Tinea Kruris
Tinea Kruris
PENDAHULUAN
Tinea kruris adalah suatu infeksi jamur pada daerah pubis, sela paha,
bokong, dan kadang sampai perut bagian bawah, yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Penularan tinea kruris terjadi melalui beberapa cara, antara lain
melalui kontak langsung dari pasien ke orang lain, dan penyebaran tidak langsung
melalui kontak dengan benda-benda pribadi yang dipakai oleh pasien seperti
handuk, perlengkapan tidur, pakaian dalam dan kain sarung.Spesies ini mudah
berkembang bila terdapat faktor pencetus, misalnya suhu panas dan lembab,
kebersihan diri yang kurang baik, serta faktor predisposisi yang berasal dari tubuh
pejamu, antara lain hiperhidrosis, obesitas, diabetes melitus, dan gangguan
imunitas.1,2
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan
perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain.2
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah
tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea
cruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan
diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.2
Dari data beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan
persentase dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari
2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang). Di Jakarta menunjukkan tinea kruris
banyak terdapat pada golongan umur 25-45 tahun, yakni sebesar 31,6%, pasien
laki-laki 71,1%, dan berpendidikan rendah 78,9%. Penelitian tersebut juga
1
mendapatkan hubungan yang bermakna antara kejadian tinea kruris dengan
frekuensi ganti pakaian; persentase tinea kruris pada subyek yang berganti
pakaian 1x sehari 0,14%, sedangkan pada subyek yang berganti pakaian 2x sehari
hanya 0,01%. Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2008 terdapat
274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58 kasus (21,16%)
diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah tinea kruris. Dari
segi usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja
dan kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita
dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih
muda atau lebih tua. Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak
mengalami faktor predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma,
banyak berkeringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama.1,2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINEA KRURIS
Definisi
Patogenesis
Jika kulit penjamu diinokulasi pada kulit yang sesuai, timbul beberapa
tingkatan dimana infeksi berlanjut yaitu periode inkubasi yang berlangsung
selama 1-3 minggu, periode refrakter dan periode involusi.4
3
Jamur golongan dermatofita ini dapat menumbulkan infeksi ringan sampai
berat tergantung dari respon imun penderita. Kekebalan terhadap infeksi ini dapat
melibatkan mekanisme imunologis maupun non imunologis. Mekanisme
imunologis yang terpenting adalah adanya aktivitas imunitas selular, melalui
mekanisme hipersensitifitas tipe lambat, sedangkan mekanisme imunologis antara
lainmelibatkan adaanya asam lemak jenuhberantai panjang dikulit dan substansi
lain yang disebut sebagai serum inhibitory factor. Namun demikian bergantung
dari berbagai faktor dapat terjadi pula suatu resolusi spontan sehingga gejala klinis
menghilang atau jamur hidup persisten selama beberapa tahun dan kambuh
kembali. Radang dermatofitosis mempunyai kolerasi dengan reaktivitas kulit tipe
lambat. Derajatnya sesuai dengan sensitisasi oleh dermatofita dan sejalan pula
dengan derajat hipersensitivitas tipe lambat (HTL). HTL dimulai dengan
penangkapan antigen jamur oleh sel langerhans yang bekerja sebagai APC
(Antigen Presenting Cell) yang mampu melakukan fungsi fagositosit,
memproduksi IL-1, mengekspresikan antigen, reseptor Fc dan reseptor C3. Sel
Langerhans berkumpul di dalam kulit membawa antigen kedalam pembuluh getah
bening dan menuju ke pembuluh getah bening dan mempertemukan dengan
limfosit yang spesifik. Selain oleh sel Langherhans, peran serupa dilakukan oleh
sel endotel pembuluh darah, fibroblast dan keratonitis. Limfosit T yang yang telah
aktif ini kemudian menginfiltrasi tempat infeksi dan melepaskan limfokin.
