak, dia terdiam sebentar, menyampingkan pandangannya ke arahku.

"Kamu nggak cape apa, ngedengerin aku cerita terus?" Tanya dia tiba-tiba. Aku
berpikir sejenak, lalu menjawab,

"Ngga tuh." Kataku, sambil berjalan menikmati pemandangan yang indah.

"Jadi pendengar buat kamu sama aja belajar memahamimu. Aku tahu kalau kamu sulit
buat terbuka sama orang lain, dan itu menjadi alasan kenapa aku bisa ada di sampingmu,
sekarang."

Satu detik berlalu, kami diam dalam nyaman. Sekali lagi aku bisa membuatnya
tersenyum. Ketika kita sudah ingin berpisah, dia menaiki sebuah bus, dan aku pulang menaiki
ojek online.

“6 bulan sudah berlalu. Ternyata sudah cukup lama ya? Sudah cukup lama kita tidak
bertukar cerita satu sama lain. Bahkan kita sudah tidak saling berkabar. Karena kamu sudah
sibuk dengan duniamu sendiri. Bagaimana keadaanmu di sana? Aku di sini menjalani hari-
hariku seperti biasa dan selalu menunggumu untuk bercerita kembali kepadaku. Kamu baik-
baik ya disana, Aku cuman bisa bisa mendoakanmu yang terbaik dari sini. Dan menurutku itu
udah lebih dari cukup. Jujur, Aku sangat rindu masa-masa kita saling cerita, saling bertemu,
menunggu kamu, dan sekarang pun aku tetap menunggumu. Rindu sekali rasanya saat masa-
masa cerita itu, sekarang Aku bingung harus bercerita kemana. Sekarang Aku hanya bisa
bercerita kepada diriku sendiri. Aku juga rindu saat kamu menanyakan tentang bagimana
hariku, bagimana perasaanku hari ini, atau bagimana makanku di hari ini. Jujur, pertanyaan-
pertanyaan sepele seperti itu membuatku senang, karena Aku merasa diperhatikan,
dipedulikan, bahkan merasa ada yang memahami dan menyayangi diriku.” Kalimat-kalimat
tersebut tak bisa ku utarakan kepadanya hingga sekarang.

43
Flashback on*

Aku teringat dengan satu kejadian dimana saat itu Aku sedang menunggu dia disebuah
taman, dimana letak taman tersebut dekat dengan sekolahnya. Aku hanya bisa diam,
menikmati keindahan alam sekitar, menikmati udara yang sejuk, menikmati awan-awan yang
sudah mendung tanda hujan akan turun. Saat menunggunya tidak terasa lelah sama sekali.
Tepat pada pukul 15.00 akhirnya dia menemuiku ditaman itu, dengan mukaku yang sedang
terlihat pucat. Dia langsung khawatir dengan keadaanku. Dia bahkan membanjiriku dengan
pertanyaan-pertanyaan yang menjukkan betapa khawatirnya dirinya.

Pertanyaan itu seperti, “kamu udah makan? kamu sakit? lama ngga nunggunya? kamu
gapapa kan? kamu mau minum?” Aku tidak menjawab dengan kalimat “Aku tidak apa-apa.”
tetapi Aku justru menjawab “Aku kangen.” Hahaha, dia pun mencubit lenganku dengan jari
tangannya.

Setelah itu Aku langsung berdiri dan mengajak dia ke tempat jajanan kesukaannya,
yaitu lumpia basah. Terdengar biasa saja tapi bagiku, jika membelikan dia makanan tersebut,
dia langsung melahapnya begitu saja, Aku sangat senang melihatnya. Lumpia basah hanyalah
salah satu makanan kesukaannya, sebenarnya masih ada lagi seperti, cilor, boci, seblak dan
lain-lain. Dia sangat senang dengan makanan pedas, sudah berulang kali Aku
mengingatkannya untuk tidak memakan makanan pedas karena dia mempunyai penyakit
lambung.

Suatu hari ketika dia memakan makanan pedas, perutnya langsung merasa sakit, lalu
orang dirumah membawanya ke rumah sakit. Ternyata, dokter berkata bahwa penyakit
lambungnya kambuh, dan dia harus dirawat. Beberapa hari Aku tidak bertemu dengannya,
karena tidak diperbolehkan untuk menjenguk oleh pihak rumah sakit. Ketika dia sudah berada
dirumah, aku bergegas untuk kerumahnya dan tidak lupa membawakan sedikit makanan dan
minuman untuknya.

Kembali ke cerita dimana Aku berjumpa dengannya disebuah taman. Setelah Aku
membelikan makanan kesukaanya. Aku dan dia lanjut berjalan sambil berbincang dengan
serius. Dia bertanya,

"Kamu cape ga sih, nungguin aku terus? Pulang bareng aku terus? Aku minta maaf
suka ngerepotin kamu terus". Aku hanya tersenyum dan dalam hati aku berbicara.

"Aku tidak akan pernah lelah, aku tidak akan pernah cape, aku bahagia saat kamu
selalu disampingku".

Beberapa langkah kami lewati, tidak terasa hujan mulai turun. Kami berdua berlari ke
tempat yang tidak terkena air hujan. Aku dan dia menunggu sampai hujan reda karena Aku
dan dia tidak membawa payung.

Beberapa menit berlalu hujan tidak kunjung berhenti, hingga hampir menjelang
Maghrib. Terpaksa kami berdua berlari hingga ke halte bus terdekat. Kami berdua basah

44
kuyup, dia kedinginan dan untungnya aku membawa sebuah jaket dan menyuruh dia untuk
memakainya. Bus pun datang lalu kita naik.

