Anda di halaman 1dari 9

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penetian ini di rancang dengan penelitian studi kasus. Studi kasus
merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas,
atau institusi. Riwayat dan pola perilaku sebelumnya biasanya dikaji secara
rinci. Keuntungan yang paling besar dari rancangan ini adalah pengkajian
secara rinci meskipun jumlah respondennya sedikit, sehingga akan didapatkan
gambaran satu unit subjek secara jelas (Nursalam, 2015).
Studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami Dekompensasi Cordis dengan
Ansietas di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo.

B. Batasan Istilah
Batasan istilah dalam studi kasus ini adalah Asuhan Keperawatan pada
klien Dekompensasi Cordis dengan Ansietas di Ruang Aster RSUD Dr.
Harjono Ponorogo, maka penyusun studi kasus harus menjabarkan tentang
konsep Dekompensasi Cordis dengan Ansietas. Decompensasi cordis adalah
suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh disfungsi jantung, sehingga aliran
darah dan suplai oksigen ke jaringan untuk kebutuhan metabolisme tubuh
tidak terpenuhi (PERKI, 2016). Sedangkan ansietas merupakan kekhawatiran
yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan yang tidak
pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2012). Batasan istilah disusun secara naratif
dan apabila diperlukan ditambahkan informasi kualitatif sebagai penciri dari
batasan yang dibuat oleh penulis.

C. Partisipan
Partisipan pada studi kasus ini adalah klien dengan diagnosa medis
Dekompensasi Cordis dengan Ansietas. Subjek yang digunakan adalah 1
klien. Kriteria partisipan adalah :
1. Klien decompensasi cordis berusia antara usia 18 tahun sampai > 60
tahun.
2. Klien beragama islam.
3. Klien decompensasi cordis dengan GCS = 15.
4. Klien decompensasi cordis yang masuk dalam kategori kelas II atau kelas
III menurut New York Heart Association (NYHA).
5. Klien decompensasi cordis yang mengalami ansietas ringan atau sedang
berdasarkan hasil penilaian menggunakan alat ukur (instrumen) Halminton
Rating Scale for Anxiety (HRS-A).
6. Klien decompensasi cordis yang kooperatif.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi
Lokasi pengambilan data pada studi kasus ini dilaksanakan di
Ruang Aster komplek gedung lantai 1 sebelah selatan RSUD Dr. Harjono
Ponorogo yang beralamat di Jl. Raya Ponorogo-Pacitan, Kab. Ponorogo,
Provinsi Jawa Timur.
2. Waktu Penelitian
Jadwal kegiatan studi kasus dimulai sejak pengajuan judul pada
bulan Oktober 2018 sampai dengan ujian sidang KTI dan pengumpulan
hasil KTI pada bulan Mei 2019. Waktu pengambilan data pada studi kasus
ini dilaksanakan 1 kali pergantian shift selama 5 hari perawatan.

