Anda di halaman 1dari 5

BAB II

ISI

A. DEFINISI DIARE

Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan,
penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam
usus. Diseluruh dunia terdapat kurang lebih lima ratus juta anak yang menderita diare setiap
tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup dinegara berkembang
berhubungan dengan diare serta dihidrasi. (Wong, 2008)

Diare adalah keaadaan tidak normalnya pengeluaraan feses yang ditandai dengan
peningkatan volume dan keenceran feses serta frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari
(pada neunatus lebih dari empat kali sehari) dengan atau tanpa lendir darah. Jenis diare ada 2
,yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
sementara diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. (Utami & Luthfiana, 2016)

B. ETIOLOGI

Kebanyakan mikroorganisme pathogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal-


oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia dengan kontak
yang erat (mis ; pada tempat penitipan anak ). Kurangnya air bersih, tinggal berdesakan, hygiene
yang buruk, kurang gizi, sanitasi yang jelek merupakan faktor resiko utama, khususnya untuk
terjangkit infeksi bakteri atau parasit yuang patogen. Peningkatan insiden dan beratnya penyakit
diare pada ayi juga berhubungan dengan peruahan yang spesifik sesuai usia pada kerentangan
terhadap mikroorganisme pathogen. Sitem kekebalan bayi belum pernah terpajan dengan banyak
mikrooganisme pathogen sehingga tidak memiliki anti bady pelindung yang didapat. (Wong,
2008)

Mikroorganisme seperti bakteri, virus dan protozoadapat menyebabkan diare. Eschericia


coli enterotoksigenic, Shigella sp, Campylobacterjejuni,dan Cryptosporidium spmerupakan
mikroorganisme tersering penyebab diare pada anak.Virus atau bakteri dapat masuk ke dalam
tubuh bersama makanan dan minuman. Virus atau bakteri tersebut akan sampai ke sel–sel epitel
usus halus dan akan menyebabkan infeksi, sehingga dapat merusak sel-sel epitel tersebut. Sel–sel
epitel yang rusak akan digantikan oleh sel-sel epitel yang belum matang sehingga fungsi sel–sel
ini masih belum optimal. Selanjutnya,vili–vili usus halus mengalami atrofi yang mengakibatkan
tidak terserapnya cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap akan
terkumpul di usus halus dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan terdorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare.

C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis pada diare yaitu mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah
demam, dan tidak nafsu makan. Tinja akan menjadi cair dan dapat disertai lendir ataupun darah.
Warna tinja dapat berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Frekuensi
defekasi yang meningkat menyebabkan anus dan daerah sekitarnya menjadi lecet. Tinja semakin
lama semakin asam akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat ditemukan sebelum atau sesudah diare Muntah
dapat disebabkan oleh lambung yang meradang atau gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit. Anak-anak adalah kelompok usia rentan terhadap diare. Insiden tertinggi pada kelompok
usia di bawah dua tahun dan menurun dengan bertambahnya usia (Utami & Luthfiana, 2016).

D. PATOFISIOLOGI

Faktor–faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak ada tiga.

1. Faktor yang pertama adalah faktor lingkungan. Diare dapat terjadi karena seseorang tidak
memerhatikan kebersihan lingkungan dan menganggap bahwa masalah kebersihan adalah masalah
sepele. Kebersihan lingkungan merupakan kondisi lingkungan yang optimum sehingga dapat
memberikan pengaruh positif terhadap status kesehatan yang baik. Ruang lingkup kebersihan
lingkungan diantaranya adalah perumahan, pembuangan kotoran manusia,penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, dan pembuangan air kotor (limbah). Faktor lingkungan yang dominan dalam
penyebaran penyakit diare pada anak yaitu pembuangan tinja dan sumber air minum. Pengelolaan
tinja yang kurang diperhatikan disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk akan
mempercepat penyebaran penyakit yang ditularkan melalui tinja seperti diare, yang merupakan
penyakit menular berbasis lingkungan. Pembuangan tinja yang sembarangan juga akan
menyebabkan penyebaran penyakit. Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui
berbagai macam cara,baik melalui air, tangan,maupun tanah yang terkontaminasi oleh tinja dan
ditularkan lewat makanan dan minuman melalui vector serangga (lalat dan kecoa). Selain itu,
halaman rumah yang becek karena buruknya saluran pembuangan air limbah (SPAL) memdahkan
penularan diare, terutama yang ditularkan oleh cacing dan parasit. Membuang sampah
sembarangan akan menjadi faktor risiko timbulnya berbagai vector bibit penyakit sehingga ada
hubungan yang signifikan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare pada anak.
2. Faktor yang kedua adalah faktor sosiodemografi. Faktor sosiodemografi yang berpengaruh
terhadap kejadian diare pada anak yaitu pendidikan dan pekerjaan orang tua, serta umur anak.
Jenjang pendidikan memegang peranan yang cukup penting dalam kesehatan masyarakat.
Pendidikan seseorang yang tinggi memudahkan orang tersebut dalam penerimaan informasi, baik
dari orang lain maupun media masa. Banyaknya informasi yang masuk akan membuat
pengetahuan tentang penyakit diare semakin bertambah. Terdapat hubungan yang signifikan
dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku pencegahan diare pada
anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki, maka perilaku pencegahan terhadap
penyakit diare akan semakin baik. Tingkat pendidikan yang tinggi pada seseorang akan membuat
orang tersebut lebih berorientasi pada tindakan preventif, memiliki status kesehatan yang lebih
baik dan mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan.
Pendapatan, status sosial, pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera, atau masalah
kesehatan dalam suatu kelompok populasi dapat mencerminkan karakteristik pekerjaan seseorang.
Kejadian diare lebih sering muncul pada bayi dan balita yang status ekonomi keluarganya
rendah.Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan fasilitas kesehatan yang dimiliki mereka
akan baik pula, seperti penyediaan air bersih yang terjamin, penyediaan jamban sendiri, dan jika
mempunyai ternak akan diberikan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya.
3. Faktor ketiga yang dapat memengaruhi kejadian diare yaitu faktor perilaku. Pemberian air
susu ibu (ASI) eksklusif dan kebiasaan mencuci tangan merupakan faktor perilaku yang
berpengaruh dalam penyebaran kuman enterik dan menurunkan risiko terjadinya diare.Terdapat
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan diare pada bayi dibawah 3 tahun. Bayi yang
tidak mendapat ASI eksklusif sebagian besar (52.9%) menderita diare, sedangkan bayi dengan ASI
eksklusif hanya 32.31% yang menderita diare.28Selain ASI, terdapat pula personal hygiene,yaitu
upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memeroleh kesehatan
fisik dan psikologis. Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
merupakan kebiasaan yang dapat membahayakan anak, terutama ketika sang ibu memasak
makanan dan menyuapi anaknya, maka makanan tersebut dapat terkontaminasi oleh kuman
sehingga dapat menyebabkan diare.29 Perilaku yang dapat mengurangi risiko terjadinya diare
adalah mencuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi, karena salah satu penyebaran diare adalah
melalui penyajian makanan yang tidak matang atau mentah. (Utami & Luthfiana, 2016).

E. PENATALAKSANAAN
Dasar penanganan diare adalah :
a. Diatetik
Pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan
dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan : memberikan bahan
makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
ASI untuk pasien bayi.
b. Obat - Obatan
1. Obat anti diare, anti motilitas dan sekresi usus (loperamid), oktreotid (sondostatin)
sudah dicoba dengan hasil memuaskan pada diare sklerotik.
2. Obat antidiare, yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik yaitu norit 1-2 tablet
diulang sesuai kebutuhan.
3. Antiemetik (metoclopramide).
4. Antispasmodic, antikolinargik (antagonis stimulus kolinergik pada reseptor
muskarinik) contoh: Papaperin.
5. Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan yaitu vitamin B1, asam folat.

c. Rehidrasi
Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi cairan dan elektrolit secara cepat kemudian
mengganti cairan sampai diarenya berhenti dengan cara memberikan rehidrasi oral dan
perenteral, seperti oralit dan cairan infus yaitu Ringer Laktat, Dektrose 5%, Dekstrose
dalam salin, dan lain – lain.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan
yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K, dan Glukosa, untuk diare akut diatas umur 6
bulan dengan dehidrasi ringan atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat
sendiri (mengandung larutan garam dan gula) atau untuk pengobatan di rumah sebelum
di bawa ke rumah sakit untuk mencegah dehidrasi lanjut (Haryono R, 2012).
Pada dasarnya rehidrasi dilakukan bedasarkan dengan dehidrasi dengan ketentuan
pemberian sebagai berikut :
- Dehidrasi ringan
1 jam pertama 25-50 ml/kg bb selanjutnya 125 ml/kg bb/ hari
- Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50-100 ml/kg bb selanjutnya 125 ml/kg bb/ hari
- Dehidrasi berat
Bayi hbaru lahir (bb 2-3 kg)
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml+25 ml : 250 ml/kg bb / 24 jam dengan
pemberian cairan 4:1 dengan cara pemberian : 4 jam pertama 25 ml/kg bb/ jam, 20
jam berikutnya 150 ml/kg bb/ 20 jam
(Hidayat, 2006)
F. PENCEGAHAN
Diare dapat dicegah dengan cara memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai
2 tahun, memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur, memberikan minum air yang sudah
direbus dan menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum
makan dan sesudah buang air besar, buang air besar di jamban, membuang tinja bayi dengan benar,
dan yang terakhir adalah memberikan imunisasi campak.Diare menyebabkan kehilangan cairan
yang berperan penting di dalam tubuh, seperti sodium, klorida, dan potasium. Dehidrasi
merupakan komplikasi diare yang paling berbahaya. Gejala dari dehidrasi, yaitu turgor kulit yang
buruk, anak menjadi lebih rewel dari biasanya, lidah dan mulut yang kering, demam tinggi, serta
mata dan pipi cekung. (Utami & Luthfiana, 2016)

Anda mungkin juga menyukai