Limfokin inilah yang akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu membunuh
jamur pathogen.4
Gejala Klinis
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan
dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke
supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika
banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan
yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai
4
pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita
diabetes mellitus.5
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
5
a. Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH
10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di
mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium.
c. Punch biopsi
d. Lampu Wood
6
Disamping penegakan diagnosis perlu diperhatikan hal-hal untuk
menyingkirkan dari kemungkinan diagnosis banding yang ada, yaitu;
a. Candidosis intertriginosa
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-
lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak
kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan
skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya
berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir
yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah
atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari
menebal dan berwarna putih.3
7
b. Erytrasma
c. Psoriasis
d. Dermatitis Seboroik
8
populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat
mengenai bayi sampai orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3
bulan sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa
eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas
kurang tegas. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak
berskuama dan berminyak disertai eksudat dan krusta tebal.3
Penatalaksanaan
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti
jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam
beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-
100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari
kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan
diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi
sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi
dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih
dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi
hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea kruris dapat digolongkan dalam empat
golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan
lainnya seperti siklopiros, tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan
menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi
mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana struktur tersebut merupakan
komponen penting dalam dinding sel jamur. Golongan Alynamin menghambat
kerja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke
ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan
menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut
mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk.
Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan
9
alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan
tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
1.Golongan Azol
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel
jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu
jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa.
Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari
selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan
hinari kontak mata.
c.Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan
dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan
10
sebanyak 2 kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d.Ketokonazole (Nizoral)
e.Oxiconazole (Oxistat)
f.Sulkonazole (Exeldetm)
2.Golongan alinamin
a.Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin
yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine
11
dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk
1% cream dan lotion. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4
kali sehari selama 2-4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran
sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam
bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan.
Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4 kali sehari.
4.Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi
DNA
b.Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4
minggu dan dioleskan sebanyak 3 kali sehari.
12
c.Tolnaftate
a. Ketokonazole
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen
penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole
lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah
perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan
100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk
anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada
penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride
karena berhubunngan dengan aritmia jantung.
c.Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375
mg ultramicrosize) PO selama 2-4 minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau
20 mg microsize /kg/hari
c.Terbinafine
13
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan: 12-20kg :62,5mg/hari
selama 2 minggu; 20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu; >40kg:250mg/ hari
selama 2 minggu
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.1,2
TINEA KORPORIS
Defenisi
Tinea korporis merupakan suatu infeksi jamur Dermatofita pada kulit yang
disebut Dermatofitosis. Dermatofitosisi ini menyerang daerah kulit yang tidak
berambut (glabrous skin), misalnya pada wajah, badan, lengan, dan tungkai.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin.1
14
Epidemiologi
Etiologi
15
yang lebih umum menyebabkan tinea korporis adalah T.rubrum,
T.mentagrophytes, dan M.canis.4
Patogenesis
16
normal dapat diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.
Gambaran Klinis
Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering
terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di
daerah yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma.
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla
yang berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian
tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola
gyrate atau polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema
sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada
penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan
imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas.
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai
sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar,
selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan
mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi anular. berupa skuama, krusta,
vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadang-
kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan
bercak terpisah satu dengan yang lainnya.
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat
lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan
kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton
concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul
berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian
tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu
mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama
yang konsentris.
Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan
17
respon inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya,
pasien HIV-positif atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam
dan meluas.
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan.
Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang
menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau
vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering
pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.6,7
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Banding
18
kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang telinga, daerah nasolabial dan
sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari tempat predileksi,
yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut
juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan lekukan pada kuku dapat
pula menolong untuk menentukan diagnosis.
Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas, tubuh
dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa
heral patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis.
Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya.
Diagnosis
Penatalaksaan
19
agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka
perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.
Berikut obat yang sering digunakan :
1. Topical azol terdiri atas :
A. Econazol 1 %
b. Ketoconazol 2 %
c. Clotrinazol 1%
d. Miconazol 2% dll.
Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase
pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan
ergosterol membran sel jamur. yaitu aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin
1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari
sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.
3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah
permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan
fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.
4. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada
regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya
diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi.
B. Terapi sistemik
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology
menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus
hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi
kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran
terhadap OAJ topikal.
1. Griseofulvin
Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku
emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton,
20
Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat mitosis
pada stadium metafase.
2. Ketokonazol
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.
3. Flukonazol
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
4) Itrakonazol
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat
fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun
jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama
dengan makanan.
5. Amfosterin B
Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces
nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat
pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan
pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak
sembuh dengan preparat azol.