E. Pengumpulan Data
1. Prosedur Penelitian
a. Pengajuan judul kepada Pembimbing I.
b. Mengumpulkan referensi data tentang kasus decompensasi cordis.
c. Melakukan survei di ruang Aster RSUD Dr.Harjono Ponorogo.
d. Membuat Proposal yaitu Bab I sampai dengan Bab III serta
mengonsulkan kepada Pembimbing I.
e. Mengikuti Ujian Proposal di kampus Akper Pemkab Ponorogo.
f. Mengajukan izin untuk melakukan penelitian di ruang Aster RSUD
Dr. Harjono Ponorogo.
g. Berkoordinasi dengan Kepala Ruang Aster RSUD Dr. Harjono
Ponorogo untuk melakukan penelitian di ruangan tersebut.
h. Memilih subjek yang sesuai dengan kriteria yang telah direncanakan.
i. Melakukan informed consent yang didahului dengan memberikan
penjelasan tentang rencana, tujuan, manfaat, dan dampak penelitian
yang terjadi kepada klien. Setelah itu meminta persetujuan secara
tertulis sebagai bentuk persetujuan klien dan bersedia sebagai
responden dalam penelitian.
j. Melakukan Pengkajian askep kepada klien kelolaan.
k. Menganalisa data dan mendiagnosis keperawatan klien.
l. Merencanakan tindakan terapi relaksasi, terapi meditasi, dan
peningkatan koping kepada klien decompensasi cordis.
m. Melakukan tindakan keperawatan yaitu terapi relaksasi, terapi
meditasi, dan peningkatan koping.
n. Melakukan evaluasi kegiatan terapi yang telah dilakukan.
o. Menganalisa hasil sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan terapi.
p. Melanjutkan penyusunan karya tulis ilmiah Bab IV sampai dengan
Bab V serta mengkonsulkan kepada pembimbing.
q. Mengikuti Ujian Sidang di kampus Akper Pemkab Ponorogo.
2. Metode pengumpulan data
a. Wawancara
Wawancara adalah salah satu instrument yang digunakan untuk
menggali data secara lisan. Hal ini dilakukan secara mendalam agar
kita mendapatkan data yang valid dan detail (Sujarweni, 2014).
Diharapkan dengan wawancara ini diperoleh suatu data yang lebih
valid seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga, riwayat penyakit dahulu, dan pola aktivitas sehari-
hari, dan tingkat ansietas klien dengan menggunakan instrumen format
pengkajian 13 Domain Nanda atau lembar observasi jangka pendek
dan panjang dengan skala HARS-A.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistemik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Sujarweni, 2014).
c. Pemeriksaan Fisik
Metode pemeriksaan fisik dalam pengkajian keperawatan
dipergunakan untuk memperoleh data obektif dari klien. Pemeriksaan
fisik dapat dilakukan melalui 4 teknik yaitu : inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi (Nursalam, 2008). Dari pemeriksaan fisik13 Domain
Nanda menurut Doenges (2012), yang fokus pada Domain 4
Aktivitas/Istirahat untuk mengetahui kondisi paru dan jantung klien
decompensasi cordis dengan menggunakan teknik tersebut dapat
diketahui :
1) Inspeksi : Bagaimana bentuk dada, adakah retraksi intercosta, lihat
frekuensi pernafasan dan irama pernafasan, tampak ictus cordis apa
tidak.
2) Palpasi : Bagaimana vocal premitus sama/tidak, ictus cordis teraba
di ICS 5 mid klavikula sinestra/tidak, adakah pelebaran ictus
cordis, bagaimana frekuensi jantung, irama jantung.
3) Perkusi : Adakah pembesaran paru, suara paru normal/tidak,
adakah pembesaran jantung, suara jantung normal/tidak.
4) Auskultasi :Adakah suara nafas tambahan pada paru maupun
jantung.
Selain itu peneliti juga menggunakan lembar observasi HARS-A
untuk memantau perkembangan tingkat ansietas yang dialami klien
setiap harinya.
d. Studi Dokumentasi
1) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua
klien diduga decompensasi cordis. Abnormalitas EKG sering dijumpai
pada penyakit ini. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang
kecil dalam mendiagnosis decompensasi cordis, jika EKG normal,
diagnosis decompensasi cordis khususnya dengan disfungsi sistolik
sangat kecil (<10%) (PERKI, 2015). Dari hasil rekaman EKG dapat
ditemukan kelainan primer jantung (iskemik, hipertropi ventrikel,
gangguan irama) dan tanda-tanda faktor pencetus akut (infark
miokard, emboli paru, dll) (Abata, 2016).
2) Foto Toraks/Rontgen
Merupakan komponen penting dalam diagnosis decompensasi
cordis. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru,
efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang
menyebabkan atau memperberat sesak nafas (PERKI, 2015). Pada
pemeriksaan ini biasanya didapatkan bayangan hili paru yang tebal
dan lebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan paru
bercak-bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardio-
thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru (Abata, 2016).
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada klien diduga gagal
jantung adalah darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit,
trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR),
glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis (PERKI, 2015). Pada elektrolit
didapatkan hipotermia, hyperkalemia bila terjadi penurunan filtrasi
glomerulus, pada enzyme didapatkan SGOT meningkat, penurunan
fungsi hati, hiperbilirubinemia, pada kimia darah didapatkan ureum,
keratin meningkat, pada darah rutin didapatkan penurunan
hemoglobin (Sudarta, 2013).
4) Peptida Natriuretik
Terdapat bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma
peptida natriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan
merawat/memulangkan klien, dan mengidentifikasi klien yang
berisiko mengalami decompensasi cordis. Konsentrasi peptida
natriuretik yang normal sebelum klien diobati mempunyai nilai
prediktif negatif yang tinggi dan membuat kemungkinan
decompensasi cordis sebagai penyebab gejala-gejala yang dikeluhkan
klien menjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi
walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk. Kadar
peptide natriuretik meningkat sebagai respon peningkatan tekanan
dinding ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang
panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung
menurunkan kadar peptida natriuretic (PERKI, 2015).
5) Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita decompensasi
cordis jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada decompensasi
cordis berat atau selama episode decompensasi cordis pada penderita
tanpa iskemia miokard(PERKI, 2015).
6) Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam
melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolic. Istilah
ekokardiografi digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour
Doppler dan Tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis
gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan
ekokardiografi adalahkeharusan dan dilakukan secepatnya pada klien
dengan dugaan decompensasi cordis. Pengukuran fungsi ventrikel
untuk membedakan antara klien disfungsi sistolik dengan klien
dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri
(normal > 45 - 50%) (PERKI, 2015).
7) Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada klien dengan ekokardiografi
transtorakal tidak adekuat (obesitas, klien dengan ventilator), klien
dengan kelainan katup, klien endokardits, penyakit jantung bawaan
atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial appendagepada klien
fibrilasi atrial (PERKI, 2015).
8) Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan
untukmendeteksi disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan
menilai viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau akinesis
berat (PERKI, 2015).

F. Analisa Data
Analisa data penelitian studi kasus keperawatan yang digunakan adalah
analisa deret waktu. Analisa deret waktu adalah serangkaian nilai pengamatan
(observasi) yang diambil selama kurung waktu tertentu, pada umumnya dalam
interval yang sama panjang.
1. Pengumpulan data
Rencana data akan dikumpulkan dari data WOD (Wawancara,
Observasi, Dokumentasi). Hasil ditulis dilembar pengkajian pada format
askep, dan lembar observasi. Format askep yang digunakan peneliti
adalah format pengkajian 13 Domain Nanda, dan lembar observasi yang
digunakan peneliti adalah lembar observasi dari skala HARS-A.
2. Pengolahan Data
Rencana data akan diukur menggunakan alat ukur ( instrument)
yang dikenal dengan nama Halminton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)
untuk mengetahui derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang,
berat, atau panik. Alat ukur ini juga digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi klien dalam jangka waktu pendek dan panjang selama 5
hari perawatan.
Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing
kelompok dirinci lagi dengan gejala yang lebih spesifik. Masing-masing
kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya
adalah Nilai 0 : tidak ada gejala (keluhan), Nilai 1 : gejala ringan / satu
dari gejala yang ada, Nilai 2 : gejala sedang / separuh dari gejala yang
ada, Nilai 3 : gejala berat / lebih dari setengah gejala yang ada, Nilai 4 :
gejala berat sekali / semua gejala ada.
Nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan sehingga dapat diketahui total nilai (score) yaitu < 14 =
Tidak ada kecemasan, 14-20 = Kecemasan ringan, 21-27 = Kecemasan
sedang, 28-41 = Kecemasan berat, dan 42-56 = Panik.
3. Penyajian data
Rencana data akan disajikan dalam bentuk tabel, gambar, bagan
maupun teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan
merahasiakan identitas klien.
4. Kesimpulan
Rencana data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian,
diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi. Dari data yang disajikan,
kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan kondisi klien sebelum
melakukan latihan terapi dengan kondisi klien sesudah melakukan latihan
terapi. Penarikan kesimpulan dengan membandingkan hasil observasi
sebelum dan sesudah latihan terapi.

G. Etik Penelitian
Menurut Nursalam (2015), menyatakan bahwa secara umum prinsip etika
dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip
keadilan.
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan
khusus(Nursalam, 2015).
b. Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindari dari keadaan
yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa
partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan,
tidak akan dipengaruhi dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek
dalam bentuk apa pun (Nursalam, 2015).
c. Resiko (benefits ratio)
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan
yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan (Nursalam,
2015).
2. Prinsip menghargai Hak Asasi Manusia (respect human dignity):
a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self
determinated)
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai
hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun
tidak, tanpa adanya sangsi apapun atau akan berakibat terhadap
kesembuhannya, jika mereka seorang klien (Nursalam, 2015).
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perilaku yang diberikan (right to
full disclosure)
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta
bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada subjek
(Nursalam, 2015).
c. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan
penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas
berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent
juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan
dipergunakan untuk mengembangkan ilmu (Nursalam, 2015).

3. Prinsip keadilan (right to justice)


a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan
sesudah keikut sertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi
apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian
(Nursalam, 2015).
b. Hak dijaga kerahasiannya (right to privacy)
Subjek mepunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan
rahasia (confidentiality) (Nursalam, 2015).

Anda mungkin juga menyukai