Anda di halaman 1dari 20

ULASAN NOVEL

DI SUSUN OLEH:
NAMA : M. RISKI ARYA SAPUTRA
KELAS : XII TSM 2

GURU PEMBIMBING : ROSMIATI, S.PD


NIP : 197208292005012004

PEMERINTAHAN PROVINSI JAMBI


DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 2 BATANGHARI

TAHUN PELAJARAN 2121/2022


LEMBAR PENGESAHAN

ULASAN NOVEL
“SITI NURBAYA( KASIH TAK SAMPAI)”
Dalam Rangka Tugas Akhir Smester
SMK Negeri 2 Batanghari
Tahun pelajaran 2021/2022

Oleh:
Nama : M. RISKI ARYA SAPUTRA
Kelas : XII TSM 2

Mengetahui

Guru pembimbing Penulis

ROSMIATI, S.PD M. RISKI ARYA SAPUTRA


NIP : 197208292005012004

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas resensi novel“siti nurbaya( kasih tak sampai)” ini. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
pendidikan agama dengan judul“SITI NURBAYA( KASIH TAK SAMPAI)” . Disamping
itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.

Muarabulian,10 April 2022

Penyusun

3
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan ................................................................ i
Kata pengantar........................................................................ ii
Daftar isi.................................................................................. iii
Bab 1 pendahuluan.................................................................. 1
1.1 latar belakang novel...............................................` 1
1.2 Maksud dan tujuan novel........................................ 1
Bab II Landasan teori.............................................................. 3
2.1 Novel....................................................................... 3
2.2 Unsur intrinsik Novel ............................................. 3
BAB III PEMBAHASAN....................................................... 5
3.1Deskripsi Novel....................................................... 5
3.2 Sinopsis Novel........................................................ 5
3.3 Unsur Intrinsik Novel............................................. 6
BAB IV PENUTUP................................................................ 13
5.1 Kesimpulan............................................................. 13
5.2 Saran....................................................................... 13

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG NOVEL

Sitti Nurbaya ditulis oleh Marah Rusli didasarkan pengalamannya bergaul


dengan orang Eropah semasa pendidikan Belanda dan pekerjaannya dalam ilmu
kedoktoran haiwan sehingga semakin terikut pendirian dan pemikiran masyarakat
digaulinya; Bakri Siregar, pengulas sastera Indonesia berlatarbelakang Marxis,
menghujahkan bahawa pengalaman Rusli ini mempengaruhi bagaimana budaya
Belanda dijelaskan dalam Sitti Nurbaya, serta suatu adegan di mana kedua tokoh
utama berciuman.
A. Teeuw, seorang kritikus sastera Indonesia asal Belanda dan guru besar di
Universitas Indonesia, mencatat bahwa penggunaan pantun dalam novel ini
menunjukkan bahwa Rusli telah banyak dipengaruhi tradisi sastera lisan Minang,
dengan dialog yang berkepanjangan menunjukkan bahwa ada pengaruh dari tradisi
musyawarah.
Kritikus sastera Indonesia Zuber Usman menunjukkan bahwa ada pengalaman
lain yang lebih bersifat pribadi yang telah mempengaruhi penulisan Sitti Nurbaya
serta tanggapan positif Rusli akan kebudayaan Eropah dan kemodernan. Menurut
Usman, setelah Rusli menyatakan bahwa dia hendak mengawini seorang wanita
Sunda, yang menyebabkan kehebohan di keluarganya, dia disuruh kembali ke kota
kelahirannya dan dijodohkan dengan wanita Minang. Hal ini menyebabkan konflik
antara Rusli dan keluarganya.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN NOVEL

 Pengarang mengajak kita untuk memetik beberapa nilai moral dari romannya
yang terkenal ini, antara lain:
 Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan mampu
menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan padam
sampai mati.
 Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan
apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri.
Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya.

5
 Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi
kehidupan keluarga.

 Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu


persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin
berakibat penyesalan yang tak terhingga.

 Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya.

 Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir
dari persoalan hidup.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 NOVEL
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya
dalam bentuk cerita. Karangan prosa yang lebih panjang dari cerita pendek dan
menceritakan kehidupan seseorang dengan lebih mandalam, dengan menggunakan
bahasa sehari-hari serta banyak membahas aspak kehidupan manusia. Penulis novel
juga dapat disebut sebagai novelis. Kata novel berasal dari Bahasa Italia Novella yang
berarti ‘Sebuah kisah atau sepotong berita’
2.2 UNSUR INTRINSIK NOVEL

2.2.1 TEMA
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal,
salah satunya dalam membuat suatu tulisan. Di setiap tulisan pastilah mempunyai
sebuah tema, karena dalam sebuah penulisan dianjurkan harus memikirkan tema apa
yang akan dibuat. Dalam menulis cerpen,puisi,novel,karya tulis,dan berbagai macam
jenis tulisan haruslah memiliki sebuah tema.
2.2.2 PENOKOHAN
Penokohan adalah suatu cara pengarang menggambarkan serta juga
mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita tersebut. Untuk dapat
menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang tersebut bisa juga menyebutnya
langsung, misalnya si A tersebut ialah penyabar, dan si B itu sangat murah hati.
Penjelasan dalam karakter tokoh bisa juga dengan melalui gambaran fisik serta
perilakunya, lingkungan kehidupannya, cara dia berbicara, pola berfikir, maupun juga
melalui penggambaran oleh tokoh lain.

2.2.3 ALUR

Alur adalah rangkaian peristiwa yang membentuk jalannya cerita. Alur


dibedakan menjadi dua bagian, yaitu alur maju (Progresif) yaitu apabila peristiwa
bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita.
Sedangkan alur mundur (flashback progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan
peristiwa yang sedang berlangsung.

7
2.2.4 LATAR
Latar (setting) adalah suatu tempat, waktu, serta suasana terjadinya
perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Didalam cerpen, novel,
maupun prosa lainnya, terkadang biasanya tidak disebutkan dengan jelas.

2.2.5 SUDUT PANDANG


Sudut Pandang adalah suatu posisi pengarang atau juga narrator dalam
membawakan cerita tersebut.
1. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang
pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan
perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.
2. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak
mengamati dari luar daripada terlihat didalam cerita pengarang biasanya
menggunakan kata ganti orang ketiga.
3. Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri
diluar cerita, ia serba melihat, serba mendengarkan, dan serba tahu. Ia melihat
sampai kedalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang
paling dalam dari tokoh.

2.2.6 GAYA BAHASA


Gaya Bahasa adalah alat utama pengarang untuk melukiskan,
menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika. Macam-macam
gaya bahasa :
1. Personafikasi : gaya bahasa ini mendeskripsikan benda-benda mati dengan
cara memberikan sifat-sifat seperti manusia.
2. Simile (perumpamaan) : gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan
penibaratan.
3. Hiperbola : gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan cara
berlebihan dengan maksud memberikan efek berlebihan.

8
2.2.7 AMANAT
Amanat adalah pesan yang disampaikan dalam cerita, yang mengundang
sebuah nilai yang positif. Hal ini berfungsi sebagai panutan ataupun contoh yang
diberikan oleh sang penulis agar pembaca dapat menerapkan hal-hal positif dalam
sebuah cerita.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 DESKRIPSI BUKU( NOVEL)

9
 Nama Pengarang        : Marah Rusli. Seorang Minang yang berpendidikan
Belanda dalam ilmu kedokteran hewan.
 Judul Buku                 : Siti Nurbaya. (Kasih Tak Sampai)
 Penerbit                      : Balai Pustaka.
 Cetakan                      : 44 tahun 2008
 Tempat Terbit            : Jakarta.
 Tahun Terbit              : 1992.
 Tebal Buku                : 364 Halaman.
 Jenis Kertas               : Soft Cover.
 Harga Buku               : Rp. 17.000,-
 Kategori                    : Fiksi, Novel