Flashback off*

Mengingat kejadian itu membuatku sangat rindu, rasanya ingin mengulang kembali
kejadian itu. Mungkin sejak kejadian itu aku mulai jatuh cinta kepadanya. Aku selalu teringat
dengan kata-kata dia, "Aku takut kita jadi asing." Ya, kata-kata itu selalu teringat jelas di dalam
pikiranku.

Flashback on*

Saat itu Aku ingin bertemu dengannya tanpa sepengetahuan dia. Aku berjalan sendiri
sambil menikmati udara segar di sore hari, menikmati dedaunan yang bergoyang. Tak sengaja
Aku melihat dia di suatu tempat. Tetapi, Aku melihatnya tidak sendiri. Dia ditemani oleh lelaki
yang begitu tampan. Terlihat kamu sangat bahagia saat berbicara dengan lelaki itu. Tanpa
berfikir panjang Aku langsung bergegas pulang dengan kondisi kepalaku yang penuh
pertanyaan. “Siapa dia?” "Aku takut kita jadi asing." Dua kalimat berbeda yang terus berputar
di pikiranku, hingga Aku tak sadar bahwa telah tiba dirumah. Aku bergegas menaruh tas,
membersihkan badan dan santai sejenak.

Namun pikiran ini tidak mereda, selalu bertanya-tanya "Siapa dia?". Aku sangat ingin
tau siapa lelaki itu dan mengapa lelaki itu berbicara begitu asik dengan dia. Aku ragu untuk
bertanya langsung kepadanya. Aku hanya terdiam menunggu notifikasi dia sembari
mendengarkan sebuah lagu. Tidak terasa sampai Aku terlelap saat menunggu notifikasinya.
Tetapi nihil, notifikasi yang kutunggu tidak kunjung datang.

Seminggu sudah berlalu, Aku menunggu notifikasi dirinya dan selalu menunggunya
ditaman itu. Dia tidak pernah terlihat olehku. Teringat kembali apa yang pernah dia ucapkan
“Aku takut kita jadi asing.” Apa benar kita akan asing? Dua hari setelahnya, dia akhirnya
memberi pesan kepadaku. Isi pesannya ternyata kabar bahwa dia telah memiliki lelaki yang
begitu sayang kepadanya, dan dia berkata,

“Kamu gausah cape-cape lagi dengerin aku cerita, aku udah punya lelaki yang bisa
ngertiin keadaan aku sekarang. Kamu tenang aja ya”. Isi pesan yang sangat amat singkat,
tetapi sangat menyesakkan dadaku. Aku menjawab pesannya,

“Alhamdulillah, baguslah jaga kesehatan kamu ya! Aku yakin kamu pasti bakal tetap
dan terus bahagia tanpa aku." Lalu ia menjawab kembali

“Iya pasti. Makasih ya karena selalu mau dengerin cerita aku, maaf selalu ngerepotin
kamu, maaf aku selalu bikin kamu cape, maaf aku belum bisa jadi yang terbaik buat kamu.”

Ku jawab lagi pesan yang dia kirim dengan kalimat "Iya sama-sama." Isi pesanku
dengan dia berhenti disitu, dia hanya membaca pesanku.

Flashback off*

45
“Enggak aku sangka, ternyata kita bisa menjadi seasing ini. Padahal, dulu kita adalah
orang yang saling takut untuk meninggalkan dan saling takut untuk ditinggalkan. Tapi
sekarang kita sudah bisa terbiasa tanpa kehadiran satu sama lain. Aku harap kamu tetap-
bahkan selalu bahagia disana. Kamu ga usah repot-repot khawatirin Aku disini. Aku baik-baik
aja disini. Hari yang aku jalanin baik terus kok, makan aku juga teratur kok. Semoga kamu
disana gitu juga ya. Jaga kesehatan ya disana. Gapapa kalo hari ini kacau, gapapa kalo hari ini
berantakan, tapi satu hal yang harus kamu ingat, kamu ga sendirian. Aku selalu berharap
kamu akan kembali, tetapi semua itu hanyalah imajinasiku saja. Walaupun kita udah seasing
ini tapi aku tetep sayang banget sama kamu. Sekarang aku jadi ga tertarik untuk mencintai
seseorang selain kamu. Aku jadi sedikit trauma buat jatuh cinta lagi setelah kejadian ini, yang
dimana kita berakhir asing seperti ini. Makasih ya udah mau bareng aku, maaf Aku gak sesuai
ekspetasi kamu.” Kalimat itu menjadi tanda bahwa Aku sudah melepaskan dia dan kenangan
yang dia buat. Akan kupaksa diriku ikhlas dan terbiasa tanpa dia.

Setelah beberapa bulan aku tidak berkomunikasi dengan dia. Aku dipertemukan
dengan seseorang perempuan yang begitu baik, solehah, sangat menjaga auratnya, bahkan
membuat Aku sangat kagum kepadanya. Perempuan itu adalah temanku. Ia memiliki sifat
yang sangat baik dan pengertian kepada semua orang. Entah mengapa, Aku bisa merasa
begitu nyaman ketika melihatnya. Tapi, rasanya sangat berbeda dengan cinta pertamaku. Ia
terlihat begitu sempurna dimataku.

