Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia merupakan infeksi pernafasan akut yang memengaruhi paru-paru yang


disebabkan oleh sejumlah agen infeksi, seperti virus, bakteri dan jamur. Pneumonia
merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortilitas pada anak-anak serta
dewasa di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Dua juta anak berusia kurang
dari lima tahun meninggal karena pneumonia pertahunnya, terutama di daerah Afrika dan
Asia Tenggara.[ CITATION Ard17 \l 1033 ].

Penelitian menunjukkan di seluruh dunia bahwa 900.000 anak berusia kurang dari
5 tahun meninggal karena pneumonia setiap tahun. Pneumonia menjadi target dalam
Millenium Development Goals (MDGs), sebagai upaya untuk mengurangi angka
kematian anak. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015
dari penelitian yang telah dilakukan bahwa penyakit pneumonia adalah penyebab 15
persen dari seluruh kematian bayi dan anak-anak di seluruh dunia.[ CITATION Hay17 \l
1033 ].
Pneumonia merupakan penyebab kematian balita ke-2 di Indonesia setelah diare.
Jumlah penderita pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 berkisar antara 23%-27% dan
kematian akibat pneumonia sebesar 1,19% (Kemenkes RI, 2014). Menurut Kemenkes RI
(2014), Jawa Tengah pada tahun 2013, terdapat kasus pneumonia sebanyak 55.932
penderita, kematian sebanyak 67 jiwa dengan CFR=0,27%.[ CITATION Ari15 \l 1033 ].
Menurut definisi, pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang
bersifat akut. Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain.
Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma
pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses,
rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza virus.
[ CITATION Anw14 \l 1033 ].
Pneumonia menjadi salah satu penyakit menular sebagai faktor penyebab
kematian pada anak. Pneumonia menjadi target dalam Millenium DevelopmentGoals
(MDGs), sebagai upaya untuk mengurangi angka kematian anak. Berdasarkan data
WHO pada tahun 2013 terdapat 6,3 juta kematian anak di dunia, dan sebesar 935.000

1
(15%) kematian anak disebabkan oleh pneumonia. Sedangkan di Indonesia kasus
pneumonia mencapai 22.000 jiwa menduduki peringkat ke delapan sedunia (WHO,
2014).

Riskesdas tahun 2013 menunjukkan insiden pneumonia di Indonesia adalah 1,8%


dengan prevalensi 4,5%. Jika dijabarkan dengan angka maka setidaknya dari 23 balita
yang meninggal setiap jam dan 4 di antaranya karena pneumonia. Tahun 2015 ada
554.650 kasus pneumonia yang dilaporkan. Data dari laporan rutin Puskesmas kasus
pneumonia tahu 2015 lumayan meningkat tajam. Dapat diperkirakan saat ini kasus
pneumonia adalah 3,55% dari jumlah balita yaitu sekitar 10% dari jumlah penduduk
Indonesia.[ CITATION Hay17 \l 1033 ].
Jumlah penderita pneumonia pada balita di Provinsi Jawa Timur menduduki
peringkat kedua di Indonesia sedangkan angka kematian balita di Jawa Timur akibat
pneumonia menduduki peringkat ke 6 di Indonesia yakni sebanyak 54 balita.
Karakteristik balita di Provinsi Jawa Timur yang tinggal di wilayah pedesaan sebanyak
48%. 60% keluarga di Provinsi Jawa Timur mempunyai perokok aktif di rumah. Jumlah
perokok aktif di dalam rumah yang paling banyak terdapat di strata dataran rendah (323
keluarga), sedangkan strata yang memiliki perokok aktif di dalam rumah yang paling
sedikit yakni pada strata dataran tinggi (131 keluarga). Balita berjenis kelamin laki-laki
lebih banyak daripada balita berjenis kelamin perempuan, yakni sebanyak 52%.
Sebanyak 80% balita mendapatkan vitamin A, 88% sudah mendapatkan vaksin DPT,
81% sudah mendapatkan imunisasi campak, dan 85% balita telah mendapatkan imunisasi
Hepatitis B. Balita yang mempunyai status gizi normal sebanyak 70%, berstatus gizi
lebih sebanyak 9%, status gizi kurang sebanyak 16% dan balita yang berstatus gizi buruk
sebanyak 5%. Berdasarkan hasil survey Riskesdas 2007, terdapat 53 balita yang selama
dilaksanakan survey terkena pneumonia yang tersebar di 38 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Timur. Kejadian pneumonia paling banyak terjadi di strata dataran rendah, yakni
terdapat 24 balita yang menderita pneumonia, strata dataran tinggi terdapat 18 balita
yang terkena pneumonia dan strata dataran sedang terdapat 11 balita.[ CITATION Nov13
\l 1033 ].
Di Kabupaten Ponorogo penemuan kasus pneumonia pada balita mengalami
penurunan di tahun 2016. Penemuan dan penanganan pneumonia tahun 2015 sebesar 994
penderita turun menjadi 628 kasus di tahun 2016. Untuk mengatasi itu Dinas Kesehatan
melakukan kegiatan supervisi dan refreshing untuk pengelola Program Puskesmas,

2
Perawat Ponkesdes dan bidan koordinator di KIA. Selain itu juga diupayakan untuk
melibatkan Rumah Sakit untuk melaporkan kasus pneumonia ini. Penemuan kasus
Pneumonia pada balita di Ponorogo dari tahun 2012-2016 yaitu pada tahun 2012
ditemukan sebanyak 1202 anak yang menderita penyakit Pneumonia, pada tahun 2013
kasus Pneumonia pada anak menurun menjadi 832 anak. Pada tahun 2014 kasus
Pneumonia pada anak semakin turun menjadi 764 anak yang menderita penyakit
Pneumonia, namun pada tahun 2015 kasus Pneumonia pada anak meningkat lagi menjadi
994 dan turun menjadi 628 kasus di tahun 2016. [ CITATION Kus17 \l 1033 ].
Pneumonia dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk berdasarkan tempat
terjadinya infeksi, yaitu Community Acquired Pneumonia (CAP) yang sering terjadi pada
masyarakat dan Hospital Acquired Pneumonia (HAP) atau pneumonia nasokomial yang
didapat di Rumah Sakit. Selain berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua
bentuk pneumonia ini juga berbeda dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, penyakit
dasar atau penyakit penyerta, serta prognosisnya (lebih kompleks pada HAP). Pneumonia
menurut derajatnya, dapat diklasifikasikan menjadi bukan pneumonia, pneumonia dan
pneumonia berat yang dilhat dari gejala klinisnya. [ CITATION Nur16 \l 1033 ].
Mikroorganisme penyebab pneumonia dapat berupa virus, bakteri dan jamur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteri,
terutama Streptococcus pneumonia dan Hemophilus influenza tipe B.3 Pemeriksaan
mikroorganisme penyebab pneumonia pada balita masih belum sempurna karena balita
sulit memproduksi sputum dan tindakan invasif seperti aspirasi paru atau kultur darah
sulit dilakukan.7 Faktor risiko yang selalu ada (definite risk factor) pada pneumonia
meliputi gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan ASI, polusi udara
dalam ruang, dan pemukiman padat.2 Balita dengan gizi kurang dan gizi buruk
memperbesar risiko terjadinya pneumonia pada balita.[ CITATION Nur16 \l 1033 ].
Klasifikasi pneumonia berdasarkan umur, dapat dibedakan menjadi kelompok
umur < 2 bulan (pneumonia berat dan bukan pneumonia) dan kelompok umur 2 bulan
sampai < 5 tahun (pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia, bukan
pneumonia (batuk pilek biasa), dan pneumonia persisten). Pneumonia yang ada di
kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma (bentuk
peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa. Faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian pneumonia terbagi atas dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir
rendah, status imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik

3
meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak
dapur, jenis bahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan keluarga
serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun pengetahuan ibu.[ CITATION Nov13
\l 1033 ].
Retna dan Umi (2015), menyatakan jika aliran udara atau penghawaan dalam
ruangan bukan hanya aliran udara satu arah saja akan tetapi aliran udara harus dapat
menyediakan udara masuk yang segar dan mengeluarkan udara yang kotor dimana
mekanisme masuk dan keluarnya udara harus seimbang dan teratur. Anwar dan Ika
(2014), menambahkan jika fungsi aliran udara tidak lancar dalam ruangan akan
memudahkan zat pencemar dalam ruangan bertahan lebih lama dalam ruangan dan
mengakibatkan paparan zat pencemar dalam ruangan menjadi lebih tinggi bagi individu
yang berada di dalam ruangan, khususnya balita yang masih rentan terhadap paparan
buruk untuk saluran pernapasannya. Perubahan suhu yang terlalu tinggi atau rendah salah
satunya diakibatkan oleh ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Perubahan suhu ekstrim
dapat mempengaruhi kondisi tubuh balita. Daya tahan tubuh balita dapat menurun akibat
suhu yang terlalu panas ataupun suhu yang terlalu dingin karena balita masih rentan
untuk menyesuaikan suhu disekitarnya apalagi balita pada minggu-minggu awal
kelahirannya. Kelembaban yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme, sedangkan jika terlalu rendah maka dapat menyebabkan keringnya
selaput luar mata ataupun kulit. [ CITATION Fik16 \l 1033 ].
Faktor risiko pneumonia yang berupa agent penyakit biasa menular melewati
udara dimana pengaruhnya adalah terhadap kejadian pneumonia pada balita. Upaya
untuk menghindari penyakit pneumonia yaitu menempatkan kasa atau perangkap debu,
menjaga kebersihan ruangan, dan menambah ventilasi udara pada ruangan agar
memenuhi syarat adanya ventilasi sekurang-kurangnya 20% dari luas lantai
ruangan.Balita dengan riwayat ASI tidak eksklusif berisiko 7,4 kali lebih besar untuk
terkena pneumonia dibandingkan dengan balita yang riwayat pemberian ASInya
eksklusif. Balita yang mendiami ruangan dengan luas ventilasi ruang kurang dari 20%
luas lantai (tidak standar) berisiko terkena pneumonia sebesar 13,5 kali daripada balita
yang luas ruangannya ≥ 20% luas lantai ruang kamar atau standar. [ CITATION Fik16 \l
1033 ].
Pneumonia biasanya diawali sebagai kolonisasi mukosa nasofaring diikuti dengan
penyebaran ke saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi dapat diperoleh masyarakat
atau nosokomial.9,10 Mikroorganisme penyebab masuk ke paru bagian perifer melalui

4
saluran pernafasan, terjadi inflamasi dan kongesti pembuluh darah yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena akan
mengalami konsolidasi yaitu terjadi sebukan sel polimorfonuklear (PMN), fibrin,
eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
merah. Selanjutnya deposisi fibrin dan leukosit PMN di alveoli makin bertambah dan
terjadi proses fagositosis yang cepat, stadium ini disebut hepatisasi kelabu. Jumlah
makrofag akan meningkat di alveoli, sel mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman
dan debris menghilang. Stadium ini dikenal sebagai stadium resolusi.[ CITATION War13
\l 1033 ].
Gejala pneumonia pada anak dapat berupa gejala infeksi umum dan gejala
gangguan pernafasan. Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah,
malaise, penurunan nafsu makan, mual, muntah atau diare. Gejala gangguan pernafasani
seperti batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnu, nafas cuping hidung, merintih dan
sianosis.2,11 Gambaran klinis pneumonia akibat virus dan bakteri sulit dibedakan,
biasanya diawali oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas. Pada pemeriksaan
ditemukan demam, batuk dan takipnu. Pneumonia bakterial dapat dipertimbangkan bila
demam tinggi (>38.5oC) yang timbul mendadak, batuk produktif dan sesak nafas yang
cepat memburuk. Pneumonia akibat virus biasanya timbul perlahan, demam tidak tinggi,
pasien tidak tampak sakit berat, batuk dan sesak bertambah bertahap. Dari tanda dan
gejala tersebut anak dapat mengalami ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan.
[ CITATION War13 \l 1033 ].
Peran perawat untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan nutrisi pada anak
yang menderita Pneumonia yaitu memberikan asuhan keperawatan secara komperhensif
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Manurut NOC yaitu status nutrisi dengan
kriteria hasil berat badan meningkat, berat badan ideal dengan tinggi badan, mampu
megidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada mual-muntah, tidak ada tanda-tanda
malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan. (Moorhead,dkk,3013).
Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dengan:
1. Manajemen nutrisi yang meliputi : menentukan status nutrisi, pemilihan
makanan, tentukan jenis kalori, jenis nutrisi dan monitor jumlah nutrisi dan
jumlah kalori.
2. Monitoring nutrisi yang meliputi : timbang berat badan, monitor
kecenderungan kenaikan atau penurunan berat badan, monitor mual dan

5
muntah, perubahan nafsu makan, aktivitas sehari-hari, monitor pucat, anemis
dan turgor kulit. (Moorhead,dkk,2013).
Melihat angka kejadian Pneumonia pada anak begitu tinggi dan juga banyak faktor
resiko yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
maka peneliti tertarik untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada anak yang
mengalami penyakit Pneumonia dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh di Puskesmas Setono Jenangan kabupaten Ponorogo.
1.2 Batasan Masalah
Asuhan keperawatan pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia dengan
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Puskesmas Setono,
Jenangan, kabupaten Ponorogo.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Amak yang mengalami Pneumonia dengan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Puskesmas Setono Jenangan
kabupaten Ponorogo?
1.4 Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum studi kasus ini adalah untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan
pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia dengan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Puskesmas Setono Jenangan kabupaten
Ponorogo.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia dengan
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Puskesmas
Setono Jenangan kabupaten Ponorogo.
b. Menetapkan diagnose pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia dengan
masalah ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Puskesmas
Setono Jenangan kabupaten Ponorogo.
c. Menyusun intervensi pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia dengan
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Puskesmas
Setono Jenangam kabupaten Ponorogo.
d. Melaksanakan implementasi pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia
dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di
Puskesmas Setono Jenangan kabupaten Ponorogo.

6
e. Melakukan evaluasi pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia dengan
masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Puskesmas Setono Jenangan
kabupaten Ponorogo.
1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1 Manfaat Teoritis
Dapat menerapkan konsep-konsep ilmu pengetahuan, umunya dalam bidang
asuhan keperawatan pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia dengan
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
a. Studi kasus ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang
perkembangan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Anak yang mengalami
Pneumonia.
1.5.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas Setono Jenangan kabupaten Ponorogo
Diaharapkan karya tulis ilmiah ini dapat memperkaya bahasan dalam bidang
pelayanan kesehatan pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia dengan
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Puskesmas
Setono Jenangan kabupaten Ponorogo.
b. Bagi Perawat
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai baan masukan
bagi upaya pelaksanaan implementasi keperawatan pada Anak yang mengalami
penyakit Pneumonia dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
c. Bagi Pasien dan Keluarga
Karya tulis ilmiah ini dapat memberikan wawasan kepada pasien tentang
penyakit dan cara memanajemen kesehatan dengan baik dana man.
d. Bagi Penulis
Penulis dapat menerapkan ilmu ataupun teori pada waktu masa perkuliahan
yang digunakan untuk karya tulis ilmiah ini. Selain itu, karya tulis ilmiah ini
juga dapat menambah wawasan bagi penulis tentang mengimplementasi
tindakan keperawatan pada Anak yang mengalami penyakit Pneumonia dengan
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai