Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TUJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat
konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing. (Muttaqin,
2012)
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi
terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi,
bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit. (Somantri, 2012)
Pneumonia adalah suatu peradangan paru-paru biasanya disebabkan
oleh bacterial (staphylococcus, Pneumococcus, atau Streptococcus) atau
infeksi viral (Respiratory Syncytial Virus). (Astuti & Rahmat , 2010)
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang dapat disebabkan oleh
mikroorganisme tetapi kadang juga sejumlah penyebab non infeksi. (Astuti
& Rahmat , 2010)
2. Klasifikasi
a. Berdasarkan Klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia yang di dapat di masyarakat (CAP) disebabkan
pneumokokus
2. Pneumonia yang dapat di RS (Hospital Acquaired Pneumonia/
Nosokomial Pneumonia) biasanya disebabkan bakteri gram
negative dan angka kematian lebih tinggi
3. Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak
4. Pneumonia berulang, terjadi bila punya penyakit penyerta
b. Berdasarkan Kuman Penyebab
1. Pneumonia bakterialis/topical, dapat terjadi pada semua usia,
beberapa kuman tendensi menyerang seseorang yang peka, misal :
a. Klebsiela pada orang alkoholik
b. Stapilokokus pada influenza
2. Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda dan
disebabkan oleh mycoplasma, clamidia dan coxlella
3. Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak
4. Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder terutama
pada orang dengan daya tahan lemah dan pengobatannya lebih sulit
c. Berdasarkan Prediksi Infeksi
1. Pneumonia lobaris mengenal satu lobus atau lebih, disebabkan
karena obstruksi bronkus, misalnya aspirasi benda asing, proses
keganasan
2. Bronkopneumonia, adanya bercak-bercak infiltrat pada paru dan
disebabkan oleh virus atau bakteri (Ridha, 2014)