Suatu hari Aku dengan ia menaiki angkot yang sama. Aku duduk di pojok dan ia duduk
tepat di belakang sang supir angkot. Aku hanya bisa diam dan malu untuk memulai
percakapan. Keesokan harinya ternyata ia sakit. Entah mengapa, aku sangat khawatir saat
mendengar kabar tersebut. Dihari selanjutnya, Aku mengajak ia untuk pergi ke kantin
bersama. Aku tidak ingin ada yang tau jika aku pergi ke kantin bersamanya. Tetapi keinginanku
tak terpenuhi, ternyata ada temanku yang inginn ikut. Sudah aku tolak, tapi temanku tetap
mengikuti kami. Lalu aku membeli beberapa makanan, dan memberikannya kepada ia tanpa
sepengetahuan temanku. Ia langsung mengucapkan terima kasih, lalu bergegas lari agar tidak
ketahuan. Padahal bagiku tak apa bila ketahuan, aku lebih takut jika ia terjatuh.

Setelah dari kantin, aku langsung ke kelas bersama temanku. Ditengah perjalanan
temanku bertanya,

“Makanan yang tadi kemana?” Lalu aku jawab,

“Oh, tadi makanannya sudah Aku bagiin ke orang lain. Lagi pengen sedekah.” Jawabku
dengan sedikit bercanda.

Keesokan harinya, karena aku terlihat cukup dekat dengannya, seisi kelas malah
menggoda kami berdua seperti,

“Cie, cie makin lama makin deket nih. Cocok banget kayanya.” Di ikuti gelak tawa
teman sekelasku.

46
Aku harus bersikap profesional. Aku hanyalah mengaguminya, Aku bahkan tidak tahu
siapa yang ada dihatinya dan siapa yang ia cintai. Jika Aku mencintai seseorang maka Aku
harus lebih banyak perbaiki diri, karena Aku sadar bahwa diriku ini belum sempurna untuk
disukai oleh orang lain. Aku selalu teringat dengan kata-kata "Allah Maha membolak-balikkan
hati manusia." Jadi sekuat apapun kita, sebaik apapun kita, seberusaha apapun kita, kalo Allah
tidak menghendaki maka tidak akan ada yang terjadi.

Waktu berjalan begitu cepat, teman-teman kelasku yang dulu suka menggodaku
dengan ia sekarang sudah tidak lagi. Sekarang banyak laki-laki atau perempuan yang kagum
karena penasaran yang ada pada dirinya saja, tanpa berjuang untuk memiliki ia selamanya.
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Aku yang sangat merasakan kehilangan, sekarang aku
hanya bisa menunggu saat dimana kata “asing” ini usai.

TAMAT

47
KENANGAN BERHARGA
Oleh Daffa Hadi Wardoyo

Di pagi hari Minggu yang cerah, Aku terbangun dan melakukan aktivitas biasaku, yaitu
olahraga bersepada mengelilingi Stadion Pakansari. Setalah olahraga, Aku pulang lalu
beristirahat sebentar sembari memakan nasi uduk. Setelah itu, Aku mandi dan bersiap-siap
untuk pergi bersama keluargaku ke Jakarta.
Aku dan keluargaku berangkat dengan mobil pribadi pukul 7 pagi. Kami berangkat
lebih awal dikarenakan keadaan jalan tol yang biasanya dipenuhi oleh ramainya kendaraan
yang menuju Jakarta pada hari libur. Aku dan keluargaku sampai dengan waktu perjalanan
yang cukup lama. Disana kita mengelilingi Kota Tua yang berada di Jakarta Barat. Aku dan
keluargaku sempat berpisah karena keluargaku ingin melihat museum-museum sedangkan
Aku hanya mengelilingi dan melihat hal-hal yang unik dengan rasa yang biasa saja. Tidak lama
suara adzan terdengar, Aku mencari masjid atau musholla untuk melaksanakan sholat zuhur.
Lalu aku melihat Masjid Baiturrahman, masjidnya sangat bagus dan nyaman. Aku
berwudhu dan melakukan sholat berjamaah. Sholat pun sudah Ku kerjakan dan Aku
mengelilingi lagi Kota Tua. Dengan sholat semua terasa adem dan tenang. Tidak lama Aku
mengelilingi Kota Tua, Aku bertemu dengan wanita yang mukanya tidak asing. Wanita yang
pernah ada di dalam perasaanku, wanita yang pernah ada di sebagian dalam hidupku. Dan
dia adalah Nazwa, wanita yang sudah lama tidak pernah ku temui dan wanita yang sudah lama
tidak bersamaku bahkan bisa dibilang asing.
Dia melambaikan tangan dan Aku mengingat saat dulu Aku pertama kali bertemu dia
dan berkenalan dengannya. Saat itu, Aku sedang menunggu bus dan saat itu juga dia datang
dan duduk disebelahku. Tidak lama bis pun datang, kita menaiki bis bersama dan menduduki
tempat duduk yang bersebelahan. Dia sempat tertidur di bus dan botol minumnya terjatuh.
Aku berniat mengambilnya dan mengembalikan botol tersebut padanya. Itulah awal dimana
kita saling berkenalan.
“Makasih, ya. Namaku Nazwa. Omong-omong namamu siapa?" Tanyanya padaku.
"Ya, sama-sama, Naz. Namaku Ali. Salam kenal." Ujar ku.
Kita sempat berpisah karena kita turun di halte yang berbeda. Saat dia turun dia
melambaikan tangan dan mengucapkan selamat tinggal. Begitulah awal bagaimana kita
bertemu. Akhirnya pada hari ini, kita bisa bertemu kembali dan mengobrol seperti pada hari
pertama kita bertemu.
"Hai sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" Tanyaku.
"Kabarku baik. Kita harus berpisah dengan jarak, sudah lama kita tidak bertemu.
Rasanya kangen denganmu, hehehe… Bagimana kabarmu?" tanya Nazwa.

