Anda di halaman 1dari 29

Rangkuman Kisi-Kisi USBN Agama

1. Gambar-gambar pelaksanaan Panca Yadnya


- Dewa Yadnya
2. Tokoh-tokoh dalam Ramayana
Maha Rsi yang membantu pendeta dari gangguan raksasa : Maha Rsi Wismamitra
3. Bagian-bagian Upaweda
1. ITIHASA (By Bhagawan Wyasa)
– Adalah sebuah epos yg menceritakan sejarah perkembangan raja-2 dan kerajaan
Hindu di masa lampau
– Terdiri dari Ramayana dan Mahabharata

2. PURANA
– Tentang berbagai macam cerita dan keterangan kebiasaan-2 yg berlaku pd jaman
dahulu kala (kuno)

3. ARTHA SASTRA
– Tentang pokok-2 pemikiran bidang ilmu politik
– Nitisastra / Rajadharma (dandaniti)
– Ditulis B. Brhaspati Ú MR. Kautilya

4. AYUR WEDA
– Tentang ilmu kedokteran atau kesehatan baik rohani maupun jasmani

5. GANDHARWA WEDA
– Tentang berbagai aspek ilmu seni

6. KAMASASTRA
– Tentang segala sesuatu yg berhubungan dengan asmara, seni atau rasa indah

7. AGAMA
– Ritual upacara agama dan tatacara keagamaan.

4. Hari raya berdasarkan pawukon

No Wuku Saptawara Pancawara Hari Raya


1 Sinta Redite Paing Banyu Pinaruh
Soma Pon Soma Ribek
Anggara Wage Sabuh Mas
Buda Kliwon Pagerwesi
2 Landep Saniscara Kliwon Tumpek Landep
3 Ukir Redite Umanis Persembahan Bhatara Guru
Buda Wage Buda Cemeng Ukir
4 Kulantir Anggara Kliwon Anggara Kasih Kulantir
5 Wariga Saniscara Kliwon Tumpek Wariga/Pangatag
6 Warigadean Saniscara Paing Penyucian Bhatara Brahma
7 Julungwangi Anggara Kliwon Anggara Kasih Julungwangi
8 Sungsang Wraspati Wage Sugian Jawa/Parerebon
Sukra Kliwon Sugian Bali
9 Dungulan Radite Paing Panyekeban
Soma Pon Panyajaan Galungan
Anggara Wage Penampahan Galungan
Buda Kliwon Galungan
Wraspati Umanis Manis Galungan
Saniscara Pon Pamaridan Guru
10 Kuningan Radite Wage Ulihan
Soma Kliwon Pamacekan Agung
Buda Paing Pujawali Bhatara Wisnu
Sukra Wage Penampahan Kuningan
Saniscara Kliwon Kuningan
11 Langkir Buda Wage Buda Cemeng Langkir
Sukra Kliwon
12 Medangsia Anggara Kliwon Anggara Kasih Medangsia
13 Pahang Buda Kliwon Buda Keliwon Pegatwakan
14 Krulut Saniscara Kliwon Tumpek Krulut
15 Merakih Buda Wage Buda Cemeng Merakih
Sukra Umanis Wedalan Bhatari Sri
16 Tambir Anggara Kliwon Anggara Kasih Tambir
17 Matal Buda Kliwon Buda Kliwon Matal
18 Uye Saniscara Kliwon Tumpek Kandang
19 Menahil Buda Wage Buda Cemeng Menahil
20 Prangbakat Anggara Kliwon Anggara Kasih Prangbakat
21 Ugu Buda Kliwon Buda Kliwon Ugu | di Tegal Penagsaran dll
22 Wayang Saniscara Kliwon Tumpek Wayang
23 Kulawu Buda Wage Buda Cemeng Kulawu | Rambut Sedana
24 Dukut Anggara Kliwon Anggara Kasih Dukut
25 Watugunung Saniscara Umanis Hari Saraswati, memperingati turunnya ilmu
pengetahuan

5. Ajaran Catur Asrama


1. BRAHAMACARI ASRAMA
Brahma cari terdiri dari dua kata yaitu Brahma yang berarti ilmu pengetahuan dan cari
yang berarti tingkah laku dalam mecari dan menuntut ilmu pengetahuan.
2. GRHASTA ASRAMA
Tahapan yang kedua tentang grhasta / berumah tangga .tahapan ini dimasuki pada saat
perkawinan.
3. WANAPRASTHA ASRAMA
Tahapan yang ketiga wanaprstha, tahapan ini merupakan suatu persiapan bagi tahap
akhir yaitu sannyasa . setelah melepaskan segala kewajiban seorang kepala rumah
tangga, ia harus meninggalkanya menuju hutan atau sebuah tempat terpencil di luar
kota untuk memulai meditasi dalam kesunyian pada masalah spiritual yang lebih
tinggi.
4. SANNYASIN / BHIKSUKA
Tahap yang terkhir adalah sannyasin. Bila seseorang laki- laki menjadi seorang
sannyasin, ia meninggalkan semua miliknya, segala perbedaan golongan,segala
upacara ritual dan segala keterikatan pada suatu negara, bangsa atau agama tertentu.
Ia hidup sendiri dan menghabiskan waktunya dalam meditasi.

6. Golongan dalam tingkatan Brahmacari


1. Sukla brahmacari
Orang yang tidak kawin semasa hidupnya, bukan karena tidak mampu, melainkan
karena mereka sudah berkeinginan untuk nyukla brahmacari sampai akhir hayatnya.
2. Sewala brahmacari
Orang yang menikah sekali dalam masa hidupnya
3. Kresna brahmacari
Pemberian ijin untuk menikah maksimal 4 kali karena suatu alasan yang tidak
memungkinkan diberikan oleh sang istri, seperti isang istri tidak dapat menghasilkan
keturunan, sang istri sakit-sakitan, dan bila istri sebelumnya memberikan ijin.

7. Bagian-bagian Catur Warna


- Brahmana merupakan orang-orang yang menekuni kehidupan spiritual dan
ketuhanan, para cendikiawan serta intelektual yang bertugas untuk memberikan
pembinaan mental dan rohani serta spiritual. Atau seseorang yang memilih fungsi
sosial sebagai rohaniawan.
- Ksatria merupakan orang orang yang bekerja / bergelut di bidang pertahanan dan
keamanan/pemerintahan yang bertugas untuk mengatur negara dan pemerintahan
serta rakyatnya. Atau seseorang yang memilih fungsi sosial menjalankan
kerajaan: raja, patih, dan staf - stafnya. Jika dipakai ukuran masa kini, mereka itu
bertindak sebagai kepala pemerintahan (guru wisesa), para pegawai negeri, polisi,
tentara dan sebagainya.
- Waisya merupakan orang yang bergerak dibidang ekonomi, yang bertugas untuk
mengatur perekonomian atau seseorang yang memilih fungsi sosial menggerakkan
perekonomian. Dalam hal ini menjadi pengusaha, pedagang, investor dan
usahawan (Profesionalis) yang dimiliki Bisnis / usaha sendiri sehingga mampu
mandiri dan mungkin memerlukan karyawan untuk membantunya dalam
mengembangkan usaha / bisnisnya.
- Sudra merupakan orang yang bekerja mengandalkan tenaga/jasmani, yang
bertugas untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan menjadi pelayan atau
pembantu orang lain atau seseorang yang memilih fungsi sosial sebagai pelayan,
bekerja dengan mengandalkan tenaga. seperti: karyawan, para pegawai swasta dan
semua orang yang bekerja kepada Waisya untuk menyambung hidupnya termasuk
semua orang yang belum termasuk ke Tri Warna diatas.