3. Anatomi dan Fisiologi Pernafasan

3.1.Anatomi Sistem Pernafasan


Anatomi saluran pernafasan terdiri atas saluran pernapasan bagian
atas (rongga hidung, sinus paranasal dan faring), saluran pernapasan
bagian bawah (laring, trekhea, bronchus, dan aveoli)
A. Saluran pernapasan bagian atas
1. Rongga hidung
Hidung terdiriatas dua nostril yang merupakan pintu
masuk menuju rongga hidung. Rongga hidung adalah dua kanal
sempit yang satu sama lainya di pisah oleh septum. Dinding
rongga hidung dilapisi oleh mukosa respirasi serta sel epitel
batang, bersilia dan berlapis semu. Mukosa tersebut menyaring,
meghangatkan dan melembabkan udara yang masuk melalui
hidung. Vestibulum merupakan bagian dari rongga hidung yang
berambut dan berfungsu menyaring partikel-partikel asing
berukuran besar agar tidak masuk kesaluran pernafasan bagian
bawah. Dalam hidung juga terdapat saluran-saluran yang
menghubungkan saluran hidung dengan kelenjar air mata,
bagian ini dikenal dengan kantung nasolakrimalis. Kantung
nasolakrimalisini berfungsi mengalirkan air melalui hidung
yang berasal dari kelenjar air mata jika seseorang menangis.
(Muttaqin, 2012)
2. Sinus paranasal
Sinus paranasal berperan dalam menyekresi mucus,
membantu pengaliran air mata melalui saluran nasolakrimalis,
dan membantu dalam menjaga permukaan rongga hidung tetapi
bersih dan lembap. (Muttaqin, 2012)
3. Faring
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari
dasar tengkorang dan berakir sampai persambunganya dengan
esofagus dan batas tulang rawan kirkoid. Faring terfiri atas tiga
bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni nasofaring(di
belakang hidung), orofaring (dibelakang mulut), dan
laringofaring (dibelakang laring). (Muttaqin, 2012)
B. Saluran pernapasan bagian bawah
1. Laring
Laring (tenggorokan) terletak diantara faring dan
trachea. Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada
diruas ke-4 atau ke-5 dan berakir di vertebra servikalis ruas ke-
6. Laring disusun oleh 9 kartilago yang disatukan oleh ligament
dan otot rangka pada tulang hyoid da bagian atas dan trachea
di bawahnya. (Muttaqin, 2012)
2. Pita suara
Pita suara terletak di dalam laring. Ujung posterior pita
suara melebar pada kartilago arytenoid. Pergerakan kartilago
dilakukan otot laryngeal yang membuat pita suara dpat
menegang dan mengendur sehingga menimbulan beragam
tekanan. (Muttaqin, 2012)
3. Trachea
Trachea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm
dengan panjang 11 cm. trachea terletak setelah laring dan
memanjang kebawah setara dengan vertebra torakalis ke-5.
Ujung trachea bagian bawah bercabang menjadi dua bronkus
(bronkhi) kanan dan kiri. Percabagan bronkus kanan dan kiri
dikenal sebagai karina (carina). Trachea tersusun atas 16-20
kartilago hialin berbentuk huruf C yang melekat pada dinding
trachea dan berfungsi untuk melindungi jalan udara. Kartilagi
ini juga berfungsi untuk mencegah terjadinya kolaps atau
ekspansi berlebihan akibat perubahan tekanan udara yang
terjadi dalam system pernapasan bagian terbuka dari bentuk C
kartilago trachea ini saling berhadapan secara posterior kea rah
esofagus dan disatukan oleh ligament elastis dan otot polos.
(Muttaqin, 2012)
4. Bronchus
Bronchus mempunyai struktur serupa dengan trachea.
Bronchus kiri dan kanan tidak simetris. Bronchus kanan lebih
pendek, lebih lebar dan arahnya hamper vertical dengan
trachea. Sebaliknya, bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit
dan sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus
ini memiliki implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda
asing yang terinhalasi, maka benda itu lebih memungkinkan
berada di bronchus kanan dibangdingkan dengan broonkhus
kiri karena arah dan lebarnya. (Muttaqin, 2012)
5. Bronchus pulmonaris
Bronchus pulmonaris bercabang beranting sangat
banyak. Vabang utama bronchus memiliki struktur serupa
trachea. Dinding bronchus dan cabang-cabangnya dilapisi
epitelium batang bersilia dan berlapis semu. Saluran yang
semakin kecil menyebabkan jenis peitelium bronchus
mengalami penyesuaian sesuai dengan fungsinya. (Muttaqin,
2012)
Bronkhiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah menghantarkan udara ke tempat
pertukaran gar di paru. Selain bronkhiolus terminalis terdapat
pula asinus yang merupakan unti fungsional paru sebagian
tempat pertukaran gas. Asinus terdiri atas bronkhiolus
respiratorius dan duktus alveolaris (alveolar duct) yang
seluruhnya dibatasi alveoli dan sakus alveolus terminalis yang
merupakan struktur akhir paru. (Muttaqin, 2012)
6. Duktus alveolaris dan alveoli
Bronkhiolus respiratorius terbagi dan bercabang menjadi
beberapa duktus alveolaris dan berakhir pada kantung udara
berdinding tipis yang disebut alveoli. Beberapa alveoli
bergabung membentuk sukus alveolaris. Setiap paru terdiri atas
skitar 150 juta alveoli (sukus alveolaris). Kepadatan sukus
alveolaris inilah yang memberi bentuk pada paru tampak
seperti spons. Jaringan kapiler darah mengelilingi alveoli
ditahan oleh serat elastis. Jaringan elastis ono menjaga posisi
antara alveoli dengan bronchus respiratorius. Adanya daya
rektoril dari serat ini selama ekspirasi akan mengurangi ukuran
alveoli dan membantu mendorong udara agar keluar dari paru.
(Muttaqin, 2012)
7. Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga torak, berbentuk kerucut
denganapeks berada diatas tulang iga pertama dan dasarnya
pada diagfragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus,
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus
ini merupakan lobus yang terlihat, setiap paru-paru dapat
dibagi lagi menjadi beberapa sub-bagian menjadi sekitar
sepuluh unit terkecil yang disebut bronkopulmonari segmen.
(Somantri, 2012)
Kedua paru dipisahkan oleh ruang yang disbut
mediastinum. Jantung, aorta, vena kava, pembuluh paru-paru,
segofagus, bagian dari trakea, bronkus, dan kelenjar timus
terdapat di mediastinum ini. (Somantri, 2012)
8. Torak, diagfragma, dan pleura
Rongga torak berfungsi melindungi paru-paru, jantung
dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga torak terdiri atas
dua belas(12) pasang tulang iga (kosta). Pada bagan atas torak
di daerah leher terdapat dua otot tabahan inspirasi yaitu
skeleneus dan sternokleidomastoideus. Otot skaleneus
menaikkan tulang iga ke-1 dan ke-2 selama inspirasi untuk
memperluas rongga dada atas dan manstabilkan dinding dada.
Otot sternokleidomastoideus mengangkatsternum. Otot
parasternal, trapezeus dan pektolaris juga merupakan otot
tambahan inspirasi yang berguna untuk meningkatkan keja
napas. (Somantri, 2012)
Diantara tulang iga terdapat otot intercostal. Otot
intercostal eksternus yang menggerakkan tulang iga ke atas dank
e depan, sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior
dari dinding dada. (Somantri, 2012)
Diagfragma terletak di bawah rongga torak. Pada
keadaan relaksasi. Diagfragma ini berbentuk kubah. Pengaturan
saraf diagfragma (nervus frenikus) terdapat pada tulang
belakang (spinal cord) di servikal C-3, maka akan menyebabkan
gangguan ventilasi. (Somantri, 2012)
Pleura merupakan membrane serosa yang menyelimuti
paru. Terdapat dua macam pluar, yaitu pleura parietal yang
melapisi rongga torak dan pleura viserl yang menutupi setiap
paru-paru. Diantara kedua pleura tersebut terdapat cairan pleura
seperti selaput tipis yang memungkinkan dedua permukaan
tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan
mencegah pemisahan torak dan paru-paru. Tekanan rongga
pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir sehingga mevegah
terjadinya kolaps paru. Jika pleura bermasalah seperti
mengalami peradangan, maka udara atau cairan dapat masuk ke
dalam rongga pleura. Hal tersebut dapat menyebabkan paru-
paru tertekan dan kolaps. (Somantri, 2012)
9. Sirkulasi pulmoner
Suplai dara ke paru-paru dalam beberapa hal merupakan
sesuatu yang sangat unik. Pertma, paru-paru mempunyai dua
sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dab arteri
pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan dara teroksigenasi
dari sirkulasi sistemik yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronkialis
berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding
posterior bronkus. Vena bronkialis yang lebih besar akan
mengalirkan darahnya yang bermuara pada vena kava superior
dan mengembalikan darah ke antriumkanan. Vena bronkialis
yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis.
(Somantri, 2012)
Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan
mengalirkan darah vena ke paru-paru, di mana daerah tersebut
mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalina kapiler paru-
paru yang hals mengitari dan menutupi alveolus, merupakan
kontak yang diperlukan untuk pertukaran gas antara alveolus
dan darah. (Somantri, 2012)
3.2. Fisiologi Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan dapat disebut juga dengan sistem respirasi
yang berarti bernafas kembali. Sistem ini berperan menyediakan
oksigen (O₂)
‫ ﮾‬yang di ambil dari atmosfer dan mengeluarkan
karbondioksida (CO₂) dari sel-sel (tubuh) menuju ke udara bebas.
Proses pernafasan terdiri dari tiga bagian, yaitu ventilasi, difusi
gas, dan transportasi gas. Berikut tabel Volume Normal pada paru :
Tabel 2.1 Tabel Volume Normal Paru
Singkatan Volume Pengertian Nilai
normal