48
"Kabar ku baik. Ya, betul! Jarak memisahkan kita yang dulunya kita selalu bersama dan
kita dipisahkan oleh kenyataan karena kamu harus pindah. Oh ya, mau berkeliling
bersamaku?" jawabku.
"Ayo! Apa kita akan menghabiskan waktu bersama hari ini? Hahaha." ujar Nazwa
dengan senang hati menerima tawaranku.
Aku dan Nazwa tidak hanya mengelilingi Kota Tua. Aku dan dia mengelilingi tempat
lain dan tertawa bersama. Kita menyewa sepeda dan bersepeda bersama. Itu hal yang lucu,
tapi jarang bisa terulang kembali. Setelah beberapa lama, kita merasa lelah dan memutuskan
untuk mencari rumah makan. Di rumah makan, aku dan dia saling bertukar cerita tentang aku
dan dia saat kita tidak bersama.
Selasai makan, aku dan dia lanjut mengelilingi tempat lainnya. Aku tidak mengira akan
turun hujan. Aku melihat dia kedinginan, aku memberikan padanya jaketku dan kita
meminum coklat hangat dengan tambahan roti. Pada akhirnya hujan pun berhenti setelah
kita menunggu beberapa saat. Kita pergi ke mall dan mencari buku-buku novel atau buku
cerita lainnya. Disitu aku dan dia saling membeli buku dan saling bertukar buku yang dibeli.
Aku memberikan bukuku padanya dan dia memberikan bukunya padaku. Waktu sudah mulai
gelap, aku dan dia harus dipisahkan oleh waktu menyayangkan waktu bersama yang kita
lewati berharap kita akan bertemu lagi di esok hari.
Sebelum berpisah, Aku dan dia saling bertukar nomor. Di sana Ia sempet memberikan
kata-kata untukku.
"Jika ada yang lebih indah dari senja itu adalah waktu dimana aku pertama kali
mengenalmu dan waktu dimana kita bertemu kembali dengan rasa yang sama saat
mengenalmu." Itu hanya kata-kata tapi membuatku sangat terbawa suasana.
"Makasih ya.. Untuk hari ini. Padahal kita secara tidak sengaja bertemu tapi kita bisa
menghabiskan banyak waktu untuk berkeliling bersama." Ujarnya padaku.
"Iya, nih. Haha… Tapi kita akan berpisah lagi. Makasih juga atas waktunya hari ini."
Ujarku membalasnya.
"Ya sama-sama. Kamu akan pulang, kan? Oh iya, ini ada gelang dariku. Hitung-hitung
untuk kenangan waktu kita bersama." Ujarnya.
"Wah… Makasih, ya. Aku tidak akan lupa denganmu. Aku pulang ya… Dah!" Ujarku
sambil meninggalkannya.
"SAMPAI JUMPA KEMBALI, ALI!!” teriak Nazwa.
Kakakku sempet bertanya. "Dia Nazwa ya?"
"Iya." Jawabku dengan rasa yang sangat senang bercampur sedih.
Aku dan keluargaku pulang dan kita sampai dirumah pada pukul 11 malam. Saat aku
beranjak tidur, aku masih memikirkannya. Walau aku memiliki nomor Nazwa, tetapi rasanya
aku ingin sekali bertemu dengannya. Pagi hari telah tiba, matahari telah menampakkan

49
dirinya. Aku menghubungi Nazwa menggunakan WhatsApp dan menanyakan kabarnya. Dia
pun mengajakku untuk bertemu lagi karena ada sesuatu yang mau Ia katakan kepadaku.
Esoknya aku berangkat menggunakan kereta. Aku bertemu dengannya di stasiun Jakarta. Dia
sempet mengajakku jalan-jalan, makan bersama, membaca buku dan mencari buku novel.
Pada sore hari, kita bertukar cerita. Dia bercerita bagaimana kehidupannya tinggal di
Jakarta. Namun, tiba-tiba Ia berkata.
"Aku akan pergi ke Singapura dan aku akan tinggal di sana selama 4 tahun." Ucap
Nazwa secara tiba-tiba.
"Wah… Kamu ke Singapura mau jalan-jalan, kah? Atau apa sampai 4 tahun gitu
lamanya." Tanyaku.
"Aku sekolah di sana karena ayahku ada pekerjaan di Singapura." Jawab Nazwa.
"Ya sudah, ini mungkin akan menjadi pertemuan kita untuk terakhir kalinya. Terima
kasih untuk hari ini dan selamat jalan untuk besok. Hati-hati dijalan, ya." Ujarku.
"Iya makasih juga ya untuk hari ini. Ternyata berjalan-jalan bersamamu hari ini dan
kemarin sangat menyenangkan. Menghabiskan waktu denganmu akan menjadi kenangan
yang tak terlupakan bagiku. Terimakasih, Ali.” Terima kasih Nazwa padaku.