Prognosis
Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan
tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau
allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : ES
Umur : 32 tahun
Suku/Bangsa : Batak
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
3.2 Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama: Gatal-gatal pada lipatan paha dan perut
Pasien laki laki berusia 32 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
Embung Fatimah Batam dengan keluhan gatal diseluruh lipatan paha
kanan dan kiri, menjalar hingga keperut, paha kanan dan bokong. Keluhan
dirasakan sejak 7 tahun yang lalu dan awalnya berupa kemerahan pada
kulit dengan luas sebesar uang logam didaerah lipatan paha. Pasien tidak
mengeluhkan adanya nyeri, gatal dirasakan setiap saat dan lebih banyak
dirasakan pada saat sedang berkeringat, menurut pengakuan pasien, bila
22
terasa gatal pasien selalu meggaruk. Karena sering digaruk, bercak
kemudian bertambah luas sampai ke bokong. Pasien sebelumnya sudah
berobat ke klinik namun keluhan tidak berkurang, riwayat alergi makanan
sebelumnya disangkal, riwayat penyakit diabetes militus dan alergi lainnya
disangkal.
c. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah berobat sebelumnya ke klinik, tapi keluhan tidak
berkurang
d. Riwayat Hygine :
Pasien mandi 2x sehari dengan air PAM dan menggunakan sabun
Pasien mengganti pakaian setiap hari
Pasien menggunakan handuk dan pakaian sendiri, tidak bercampur dengan
orang lain
23
Pernapasan : 22x/menit
Status Dermatologis
Lokasi : kedua lipatan paha, paha kanan, perut, dan bokong
Distribusi : terlokalisir dan simetris
Bentuk : khas
Susunan : polisiklis
Batas : tegas
Ukuran : plakat
Efloresensi : plak eritem, plak hiperpigmentasi dengan skuama halus
disertai likenifikasi.
24
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Tidak Dilakukan
3.7.Penatalaksanaan
Medikamentosa:
Ketoconazole tablet 1x1
Ceterizine tablet 1x1
25
Ketokonazole krim 2x1
Non-medikamentosa:
menjaga daerah lesi tetap kering terhhindar dari keringan dan kelembaban.
bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang
telah lembab.
jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan akan
menyebabkan infeksi.
Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat
seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari atau setiap habis berkeringat.
Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk harus dipakai
secara pribadi tanpak digunakan juga oleh orang lain.
3.8.Prognosis
Baik bila kebersihan dan kelembababn kulit selalu dijaga
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis tinea korporis e.c tinea kruris pada kasus ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa
pasien adalah seorang laki-laki berumur 32 tahun. Berdasarkan kepustakaan yang
ada disebutkan bahwa tinea kruris ini menyerang orang usia produktif. Anamnesis
didapatkan keluhan utama pasien adalah timbulnya rasa gatal di bagian lipat paha
kanan dan kiri, dimana gatal dirasakan sejak 7 tahun yang lalu yang berawal dari
kulit kemerahan, karena serelalu digaruk-garuk maka penyebaran lesinya semakin
meluas hingga kedaerah bokong dan sekitaran anus. Status dermatologis adalah
tampak makula hiperpigmentasi dengan adanya skuama halus, berbatas tegas,
berukuran plakat, dan bentuk teratur. Dilihat dari bentuk lesi, didapatkan bahwa
skuama banyak terdapat di pinggir-pinggir lesi yang menandakan tepi lebih aktif
lesi ini adalah central healing. Gatal dirasakan setiap saat, tapi gatal lebih berat
dirasakan jika saat berkeringat, tidak ada keluhan bahwa beraktifitas banyak,
istirahat atau saat suasana dingin memperberat gatal. Jika kronis atau menahun
maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama
diatasnya dan disertai likenifikasi.1,2,3
27
klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan
cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi
bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6
minggu. Pemeriksaan Punch biopsy digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan
Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan
pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam. Pemeriksaan
Lampu Wood, penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan
adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata.4,5
Pasien menjaga daerah lesi tetap kering terhhindar dari keringan dan
kelembaban. Bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian
yang telah lembab. Jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan
akan menyebabkan infeksi. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat
menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari atau setiap habis
berkeringat. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk harus
dipakai secara pribadi tanpak digunakan juga oleh orang lain.4
28
DAFTAR PUSTAKA
29