Vital Volume udara 4.800 ml


VC Capacity maksimal
(Kapasitas setelah
Vital) inspirasi
maksimal
Inspiratory Volume udara 3.600 ml
IC capacity maksimal
(Kapasitas setelah
Inspirasi) ekspirasi
normal
Inspiratory Volume udara 3.300 ml
IRV reserve maksimal
Volume setelah
(volume inspirasi
cadangan maksimal
inspirasi)
Expiratory Volume udara 1.000 ml
ERV reserve maksimal
volume setelah
(volume ekspirasi
cadangan normal
ekspirasi)
Functional Volume gas 2.400 ml
FRC residual dalam paru
capacity pada tahap
(volume ekspirasi
residu istirahat
fungsional)
Residual Volume udara 1.200 ml
RV volume yang tersisa
(volume setelah
Residual) ekspirasi
maksimal
Total lung Volume udara 6.000 ml
TLC eapacity dalam paru
(kapasitas setelah
paru normal) inspirasi
maksimal
Tidal Volume udara 500 ml
VT Volume yang dihirup
(Volume dan
alun nafas) dihembuskan
pada setiap
kali bernafas.

(Muttaqin, 2012)

4. Etiologi
a. Infeksi
1. Virus pernapasan yang paling sering dan lazim yaitu mycoplasma
pneumoniae yang terjadi pada usia beberapa tahun pertama dan
anak sekolah dan anak yang lebih tua.
2. Bakteri Streptococcus pneumoniae, S.pyogenes, dan
Staphylococcus aureus yang lazim terjadi pada anak normal.
3. Haemophilus influenza tipe b menyebabkan pneumonia bakteri
pada anak muda, dan kondisi akan jauh berkurang dengan
penggunaan vaksin efektif rutin.
4. Virus non-respirasik, bakteri enteric gram negatif, mikobakteria,
Chlamydia spp, Ricketsia spp, Coxiella, Pneumocytis carinii, dan
sejumlah jamur.
Tipe Etiologi Faktor Risiko Tanda dan Gejala
Sindrom Streptococcus Penyakit Sickle-cell, Onset mendadak dingin,
tipikal pneumonia, tanpa hipogamaglobulinema, menggigil, deman (39-
penyulit. dan multipel mieloma. 40℃), nyeri dada
Streptococcus pleuritis, batuk produktif,
pneumonia dengan sputum hijau dan purulent,
penyulit (empyema dan mungkin mengandung
penyebaran infeksi). bercak darah “berkarat”,
hidung kemerahan,
retraksi intercostal,
penggunaan otot bantu
napas, dan timbul sianosis.

Sindrom Haemophilus Usia tua, COPD, dan


atipikal influenza, dan influenza terakhir.
Staphylococcus
aureus.

Penyebab umum : Anak-anak dan dewasa Onset bertahap dalam 3-5


mycoplasma muda. hari, malaise, neyeri
pneumonia dan virus kepala, nyeri tenggorokan,
patogen. batuk kering, dan nyeri
dada karena batuk.

Penyebab tak umum : ISN terbaru influenza. Seperti diatas ditambah


legionella nyeri abdomen, diare, suhu
pneumophilia. >40℃, dan distress
pernapasan.

Pneumcystic carinii. Transplantasi ginjal,


penyakit autoimun,
deficit imunologi, dan
debilitas.

Sindrom Aspirasi: bakteri Alkoholisme debilitas, Anaerob campuran :


aspirasi gram negative, perawatan (misal mulanya onset perlahan,
Kleibsela, infeksi nosocomial), demam rendah, batuk, dan
Pseudomonas, dan gangguan sputum produksi/bau
Serratis, kesadaran. busuk. Rontgen : jaringan
Enterobacter, interstitial yang terkena
Escherichia proteus, tergantung dari bagian
bakteri gram positif, parunya. Infeksi gram
Stophylococcus, dan positif/negatif. Gambaran
klinis mungkin sama
dengan pneumonia klasik,
aspirasi asam distress respirasi
lambung. mendadak, dyspnea berat,
sianosis, batuk,
hipoksemia, dan diikiuti
tanda-tanda infeksi
sekunder.

Hematogen Aspirasi zat inert: air, Kateter intravena yang Gejala pulmonal timbul
barium, bahan infeksi, endocarditis, minimal jika dibandingkan
makanan. Hal ini penyalahgunaan obat, gejala septicemia. Batuk
terjadi bila bakteri sabses intraabdomen, nonproduktif dan nyeri
pathogen menyebar pionefrosis, dan pleuritik sama seperti pada
ke paru melalui aliran empyema kandung emboli paru merupakan
darah, kemih. keluhan tersering.
staphylococcus,
E.coli, dan bakteri
anaerob enteric.

5. Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial


pernapasan (respiratory syncytial virus/ RSV), parainfluenzae,
influenza dan adenovirus.
b. Non Infeksi
1. Aspirasi makanan dan/atau asam lambung
2. Benda asing
3. Hidrokarbon dan bahan lipoid
4. Reaksi hipersensitifitas dan pneumonitis akibat obat atau radiasi
5. Penyebab pneumonia karena bakteri cenderung menimbulkan
infeksi lebih berat daripada agen non bakteri. (Astuti & Rahmat ,
2010)
5. Faktor Predisposisi
Beberapa keadaan mengganggu mekanisme pertahanan tersebut
sehingga timbul infeksi paru misalnya kesadaran menurun, usia tua,
trakeostomi, pipa endotracheal, nyeri akibat operasi terutama setelah
operasi abdomen atau trauma pada dada atau abdomen, penyakit
neuromuscular, deformitas pada dada seperti kifoskoliosis yang berat dan
PPOM sehingga mengurangi kemampuan batuk efektif. Infeksi virus pada
saluran pernapasan menyebabkan nekrosis, deskuamasi, peningkatan
secret dan jumlah bakteri pathogen dalam secret, serta menyebabkan
gangguan pada gerakan silia dan mukus.
Table 2.2 Tabel faktor predisposisi pnemonia