Setelah itu aku dan dia berpisah untuk terakhir kalinya. Ini akan menjadi momen
terakhir kami saling bertemu. Aku pulang kerumah nenekku karena rumahnya yang
berdomisili di Jakarta Pusat. Ia pulang ke rumahnya yang berada di Jakarta Barat. Sesampai
dirumah nenek, nenek ku bertanya.
"Tumben pulang bawa martabak. Ada apa, nih?”
"Ini buat nenek dan kakak. Dimakan, ya." Jawabku. Kakak ku bertanya.
"Kamu pulang dengan rasa sedih dan bawa martabak lagi ada masalah? Cerita aja."
"Aku dan Nazwa akan berpisah. Dia akan pergi ke Singapura dengan waktu yang lama
dan ini mungkin hari terakhir aku bertemu dengannya." Jawabku dengan nada bersedih.
"Jangan sedih. Pasti nanti kamu akan bertemu lagi dengannya, kok. Keep Smile!"
"Iya. Makasih, Kak." Terima kasihku.

Seminggu kemudian aku mencoba menelepon dan mengabari Nazwa untuk


menanyakan kabarnya, tetapi nomor nya tidak aktif. Aku mencoba bertanya kepada
sahabatnya yaitu Rista. Dia sahabat terbaiknya Nazwa karena mereka satu sd, smp, dan sma.
Aku mencoba mendatangi rumah Rista untuk bertanya tentang Nazwa.
"Ris, Nazwa udah ke Singapura, ya? Nomornya aktif gak? Kenapa dia tidak membalas
pesanku, ya?" Tanyaku.

50
"Iya, nomornya gak aktif. Aku juga kurang tahu kenapa." Jawab Rista.
"Sebenarnya Nazwa ngapain sih di sana 4 tahun? Dia bela-belain ikut ke Singapura
hanya karena pekerjaan ayahnya di Singapura, kah?" penasaranku.
"Dia sebenarnya punya penyakit kanker otak stadium berat, Ali. Maka dari itu, dia
berobat ke Singapura tanpa memberi tahu kamu" Jujur Rista padaku.
"Benarkah?” Aku membalas Rista dan termenung sebentar.
“Emm… Makasih ya, Ris. Kayaknya aku harus pulang dulu deh." Terima kasihku dengan
langsung terburu-buru bergegas pulang.
Aku berlari pulang sambil meneteskan air mata. Aku tak menyangka Rista ternyata
menyembunyikan fakta bahwa Ia mengidap penyakit yang sangat serius sehingga Ia harus
berobat jauh ke negeri sebrang.
Sesampainya Aku di rumah, Aku berbaring dikasur dengan berselimut sambil bersedih
meneteskan air mata. Aku tidak menyadari Aku terus menangis. Aku tidak tahu ternyata
Nazwa memiliki penyakit yang sangat serius. Aku berpikir bahwa kemarin akan menjadi hal
terbaik bagi Nazwa sebelum ia berobat. Malamnya, Aku memutuskan keluar rumah menaiki
motor sendirian dan berhenti ditempat yang sering aku kunjungi, yaitu nasi goreng bang
miko. Di situ aku belajar bahwa aku bisa melepaskan semuanya dan melupakan masalah. Di
situ juga aku memikirkan apa yang akan terjadi dengan Nazwa dan berdoa yang terbaik
untuk kesembuhannya.

TAMAT

51
VIOLET
Oleh Dennisa Damayanti

Violet merupakan seorang gadis muda yang sebelumnya dikenal sebagai 'senjata'
selama di medan perang. Ia memutuskan untuk meninggalkan dunia tersebut demi memulai
kehidupan baru.Namun, dalam perjalanan hidupnya pasca perang, Violet masih memiliki
sedikit kenangan dan trauma. Sejak pertempuran terakhir selesai, Violet sempat koma selama
sekitar 100 hari lebih. Saat bangun dari koma, Claudia Hodgins–atasannya–mengajak dia
pindah ke keluarga Evergarden untuk dijadikan sebagai anak angkat.

Sayangnya, Violet tidak punya pengalaman hidup sebagai masyarakat sipil, dia hanya
tahu cara menyelesaikan misi dengan baik. Karena itu pula, tawaran menjadi anak angkat
keluarga Evergarden harus dia tolak dan keluarga tersebut pada akhirnya tetap menjadi wali
Violet.

Sembari menyembuhkan diri dari trauma, Violet dipekerjakan oleh mantan kolonel
Hodgins sebagai penulis surat di CH Postal Service. Awal mula posisi bekerja Violet adalah
tukang pos namun ketika ia sedang mengelap kaca, ada seorang penduduk, yaitu Abelano
yang datang ke CH Postal Service yang meminta violet untuk menuliskannya sesuatu.

“Nona boneka?” Ucap pria yang bernama Abeno tersebut.


“Bukan, saya Violet.” Ucap Violet menjawabnya.
“Begi, Nona Violet. Aku ingin minta dituliskan sesuatu.”
“Minta dituliskan?”
“Ya, aku tidak bisa menulis. Jadi, aku ingin digantikan untuk menulis surat. suratnya
untuk teman masa kecilku di pedesaan. Katanya dia akan dijodohkan dengan pria lain jadi dia
ingin tahu hal ini.” Akhirnya violet mengajaknya bertemu dengan Cattleya Hodgis yang sangat
ahli menuliskan surat.
“Kau adalah segalanya bagiku,” Ucap Abeno.
“Demi dirimu, aku bersedia melakukan segalanya. Aku ingin tahu bagaimana
perasaanmu, aku ingin mengerti isi hatimu. Kita mungkin terpisah jauh saat ini, tetapi aku
mencintaimu. Begitu, kan?" Ucap Cattleya menebak dengan benar.
“Ya!” Balas Abeno.
“Tuan, terima kasih banyak telah menggunakan jasa Boneka Memoar Otomatis.” Ucap
Cattleya berterimakasih pada Abeno. Setelah itu Abeno pergi ke lantai dasar untuk
menyerahkan surat itu pada resepsionis.

52
Setelah itu Violet bertanya-tanya pada Cattleya mengapa ia bisa mengetahui pria itu
ingin mengatakan "aku mencintaimu.” Lalu, Violet pergi ke ruangan pribadi milik Claudia
Hodgins.
“Kau ingin bekerja di departemen Boneka Memoar Otomatis?” Tanya Claudia pada
Violet.
“Saya masih kesulitan memegang pena, tetapi saya bisa menggunakan mesin TIK.”
Balas Violet dengan bersemangat.
“Bukan itu yang aku tanyakan, tapi alasan kenapa kau memilih pekerjaan itu.” Tanya
Claudia mengajukan pertanyaan yang cukup serius.
“saya ingin tahu arti ‘aku mencintaimu.’ Setelah mayor memberikan perintah
terakhirnya, dia mengucapkan kata-kata itu padaku. Itulah kali pertama saya mendengar
mayor mengatakan hal itu pada saya. Tapi, saya tidak mengerti apa maksud dari perkataan
itu.” Jawab Violet dengan nada serius.
Di sinilah Violet kemudian menemukan satu tujuan baru buat hidupnya, yaitu
menemukan arti pesan terakhir dari atasannya, Mayor Gilbert. Akibat tuntutan pekerjaannya,
Violet harus bisa menyampaikan perasaan para klien melalui kata-kata agar bisa diterima
dengan sempurna oleh penerimanya. Setelah itu, violet diberi izin oleh Claudia untuk menjadi
boneka memoar otomatis dan meminta Cattleya dan para doll lainnya untuk membantunya.
Akibat tuntutan pekerjaannya, Violet harus bisa menyampaikan perasaan para klien melalui
kata-kata agar bisa diterima dengan sempurna oleh penerimanya.
Violet sangat tersentuh oleh Auto Memories Dolls, departemen ghostwriting yang
menulis surat bagi pria-pria yang tak bisa baca-tulis, dan ingin menyatakan perasaan cintanya
pada seseorang. Violet pun memulai perjalanannya sebagai Auto Memories Doll, dan
berhadapan langsung dengan berbagai emosi orang dan bentuk cinta yang berbeda sembari
mencari makna kata 'cinta' yang pernah diucapkan oleh sang atasan, Mayor Gilbert, yang
tewas dalam pertempuran.

Setelah beberapa lama, akhirnya Violet menjadi Auto Memories Dolls tetap dan
sosoknya sangat dicari-cari oleh orang saat itu. Selain menjadi Auto Memories Dolls, dia juga
mengajar di sebuah sekolah perempuan. Salah satu siswanya, Isabella York merupakan
perempuan bangsawan. Dia hidup dalam banyak aturan dan etika tertentu. Hal itu membuat
Isabella York hidup tidak nyaman. Di sekolah, Violet dan Isabella York bertemu. Hubungan
mereka menjadi titik balik perubahan masing-masing, terutama Isabella York.
Selang beberapa hari violet belajar menjadi Auto Memories Dolls, violet dipanggil oleh
Boss nya, Claudia karena sebelumnya Claudia pernah berjanji kepada violet bahwa ia akan
menemukan Bros pemberian Gilbert milik violet yang hilang saat perang. Claudia menemukan
Bros milik Violet di pasar gelap karena beberapa barang milik Violet hilang karena dicuri
termasuk Bros tersebut. Cladia dan Cattleya kini berada di sebuah bar.
“Jadi gajimu bulan ini larinya ke Bros itu?” Tanya Cattleya pada Claudia.

53
“Ya, benar.” Jawabnya.
“Jadi, siapa mayor yang dibicarakannya?”
“Gilbert, temanku di sekolah perwira dulu. Dia berasal dari keluarga Bougainvillea.”
“Keluarga bangsawan itu?” Tanya Cattleya untuk yang kesekian kalinya.
“Tidak. Untuk orang kaya, pribadinya dulu luar biasa.” Jawab Caludia.
“Dulu?”
“Begitulah. Dia tidak akan pernah kembali.”

Setelah beberapa lama, akhirnya Violet menjadi Auto Memories Dolls tetap dan
sosoknya sangat dicari-cari oleh orang saat itu. Selain menjadi Auto Memories Dolls, dia juga
mengajar di sebuah sekolah perempuan. Salah satu siswanya, Isabella York merupakan
perempuan bangsawan. Dia hidup dalam banyak aturan dan etika tertentu. Hal itu membuat
Isabella York hidup tidak nyaman. Di sekolah, Violet dan Isabella York bertemu. Hubungan
mereka menjadi titik balik perubahan masing-masing, terutama Isabella York.
Doll sendiri adalah seseorang yang bekerja untuk membantu orang lain dengan
menulis untuk mereka. Bisa berupa surat, lagu, dan karya tulis lainnya. Violet merupakan
salah seorang doll yang paling disegani kala itu karena kemampuan menulisnya yang indah
dan menyentuh.

Seiring berjalannya waktu, teknologi mulai hadir. Seperti dibangunnya menara radio,
hingga kehadiran telepon yang semakin memudahkan komunikasi antarmanusia. Jasa dari
doll pun semakin jarang dibutuhkan.