8. Gambar profesi dalam Catur Warna


9. Gambar sikap yoga asanas
10. Manfaat gerakan Yoga
1. Padmāsana
Manfaat Yoga Asanas : Dapat menopang tubuh dalam jangka waktu yang lama, hal
ini disebabkan karena tubuh mulai dapat dikendalikan oleh pikiran.
2. Siddhāsana
Manfaat : Memberikan efek ketenangan pada seluruh jaringan saraf dan
mengendalikan fungsi seksual.
3. Swastikāsana
Manfaat : Menghilangkan reumatik, menghilangkan penyakit empedu dan lender
dalam keadaan sehat, membersihkan dan menguatkan urat-urat kaki dan paha.
4. Sarvangāsana
Manfaat : Memelihara kelenjar hyroid.
5. Halāsana
Manfaat : Menguatkan urat dan otot tulang belakang dan susunan urat-urat di sisi
kanan kiri tulang punggung.
6. Matsyāsana
Manfaat : Membasmi bermacam penyakit seperti asma, paru-paru, bronchitis.
7. Paschimottanāsana.
Manfaat Membuat nafas berjalan di brahma nadi (sungsum) dan menyalakan api
pencernaan, dan untuk mengurangi lemak di perut.
8. Mayurāsana (Burung Merak).
Manfaat : Menguatkan pencernaan, membetulkan salah pencernaan dan salah perut
seperti kembung, juga murung hati dan limpa yang bekerja lemah akan baik kembali.
9. Ardha Matsyendrāsana
Manfaat : Memperbaiki alat-alat pencernaan, menambah nafsu makan. Kundalini
akan dibangunkan juga dan membuat candranadi mengalir tetap.
10. Salabhāsana
Manfaat : Menguatkan otot perut, paha, dan kaki, menyembuhkan penyakit perut dan
usus juga penyakit limpa dan penyakit bungkuk dapat dikurangi.
11. Bhuyanggāsana.
Manfaat : Istimewa untuk wanita, dapat member banyak faedah, rahim dan kantung
kemih akan dikuatkan, menyembuhkan amenorhoea (dating bulan tidak cocok),
dysmenorhoea (merasa sakit pada waktu dating bulan, leucorrhoea (sakit keputihan),
dan macam penyakit lain di kantung kemih, indung telur dan peranakan.
12. Dhanurāsana.
Manfaat : Menghilangkan sakit bungkuk, reumatik di kaki, lutut, dan tangan.
Mengurangi kegemukan, dan melancarkan peredaran darah.
13. Gomukhāsana
Manfaat : Menghilangkan reumatik di kaki, ambeen, sakit kaki dan paha,
menghilangkan susah BAB (Buang Air Besar).
14. Trikonāsana.
Manfaat; Menguatkan urat urat tulang punggung dan alat-alat di perut, menguatkan
gerak usus dan menambah nafsu makan.
15. Baddha Padmāsana.
Manfaat : Asana ini bukan untuk bermeditasi tetapi untuk memperkuat kesehatan
dan menguatkan badan. Dapat menyembuhkan lever, uluhati, usus.
16. Padahasthāsana.
Manfaat : Menghilangkan hawa nafsu, tamas, menghilangkan lemak.
17. Matsyendrāsana.
Manfaat : Menghilangkan reumatik, menguatkan prana shakti (gaya batin) dan
menyembuhkan bayak penyakit.
18. Chakrāsana.
Manfaat : Melatih kegesitan, tangkas, segala pekerjaan akan
dilaksanakan dengan cepat.
19. Savāsana.
Manfaat : Memberikan istirahat pada badan, pikiran, dan sukma.
20. Janusirāsana
Manfaat : Menambah semangat dan menolong pencernaan. Asana ini menggiatkan
surya chakra.
21. Garbhāsana.
22. Kukutāsana.
Manfaat : Menguatkan otot-otot dada dan pundak.

11. Hubungan pendidikan karakter dengan ajaran Yoga


- Disiplin
- Bertanggung jawab
- Kerja keras
- Cinta damai
- Kreatif
Catur Marga Yoga (Bhakti dan Karma)
12. Waktu pelaksanaan Yadnya
Nitya dan Naimitika
13. contoh pelaksanannya
1. Nitya Karma : Yadnya yang dilakukan sehari-hari
Dewa Yadnya :
1. Mempersembahkan banten pewedangan, di sanggah berisi kopi+roti, di
rong telu berisi kopi, air, roti, dan nasi isi saur, di penunggun karang berisi
kopi, rokok, dan roti, di pelangkiran di luar rumah berisi kopi dan roti serta
d atas galon berisi nasi, kopi, air, dan nasi+saur.
2. Melaksanakan sembahyang dan Tri Sandhya setiap hari.
3. Membersihkan area sanggah dan menjaganya
4. Menghaturkan canang setiap hari
5. Mebanten saiban/ Yadnya Sesa setiap habis memasak berisi nasi+dan lauk
yang di masak.

 Bhuta Yadnya :
1. Mebanten saiban sehabis memasak berisi nasi, saur, dan makanan yang
dimasak, ditaruh di atas daun, dihaturkan di sanggah, lebuh, penunggun
karang, kompor, tempat nasi dan di halaman
2. Menyiram tanaman di sore hari
3. Memberi makan hewan peliharaan
4. Membersihkan pekarangan

 Pitra Yadnya
1. Mematuhi nasihat serta perintahnya.
2. Meringankan beban orang tua dan secara sadar membantu pekerjaannya
3. Hormat dan bhakti kepada orang tua.
4. Berperilaku hati orang tua.

 Manusa Yadnya
1. Melaksanakan tugas dan kewajiban sehari-hari dengan tulus ikhlas,
semangat dan penuh kesadaran.
2. Mensyukuri keberadaan diri sendiri, keluarga dan orang lain.
3. Rela berkorban dan suka mengalah untuk kebaikan bersama.
4. Hidup hemat dan sederhana tidak banyak menuntut.
5. Sopan dalam tingkah laku dan santun dalam bertutur kata.
6. Suka menolong orang yang memerlukan pertolongan.

 Rsi Yadnya :
1. Menaati dan mengamalkan ajarannya.
2. Mempelajari ilmu pengetahuan.
3. Hormat dan patuh kepada Catur Guru.
4. Meneruskan dan melaksanakan ajaran Catur Guru.

Naimitika Karma

 Dewa Yadnya :
1. Pada hari raya Galungan dan Kuningan dengan cara mendirikan penjor,
menghaturkan sodan dan banten, dan metirta yatra bersama keluarga.
2. Tilem dengan cara menghaturkan canang dan rarapan di sanggah, di
rumah, dan sekitar rumah.
3. Kajeng Kliwon dengan cara menghaturkan tipat dampul, canang dan
rarapan di pelangkiran rumah, kompor, sanggah, dan sekitar rumah.

 Pitra Yadnya :
1. Upacara Penguburan jenasah
2. Melakukan upacara ngaben

 Rsi Yadnya :
1. Menghaturkan dana punia dan pejati kepada para sulinggih
2. Ikut menyaksikan proses upacara mediksa.

 Bhuta Yadnya :
1. Tawur agung yaitu sehari menjelang Hari Raya Nyepi atai Tileming
kesanga.
2. Panca Wali Krama yaitu dilakukan sepuluh tahun sekali,
pelaksanaannya di Pura Besakih.
3. Eka Dasa Ludra yaitu dilakukan setiap 100 tahun sekali,
pelaksanaannya di Pura Besakih.
4. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan
makhluk lainnya seperti binatang atau hewan peliharaan dan tumbuh-
tumbuhan, misalnya :
Pada hari Tumpek Kandang mengadakan otonan bagi binatang
peliharaan. Pada hari Sabtu Kliwon Wuku Wariga yang disebut Tumpek Uduh
atau Tumpek Pengatag yaitu upacara untuk tumbuh-tumbuhan, seperti
mangga, dan lain sebagainya.

 Manusa Yadnya :
1. Upacara Ngotonin yang menggunakan sarana banten oton.
2. ngeraja sewala yaitu upacara orang perempuan yang telah menginjak
dewasa.

14. Nilai moral dalam penggalan Parwa Mahabaratha


Pada zamanMahabharata dikisahkan Panca Pandawa
melaksanakan Yajna Sarpa yang sangat besar dan dihadiri seluruh rakyat
dan undangan yang terdiri atas rajaraja terhormat dari negeri tetangga. Bukan
itu saja, undangan juga datang dari para pertapa suci yang berasal dari hutan
atau gunung. Tidak dapat dilukiskan betapa meriahnya pelaksanaan upacara
besar yang mengambil tingkatan utamaning utama. Menjelang puncak
pelaksanaan Yajna, datanglah seorang brahmana suci dari hutan ikut
memberikan doa restu dan menjadi saksi atas pelaksanaan upacara yang
besar itu.

Seperti biasanya, setiap tamu yang hadir dihidangkan berbagai macam


makanan yang lezat dalam jumlah yang tidak terhingga. Kepada brahmana
utama ini diberikan suguhan yang enak-enak. Setelah melalui perjalanan
yang sangat jauh dari gunung ke ibu kota Hastinapura, ia sangat lapar dan
pakaiannya mulai terlihat kotor. Begitu dihidangkan makanan oleh para
dayang kerajaan, Sang Brahmana Utamapun langsung melahapnya dengan
cepat bagaikan orang yang tidak pernah menemukan makanan. Bersamaan
dengan itu melintaslah Dewi Drupadi yang tidak lain adalah
penyelenggara Yajna besar tersebut. Melihat cara Brahmana Utama
menyantap makanan dengan tergesa-gesa, berkomentarlah Drupadi sambil
mencela. “Kasihan Brahmana Utama itu, seperti tidak pernah melihat
makanan, cara makannya tergesagesa,” kata Drupadi dengan nada
mengejek. Walaupun jarak antara Dewi Drupadi dengan Sang Brahmana
Utama cukup jauh, tetapi karena kesaktiannya ia dapat mendengar dengan
jelas apa yang diucapkan oleh Drupadi. Sang Brahmana Utama diam, tetapi
batinnya kecewa. Drupadi pun melupakan peristiwa tersebut.