(Mutaqqin, 2012)

6. Patofisisologi
Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran
pernafasan dari atas untuk mencapai bronchioles dan kemudian alveolus
sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar
pada kedua paru-paru, lebih banyak pada bagian basal.
Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada
udara, aspirasi organisme dari nasofarinks atau penyebaran hematogen dari
fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas
masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dari
alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan
beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Alveoli dan septa menjadi penuh
dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit
leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak
berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut,
aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit
eritrosit. Kuman pneumokokus di fagositosis oleh leukosit dan sewaktu
resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan
leukosit bersama kuman pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam
tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara
perlahan-lahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin di buang dari
alveoli. Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa
kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.
Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung
dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus
maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat
mengakibatkan gangguan proses diffusi osmosis oksigen pada alveolus.
Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang
dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami
pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat
berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga
mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha
melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot bantu
pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi
dada.
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus.
Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus bersebukan sel radang akut,
terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh
dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan
dan bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan
mengalami fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat
timbul bronkiektasis. Selain itu organisasi eksudat dapat terjadi karena
absorbs yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh,
mengandung banyak kuman penyebab (treptokokus, virus dan lain0lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulent, dan menyebabkan
sumbatan pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi
asupan oksigen dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas.
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan
silia pada lumen bronkus sehingga timbul peningkatan reflek batuk.
Perjalanan patofisiologi di atas bisa berlangsung sebaliknya yaitu
didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang
menjadi infeksi pada paru. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
7. Pathway
Bagan 2.1 pathway Pneumonia
(Riyadi & Sukarmin, 2009)
Bakteri Virus Penyebab

Gram negative : Respiratorik 1. Mycoplasma


Gram positif : syncytial 2. Aspirasi
1. Haemophilus 3. Benda asing
1. Sthapylococu influenza
s anerus 4. Jamur
2. Klebsiella
2. Streptococus pneumonia
3. Mycobacterium
tuberculosis

Pneumonia

Bakteri masuk saluran pernapasan atas

Bronchiolus

Alveoli

Alveoli dan septa Menimbulkan reaksi peradangan hebat dalam Peningkatan suhu tubu
genuh dengan cairan alveoli, jaringan interstitial dan meluas ke
berisi eritrosist, fibrin, seluruh segmen lobus
dan secret. Hipertermi

Edema dan eksudat


Obstruksi jalan napas Metabolisme
Alveolus mengalami kerusakan meningkat
Asupan oksigen
berkurang Gangguan difusi osmosis oksigen pada alveoli Ketidakseimbanga
nutrisi kurang dar
Ketidakefektifan Gangguan pertukaran gas kebutuhan tubuh
bersihan jalan napas eksudat
Suplai jaringan oksigen menurun dan terjadi kelemahan
eksudat
Intoleransi aktivitas