Namun, masih ada orang-orang yang ingin menyampaikan perasaannya melalui surat.
Salah satunya adalah Yurith, seorang anak yang tengah sakit keras. Ia meminta Violet untuk
menuliskan perasaannya untuk orang-orang terkasih. Salah satunya adalah tentang "cinta,”
perasaan yang diutarakan oleh Mayor Gilbert Bougainvillea sebelum keduanya berpisah
karena peperangan hebat tersebut.

Gilbert bisa dibilang merupakan sosok yang sangat penting bagi Violet. Bukan hanya
merupakan atasan yang ia hormati, Gilbert pun merupakan seseorang yang pada akhirnya
memanusiakan Violet di tengah perang-perang membara itu.

Setelah bekerja sebagai seorang doll yang sudah berkelana ke banyak tempat,
menuliskan, dan menyampaikan banyak perasaan manusia, Violet akhirnya mempelajari dan
mulai mengerti arti dari "cinta" yang sebelumnya asing bagi dirinya selama berada di medan
perang.

Perpisahan Violet dengan Mayor Gilbert tak dipungkiri membuat hatinya rapuh.
Walau sebelumnya hanya berperan sebagai atasan dan bawahan, Violet akhirnya sadar

54
bahwa dirinya mencintai Mayor Gilbert. Pasalnya, Mayor Gilbert bukan hanya merupakan
atasan yang ia hormati, tetapi juga merupakan sosok yang pada akhirnya memanusiakan
Violet di tengah perang-perang membara itu. Bahkan, nama Violet Evergarden sendiri
diberikan oleh pria tersebut.

Saat teringat akan Mayor Gilbert, Violet pun beberapa kali menuliskan sepucuk surat.
Meskipun pada akhirnya hal itu hanya akan membuat Violet bersedih hati. Di usianya yang
terus menginjak dewasa, ia pun mulai belajar apa artinya cinta yang sebelumnya sempat
diutarakan oleh Mayor Gilbert di hari perpisahannya.

Jiwanya yang terluka parah oleh perang, mulai sembuh. Dia terus bergerak maju
dalam hidup, membantu orang lain yang membutuhkan, sambil menjaga kata-kata Gilbert --
orang pertama yang pernah mengatakan "Aku mencintaimu" di dekat hatinya.

TAMAT

55
PERJALANAN 6 TAHUN BERSAMA
Oleh Fahri Roiza

"Nes jam berapa besok?" Tanyaku,

"Jam 7 ya ri! Jangan lupa, besok bawa bola ya!" Jawab Enes.

“Siap.”

Ya, seperti itulah kebiasaan kami sebelum pulang sekolah. Rumah Enes termasuk jauh
dari sekolah. Jadi kami harus janjian dulu sebelum pulang sekolah untuk besok, kita akan
bermain apa. Bel sekolah berbunyi, kami buru-buru meninggalkan lapangan dan masuk ke
kelas. Setibanya kami dikelas, kami bertemu Bu Inda yang sudah berdiri di depan kelas. Seperti
biasanya sebelum kami memulai pembelajaran, kami mulai dengan membaca doa terlebih
dahulu.

“Sebelum memulai pembelajaran, ada baiknya kita berdoa terlebih dahulu. Berdoa
dimulai! Berdoa selesai, memberi salam!”

Tebak, siapa yang bertugas memimpin doa? Ya, itu aku. Aku dari kelas 3 sudah dikenal
sebagai ketua kelas abadi, tidak pernah berganti, kecuali ketua kelasnya dipilih oleh wali kelas.
Halo! Namaku Ari, Aku salah satu ketua kelas dari seluruh ketua kelas di kelas 6 ini. Hobiku
adalah bermain bola dari pagi sampai sore. Jika ada waktu akan kuisi dengan bermain bola.

“Ya, taruh PR kalian di depan meja ibu! Selesai tidak selesai, kumpulkan.” Sahut Bu
Inda di depan kelas.

Hari ini pelajaran pertama adalah matematika, pelajaran kesukaanku. Jika aku boleh
menilai mata pelajaran matematika dari 1 sampai 10 nilainya akan menjadi 9, 1-nya lagi
adalah tingkat kegalakan guru tersebut, penghambat penilaian matematika menurutku. Dari
kecil Aku sudah menyukai pelajaran matematika, kenapa? Karena Aku menyukai uang, uang
dapat membuatku menjadi kaya, dan kaya dapat membuatku menjadi bahagia. Itu prinsip
hidupku dari kecil, itulah sebabnya Aku menyukai pelajaran matematika.

“Enes, coba kedepan!” Suruh Bu Inda.

“Kenapa bu?” Tanya Enes.

“Coba soal yang ini kamu hitung lagi deh.”

“Baik bu.” Jawab Enes sambil menarik nafas pelan.

“Kenapa Nes?” Tanyaku setelah Enes duduk di kursinya.

“Ini nih, kata Bu Inda jawabannya salah.” Sambil menunjuk soal yang dimaksud.

“Coba deh aku bantu.”

56
“Baik anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang pecahan. Coba, disini ada tidak yang
bisa mengerjakan soal di depan.” Tanya Bu Inda sambil menulis di papan tulis.

“Saya bisa bu!” Dzaki maju kedepan, dan mengerjakan soal matematika tersebut.

“Bagus Dzaki jawabannya betul.” Kata Bu Inda sambil tepuk tangan.

Bel sekolah berbunyi, tanda jam pelajaran sudah habis, dan sudah masuk jam istirahat.
Aku segera berlari ke arah lapangan bersama Enes dan teman-teman untuk bermain bola.

“Ayo bagi tim, hompimpa!”