3.2 SINOPSIS NOVEL

Novel ini menceritakan kisah Sitti Nurbaya dan Samsul Bahri yang sudah saling dekat
sejak dari sekolah rakyat. Sitti Nurbaya diceritakan sebagai anak pedagang kaya Bagindo
Sulaiman, dan Samsul Bahri adalah anak Sutan Mahmud seorang Penghulu di Padang.
Keduanya harus berpisah karena Samsul Bahri harus melanjutkan sekolah dokter ke Jakarta.
Novel ini juga menghadirkan sosok Datuk Maringgih yang merupakan seorang kaya yang
kikir di Padang. Datuk Maringgih melakukan tipu muslihat kepada Bagindo Sulaiman (ayah
Sitti Nurbaya) yang membuat ia jatuh miskin. Datuk Maringgih awalnya meminjamkan uang
kepada Bagindo Sulaiman yang kemudian uang itu tidak dapat dikembalikan oleh Bagindo
Sulaiman. Datuk Maringgih akhirnya mengadukan hal itu kepada Belanda agar Baginda
Sulaiman dipenjarakan. Dengan kepiawaiannya, Datuk Maringgih memberikan pilihan
kepada Bagindo Sulaiman supaya tidak dipenjara dengan syarat Sitti Nurbaya dapat diperistri
oleh Datuk Maringgih. Diceritakan bahwa Sitti Nurbaya rela menikah dengan Datuk
Maringgih tanpa paksaan dari Baginda Sulaiman. Mendengar pernikahan tersebut, Samsul
Bahri sangat kecewa. Bahkan, Samsul Bahri nekad bunuh diri. Akan tetapi, rencana itu dapat

digagalkan oleh seseorang. Disisi lain, Sutan Mahmud (ayah Samsul Bahri) di Padang telah
mendengar bahwa Samsul Bahri telah meninggal karena bunuh diri. Dalam perjalanan
hidupnya, akhirnya Samsul Bahri memutuskan untuk menjadi opsir Belanda. Dalam
penugasannya, ia dikirim ke Padang untuk memadamkan suatu pemberontakan di sana. Di
medan inilah Samsul Bahri akhirnya bertemu dengan pemberontak yang dikepalai oleh Datuk

10
Maringgih. Dikisahkan Datuk Maringgih akhirnya menginggal dunia dalam pertempuran ini
begitu pula dengan Samsul Bahri yang meninggal setelah berada di rumah sakit. Hal
mencengangkan lainnya adalah bahwa Sitti Nurbaya telah lama meninggal dunia karena
diracun oleh Datuk Maringgih. Sampai sekarang di Gunung Padang ada lima kuburan yang
berjejer. Kuburan itu adalah kuburan Bagindo Sulaiman, kuburan Sitti Nurbaya, kuburan
Samsul Bahri, kuburan Sitti Maryam (ibu Samsul Bahri), dan kuburan Sutan Mahmud (ayah
Samsul Bahri).

3.3. UNSUR INTRINSIK NOVEL

3.3.1 Tema

Sitti Nurbaya cenderung dianggap mempunyai tema anti-pernikahan paksa,


atau menjelaskan perselisihan antara nilai Timur dan Barat.[8] Novel ini juga pernah
dinyatakan sebagai suatu "monumen perjuangan pemuda-pemudi yang berpikiran
panjang" melawan adat.[1] Namun, menurut Balfas tidaklah adil apabila Sitti
Nurbaya dianggap hanya sebuah cerita tentang kawin paksa, sebab hubungan antara
Nurbaya dan Samsu dapat diterima masyarakat.[5] Dia menegaskan bahwa novel ini
merupakan perbandingan pandangan Barat dan tradisional terhadap pernikahan, yang
dilengkapi perbandingan pandangan barat dan tradisional terhadap pernikahan, yang
dilengkapi dengan kritik sistem maskawin dan poligami.

3.3.2 Alur

   : Maju

Cerita novel “Siti Nurbaya” ini ceritanya benar-benar dimulai dari


eksposisi, komplikasi, klimaks, dan berakhir dengan pemecahan masalah.
Pengarang menyajikan ceritanya secara terurut atau secara alamiah. Artinya
urutan waktu yang urut dari peristiwa A,B,C,D dan seterusnya.

3.3.3 Penokohan (Watak Tokoh)

- Sitti Nurbaya
            
  Lemah lembut, penurut, anak yang berbakti.

11
Sitti Nurbaya adalah salah satu protagonis utama. Menurut penulis cerpen
dan kritikus sastra Indonesia Muhammad Balfas, Nurbaya merupakan tokoh
yang dapat mengambil keputusan sendiri, sebagaimana terwujud ketika dia
memutuskan untuk menikah Datuk Meringgih ketika Meringgih mengancam
ayahnya, kesediaannya untuk mendorong Samsul, dan pelariannya dari
Meringgih setelah ayahnya meninggal. Dia juga cukup mandiri untuk pergi ke
Batavia sendiri untuk mencari Samsul. Tindakannya dianggap melanggar adat,
dan ini akhirnya membuat dia diracuni. Kecantikannya, sehingga disebut
"bunga Padang", dianggap sebagai wujud fisik dari hatinya yang baik dan
beradab.