Dalam ajaran agama Hindu, disampaikan bahwa apabila kita melakukan


tindakan mencela, maka pahalanya akan dicela dan dihinakan. Terlebih lagi
apabila mencela seorang Brahmana Utama, pahalanya bisa bertumpuk-
tumpuk. Dalam kisah berikutnya, Dewi Drupadi mendapatkan penghinaan
yang luar biasa dari saudara iparnya yang tidak lain adalah Duryadana dan
adik-adiknya. Di hadapan Maha Raja Drestarata, Rsi Bisma, Guru Drona,
Kripacarya, dan Perdana Menteri Widura serta disaksikan oleh para menteri
lainnya, Dewi Drupadi dirobek pakaiannya oleh Dursasana atas perintah
Pangeran Duryadana. Perbuatan biadab merendahkan kehormatan wanita
dengan merobek pakaian di depan umum, berdampak pada kehancuran bagi
negeri para penghina. Terjadinya penghinaan terhadap Drupadi adalah
pahala dari perbuatannya yang mencela Brahmana Utama ketika menikmati
hidangan.

Dewi Drupadi tidak bisa ditelanjangi oleh Dursasana, karena dibantu oleh
Krisna dengan memberikan kain secara ajaib yang tidak bisa habis sampai
adiknya Duryadana kelelahan lalu jatuh pingsan. Krisna membantu Drupadi
karena Drupadi pernah berkarma baik dengan cara membalut jari Krisna yang
terkena Panah Cakra setelah membunuh Supala. Pesan moral dari cerita ini
adalah, kalau melaksanakan Yajna harus tulus ikhlas, tidak boleh mencela
dan tidak boleh ragu-ragu.
Daksina dan Pemimpin Yajna
Mendengar kata daksina, dalam benak orang Hindu “Bali” yang awam akan
terbayang dengan salah satu jejahitan yang berbentuk cerobong (silinder)
terbuat dari daun kelapa yang sudah tua, dan isinya berupa beras, uang,
kelapa, telur itik dan perlengkapan lainnya. Daksina adalah sesajen yang
dibuat untuk tujuan kesaksian spiritual. Daksina adalah lambang Hyang.Guru
(Dewa Siwa) dan karena itu digunakan sebagai saksi Dewata. Makna kata
daksina secara umum adalah suatu penghormatan dalam bentuk upacara
dan harta benda atau uang kepada pendeta/pemimpin upacara.

Penghormatan ini haruslah dihaturkan secara tulus ikhlas. Persembahan ini


sangat penting dan bahkan merupakan salah satu syarat mutlak
agar Yajnayang diselenggarakan berkualitas (satwika Yajna). Selanjutnya
bagaimana pentingnya daksina dalam Yajna, dikisahkan dalam cerita berikut.
Setelah perang Bharatayuda usai, Sri Krishna menganjurkan kepada
Pandawa untuk menyelenggarakan upacara Yajna yang disebut
Aswamedha Yajna. Upacara korban kuda itu berfungsi untuk menyucikan
secara ritual dan spiritual negara Hastinapura dan Indraprastha karena
dipandang leteh (kotor) akibat perang besar berkecamuk. Di samping itu juga
bertujuan agar rakyat Pandawa tidak diliputi rasa angkuh dan sombong akibat
menang perang.

Atas anjuran Sri Krishna, di bawah pimpinan Raja Dharmawangsa, Pandawa


melaksanakan Aswamedha Yajna itu. Sri Krishna berpesan agar Yajna yang
besar itu tidak perlu dipimpin oleh pendeta agung kerajaan tetapi cukup oleh
seorang pendeta pertapa dari keturunan warna sudra yang tinggal di hutan.
Pandawa begitu taat kepada segala nasihat Sri Krishna, Dharmawangsa
mengutus patihnya ke tengah hutan untuk mencari pendeta pertapa
keturunan warna sudra.

Setelah menemui pertapa yang dicari, patih itu menghaturkan sembahnya,


“Sudilah kiranya Kamu memimpin upacara agama yang bernama
AswamedhaYajna, wahai pendeta yang suci”. Mendengar permohonan patih
itu, sang pendeta yang sangat sederhana lalu menjawab, “Atas pilihan
Prabhu Yudhistira kepada saya seorang pertapa untuk memimpin Yajna itu
saya ucapkan terima kasih. Namun kali ini saya tidak bersedia untuk
memimpin upacara tersebut. Nanti andaikata kita panjang umur, saya
bersedia memimpin upacara Aswamedha Yajna yang diselenggarakan oleh
Prabhu Yudistira yang keseratus kali.

Mendengar jawaban itu, sang utusan terperanjat, kaget luar biasa. Ia


langsung mohon pamit dan segera melaporkan segala sesuatunya kepada
Raja. Kejadian ini kemudian diteruskan kepada Sri Krishna. Setelah
mendengar laporan itu, Sri Krishna bertanya, siapa yang disuruh untuk
menghadap pendeta, Dharmawangsa pun menjawab “Yang saya tugaskan
menghadap pendeta adalah patih kerajaan”.

Sri Krishna menjelaskan, upacara yang akan dilangsungkan bukanlah atas


nama sang patih, tetapi atas nama sang Raja. Karena itu tidaklah pantas
kalau orang lain yang memohon kepada pendeta. Setidak-tidaknya permaisuri
Raja yang harus dating kepada pendeta. Kalau permaisuri yang datang,
sangatlah tepat karena dalam pelaksanaan upacara agama, peranan wanita
lebih menonjol dibandingkan laki-laki. Upacara agama bertujuan untuk
membangkitkan prema atau kasih sayang, dalam hal ini yang paling tepat
adalah wanita.

Nasihat Awatara Wisnu itu selalu dituruti oleh Pandawa. Dharmawangsa lalu
memohon sang permaisuri untuk mengemban tugas menghadap pendeta di
tengah hutan. Tanpa mengenakan busana mewah, Dewi Drupadi dengan
beberapa iringan menghadap sang pendeta. Dengan penuh hormat memakai
bahasa yang lemah lembut Drupadi menyampaikan maksudnya kepada
pendeta. Di luar dugaan, pendeta kemudian bersedia memimpin upacara
yang agung tersebut.
Pendeta pun dijemput sebagaimana tata krama yang berlaku. Drupadi
menyuguhkan makanan dan minuman dengan tata krama di kota kepada
pendeta. Karena tidak pernah hidup dan bergaul di kota, sang Pendeta
menikmati hidangan tersebut menurut kebiasaan di hutan yang jauh dengan
etika di kota. Pendeta kemudian segera memimpin upacara. Ciri-ciri upacara
itu sukses menurut Sri Krishna adalah apabila turun hujan bunga dan
terdengar suara genta dari langit.

Nah, ternyata setelah upacara dilangsungkan tidak ada suara genta maupun
hujan bunga dari langit. Terhadap pertanyaan Darmawangsa, Sri Krishna
menjelaskan bahwa tampaknya tidak ada “daksina” untuk dipersembahkan
kepada pendeta. Kalau upacara agama tidak disertai dengan daksina untuk
pendeta, berarti upacara itu menjadi milik pendeta. Dengan demikian yang
menyelenggarakan upacara berarti gagal melangsungkan Yajna. Gagal atau
suksesnya Yajna ditentukan pula oleh sikap yang berYajna. Kalau sikapnya
tidak baik atau tidak tulus menerima pendeta sebagai pemimpin upacara
maka gagallah upacara itu. Sikap dan perlakuan kepada pendeta yang penuh
hormat dan bhakti merupakan salah satu syarat yang menyebabkan upacara
sukses.

Setelah mendengar wejangan itu, Drupadi segera menyiapkan Daksina untuk


pendeta. Setelah pendeta mendapat persembahan daksina, tidak ada juga
suara genta dan hujan bunga dari langit. Melihat kejadian itu, Sri Krishna
memastikan bahwa di antara penyelenggara Yajna ada yang bersikap tidak
baik kepada pendeta. Atas wejangan Sri Krishna itu, Drupadi secara jujur
mengakui bahwa ia telah menertawakan Sang Pendeta memimpin Yajnanya
walaupun hanya dalam hati mengatakan, yaitu pada saat pendeta menikmati
hidangan tadi. Memang dalam agama Hindu, Pendeta mendapat kedudukan
yang terhormat bahkan dipandang sebagai perwujudan Dewa. Karena itu
akan sangat fatal akibatnya kalau ada yang bersikap tidak sopan kepada
pendeta.

Beberapa saat kemudian setelah Drupadi datang menyembah dan mohon


maaf kepada pendeta, jatuhlah hujan bunga dari langit disertai suara genta
yang nyaring membahana. lni pertanda Yajna Aswamedha itu sukses.