Jam-jam disekolah diwarnai dengan belajar dan bermain. Tak terasa jam sudah
menunjukkan pukul 2, dan kami bersiap untuk pulang. Bel berbunyi.

Jum’at pagi,

Nama aku Ari, aku duduk di bangku kelas 6 di Sekolah Hutan Bogor. Aku adalah ketua
kelas di kelas 6C, dan nomer absenku adalah 10. Aku suka bermain sepak bola, tapi aku pikir
bakatku tidak di permainan sepak bola. Karena hampir disetiap permainan aku selalu kalah.

"Ri, besok Senin kamu jadi pemimpin upacara ya? Nanti yang jadi MCnya Enes." Kata
Bu Inda.

"Boleh bu, tapi nanti latihan dulu kan ya bu? Saya ngga terlalu bisa." Tanyaku.

"Iya kok, nanti semuanya diajari dulu. Agar lancar saat pelaksanaannya."

"Baik bu." Jawabku. Hari Jum'at hampir selesai, hanya perlu latihan menjadi pemimpin
upacara, dan setelah itu selesai. Besok hari libur!

"Nes, gimana tadi latihannya? Siap buat senin, nih?" Tanyaku

"Siap dong, emang kamu berkali-kali salah ngomong. Hahaha!" Ledek Enes.

"Hahaha… Nes jajan, yuk!" Sahutku.

“Ngga dulu deh, aku tadi lupa bawa uang.” Jawab Enes.

"Yaudah gapapa deh, aku aja yang bayarin. Tapi jangan mahal-mahal ya."

"Yang bener, nih? Jadi gak enak. Makasih ya, Ri!"

Hari Sabtu dan Minggu berlalu tanpa terasa, hati ini tidak kuasa menunggu hari Senin.
Saat hari Senin tiba, Aku harus datang kesekolah lebih cepat. Karena sebagai pemimpin
upacara harus siap-siap terlebih dahulu. Dari pembukaan sampai penguhujung upacara
alhamdulillah terlaksanakan dengan lancar.

"Alhamdulillah ya, Ri. Lancar." Sahut Enes,

"Iya, kok jadi laper ya? Jajan, yuk?" Ajakku,

57
"Ayo!"

Sewaktu kami jalan ke kantin, saat aku sudah memilih jajanan apa yang akan aku beli
hari ini. Aku mau membayarnya, dan aku ruguh kantongku.

"Lah, kok uangnya ngga ada ya Nes? Padahal tadi udah aku masukin kesini kok."
Panikku.

"Yaudah lah gapapa, aku yang bayarin aja. Itung-itung bayar hutang yang kemarin."
Tenang Enes.

"Yaudah deh, Makasih ya Nes." Jawabku setengah lesu karena uangku hilang, dan
setengah lagi senang karena dijajanin kawanku.

Berbeda denganku, Enes tidak tertarik sama sekali menjadi ketua kelas. Dia anaknya
ceria, bermain dari pagi sampai sore bukan menjadi masalah baginya. Tapi satu kekurangan
dia, dia malas.

“Makan apa kamu Ri?” Tanya Enes.

“Pecel lele, tadi ibuku bikin.” Jawabku. Selesai makan siang, aku mau mencuci piring.

“Haduh ri, kamu mau cuciin piring ku ga? Aku lagi males, nanti aku bayar 5 ribu, deh.”

“Boleh deh, lumayan buat jajan.”

Aku sudah dari awal Sekolah Dasar berteman dekat dengan Enes, kami sering bermain
bersama, makan bersama, dan belajar bersama. Tidak terasa sudah hampir penghujung kelas
6. Dan kami akan lulus lalu pindah ke Sekolah Menengah Pertama yang dipilih masing-masing.
Berbeda dengan Enes yang memilih melanjutkan ke pondok pesantren, aku memilih
melanjutkan ke sekolah negeri. Mulai dari situ kami berpisah, tapi hati kami sebenarnya tetap
dekat. Hampir tiap libur semester kami videocall, menceritakan keluh kesah di sekolah
masing-masing. Kami pun semenjak lulus Sekolah Dasar tidak pernah bertemu secara
langsung lagi.

Satu setengah tahun setelah perpisahan kami di SD.

Seperti biasanya, saat hari libur Aku suka berolahraga dengan Ayahku. Tapi saat
sampai rumah Ibuku terlihat agak berbeda, beliau mengatakan,

"Udah ngga keringetan, kan? Langsung mandi aja, terus sarapan." Perintah ibu
padaku. Setelah sarapan nasi goreng buatan Ibuku, Ibu mengajakku duduk di ruang tengah.
Seraya berkata

"Nak, hidup ini tidak abadi, ada kesedihan ada kebahagiaan, ada pertemuan ada
perpisahan, semua datang dan pergi silih berganti."

58
Aku senyum mendengar apa yang dikatakan Ibuku, terasa aneh. Tapi Aku mencoba
mengerti. Semua manusia pada akhirnya akan menghadap para pencipta, saat inipun kita
sedang menunggu giliran. Kapan akan di panggil oleh-Nya.

Dan ibu mengatakan,

"Dek, sudah beberapa minggu Enes sakit dan dirawat di rumah sakit dekat pondok,
dan tadi malam ibu mendapat kabar Enes sudah menghadap ke maha pencipta." Ucapnya
dengan nada bersedih. Aku pun terdiam, dan mulai mengingat kembali masa kebersamaan
kami selama 6 tahun.

TAMAT

59
XVII. TENTANG PENULIS

60
61

Anda mungkin juga menyukai