- Samsul bahri

Samsul bahri adalah protagonis pria utama. Dia dinyatakan sebagai


orang yang berkulit kuning langsat, dengan mata sehitam tinta; namun, dari
jauh, dia dapat dikira orang Belanda. Sifat fisik ini dijelaskan oleh Keith
Foulcher, seorang dosen bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Sydney,
sebagai wujud sifatnya yang suka menjadi seperti orang Belanda.
Penampilannya yang menarik juga dianggap sebagai wujud sifatnya yang baik
dan beradab.

- Datuk Meringgih

           Egois, pendendam, iri dengki.


Datuk Meringgih adalah antagonis utama dari novel. Dia seorang
pedagang yang dibesarkan di keluarga yang miskin, lalu menjadi kaya
setelah masuk ke dunia kriminal. Balfas menyatakan bahwa dorongan
utama Meringgih dalam cerita ialah rasa iri dan keserakahan, sebab dia
tidak dapat "menerima bahwa ada yang lebih kaya daripada dia". Balfas
beranggapan bahwa Meringgih adalah tokoh yang "digambarkan dengan
hitam dan putih, tetapi mampu untuk menyebabkan konflik di sekitarnya".
Menjelang akhir novel, Meringgih menjadi "pejuang pasukan anti-
kolonialis", didorong oleh keserakahannya; menurut Foulcher, gerakan

12
anti-kolonialis ini kemungkinan besar bukanlah usaha untuk memasukkan
komentar anti-Belanda.

- Baginda Sulaiman.
Baginda Sulaiman : Penyanyang

- Sultan Mahmud Syah


Sebagai pelaku tambahan (Toloh Protagonis), Ayahnya Samsul Bahri
yang berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.

3.3.4 Latar( Setting)
Waktu             : Pagi, Siang, Petang
Suasana           : Sedih, Gembira, Tertekan
: Di kediaman Baginda Sulaiman, di toko Baginda
Sulaiman,  kediaman Datuk Maringgih, Di kediaman
samsul Bahri, Di bawah pohon, dsb.
3.3.5 Sudut Pandang.
Sudut pandang yag digunakan oleh pengarang movel “Siti Nurbaya”
ini yaitu sudut pandang diaan-mahatahu. Pengarang berada di luar cerita hanya
menjadi seorang pengamat yang maha tahu dan bahkan mampu berdialog
langsung dengan pembaca.

3.3.6 Gaya bahasa

Menurut Bakri Siregar, diksi dalam Sitti Nurbaya tidak mencerminkan


gaya bahasa Marah Rusli sendiri, melainkan bahasa Melayu dengan "gaya
Balai Pustaka", yang diwajibkan penerbit itu. Akibatnya, gaya Rusli yang
dipengaruhi sastra lisan itu, yang sering mengabaikan perkembangan alur
untuk menjelaskan sesuatu "menurut kesenangan dan selera hati [penulis]",
dianggap kurang.

Sitti Nurbaya juga memuat berbagai pantun dan deskripsi


klise, biarpun memang tidak sebanyak karya sastra Melayu lain. Pantun
digunakan oleh Nurbaya dan Samsul untuk menjelaskan perasaan
mereka, seperti di bawah ini:

13
Padang Panjang dilingkari bukit,

bukit dilingkari kayu jati,


Kasih sayang bukan sedikit
dari mulut sampai ke hati.

Pesan utama dari novel disampaikan dengan dialog panjang antara


tokoh-tokoh dengan dikotomi moral, untuk menunjukkan alternatif dari
pendirian penulis dan, dengan demikian, "menunjukkan alasan yang jelas
mengapa penulis itu benar". Namun, pandangan yang "benar" (milik penulis)
ditunjukkan dengan kedudukan sosial dan moral tokoh yang mengajukan
pandangan tersebut.