8. Manifestasi Klinis
Demam, kesulitan bernafas, dan >1 manifestasi berikut : takipnea,
batuk, napas cuping hidung, retraksi, crackle, penurunan bunyi napas
1. Dapat disertai pula dengan letargi, nafsu makan yang buruk, atau nyeri
local pada dada atau abdomen
2. Mengi dan hiperinflasi mengindikasikan bahwa penyakit disebabkan
oleh virus pada anak yang berusia lebih muda, dan Mycoplasma pada
anak yang lebih tua
(Lalani & Schneeweiss Suzan, 2011)
3. Dingin
4. Malaise
5. Nyeri pleural
6. Kadang dyspnea dan hemoptysis
7. Sel darah putih berubah (> 10.000/mm³ atau < 6.000/mm³)
(Astuti & Rahmat , 2010)
8. Produksi sputum mucoid, purulent, warna seperti karat
9. Pusing, anoreksia, malaise, mual sampai muntah
(Ridha, 2014)
9. Penatalaksanaan
1. Antibiotik diberikan sesuai penyebarannya
2. Ekspetoran yang dapat dibantu dengan postural drainase
3. Rehidrasi yang cukup dan adekuat
4. Latihan nafas dalam dan batuk efektif sangat membantu
5. Oksigenansi sesuai dengan kebutuhan dan yang adekuat
6. Isolasi pernafasan sesuai dengan kebutuhan
7. Diet tinggi kalori dan tinggi protein
(Ridha, 2014)
8. Kebersihan pulmonary yang baik, seperti : napas dalam, batuk, terapi
fisik pada dada (Astuti & Rahmat , 2010)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN 13 DOMAIN NANDA
Pengkajian adalah catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan
untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang
pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian
yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah
dan mendukung pada identifikasi masalah-masalah pasien. Masalah-
masalah ini dengan menggunakan data penkajian sebagai dasar formulasi
yang dinyatakan sebagai diagnosa keperawatan. (Dinarti & Mulyani, 2017)
a. PENGKAJIAN
Biodata : pneumonia lobaris sering terjadi secara primer pada
orang dewasa, sedangkan pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
primer lebih sering terjadi pada anak-anak. Ketika seorang dewasa
mempunyai penyakit bronkopneumonia, kemungkinan besar ada
penyakit yang mendahuluinya. Pneumonia pada orang dewasa paling
sering disebabkan oleh bakteri (yang tersering yaitu bakteri
Streptococcus pneumoniae pneumococcus), sedangkan pada anak-anak
penyebabnya adalah virus pernapasan. Penting diketahui bahwa usia 2-
3 tahun, merupakan usia puncak pada anak-anak untuk terserang
pneumonia. Pada usia sekolah, pneumonia paling sering disebabkan
oleh bakteri Mycoplama pneumoniae. Bayi dan anak-anak lebih rentan
terhadap penyakit ini karena respons imunitas mereka masih belum
berkembang dengan baik. Pneumonia sering kali menjadi infeksi
terakhir (sekunder) pada orang tua dan orang yang lemah akibat
penyakit tertentu. (Somantri, 2012)
a. HEALTH PROMOTION
1. Kesehatan Umum
a. Alasan MRS/ Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan
pneumonia untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak
napas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh/demam. (Mutaqqin,
2012)
b. Vital sign
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada anak dengan
pneumonia biasanya didapatkan :
1. Frekuensi nadi : takikardi
2. Frekuensi pernapasan : takipnea, dyspnea progesif,
pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu pernafasan,
pelebaran nasal.
3. Suhu tubuh : hipertermi akibat penyebaran toksik
mikroorganisme yang direspon oleh hipotalamus. (Riyadi &
Sukarmin, 2009)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya
akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulent
kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, kecoklatan dan kemerahan,
dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh megalami
demam tinggi dan menggigil ( onset mungkin tiba-tiba dan
berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan nyeri kepala.
(Mutaqqin, 2012)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien
pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan
gejala seperti luka tenggorok, kongesti nasal, bersin, dan demam
ringan. (Mutaqqin, 2012)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, pneumonia, dan penyakit
infeksi saluran napas lainnya.
b. NUTRITION
Anak dengan pneumonia sering muncul anoreksia (akibat respon
sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah ( karena
peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik
mikroorganisme). (Riyadi & Sukarmin, 2009)
Gejala : mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan. (Mutaqqin, 2012), Tanda : hiperaktif bunyi usus, kulit
kering dengan turgor buruk, penampilan malnutrisi. (Wijayaningsih ,
2013)
c. ALIMINATION AND CHANGE
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam. (Riyadi &
Sukarmin, 2009)
d. ACTIVITY/REST
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur
karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap,
mata merah, anak juga sering manangis pada malam hari karena
ketidaknyamanan tersebut. Anak tampak menurun aktivitas dan
latihannnya sebagai dampak kelemahan fisik. Anak tampak lebih
banyak minta digendong orangtuanya atau bedrest. (Riyadi &
Sukarmin, 2009)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. (Mutaqqin, 2012)
e. PERCEPTION/COGNITION
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah
disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan
oksigen pada otak. Pada saat di rawat tampak bingung kalua ditanya
tentang hal-hal baru disampaikan. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
f. SELF PERCEPTION
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang
bersahabat, tidak suka bermain, ketakutan terhadap orang lain
meningkat. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
g. ROLE RELATIONSHIP
Anak tampak malas kalua diajak bicara baik dengan teman sebaya
maupun yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama
dengan orang terdekat yaitu orang tua. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
h. SEXUALITY
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak
yang sudah mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi
pada wanita tetapi bersifat sementara dan biasanya penundaan. (Riyadi
& Sukarmin, 2009)
i. COPING/STRESS TOLERANCE
Aktifitas yang sering tampak saat mengahdapi stress adalah anak
sering menangis, kalua sudah remaja saat sakit yang dominan adalah
mudah tersinggung dan suka marah. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
j. LIFE PRINCIPLES
Tidak ada masalah
k. SAFETY/PROTECTION
Gejala yang timbul dari penyakit pneumonia yaitu riwayat
gangguan sistem imun, demam, sakit kepala, nyeri dada meningkat dan
batuk myalgia, atralgia.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin
pada kasus rubella/varisela. (Wijayaningsih , 2013)
l. COMFORT
Pernafasan cepat dan dangkal dengan disertai pernafasan cuping
hidung, gelisah. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dyspnea, pernafasan
dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : sputum merah muda, berkarat atau purulent. (Wijayaningsih ,
2013)
m. GROWTH/DEVELOPMENT
Pertumbuhan dan perkembangan : pertumbuhan paru dikaitkan
dengan masa kehamilan, berat badan dan pajanan semasa anak-anak.
2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Pemeriksaan fisik
b) Sekresi respirasi
c) Radiologi dada/foto thorax menunjukkan infiltrat mungkin lobus
tunggal paru (pneumonia lobar) atau mungkin lebih difus (bronco-
pnemonia) (Astuti & Rahmat , 2010).
d) Penilaian oksigenasi merupakan indikasi derajat keparahan yang cukup
baik diunakan.
e) Aspirat nasofaring (Nasopharyngeal Aspirate, NPA) untuk deteksi
antigen virus biasanya tidak direkomendasikan secara rutin (Lalani &
Schneeweiss , 2011).
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a) Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm³. Dalam
keadaan leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat hingga 100
mm/jam. (Mutaqqin, 2012)
b) Pemeriksaan WBC (white blood cells) biasanya akan didapatkan kurang
dari 20.000 cells mm³
c) Pemeriksaan perwarnaan gram pada dahak, biasanya terdapat organisme
(Marni, 2014).
d) Kultur darah direkomendasikan pada semua pasien rawat inap pada
kultur darah hanya positif pada 10-30 % kasus. Jika kultur darah positif
maka akan terjadi laju endap darah. (Lalani & Schneeweiss , 2011).
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) diagnosa yang muncul pada
pasien Pneumonia adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
b. Gangguan pertukaran gas
c. Hipertermi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Intoleransi aktivitas
5. INTERVENSI
Intervensi keperawatan terhadap diagnosa yang muncul pada
pasien dengan Pneumonia, berdasarkan NOC NIC adalah sebagai berikut
:
Tabel Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Ketidakefektifan NOC : Respiratory status : Airway managemen :
bersihan jalan napas Airway patency