Demikianlah, betapa pentingnya kehadiran “daksina” yang dipersembahkan


oleh yang berYajna kepada pendeta pemimpin Yajna dalam upacara Yajna.

15. Bagian-bagian Catur Marga


- Bhakti Marga : Mengamalkan agama dengan melaksanakan bhakti/sembahyang,
cinta kasih terhadap sesama ciptaan Tuhan, baik sesama manusia maupun dengan
makhluk lain yang lebih rendah dari manusia yang disertai sarana bhakti. Jadi
apabila orang telah bersembahyang dan hidup kasih sayang terhadap sesama
makhluk itu berarti telah mengamalkan ajaran Veda melalui jalan bhakti
- Karma Marga : Mengamalkan agama dengan berbuat Dharma atau kebajikan
seperti mendirkan tempat suci (pura) dan merawatnya, menolong orang yang
kesusahan, melaksanakan kewajiban sebagai anggota keluarga/ anggota
masyarakat dan berbagai kegiatan sosial (subhakarma) lainnya yang dilandasi
dengan ikhlas dan rasa tanggung jawab. Itulah pengalaman agama dengan kerja
(karma).
- Jnana Marga : Mengamalkan agama dengan jalan mempelajari, memahami,
menghayati, menyebarkan agama dan ilmu pengetahuan-ketrampilan (IPTEK)
dalam kehidupan sehari-hari. Jadi berdiskusi, memberi ceramah atau menyebarkan
ajaran agama, mengajarkan ketrampilan positif berarti sudah mengamalkan agama
melalui Jnana Marga.
- Raja Marga : Mengamalkan agama dengan melakukan Yoga, bersemadi, tapa
atau melakukan Brata (pengendalian diri) dalam segala hal termasuk upawasa
(puasa) dan pengendalian seluruh indria.

16. Contoh pelaksanaan Catur Marga dalam kehidupan sehari-hari


1. Bhakti Marga/Yoga
a. Pelaksanaan Tri Sandya dan yajña Sesa
b. Pelaksanaan pada Hari-hari Keagamaan
- seperti hari Saraswati, tumpek wariga dan tumpek uye

2. Jnana Marga Yoga


a. Ajaran Brahmacari
Brahmacari adalah mengenai masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas pokok
kita pada sebagian masa ini adalah belajar. Belajar dalam arti luas, yakni dalam
pengertian bukan hanya membaca buku. Tetapi lebih mengacu pada ketulusikhlasan
dalam segala hal. Contohnya rela dan ikhlas jika dimarahi guru atau orangtua. Guru
dan orangtua, jika memarahi pasti demi kebaikan anak.
b. Ajaran Aguron-guron
Merupakan suatu ajaran mengenai proses hubungan guru dan murid. Namun istilah
dan proses ini telah lama dilupakan karena sangat susah mendapatkan guru yang
mempunyai kualifikasi tertentu dan juga sangat sedikit orang menaruh perhatian dan
minat terhadap hal ini.
c. Ajaran Catur Guru
Catur Guru Bhakti senantiasa relevan sepanjang masa, sesuai dengan sifat agama
Hindu yang Sanatana Dharma. Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau rasa bhakti kepada
Catur Guru dapat dikembangkan dalam situasi apa pun, sebab hakikat dari ajaran ini
adalah untuk pendidikan diri, utamanya pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada
sang Catur Guru dalam arti yang seluas-luasnya.

3. Karma Marga Yoga


a. Berkarma Tulus dan Membantu
Berbuat ikhlas dan membantu dalam bahasa Bali Ngayah dan Matatulung:
merupakan suatu istilah yang ada di Bali dan identik dengan gotong royong. Ngayah
ini dapat dilakukan di pura-pura dalam hal upacara keagamaan, seperti odalan-
odalan/karya. Sedangkan matatulungan ini bisa dilakukan antarmanuasia yang
mengadakan upacara ke- agamaan pula, seperti upacara pawiwahan, mecaru dan lain
b. Berkarma yang Baik
Berbuat baik atau mekarma sane melah hendaknya selalu kita lakukan. Dalam agama
Hindu ada slogan mengatakan “Rame ing gawe sepi ing pamrih” Slogan itu begitu
melekat pada diri kita sebagai orang Hindu. Banyaklah berbuat baik tanpa pernah
berpikir dan berharap suatu balasan.
c. Ajaran Karmaphala
Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tingkah laku
kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita yang
luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.

4. Raja Marga Yoga


Penerapan Raja Marga Yoga ini antara lain terdapat pada ajaran Astāngga yoga, yaitu
catur brata penyepian. Pelaksanaan Hari Raya Nyepi, pada hakikatnya merupakan
penyucian bhuwana agung dan bhuwana alit (makro dan mikrokosmos) untuk
mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir bathin (jagadhita dan moksa)
terbinanya kehidupan yang berlandaskan satyam (kebenaran), sivam (kesucian), dan
sundaram (keharmonisan/keindahan).

17. Hubungan Catur Marga dengan tujuan Agama Hindu


Raja Marga : Tujuan Agama Hindu : Astangga Yoga
- Pratyahara
- Dharana
- Dhyana
- Samadhi
Dari pelaksanaan Samadhi...hubungkan dengan Catur Purusaartha, misalnya Samadhi
hubungannya dengan Catur Purusaartha adalah moksa

18. Bagian-bagian Catur Purusaartha

1. Dharma

Dharma merupakan kebenaran absolut yang mengarahkan manusia untuk berbudi


pekerti luhur sesuai dengan dasar agama yang menjadi hidupnya. Dharma itulah yang
mengatur dan menjamin kebenaran hidup manusia. Keutamaan dharma merupakan
sumber datangnya kebahagiaan, memberikan keteguhan budi dan menjadi dasar
segala tingkah laku manusia.

2. Artha

Artha dalam bahasa sanskerta diartikan tujuan. Segala sesuatu yang menjadi alat
untuk mencapai tujua juga disebut artha. Mendapatkan dan memiliki harta mutlak
adanya, tetapi yang perlu diingat agar jangan sampai diperbudak oleh nafsu
keserakahan yang berakibat mengaburnya wiweka ( pertimbangan rasional) sehingga
tidak mampu membedakan mana yang benar dan salah. Artha perlu diamalkan (Dana
Punia) bagi kemanusiaan seperti fakir miskin, orang cacat, yatim piatu dan
sebagainya.

3. Kama

Kama adalah keinginan untuk memperoleh kenikmatan (wisaya). Kama berfungsi


untuk menunjang hidup yang bersifat tidak kekal. Kama dinyatakan sebagai salah satu
tujuan hidup adalah untuk mengubah wisaya kama menuju sriya kama, artinya dari
ingin mengumbar hawa nafsu atau wisaya menuju pada keinginan mencapai
keindahan rohani atau sriya.
4. Moksa

Moksa adalah kelepasan atau kebebasan yaitu menyatunya atman dengan Brahman.
Sebagai tujuan yang tertinggi.

19. Contoh bagian Catur Dharma dalam kehidupan sehari-hari

 Dharma Kriya yaitu melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa
tanggung jawab. Karena mencintai pekerjaan sama halnya dengan mencintai
Hyang Widhi. Seperti pelaksanaan ngayah yang menjadi kewajiban sosial bagi
masyarakat Bali yang dilaksanakan secara gotong royong hendaknya
disebutkan dilaksanakan dengan hati yang tulus iklas karena merupakan
bagian dari ajaran karma marga untuk mencapai Jagadhita dan moksa.
 Dharma Santosa yaitu berusaha mencari kedamaian lahir dan bathin pada diri
sendiri. Misalnya pelaksanaan Dharma Tula dalam kelompok remaja dapat
diketengahkan materi ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan kehidupan
dan permasalahan remaja (kepemudaan).
 Dharma Jati yaitu tugas yang harus dilaksanakan untuk menjamin
kesejahteraan dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum. Misalnya kita
sebagai orang tua yang menjadi guru rupaka bagi anak-anak disebutkan bahwa
: Kita sejatinya sebagai guru bagi anak-anak dan menjadi role model dalam
kehidupan mereka sehari-hari sehingga kita hendaknya menjadi panutan yang
baik.
 Dharma Putus yaitu melaksanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan
berkorban serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan sosial bagi
umat manusia seperti halnya pelaksanaan Ahimsa Parama Dharma
dilaksanakan oleh para kesatria dan pejuang demi membela bangsa dan negara
untuk menjaga kedamaian tanah airnya.

20. Syarat sah suatu Wiwaha umat Hindu


1. Perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut ketentunan Hindu
2. Untuk mengesahkan perkawinan menurut hokum Hindu harus dilakukan oleh
pendeta/rohaniawan atau pejabat agama yang memenuhi syarat untuk melakukan
perbuatan.
3. Suatu perkawinan dikatakan sah apabila kedua calon mempelai telah menganut
agama Hindu
4. Berdasarkan tradisi yang berlaku di Bali, perkawinan di katakana sah setelah
melaksanakan upacara byakala/byakonan sebagai rangkaian upacara wiwaha
5. Calon mempelai tidak terikat oleh suatu ikatan pernikahan
6. Tidak ada kelainan mis. Cacat (kalo cacat diadakan pembatalan pernikahan)
7. Calon mempelai cukup umur, pria berumur 21 tahun dan wanita minimal 18
tahun
8. Calon mempelai tidak mempunyai darah dekat atau hubungan darah.

21. Syarat untuk non-Hindu agar dapat melaksanakan Wiwaha Samskara(melaksanakan


Sudidawani)
22. Bentuk penerapan ajaran Astangga Yoga untuk mencapai Moksa
1. Yama
Contoh : dilarang membunuh (ahimsa), dilarang berbohong (satya), pantang
menginginkan sesuatu yang bukan miliknya (asteya), pantang melakukan
hubungan seksual (brahmacari), tidak menerima pemberian orang lain
(aparigraha)
2. Nyama
Contoh : Sauca (tetap suci lahir batin), Santosa (selalu puas dengan apa yang
dating), Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan), Iswara Pranidana
(selalu bhakti kepada Tuhan)
3. Asana
Contoh : sikap-sikap duduk yang menyenangkan, teratur dan disiplin (silasana,
padmasana, bajrasana, dan sukhasana)
4. Pranayama
Contoh : Puraka, Kumbaka, Recaka (menarik, menahan dan mengeluarkan napas)
5. Pratyahara
Contoh : mengontrol dan mengendalikan indria
6. Dharana
Contoh : usaha menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan
7. Dhyana
Contoh : pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu objek
8. Samadhi
Contoh : melakukan latihan yoga dengan sungguh-sungguh
23. Bagian-bagian Tingkatan Moksa
1. Jiwamukti.
Jiwamukti adalah tingkatan moksa ataua kebahagiaan/kebebasan yang dapat dicapai
oleh seseorang semasa hidupnya, dimana atmanya tidak lagi terpengaruh oleh gejolak
indrya dan maya. Istilah ini dapat pula disamakan maksudnya dengan samipya dan
sarupya.
2. Widehamukti.
Widehamukti adalah tingkat kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa
hidupnya, dimana atmanya telah meninggalkan badan wadagnya (jasadnya), tetapi roh
yang bersangkutan masih kena pengaruh maya yang tipis. Tingkat keberadaan atma
pada dalam posisi ini adalah setara dengan Brahman, namun belum dapat menyatu
dengan-Nya, sebagai akibat dari pengaruh maya yang masih ada. Widehamukti dapat
disejajarkan dengan salokya.
3. Purnamukti.
Purnamukti adalah tingkat kebebasan yang paling sempurna. Pada tingkatan ini posisi
atma seseorang keberadaannya telah menyatu dengan Brahman. Setiap orang akan
dapat mencapai posisi ini, apabila yang bersangkutan sungguh-sungguh dengan
kesadaran dan hati yang suci mau dan mampu melepaskan diri dari keterikatan maya
ini. Istilah Purnamukti dapat disamakan dengan sayujya.
Secara lebih rinci sesuai uraian di atas tentang keberadaan tingkatan-tingkatan moksa
dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa macam tingkatan. Moksa dapat dibedakan
menjadi empat jenis yaitu: Samipya, Sarupya (Sadarmya), Salokya, dan Sayujya.
Adapun penjelasan keempat bagian ini dapat dipaparkan sebagai berikut ;
1. Samipya (Jiwamukti) adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang
semasa hidupnya di dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para Yogi dan oleh para
Maharsi. Beliau dalam melakukan Yoga Samadhi telah dapat melepaskan unsur-unsur
maya, sehingga beliau dapat mendengar wahyu Tuhan. Dalam keadaan yang demikian
itu atman berada sangat dekat dengan Tuhan. Setelah beliau selesai melakukan
samadhi, maka keadaan beliau kembali sebagai biasa, di mana emosi, pikiran, dan
organ jasmaninya aktif kembali.
2. Sarupya (Widehamukti) (Sadharmya) adalah suatu kebebasan yang didapat oleh
seseorang di dunia ini, karena kelahirannya, di mana kedudukan Atman merupakan
pancaran dari kemahakuasaan Tuhan, seperti halnya Sri Rama dan Buddha dan Sri
Kresna. Walaupun Atman telah mengambil suatu perwujudan tertentu, namun ia tidak
terikat oleh segala sesuatu yang ada di dunia ini.
3. Salokya (Purnamukti) adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh Atman, di
mana Atman itu sendiri telah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan
Tuhan. Dalam keadaan seperti itu dapat dikatakan baliau Atman telah mencapai
tingkatan Dewa yang merupakan manifestasi dari Tuhan itu sendiri.
4. Sayujya adalah suatu tingkat kebebasan yang tertinggi di mana Atman telah dapat
bersatu dengan Tuhan Yang Esa. Dalam keadaan seperti inilah sebutan Brahman
Atman Aikyam yang artinya: Atman dan Brahman sesungguhnya tunggal.

24. Jenis Hukum Hindu yang ditulis oleh Mahars Manu


Maharsi Manu merupakan peletak dasar Weda, beliau membagi weda menjadi 2 yaitu
Dharmasastra dan Dharmasutra
1. Rinadana yaitu ketentuan tentang tidak membayar hutang.
2. Niksepa adalah hukum mengenai deposito dan perjanjian.
3. Aswamiwikrya adalah tentang penjualan barang tidak bertuan.
4. Sambhuya-samutthana yaitu perikatan antara firman.
5. Dattasyanapakarma adalah ketentuan mengenai hibah dan pemberian.
6. Wetanadana yaitu hukum mengenai tidak membayar upah.
7. Samwidwyatikarma adalah hukum mengenai tidak melakukan tugas yang
diperjanjikan.
8. Krayawikrayanusaya artinya pelaksanaan jual beli.
9. Swamipalawiwada artinya perselisihan antara buruh dengan majikan.
10. Simawiwada artinya perselisihan mengenai perbatasan
11. Waparusya adalah mengenai penghinaan.
12. Dandaparusya artinya penyerangan dan kekerasan.
13. Steya adalah hukum mengenai pencurian.
14. Sahasa artinya mengenai kekerasan.
15. Stripundharma adalah hukum mengenai kewajiban suami-istri.
16. Stridharma artinya hukum mengenai kewajiban seorang istri.
17. Wibhaga adalah hukum pembagian waris.
18. Dyutasamahwya adalah hukum perjudian dan pertaruhan

25. Sumber-sumber Hukum Hindu (ada slokanya)


“Idanim dharma pramananya ha, Wedo ‘khilo dharma mulam
smrti sile ca tad widam, ācāraṡca iwa sādhūnām ātmanasyuṣþir ewa ca.”
Terjemahannya:
“Seluruh Veda merupakan sumber utama daripada dharma (Agama Hindu) kemudian barulah
Smrti di samping kebiasaan-kebiasaan yang baik dari orang- orang yang menghayati Veda serta
kemudian acara tradisi dari orang-orang suci dan akhirnya atma tusti (rasa puas diri
sendiri).”(Manawa Dharmasastra, II. 6).
Berdasarkan sloka di atas, urutan sumber hokum hindu adalah Sruti, Smrt, Sila, Acara, Atmanas
Tuti
26. Teori masuknya Agama Hindu ke Indonesia
1. Teori Brahmana oleh Jc.Van Leur
Teori Brahmana adalah teori yang menyatakan bahwa masuknya Hindu Budha ke
Indonesia dibawa oleh para Brahmana atau golongan pemuka agama di India.
2. Teori Waisya oleh NJ. Krom
Teori Waisya menyatakan bahwa terjadinya penyebaran agama Hindu Budha di
Indonesia adalah berkat peran serta golongan Waisya (pedagang) yang merupakan
golongan terbesar masyarakat India yang berinteraksi dengan masyarakat nusantara.
Dalam teori ini, para pedagang India dianggap telah memperkenalkan kebudayaan
Hindu dan Budha pada masyarakat lokal ketika mereka melakukan aktivitas
perdagangan.
3. Teori Ksatria oleh C.C. Berg, Mookerji, dan J.L. Moens
Dalam teori Ksatria, penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia
pada masa lalu dilakukan oleh golongan ksatria.
4. Teori Arus Balik (Nasional) oleh F.D.K Bosch
Teori arus balik menjelaskan bahwa penyebaran Hindu Budha di Indonesia terjadi
karena peran aktif masyarakat Indonesia di masa silam. Menurut Bosch, pengenalan
Hindu Budha pertama kali memang dibawa oleh orang-orang India. Mereka
menyebarkan ajaran ini pada segelintir orang, hingga pada akhirnya orang-orang
tersebut tertarik untuk mempelajari kedua agama ini secara langsung dari negeri
asalnya, India. Mereka berangkat dan menimba ilmu di sana dan sekembalinya ke
Indonesia, mereka kemudian mengajarkan apa yang diperolehnya pada masyarakat
Nusantara lainnya.
5. Teori Sudra oleh van Faber
Teori Sudra menjelaskan bahwa penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Budha di
Indonesia diawali oleh para kaum sudra atau budak yang bermigrasi ke wilayah
Nusantara.
27. Bukti-bukti pelestarian peninggalan Agama Hindu di Indonesia
1. Membangun museum-museum untuk penyimpanan benda-benda dan warisan
sejarah budaya Agama Hindu di Indonesia.
2. Menjadikannya cagar budaya sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan, benda-
benda budaya bernafaskan ajaran Agama Hindu.
3. Menjaga dan merawat wilayah atau daerah-daerah cagar budaya
4. Turut menjaga agar benda-benda peninggalan budaya Agama Hindu
5. Mengunjungi tempat-tempat pelestarian peninggalan warisan benda-benda
sejarah budaya Agama Hindu di Indonesia
6. Bersembahyang di tempat-tempat suci “Pura” sebagai tempat suci
7. Melarang atau tidak memberikan izin kepada orang-orang/individu/kelompok
yang hanya memiliki kepentingan sesaat atau tidak bertanggung-jawab untuk
mengelola tempat-tempat pelestarian sejarah dan budaya peninggalan Agama Hindu
di Indonesia.
28. Kontribusi kebudayaan Hindu dalam Pembangunan Nasional dan Pariwisata menuju
era globalisasi
A. Candi
1. Candi Jabung 5. Candi Prambanan