3.3.7 Amanat

Pesan utama dari novel disampaikan dengan dialog panjang antara


tokoh-tokoh dengan dikotomi moral, untuk menunjukkan alternatif dari
pendirian penulis dan, dengan demikian, "menunjukkan alasan yang jelas
mengapa penulis itu benar". Namun, pandangan yang "benar" (punya penulis)
ditunjukkan dengan kedudukan sosial dan moral tokoh yang mengajukan
pandangan tersebut.

Cinta itu tidak dapat dipaksakan. Cinta itu tidak dapat dikekang. Kita
tidak bisa memelihara cinta dalam ruang yang terbatas, karena hakikatnya
cinta itu bebas.
• Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan
apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri.
Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya.
• Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan mampu
menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan padam
sampai mati.
• Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi
kehidupan keluarga.

14
• Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu
persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin
berakibat penyesalan yang tak terhingga.
• Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya.
• Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir
dari persoalan hidup

3.4 UNSUR EKSTRINSIK

-   Adat

1.      “Rupanya Kakanda lupa akan perkataan Kakanda tadi dan adat


kita yang asli, yaitu laki-laki tak usah memberi belanja istrinya atau
anaknya, karena anak istrinya itu tanggungan mamaknya. Laki-laki
dipandang sebagai orang semenda, orang menumpang saja; jadi
walaupun istri dan anak banyak tiada menyusahkan.”

Adat     : seorang suami tidak memberi nafkah kepada istrinya dan


tidak membiayai sekolah dan kebutuhan anaknya karena hal itu
merupakan kewajiban paman/bibi dari anaknya.

- Kebiasaan

a.      “Katanya tak patut seorang bangsawan berjudi dan menyabung


ayam. Bukankah itu permainan anak raja dan saudagar yang kaya
raya? Yang tak beruang dan tak berbangsa itulah yang bekerja,
menerima upah dari orang lain; takut kalau-kalau mati kelaparan.
Tetapi hamba, masakan sedemikian?” jawab Sutan Hamzah.

Kebiasaan        : seorang bangsawan dan saudagar biasanya akan


bermain judi dan menyabung ayam.

b.      Pada keesokan harinya diusunglah sebuah jenazah dari rumah


Sutan Mahmud, Penghulu di Padang, yang dipikul oleh empat orang
Kepala Kampung. Jenazah ini, sebagai kebiasaan Padang, ditutup
dengan kain putih, yang penuh ditaburi bunga-bungaan. Sebelah ke
muka, ditengah-tengah, dan sebelah ke belakang, jenazah itu dipayungi

15
dengan payung kuning, tanda yang meninggal itu seorang bangsawan
tinggi.

Kebiasaan        : Saat ada orang meninggal, jenazah akan ditutupi


dengan kain putih dan ditaburi bunga, dan apabila yang meninggal
adalah bangsawan akan dipayungi dengan payung kuning.
c.        "Sampai sekarang aku belum mengerti, bagaimana pikiranmu,
tatkala mengawini perempuan itu. Apanya yang kau pandang?
Bagusnya itu saja? Apa gunanya beristri bagus, kalau bangsa tak ada,
Serdadu Belanda bagus juga, tetapi siapa yang suka menjemputnya?"
Kebiasaan : orang berpangkat tinggi di padang, memandang
perempuan hanya dari pangkatnya.
d.       “Bukankah baik orang berbangsa itu beristri berganti-ganti,
supaya kembang keturunannya? Bukankah hina, jika ia beristri hanya
seorang saja? Sedangkan orang kebanyakan, yang tiada berpangkat dan
tiada berbangsa, terkadang-kadang sampai empat istrinya, mengapa
pula engkau tiada?”

Kebiasaan : oorang berpangkat tinggi di padang biasa beristrikan lebih


dari satu.

- Etika
1.      Etika : Meminta izin kepada orang tua sebelum bepergian
Bukti kalimat :  Setelah dilihat Samsu ayahnya, lalu dihampirinya
orangtuanya itu, seraya berkata, "Kalau Ayah izinkan, hamba hendak
pergi esok hari bermain-main ke gunung Padang."
2.      Etika : Menjenguk saudara dekat yang sedang sakit setelah
pulang dari suatu tempat yang jauh.
Bukti kalimat : "Sakit apakah Mamanda Baginda Sulaiman?" tanya
Samsu. "Sakit demam dan sakit kepala," jawab Sitti Maryam.
"Baiklah, segera hamba pergi ke sana," kata Samsu, lalu masuk ke
biliknya akan menukar pakaiannya. Tatkala itu datanglah sais Ali
membawa sekalian buah-buahan yang dibawa Samsu dari Jakarta.