Definisi :
1. Buka jalan nafas dengan
Ketidakmampuan untuk Setelah dilakukan tindakan teknik chin lift atau jaw
membersihkan sekresi atau keperawatan selama 2 X 24 jam trusht.
obstruksi dari saluran maka diharapkan bersihan jalan 2. Posisikan pasien untuk
napas untuk nafas akan efektif dengan memaksimalkan ventilasi.
mempertahankan bersihan kriteria hasil : 3. Identifikasi kebutuhan
jalan napas. aktual/ potensial pasien
1. Mendemonstrasikan batuk untuk memasukkan alat
Batasan Karakteristik : efektif suara napas yang membuka jalan nafas.
bersih 4. Masukkan alat
1) Suara nafas tambahan 2. Tidak ada dyspnea ( mampu nasopharyngeal airway ata
2) Perubahan frekuensi mengeluarkan sputum, oropharyngeal airway.
napas mampu bernapas dengan 5. Lakukan fisioterapi dada.
3) Perubahan irama nafas mudah ). 6. Buang secret dengan
4) Sianosis
memotivasi pasien untuk
5) Dyspnea
melakukan batuk atau
6) Sputum dalam jumlah
pengisapan lendir.
yang berlebihan
7. Memotivasi klien untuk
7) Gelisah
bernapas pelan dan dalam
Faktor yang
8. Gunakan teknik
berhubungan :
menyenangkan untuk
Lingkungan obstruksi memotivasi bernafas dalam
jalan napas ( spasme jalan 9. Intruksikan cara batuk
napas, mucus dalam efektif.
jumlah berlebihan )
2. Hipertermi NOC : Thermoregulasi Fever Treatment :

Definisi :
Suhu inti tubuh diatas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda
kisaran normal diurnal keperawatan selama 2x24 jam maka vital
karena kegagalan diharapkan suhu tubuh akan normal 2. Longgarkan atau
termoregulasi. dengan kriteria hasil : lepaskan pakaian
pasien
1. Menunjukkan suhu tubuh yang 3. Berikan metode
normal pendinginan eksternal
Batasan Karakteristik 2. Kulit normal (tidak kering dan (misal kompres dingin
: tidak kemerahan) pada leher, abdomen,
3. Tanda-tanda vital dalam rentang kulit kepala, ketiak)
1. Apnea
normal sesuai kebutuhan
2. Gelisah
3. Kejang 4. Hentikan aktivitas fisik
4. Kulit kemerahan 5. Monitor suhu tubuh
5. Kulit terasa hangat menggunakan alat yang
6. Takikardi sesuai
7. Takipnea

Faktor yang
berhubungan :
1. Dehidrasi
2. Peningkatan laju
metabolisme
3. Pakaian yang tidak
sesuai
4. Penurunan pespirasi
penyakit
3. Ketidakseimbangan NOC : Status Nutrisi Manajemen status nutrisi
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh 1. Lakukan pemeriksaan TTV
2. Lakukan pemeriksaan BB
Definisi : Setelah dilakukan tindakan pasien
keperawatan selama 6 x 24 3. Lakukan anamnesa tentang
Asupan nutrisi tidsk Jam diharapkan nutrisi keluhan tidak nafsu makan
cukup untuk memenuhi sesuai dengan kebutuhan 4. Kaji status nutrisi pasien
kebutuhan metabolik. tubuh dengan kriteria hasil : 5. Identifikasi dan kaji adanya
alergi makanan
Batasan karakteristik : 1. Menunjukkan asupan
6. Motivasi keluarga tentang
gizi yang normal
1. BB kurang dari 20% diet yang tepat
2. Asupan makanan
atau lebih dibawah 7. Beri informasi yang tepat
normal
berat badan ideal tentang kebutuhan nutrisi
3. Asupan cairan normal
2. Asupan makanan 8. Pantau kandungan nutrisi
kurang dari kebutuhan dan kalori pada catatan
metabolic asupan
3. Kehilangan berat 9. Ajarkan pada pasien dan
badan dengan asupan keluarga tentang makanan
mkanan adekuat. bergizi dan tidak mahal
Faktor yang 10. Pantau porsi habis makanan
berhubungan : setiap hari
11. Pantau cairan masuk klien
1. Ketidakmampuan 12. Tentukan dengan kolaborasi
untuk menelan dengan ahli gizi jika
2. Ketergantungan zat diperlukan tentang jumlah
kimia kalori, dan jenis zat gizi
3. Penyakit kronis yang dibutuhkan untuk
kesulitan mnelan memenuhi kebutuhan
4. Faktor ekonomi nutrisi
5. Kurang pengetahuan 13. Kolaborasi dengan dokter
hilang nafsu makan untuk pemberian terapi
mual muntah
6. Gangguan psikologis

(Herdman & Kamitsuru, 2015), (Moorhed & dkk, 2013), (Bulechek & dkk, 2013)

6. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Dinarti & Mulyani, 2017)
7. EVALUASI
Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan
kenyataan yang ada pada klien, dilakukan dengan cara bersinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi
keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. (Dinarti & Mulyani, 2017)

C. KONSEP KEKURANGAN NUTRISI


1. Pengertian Kekurangan Nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan matabolik.
(NANDA, 2015)
Kekurangan nutrisi adalah suatu keadaan dimana seseorang dalam
keadaan tidak puasa (normal) atau berisiko kekurangan berat badan akibat
ketidak cukupan asupa nutrisi untuk kebutuhan tubuh untuk melakukan
metabolisme. (Ernawati, 2012)
2. Tanda klinis kekurangan nutrisi
a. Berat badan 10-20% di bawah normal
b. Tinggi badan dibawah ideal
c. Lingkar kulit trisep lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar
d. Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot
e. Adanya penurunan albumin serum
f. Adanya penurunan tranfein (Ernawati, 2012)