2. candi tikus 6. candi surawana

3. candi dieng 7. Candi gerbang lawang

4. candi cetho

B. Karya sastra

1. Carita parahyangan 6. Baratayuda


2. Kresnayana 7. Negarakertagama

3. Arjunawiwaha kahuripan 8. Sutasoma

4. Lubdhaka 9. Calon arang

5. Pararaton

29. Fungsi Tantra-Yantra-Mantra


Yantra
Fungsi dan manfaat Yantra, dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu bagi umat
sedharma adalah:
a. Simbol sesuatu yang dihormati/dipuja.
b. Sarana atau media mewujudkan tujuan hidup dan tujuan agama yang
diyakininya.
c. Media memusatkan pikiran.
Fungsi dan manfaat mantra dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu bagi umat
sedharma adalah:
a. Memuja Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam ajaran Agama Hindu, Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa
sebagai pencipta semua yang ada ini. Beliaulah menyebabkan semua yang ada ini
menjadi hidup. Tanpa bantuan beliau semuanya ini tidak akan pernah ada. Kita patut
bersyukur kehadapan-Nya dengan memuja-Nya, sebagaimana diajarkan oleh agama
yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci ‘veda’
b. Memohon kesucian.
Tuhan Yang Maha Esa bersifat Mahasuci. Bila kita ingin memperoleh kesucian itu,
dekatkanlah diri ini kepada-Nya. Dengan kesucian hati menyebabkan seseorang
memperoleh kebahagiaan, menghancurkan pikiran atau perbuatan jahat. Orang yang
memiliki kesucian hati mencapai surga dan bila ia berpikiran jernih dan suci maka
kesucian akan mengelilinginya. Kesucian atau hidup suci diamanatkan sebagai sarana
untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa.
c. Memohon keselamatan.
Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon keselamatan dan
kebahagiaan melalui berbagai jalan yang telah ditunjukkannya dalam kitab suci
menjadi kewajiban umat sedharma. Keselamatan dalam hidup ini merupakan sesuatu
yang sangat penting. Dalam keadaan selamat kita dapat melaksanakan pengabdian
hidup ini menjadi lebih baik. Tuhan Yang Maha Esa , pengasih dan penyayang selalu
menganugerahkan pertolongan kepada orang-orang-Nya. Orang- orang yang
bijaksana sesudah kematiannya memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang
sejati.
d. Memohon Pencerahan dan kebijakan.
Dalam kitab Nirukta Vedangga, mantra dapat dibagi menjadi 3 sesuai dengan tingkat
kesukarannya, seperti:
 Paroksa Mantra, yaitu mantra yang memiliki tingkat kesukaran yang paling tinggi.
Hal ini disebabkan mantra jenis ini hanya dapat dijangkau arti dan maknanya kalau
diwahyukan oleh Tuhan. Tanpa sabda Tuhan mantra ini tidak mungkin dapat
dipahami;
 Adyatmika Mantra, yaitu mantra yang memiliki tingkat kesukaran yang lebih
rendah dari Paroksa Mantra. Mantra ini dapat dicapai maknanya melalui proses
pensucian diri. Orang yang rohaninya masih kotor, tidak mungkin dapat memahami
arti dan fungsi jenis mantra ini;
 Pratyāksa Mantra, yaitu mantra yang lebih mudah dipahami dibandingkan dengan
Paroksa Mantra dan Adyatmika Mantra. Untuk menjangkau makna mantra ini dapat
hanya mengandalkan ketajaman pikiran dan indriya.
e. Melestarikan ajaran “dharma”.
Sumber ajaran Agama Hindu adalah Veda. Veda adalah wahyu Tuhan yang diterima
oleh para Maharsi baik secara langsung, maupun berdasarkan ingatannya. Diyakini
bahwa pada awalnya veda diajarkan secara lisan, hal ini memungkinkan karena pada
saat itu manusia masih mempolakan dirinya secara sederhana dan polos. Setelah
kebudayaan manusia semakin berkembang, peralatan tulis-menulis telah ditemukan
maka berbagai jenis mantra yang sudah ada dan yang baru diterima dituliskan secara
baik dalam buku, kitab, lontar yang disebut Varnātmaka Sabda, yang terdiri dari suku
kata, kata ataupun kalimat. Sedangkan mantra yang diucapkan disebut Dhvanyātma
Sabda, yang merupakan nada atau perwujudan dari pikiran melaui suara tertentu, yang
dapat berupa suara saja atau kata-kata yang diucapkan ataupun dilagukan dan setiap
macamnya dipergunakan sesuai dengan keperluan, kemampuan serta motif pelaksana.

30. Macam-macam mantra sehari-hari (ada di kertas yang dulu)


31. Jenis Yantra dalam kehidupan agama Hindu (gambar)
32. Nama banten yang digunakan dalam kehidupan agama sehari-hari (gambar)
33. Ajaran Nawa Widha Bhakti
1.Srawanam
artinya mendengarkan wejangan atau saran-saran yang baik, contohnya senang
mendengarkan, menerima hal-hal baik yang diberikan oleh orang tua maupun guru.

2. Wedanam
Artinya membaca kitab-kitab suci agama yang diyakinni, membiasakan diri untuk
membaca hal-hal yang dapat menuntun kejalan yang baik, dalam agama hindu bisa
seperti sloka-sloka bhagawadgita.

3. Kirthanam
Artinya melantunkan tembang-tembang suci/kidung, contoh dalam kehidupan sehari-
hari adalah mekidung saat selesai melaksanakaan persembahyangan/upacara.
4. Smaranam
Artinya secara berulang-ulang menyebutkan nama Tuhan, contohnya seperti
mengucapkan OM Nama Siwa, maupun mantra dimana tujuannya agar diberikan
keselamatan jiwa maupun raga.

5. Padasewanam
Artinya sujud bhakti di kaki nabe. Contoh sederhananya kita menghormati atau
melaksanaakan ajaran Pendeta (Ratu Pedanda), Pemangku.
6. Sukhyanam
Artinya menjalin persahabatan, dimana kita sebagai mahluk social tidak bisa hidup
sendiri, maka kita perlu menjalin persahabatan agar memiliki hidup yang tenang dan
damai.

7. Dhasyam
Artinya berpasrah diri memuja kehadapan para dewa. Berpasrah diri merupakan sikap
penuh bertanggung jawab kehadapan tuhan dengan segala kemungkinan yang akan
terjadi.

8. Arcanam
Artinya Bhakti kepada Hayng Widhi melalui symbol-simbol suci keagamaan,
contohnya menjaga kesucian pura.

9. Sevanam
Artinya memberikan pelayanan yang baik, contohnya membantu orang atau
memberikan pelayanan terbaik terhadap sesama.

34. Gambar ajaran Nawa Widha Bhakti


35. Sloka tentang keesaan Sang Hyang Widhi
EKAM EVA ADWITYAM BRAHMAN”
yang artinya “Hanya satu (Ekam eva) tidak ada duanya (Adwityam) Hyang
Widhi (Brahman) itu”

“EKO NARAYANAD NA DWITYO’STI KASCIT”


artinya “Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya”. Dalam lontar
Sutasoma juga disebut “Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa”,
yang artinya, “Berbeda-beda tetapi satu, tidak ada dharma yang dua”. Juga
dikatakan

“EKAM SAT WIPRAH BAHUDA WADANTI”, artinya “Hanya satu (Ekam)


Sang Hyang Widhi (Sat), namun orang bijaksana (viprah) menyebutkan
(wadanti) dengan banyak nama (bahuda)
EKAM SAT WIPRA BAHUDA WADANTI, AGNIM YAMAM
MATARISWANAM.
( Reg Weda Mandala I Sukta 164, mantra 46 )
Tuhan itu hanya satu adanya, oleh para Resi disebutkan dengan berbagai
nama seperti: AGNI, YAMA, MATARISWANAM.

EKAM EWA ADWITYAM BRAHMAN.


( Upanishad IV.2.1.)
Tuhan itu hanya satu tidak ada duanya.

NARAYANAD NA DWITYO 'ASTI KASCIT.


( Narayana Upanishad.)
Narayana tidak ada dua- Nya yang hamba hormati.

36. Bagian-bagian Tri Purusa


 Parama Siwa (Nirguna Brahman) adalah Tuhan dalam keadaan tampa aktifitas,
ada dimana-mana dan maha tahu.
 Sada Siwa (Saguna) adalah tuhan yang sudah memiliki fungsi, sifat, aktifitas dan
sudah menunjukan kemahakuasaan-Nya. Kemahakuasaan Tuhan ini
dipersonifikasikan dalam wujud dewa-dewa, seperti: Dewa Brahma dalam
fungsinya sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai fungsinya pemelihara dan Dewa
Siwa dalam fungsinya sebagai dewa pelebur alam beserta isinya.
 Siwa atau Siwatman adalah tuhan yang sudah terkenah pengaruh oleh keduniaan,
yang member hidup (jiwa) pada semua mahluk di dunia ini.

37. Bagian Dasa Yama Bratha dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari
1. Anresangsya
artinya tidak mementingkan diri sendiri. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Anresangsya:
 membatalkan janji pribadi untuk melaksanakan kepentingan warga masyarakat.
 mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
 Memberi kesempatan kepada penyebrang jalan dengan memperlambat kecepatan
sepeda motor/mobil.
 Memberikan tempat duduk kita di dalam bus/angkutan kepada orang tua atau orang
hamil.
 Membiasakan antre atau menunggu giliran di SPBU, Puskesmas, rumah sakit atau
kantor.
2. Ksama
artinya suka mengampuni dan tahan uji dalam kehidupan
. Contoh-contoh pelaksanaa ajaran Ksama, seperti:
 memaafkan kesalahan teman.
 tidak marah atau tersinggung bila dijelek-jelekkan teman.
 tetap melanjutkan sekolah walaupun tidak naik kelas.
 tidak merasa minder/berkecil hati walaupun merasa diri ada kekurangan,dll.
3. Satya
berarti setia dengan ucapan sehingga menyenangkan hidup. Satya berarti juga
kejujuran atau kebenaran. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Satya, seperti:
 Mengatakan dengan sebenarnya apa yang dilihat, di dengar.
 Bertanggung jawab terhadap yang telah diperbuat.
 Menepati janji.
 Jujur terhadap kata hati.
 Melaksanakan Panca Satya, yaitu:
a. Satya Wacana: setia terhadap ucapan.
b. Satya Laksana: setia terhadap perbuatan.
c. Satya Mitra setia terhadap teman, berteman dalam keadaan senang maupun
susah.
d. Satya Semaya: selalu menepati janji yang diucapkan.
e. Satya Hredaya: jujur terhadap kata hati
4. Ahimsa
artinya tidak membunuh, tidak menyiksa atau menyakiti makhluk. Contoh
pelaksanaan ajaran Ahimsa, seperti:
 Tidak membunuh binatang sembarangan.
 Tidak meracuni hewan.
 Tidak mengganggu hewan yang sedang tidur.
 Tidak memfitnah.
 Tidak menghina teman yang memiliki kekurangan.
Agama Hindu juga membenarkan melakukan pembunuhan/Himsa Karma tetapi
hendaknya dilandasi cinta kasih dan dharma, seperti:
a. untuk Dewa Puja yaitu untuk persembahan kepada para Dewa dan manifestasi
Ida Sang Hyang Widhi.
b. Pitra Puja yaitu membunuh untuk persembahan kepada leluhur.
c. Athiti Puja yaitu membunuh untuk dipersembahkan atau dihaturkan kepada
tamu.
d. Dharma Wigata yaitu membunuh di dalam peperangan/pertempuran.
5. Dama
artinya sabar dan dapat menasehati diri sendiri. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Dama, seperti:
 Menyadari perbuatan, perkataan dan perbuatan kita yang keliru.
 Memikirkan terlebih dahulu akan perkataan yang akan diucapkan.
 Sebelum tidur renungkanlah perbuatan yang telah kita lakukan sebagai evaluasi
harian untuk meningkatkan kwalitas diri.
 Biasakan tidak terlalu repot membicarakan kelemahan orang, masih lebih baik jika
rajin melihat kelemahan diri sendiri.
 Untuk menghindari adanya penyesalan yang datangnya selalu di belakang, sebelum
berkata dan berbuat pikirkan secara matang akibatnya.
Orang yang penyabar tidak mudah tersinggung, orang sabar disayang Tuhan. Orang
sabar dapat menasehati dirinya sendiri.
6. Arjawa
artinya jujur mempertahankan kebenaran bersifat terbuka dan berterus terang. Sifat
terbuka dan berterus terang menghindarkan kita dari kesalahpahaman.
Kesalahpahaman dapat menimbulkan masalah. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Arjawa, seperti:
 Jangan mengaku dan merasa diri selalu paling benar.
 Katakan yang benar adalah benar yang salah adalah salah.
 Berpijaklah pada kebenaran walaupun banyak godaan.
 Orang yang mempertahankan kebenaran akhirnya akan menang.
 Jadilah ksatria pembela kebenaran seperti peribahasa Berani karena benar Takut
karena Salah.
7. Priti
artinya cinta kasih sayang terhadap sesama Makhluk .Contoh-contoh pelaksanaan
ajaran Priti, seperti:
 Hiduplah rukun saling mengasihi sesama teman di sekolah, bersama keluarga,
begitu juga dengan tetangga sekitar.
 Memelihara hewan peliharaan dengan baik.
 Rajin merawat dan memupuk tanaman, dll
8. Prasada
artinya bertpikir dan berhati suci tanpa pamerih. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Prasada, misalnya:
 Jujur dan tulus pada setiap tindakan untuk memupuk dan menumbuhkan kesucian
hati.
 Berpikir jernih, cermat dan masuk akal jangan mengembangkan pikiran buruk atau
berburuk sangka (negatif thinking) kepada orang lain.
 Rajin sembahyang.
 Jujur dan setia terhadap setiap tindakan.
 Berbuat yang iklas tanpa pamerih,
Jagalah pikiran kita agar tetap jernih dan suci. Hindarikan pikiran dari hal-kal kotor
dan bodoh, karena pikiran yang diliputi oleh niat yang kotor dan bodoh menyebabkan
manusia lebih rendah dari binatang, dll
9. Madurya
artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun. Contoh-contoh pelaksanaan
ajaran Madurya, seperti:
 Bersikap ramah tamah terhadap semua orang, menghindari sikap judes dan cuek.
 Bersikap lemah lembut terhadap semua orang, menghindari sikap kasar, emosional
dan mudah tersinggung.
 Bersikap sopan santun terhadap siapa saja dan di manapun berada.
 Selalu menjaga sikap santun ketika berhadapan dengan orang lain baik dengan
teman sejawat, orang yang lebih tua, guru ataupun siapa saja.
 Selalu berbicara yang sopan kepada lawan bicara.
 Menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai terhadap orang lain.
 Tidak memperlihatkan wajah masam, cemberut dan kusam,
10. Mardawa
artinya rendah hati tidak sombong. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Mardawa,
misalnya:
 Selalu ringan tangan suka membantu orang yang membutuhkan pertolongan.
 Menghargai orang lain.
 Menghormati orang lain.
 Tidak mementingkan diri sendiri.
 Peduli terhadap orang lain.
 Bersikap empati terhadap penderitaan orang lain sehingga memiliki keinginan
untuk memberi pertolongan.
 Menyadari diri memiliki kelebihan dan kekurangan.
 Menghindarkan diri dari perbuatan merendahkan harga diri orang lain.
 Selalu bersikap sabar dan tidak membalas dendam.
 Dapat menerima kelebihan dan kekurangan orang lain.
38. Gambar ajaran Dasa Yama Bratha
39. Upawasa saat Nyepi
- Amati Geni : tidak menyalakan api
- Amati Karya : tidak bekerja
- Amati Lelungan : tidak boleh keluar rumah
- Amati Lelanguan : tidak bersenang-senang
40. Dasa Nyama Bratha
1. Dana
artinya berderma dan beramal tanpa pamerih. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Dana, seperti:
 Membiasakan berderma kepada orang yang sedang menderita mengalami
kesusahan dalam hidupnya.
 Kekayaan berupa harta benda bersifat tidak kekal dan tidak dibawa mati, maka
sisihkanlah sebagian harta kita untuk berderma/beramal.
 Berikanlah sedekah kepada orang yang membutuhkan.
 Lakukan sedekah pada waktu yang tepat, misalnya pada waktu orang kesusahan,
pada waktu orang tertimpa bencana.
 Berikanlah sedekah kepada orang miskin atau orang sakit.
 Berikanlah sedekah kepada pengemis dengan ikhlas. Janganlah marah kepada
pengemis, jangan mengusirnya dan janganlah mencela.
Pemberian sedekah atau dana menurut waktu pemberiannya ada 4 tingkatan menurut
Slokantara 17, sebagai berikut:
 Dana yang diberikan di bulan Purnama dan bulan Mati (Tilem) menyebabkan 10
kali kebaikan yang diterima.
 Dana yang diberikan pada bulan Gerhana membawa phahala (100) seratus kali.
 Dana yang diberikan pada hari suci Sraddha menjadi 1000 kali lipat.
 Sedekah/Dana yang diberikan diakhir Yuga phahala kebaikannya akan tidak
terbatas.
Pemberian sedekah atau dana menurut Tingkatannya ada 4 menurut Slokantara 21,
sebagai berikut:
 Pemberian berupa makanan itu mutunya kecil, disebut Kanista Dana.
 Pemebrian berupa Uang/pakaian mutunya menengah, disebut Madyama Dana.
 Pemberian berupa gadis itulah yang dianggap tinggi, disebut Utama Dana.
 Pemberian sedekah/dana berupa Ilmu Pengetahuan itu mengatasi semuanya dan
membawakan kebajikan besar, disebut Ananta Dana.
2. Ijya
artinya pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Ijya, seperti:
 Rajin melakukan Tri Sandya setiap hari ( pagi, siang, sore ).
 Rajin berdoa setiap saat.
 Rajin melakukan persembahyangan pada hari raya.
 Rajin melakukan meditasi dan berjapa, dll
3. Tapa
artinya menggembleng diri untuk menimbulkan daya tahan. Contoh-contoh
pelaksanaan ajaran Tapa, seperti:
 Berlatih diri mengendalikan pikiran seperti berusaha untuk berpikir jernih, berpikir
yang baik agar tahan uji terhadap masalah yang mengganggu pikiran.
 Berlatih mengendalikan keinginan, misalnya memenuhi keinginan sesuai
kebutuhan, memenuhi keinginan sesuai kemampuan, menghindari keinginan yang
menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri maupun orang lain agar tahan uji
terhadap pengaruh buruk keinginan itu.
 Berlatih hidup sederhana agar tahan uji terhadap penderitaan.
 Berlatih mengendalikan perkataan agar tahan uji untuk tidak berkata yang
menyakitkan misalnya berkata kasar, mengancam, menghardik, dan mengeluarkan
kata-kata ejekan dan hinaan.
 Berlatih mengendalikan perbuatan, misalnya tidak melakukan perbuatan curang,
mencuri, suka berkelahi, suka memancing keributan, suka berbuat onar, dll.
4. Dhyana
artinya tekun memusatkan pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi. Contoh-contoh
pelaksanaan ajaran Dhyana, seperti:
 Saat belajar di kelas perlu memusatkan pikiran tentang pelajaran yang sedang
diajarkan.
 Memusatkan pikiran pada saat mengendarai sepeda motor/mobil.
 Berlatih melakukan pemusatan pikiran dengan melakukan Pranayama.
 Berlatih melakukan pemusatan pikiran dengan sembahyang.
 Berlatih melakukan pemusatan pikiran kepada Ida Sang Hyang Widhi dengan
meakukan yoga, tapa dan semadi, dll
5. Swadhyaya
artinya tekun mempelajari dan memahami ajaran suci. Contoh-contoh pelaksanaan
ajaran Swadhyaya, seperti:
 Tekun belajar jangan cepat putus asa.
 Berusaha belajar secara mandiri artinya belajar tanpa diperintah dan belajar
menemukan jawaban sendiri.
 Jangan malu bertanya kepada orang lain tentang suatu masalah yang tidak
dimengerti atau tidak diketahui
 Rajin membaca buku kerohanian dan buku-buku lain yang berguna dalam
kehidupan.
 Mengamalkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, dll
6. Upasthanigraha
artinya mengendalikan hawa nafsu kelamin. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Upasthanigraha, misalnya:
 Menghindari berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi.
 Menghindari berpakaian yang ketat atau seksi bahkan berpakaian yang
merangsang.
 Mengindarkan diri dari pikiran kosong agar tidak berpeluang menghayal terhadap
hal-hal yang porno.
 Tidak menonton tayangan televisi yang menyiarkan film-film Dewasa.
 Tidak membuka HP yang berisi film-film porno.
 Hindari membaca komik atau menonton VCD Porno.
 Sibukkanlah diri dengan kegiatan-kegiatan positif, seperti olahraga, kursus, ekstra
kulikuler, belajar menari, Pramuka, megambel.
 Menghindari berprilaku genit terhadap lawan jenis, dll
7. Brata
artinya taat akan sumpah. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Brata, seperti:
 Berjanjilah dari lubuk hati yang paling dalam.
 Taatilah apa yang menjadi janjimu, seperti; saya ingin menjadi orang yang
berguna, saya ingin menjadi orang yang berbakti kepada orang tua, saya ingin
menjadi orang yang berguna dalam keluarga.
 Janji dalam hati bukan untuk diingkari tetapi untuk ditaati, dll
8. Upawasa
artinya berpuasa mengekang nafsu terhadap makanan dan minuman. Contoh-contoh
pelaksanaan ajaran Upawasa, misalnya:
 Hindari memakan makanan yang berlebihan karena nafsu belaka.
 Hindarkan diri untuk memakan makanan yang sudah basi atau kedaluwasa.
 Hindari makan makanan yang kotor.
 Hindari memakan makanan yang tidak jelas asal usulnya.
 Aturlah jadwal makan, misalnya makan teratur yaitu sarapan pagi, makan siang dan
makan sore secara teratus.
 Mengendalikan nafsu makan, misalnya makanlah secukupnya sesuai kebutuhan
tubuh, jangan makan yang berlebihan.
 Menghindari sikap rakus.
 Mencoba untuk berpuasa pada hari Raya Nyepi, Siwaratri atau pada hari Raya
Hindu sesuai kemampuan, dll
9. Mona
artinya membatasi perkataan. Mona juga berarti pantang atau tidak berkata-kata
dalam kurun waktu tertentu atau membatasi perkataan. Contoh-contoh pelaksanaan
ajaran Mona, seperti:
 Hindari berkata kasar.
 Hindari perkataan mencaci maki.
 Hindari perkataan bohong.
 Hindari mengeluarkan tata-kata hinaan maupun ejekan.
 Jangan mengeluarkan perkataan mengancam.
 Hindarkan diri untuk tidak berkata yang kotor dan jorok.
 Belajar melakukan mona brata pada hari Raya Nyepi sesuai kemampuan, dll
10. Snana
artinya tekun melakukan penyucian diri dengan jalan mandi atau sembahyang.
Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Snana, misalnya:
 Rajin mandi 2 kali sehari yaitu pagi hari sebelum sekolah dan sore hari.
 Rajin merawat badan, misalnya: memotong rambut yang panjang, memotong kuku,
menyikat gigi, mencuci pakaian sendiri, mandi dengan menggunakan air bersih dan
memakai sabun.
 Rajin sembahyang baik di sekolah dengan Tri Sandya dan di rumah di sore hari
melaksanakan Tri Sandya dan Kramaning Sembah.
 Rajin melakukan Pranayama untuk menyucikan pikiran.

 Jujur dalam hidup, dll.


41. Nilai dalam Itihasa dan hubungannya dengan kehidupan
Ramayana : Para tokoh Ramayana menghormati para Rsi sebagai pemimpin
keagamaan sebagai penasehat kerajaan dan juga guru kerhormatan
42. Kewajiban suami istri dalam kehidupan sehari-hari
- Kewajiban suami
- Kewajiban istri
43. Jenis Tingkatan Moksa (kayak nomor 23) soalnya seperti nomor 43 usbn tahun lalu
44. Pembagian Dharmasastra

45. Bagian Nawa Widha Bhakti (soalnya kayak nomor 44 usbn tahun lalu) materinya di
nomor 30 : Swaranam, Wedanam, Krtanam, Smaranam

Anda mungkin juga menyukai