16
3.      Etika : Jika pergi ke tempat yang baru, hendaknya mematuhi
aturan, adat, dan kebiasaan yang berlaku di tempat tersebut
Bukti kalimat : “Jika pergi ke negeri orang, haruslah air orang
disauk, dan ranting orang dipatah, artinya jangan membawa aturan
sendiri, melainkan adat kebiasaan orang dan negeri itulah yang dipakai
dan dijalanan”
4. Keadaan subjektivitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan,
dan pandangan hidup.Keadaan Subjektivitas: pengarang berusaha
melakukan inovasi baru, dengan menggebrak Sastra Indonesia Modern
dengan melncurkan novel ini dengan gaya bahasa sendiri. Pandangan
hidup penulis

adalah pandangan hidup ke depan dan penuh inovasi baru. Dan juga
tak terpaut juga terkekang dengan adat istiadat lama.

5. Psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya.Psikologi


pengarang: merasa terkekang dengan adat istiadat lama, dan
melakukan terobosan dengan mengarang buku novel, “Siti Nurbaya”.

6. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan


sosial.

Keadaan yang terjadi: masih terkekang dalam kehidupan adat istiadat


yang masih kuno, baik dari segi ekonomi, politik dan sosialnya. Lalu
pengarang berusaha membuat terobosan baru dengan karyanya.

7. Pandangan hidup suatu bangsa dan berbagai karya seni yang


lainnya.

Pandangan yang terjadi: pada saat itu pandangan karya seni cenderung
monoton, dan gaya bahsanya hanya itu saja, jadi Marah Rusli membuat
gebrakan dengan memunculkan gaya bahasa Melayu

17
BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap novel Siti Nurbaya karya
Marah Rusli mengenai perubahan sikap tokoh Samsul Bahri diperoleh hasil sabagai berikut.
Samsul Bahri adalah tokoh utama dalam novel Siti Nurbaya. Samsul Bahri awalnya adalah
pemuda yang patuh, santun, baik dan penolong. Tetapi setelah berpisah dan kehilangan
kekasih dan ibunya ia menjadi orang yang mudah putus asa, pendendam, pembunuh dan
berusaha bunuh diri. Selain itu, ia menghianati bangsa sendiri dengan menjadi serdadu
belanda dan memerangi serta menjajah bangsa Indonesia, khususnya Padang, kampung
halaman sendiri. Perubahan sikap Samsul Bahri terjadi karena kehilangan orang-orang yang
sangat di cintainya.
Rasa cinta yang sangat dalam dan kasih yang tak sampai sehingga membuat ia
menjadi dendam dan putus asa. Tapi dendam yang semakin menghancurkan hidupnya dan
hidup dalam penderitaan. Cobaan demi cobaan terus mendatangi hidupnya. Cobaan yang
semakin berat tidak mampu dihadapinya sehingga lebih memilih mengakhiri hidup dengan
jalan bunuh diri. Perubahan sikap yang terjadi pada Samsul Bahri lebih banyak kearah
negatif. Perubahan tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu, faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor yang lebih dominan mempengaruhi perubahan sikap Samsul Bahri adalah faktor
intern, karena perubahan itu terjadi di dalam pribadi Samsul Bahri. Pembentukan sikap
Samsul Bahri yang lebih banyak berperan adalah ego karena Samsul Bahri tidak bisa
mengontrol emosi serta tidak bisa menerima kenyataan yang ada.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat di sarankan hal-hal sebagai berikut:
- Bagi pembaca, dengan adanya penelitian ini semoga dapat memberikan
sumbangan ilmu bagi perkembangan bahasa dan sastra sehingga dapat di
gunakan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya.
- Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam penelitian karya sastra lain

18
19
BIODATA PENULIS

NAMA : M. RISKI ARYA SAPUTRA

TEMPAT TANGGAL LAHIR : MALAPARI, 21-05-2004

ASAL SEKOLAH : SMK NEGERI 2 BATANGHARI

ALAMAT : MALAPARI

13

Anda mungkin juga menyukai