3. Etiologi kekurangan nutrisi


a. Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori
akibat infeksi atau kanker
b. Disfagia akibat kelainan persarafan
c. Penurunan absorbsi nutrisi akibat penyakit cronh atau intoleransi
laktosa
d. Nafsu makan menurun (Ernawati, 2012)
4. Faktor resiko
Menurut (NANDA, 2015) :
a. Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
b. Bising usus hiperaktif
c. Ketidakmampuan memakan makanan
d. Kurang minat pada makanan
e. Membrane mukosa pucat
f. Nyeri abdomen
g. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
5. Faktor yang berhubungan
Menurut (NANDA, 2015) :
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomis
c. Gangguan psikososial
d. Ketidakmampuan makan
e. Ketidakmampuan mencerna makanan
f. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
g. Kurang asupan makanan
6. Intervensi keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Tujuan :
1. Meningkatkan nafsu makan apabila nutrisi kurang
2. Membantu memenuhi kebutuhan nutrisi
3. Memepertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral
b. Rencana Tindakan :
1. Monitor perubahan faktor yang menyebabkan terjadinya
kekurangan kebutuhan nutrisi atau kelebihannya dan status
kebutuhan nutrisinya
2. Kurang faktor yang memengaruhi perubahan nutrisi
3. Ajarkan untuk merencanakan makanan
4. Kaji tanda vital dan bising usus
5. Monitor glukosa, elektrolit, albumin, dan hemoglobin
6. Berikan pendidikan tentang cara diet, kebutuhan kalori atau
tindakan lainnya
c. Tindakan pada gangguan kekurangan nutrisi secara umum dapat
dilakukan dengan cara :
1. Mengurangi kondisi atau gejala penyakit yang menyebabkan
penurunan nafsu makan
2. Memeberikan makanan yang disukai sedikit demi sedikit tetapi
sering dengan memerhatikan jumlah kalori dan tanpa
kontraindikasi
3. Menata ruangan senyaman mungkin
4. Menurunkan setres psikologis
5. Menjaga kebersihan mulut
6. Menyajikan makanan mudah di cerna
7. Hindari makanan yang mengandung gas (Ernawati, 2012)
7. Macam-macam Nutrien
a. Karbohidrat
karbohidrat tersusun atas karbon, hydrogen, dan oksigen. Rasio
antara hydrogen dan oksigen pada umumnya 2:1. Karbohidrat
dikelompokkan menjadi karbohidrat sederhana dan kompleks.
Karbohidrat sederhana tersusun atas gula sederhana, dan karbohidrat
kompleks tersusun lebih dari dua unit gula sederhana di dalam satu
molekul.
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi utama tubuh,
karbohidrat juga memberikan rasa manis pada makanan terutama
monosakarida dan disakarida. Karbohidrat juga berperan dalam
menghemat penggunaan protein, mencegah terjadinya oksidasi lemak
yang tidak sempurna, membantu mengeluarkan feses dengan mengatur
peristaltik usus dan memberikan bentuk pada feses. Bentuk
karbohidrat meliputi Monosakarida yaitu gula paling sederhana.
Kelompok monosakarida antara lain glukosa, fruktosa, dan galaktosa.
Jumlah monosakarida dalam keadaan normal sangat sedikit pada
makanan. Disakarida yaitu ikatan dua gula yang jumlahnya juga
sedikit di dalam makanan dan yang terakhir adalah polisakarida, jenis
polisakarida yang penting adalah pati, dekstrin, glikogen, dan
polisakarida nonpati atau serat. Pati terdapat dalam padi-padian, biji-
bijian, dan umbi-umbian.
b. Protein
Protein adalah dasar semua sel tubuh dan merupakan satu-
satunya zat gizi yang membentuk dan memperbaiki jaringan. Tanpa
adanya protein dalam diet, tubuh mulai menggunakan protein dari
aliran darah, otot, dan organ untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Setiap organ utama/besar, kecuali otak, akan menyusut selama
terjadinya defisiensi protein dalam waktu lama. Protein tersusun atas
asam amino, yang terdiri atas karbon, hydrogen, oksigen, dan nitrogen.
c. Lemak
Lemak (lipid) merupakan nutrisi yang paling berkalori sekitar 9
kkal/gram dalam tubuh. Lipid tersusun dari karbon, hydrogen dan
oksigen. Tapi proporsi setiap elemen berbeda dari karbohidrat. Lemak
(lipid) dasar disusun dari trigliserida dan asam lemak.
a. Trigiserida yang bersikulasi melalui aliran darah yang dibentuk
oleh tiga asam yang melekat pada gliserol.
b. Asam lemak tersusun dari rantai atom karbon dan atom hydrogen
dengan kelompok asam pada satu ujung rantai dan kelompok metil
pada ujung lain.

Proses selama asam lemak disintesis disebut lipogenesis. Asam


lemak dapat jenuh, diaman tiap karbon dalam rantai memiliki dua atom
hydrogen yang melekat dengan yang lain dengan ikatan ganda. Asam
lemak tidak jenuh tunggal memiliki dua atau lebih ikatan ganda,
sedangkan asam lemak tidak jenuh ganda memiliki dua ikatan ganda
karbon atau lebih. Beragam tipe asam lemak memiliki kepentingan
untuk kesehatan dan timbulnya penyakit.

