Di susun Oleh:
NI MADE APRILLIA DWI PAYANTI
No. : 21
1
2
Kelas : 8.3
SMP KESUMA SARI DENPASAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang
"Dampak Penggunaan Gawai pada Anak Usia di Bawah Umur".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini.
Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.
Penyusun.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
HALAMAN KATA PENGANTAR 2
HALAMAN DAFTAR ISI 3
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG 4
1.2. RUMUSAN MASALAH4
1.3. TUJUAN PENULISAN 4
1.4 RUMUSAN MASALAH 5
1.5 MANFAAT PENULISAN 5
BAB II : PEMBAHASAN......................................................................................................6
BAB IV : PENUTUP
4.1. KESIMPULAN 24
4.2. USUL DAN SARAN 24
4.3 DAFTAR PUSTAKA 24
4
BAB I PENDAHULUAN
TUJUAN PENULISAN
MANFAAT PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
Secara horizontal
Secara horizontal adalah susunan bangunannya berbentuk segi empat bujur sangkar, simetris dan mengacu
pada konsep Tri Mandala, yaitu:
1. Sebagai Utama Mandala adalah pelataran/gedung yang paling di tengah
2. Sebagai Madya Mandala adalah pelataran yang mengitari Utama Mandala
3. Sebagai Nista Mandala adalah pelataran yang paling luar yang mengitari Madya Mandala
7
Bangunan gedung monumen pada Utama Mandala tersusun menjadi 3 lantai yaitu:
1. Utamaning Utama Mandala adalah lantai 3 yang berposisi paling atas berfungsi sebagai ruang ketenangan,
tempat hening-hening menikmati suasana kejauhan di sekeliling monumen
2. Madyaning Utama Mandala adalah lantai 2 berfungsi sebagai tempat diaroma yang berjumlah 33 unit.
Lantai 2 ini sebagai tempat pajangan miniatur perjuangan rakyat Bali dari masa ke masa. Di bagian luar
sekeliling ruangan ini terdapat serambi atau teras terbuka untuk menikmati suasana sekeliling
3. Nistaning Utama Mandala adalah lantai dasar gedung monumen, yang terdapat ruang informasi, ruang
perpustakaan, ruang pameran, ruang pertemuan, ruang administrasi, gedung dan toilet. Di tengah-tengah
ruangan terdapat telaga yang diberi nama sebagai Puser Tasik, delapan tiang agung dan juga tangga naik
berbentuk tapak dara.
Secara vertikal
Secara vertikal, terbagi menjadi tiga bagian yaitu mengacu pada konsep Tri Angga. Konsep Tri Angga adalah:
1. Utama atau kepala, yaitu tidak berisi apapun atau kosong yang merupakan simbul keabadian.
2. Madya atau badan yaitu terdapat pajangan diorama
3. Nista atau kaki, yaitu terdapat taman-taman
Selain Tri Angga dan Tri Mandala terdapat juga nilai filosofis, yaitu pemutaran Gunung Mandara Giri oleh
para dewa dan raksasa yang bekerja sama guna memperoleh Tirta Amertha.
Bangunan utama yang tinggi merupakan lingga dan dasar bangunannya adalah yoni. Lingga Yoni merupakan
simbol dari pertemuan pria (purusa) dengan wanita (pradana), yaitu pertemuan antara kekuatan positif dan
kekuatan negatif yang menurut kepercayaan purba merupakan pertemuan antara langit dengan bumi dipandang
sebagai lambang kesuburan.
Lingga menurut bentuknya terbagi dalam empat bagian yaitu bagian puncak yang berbentuk bulat yang disebut
Siwaghaga, merupakan simbol linggih dewa Siwa. Bagian tengah yang berbentuk segi delapan disebut
Wisnubhaga yang merupakan simbol linggih dewa Wisnu. Bagian bawah lingga yang berbentuk segi empat
disebut Brahmabhaga adalah simbol linggih dewa Brahma. Pada bagian bawah paling dasar di mana lingga
tersebut berdiri tegak, umumnya berbentuk segi empat yang memiliki mulut sebagai saluran air suci disebut
yoni.
Dengan demikian lingga merupakan linggih dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai sumber kesuburan.
Berdasarkan mitologi, lingga sebagaimana diceritakan di dalam Kerawasrama dan Lingga Purana
menceritakan bahwa dewa Brahma dan dewa Wisnu mengaku masing-masing yang paling sakti. Dewa Brahma
mengatakan beliau yang menciptakan dunia ini beserta isinya. Dewa Wisnu tidak mau kalah dan mengatakan
bukan dewa Brahma melainkan beliau yang menciptakan dunia ini. Pada saat pertengkaran sedang memuncak
muncullah Lingga di hadapan mereka berdua sehingga mereka menjadi tertegun karena ujung dan pangkal
Lingga tidak terlihat. Kemudian keduanya sepakat untuk mencari ujung dan pangkalnya.
Dewa Brahma sepakat mencari ujung Lingga dan berubah wujud menjadi seekor angsa yang kemudian terbang
ke angkasa. Sedangkan dewa Wisnu
8
7
sepakat mencari pangkal Lingga dengan berubah wujud menjadi seekor babi dan masuk ke dalam bumi. Dewa
Wisnu tidak berhasil menemukan pangkal Lingga namun beliau beruntung bertemu seorang gadis yaitu dewi
Basundari. Dewi yang cantik ini menyebabkan dewa Wisnu menjadi tertarik dan lupa bahwa dirinya masih
berwujud babi. Dari pertemuan antara dewa Wisnu yang masih berwujud babi dengan dewi Basundari, maka
lahirlah seorang putra yang bernama Bhoma. Akhirnya dewa Brahma maupun dewa Wisnu sama-sama tidak
berhasil melaksanakan kesepakatan masing-masing. Mereka berdua memberi hormat kepada Lingga tersebut
yang tidak lain adalah dewa Siwa.
Kemudian dewa Siwa bersabda kepada dewa Brahma dan dewa Wisnu dengan mengatakan bahwa bukan dewa
Brahma dan juga bukan dewa Wisnu yang tersakti dan yang menciptakan dunia ini tetapi “Aku dewa Siwa!
Dewa Brahma, kau kulahirkan dari pinggang kananku dan kau dewa Wisnu, kau kulahirkan dari pinggang
kiriku. Kita dalam wujud yang berbeda-beda tetapi sebenarnya adalah satu”.
Dalam konsep filsafat Pemutaran Gunung Mandara Giri di lautan susu, dari bentuk bangunan monumen dapat
diuraikan antara lain bangunan utama yang kelihatan sebagai bajra atau genta merupakan simbol dari Gunung
Mandara Giri. Kolam yang mengelilingi bangunan utama sebagai wujud dari lautan susu atau ksirarnawa dan
bentuk yang seperti guci yang terdapat di ujung monumen merupakan simbol dari akumba sebagai tempat
tirtha amertha. Sedangkan bedawangnala atau akupa merupakan dasar dari Mandara Giri dan naga basuki yang
melilit bedawangnala yang kedua-duanya terlihat di Kuri Agung. Dari konsep Tri Mandala secara vertikal
dapat dikatakan bahwa areal monumennya adalah utamaning mandala, areal segi delapannya adalah
madyaning mandala dan pada areal segi empatnya adalah nistaning mandala
9
Lalu pada tahun 1988 dilakukan peletakan batu pertama dan selama kurang lebih 13 tahun pembangunan
monumen selesai. Tahun 2001, bangunan fisik monumen selesai. Setahun kemudian, pengisian diorama dan
penataan lingkungan monumen dilakukan. Pada bulan September 2002, SK Gubernur Bali tentang penunjukan
Kepala UPTD Monumen dilaksanakan.
Dan akhirnya, pada tanggal 1 Agustus 2004, pelayanan kepada masyarakat dibuka secara umum, setelah
sebelumnya pada bulan Juni 2003 peresmian monumen dilakukan oleh Presiden RI pada saat itu, yakni Ibu
Megawati Soekarnoputri.
Monumen ini terletak di kawasan Lapangan Renon yang tentunya sangat menarik perhatian bagi semua orang
karena tempatnya yang terawat dengan baik dan bersih dan lengkap dengan menara yang menjulang ke
angkasa yang mempunyai arsitektur khas Bali yang indah. Lokasi monumen ini juga sangat strategis karena
terletak di depan Kantor Gubernur Bali yang juga di depan Gedung DPRD Provinsi Bali tepatnya di Lapangan
Niti Mandala Renon.
Tempat ini merupakan tempat pertempuran jaman kemerdekaan antara rakyat Bali melawan pasukan penjajah.
Perang ini terkenal dengan sebutan
“Perang Puputan” yang berarti perang habis-habisan. Monumen ini didirikan untuk memberi penghormatan
pada para pahlawan serta merupakan lambang penghormatan atas perjuangan rakyat Bali.
Museum ini lambang semangat untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari 17 anak tangga yang ada di pintu utama, 8 buah tiang agung di dalam gedung monumen, dan
monumen yang menjulang setinggi 45 meter.
Bentuk museum ini diambil berdasarkan cerita Hindu pada saat Pemutaran Gunung Mandara Giri oleh Para
Dewa dan Raksasa guna mendapatkan Tirta Amertha atau Air Suci Kehidupan.
Dinamakan Museum Bajra Sandi karena bentuk museum ini seperti Bajra atau Genta yang dipakai oleh para
pemimpin Agama Hindu dalam mengiringi pengucapan japa mantra pada saat melakukan upacara Agama
Hindu. Adapun bagian-bagian yang penting dalam museum ini adalah sebagai berikut :
1. Bangunan Museum yang menjulang melambangkan Gunung Mandara Giri
2. Guci Amertha dilambangkan dalam bentuk Kumba (periuk) tepat bagian atas museum
3. Naga yang melilit museum melambangkan Naga Basuki yang digunakan sebagai tali dalm pemutaran
Mandara Giri.
4. Kura-kura yang terdapat di bagian bawah museum merupakan simbul dari Bedawang Akupa yang
digunakan sebagai alas pemutaran Mandara Giri.
5. Kolam yang terdapat disekeliling museum merupakan simbul dari Lautan Susu yang mengelilingi Mandara
Giri tempat beradanya Air Suci Kehidupan atau Tirtha Amertha
11