Pencernaan lemak dimulai dalam lambung (meskipun hanya


sedikit), karena dalam mulut tidak ada enzim pemecah lemak.
Lambung mengeluarkan enzim lipase untuk mengubah sebagian kecil
lemak menjadi asam lemak dan gliserin, kemudian diangkut melalui
getah bening dan selanjutnya masuk ke dalam peredaran darah untuk
kemudian tiba dihati. Sintesis kembali terjadi dalam saluran getah
bening, mengubah lemak gliserin menjadi lemak seperti aslinya.
(Ernawati, 2012)

Tabel 2.3 Tabel kebutuhan energi per hari

Umur Berat Badan Tinggi Badan Energi (kkal)

0-6 bulan 5,5 60 560

7-12 bulan 8,5 71 800

1-3 tahun 12 89 1220

4-6 tahun 18 108 1720


7-9 tahun 23,5 120 1860

d. Mineral
Unsur mineral adalah unsur kimia lain yang dibutuhkan tubuh
selain karbon, hydrogen dan nitrogen. Di dalam makanan unsur-unsur
mineral banyak terdapat dalam bentuk garam-garam organic seperti,
natrium dan klorida. Tetapi, ada juga unsur-unsur mineral dalam bentuk
senyawa seperti sulfur dan fosfor. Sekitar 4% dari tubuh manusia terdiri
dari mineral. Unsur-unsur mineral seperti fosfor dan kalsium terdapat
dalam jumlah yang besar pada tubuh manusia. Mineral lain yang
dengan jumlah yang relative sedikit yang terdapat dalam tubuh manusia
dikenal dengan kelumit (trace element). (Ernawati, 2012)
Tabel 2.4 Unsur mineral yang dibutuhkan oleh tubuh
Unsur mineral utama Unsur Kelumit

Kalsium Kromium
Klorin Timah
Besi Tembaga
Magnesium Fluorinlodin
Fosfor Mangan
Kalium Molibdenum
Natrium Selenium
Sulfur Zink

e. Air
Sekitar 60% berat badan orang dewasa dan hingga 80% berat
badan banyi adalah air. Selain itu, orang dewasa kehilangan sekitar 2,37
l air per hari melalui keringat, berkemih, dan mengeluarkan napas.
Untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam sel tubuh,
kehilangan cairan harus diganti. Makanan memberikan beberapa
cairan, tetapi harus ditambah dengan meminum air dan cairan lainnya.
Sebagian besar pihak sepakat bahwa rata-rata orang dewasa
memerlukan 6 hingga 8 gelas cairan per hari.
Air merupakan penyusun terbesar sel. Darah mendistribusikan
zat gizi ke sel, air adalah salah satu komponen esensial dalam darah, air
adalah pelarut tempat terjadinya perubahan kimiawi penting dalam
tubuh dan juga diperlukan untuk mengendalikan suhu tubuh. Tidak ada
organ tubuh yang dapat berfungsi tanpa air. (Rosdahl & Kowalski,
2014)
f. Vitamin
Vitamin merupakan subtansi organik dalam jumlah kecil pada
makanan yang esensial untuk metabolism normal. Tubuh tidak mampu
mensintesis vitamin dalam jumlah yang dibutuhkan dan bergantung
pada asupan diet. Walaupun vitamin terkadang dibanyak makanan juga
dipengaruhi oleh proses, penyimpanan, persiapan. Kandungan vitamin
tertinggi biasanya terdapat pada makanan segar yang digunakan dengan
cepat setelah terpapar panas, udara dan air yang minimal. Vitamin
diklasifikasikan sebagai yang larut air dan lemak.
Secara umum, vitamin dibagi menjadi dua kelompok, yakni
vitamin larut lemak dan vitamin larut dalam air.
1. Vitamin larut dalam air
Vitamin larut air adalah vitamin C dan vitamin B kompleks, yang
terdiri dari delapan vitamin. Vitamin yang larut air tidak dapt
disimpan dalam tubuh dan harus tersedia sebagai asupan makanan
setiap hari. Hipervitaminosis adalah kondisi yang disebabkan oleh
asupan vitamin yang berlebihan, jarang terjadi pada vitamin yang
larut dalam air. Meskipun demikian, dosis besar dengan pemberian
vitamn C dan piridoksin (B6) mengarah kepada toksisitas. Vitamin
adalah zat kimia yang digunakan sebagai katalis dalam reaksi
biokimia. Jika kebutuhan vitamin dalam tubuh sebagai katalis
sudah terpenuhi, maka kelebihan vitamin pada tubuh akan menjadi
kimia bebas dan menjadi toksik untuk tubuh.
2. Vitamin yang larut dalam lemak
Jenis vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan
K. vitamin ini disimpan dalam tubuh kecuali vitamin D yang
disediakan melalui asupan diet. Vitamin yang larut dalam lemak
bisa mengakibatkan toksisitas dan hal ini sudah diketahui sejak
bertahun-tahun yang lalu. Toksisitas vitamin jenis ini bisa terjadi
apabila dengan asupan yang berlebih yang bisa didapat dari
makanan sintetik, jumlah yang berlebihan dari makanan yang
diperkaya dan diet yang mencakup benyaknya minyak hati ikan.
(Ernawati, 2012)
Daftar Pustaka
Astuti , H. W., & Rahmat , A. S. (2010). Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan . Jakarta : CV. trans Info Media.

Bulechek, G. M., & dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). Yogyakarta:
Elsevier.

Dinarti, & Mulyani, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan . jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia.

Ernawati. (2012). Konsep Dan Aplikasi Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia . Jakarta: CV. Trans Info Media.

Herdman , T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi Edisi 10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Lalani , A., & Schneeweiss Suzan. (2011). Kegawatdaruratan Pediatri (The Hospital for Sick
Children Handbook of Pediatric Emergency Medicine). Jakarta: EGC.

Marni. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit Dengan Gangguan Pernapasan .
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Moorhed, S., & dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) . Yogyakarta: Mosby
Elsevier.

Mutaqqin, A. (2012). Asuhan keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem pernafaan .


Jakarta: Salemba Medika .

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta: Salemba Medika.

Ridha, H. N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riyadi, S., & Sukarmin. (2009). Asuahan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar Edisi 10 Vol. 1.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien denagn Gangguan sistem pernapasan
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Wijayaningsih , K. S. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai