Anda di halaman 1dari 3

EPISPADIA

Epispadia adalah suatu kelainan kongenital berupa tidaka adanya dinding uretra bagian atas. Kelainan ini
terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering terjadi pada laki-laki yakni 1:300.000 bayi
yang baru lahir

A. Klasifikasi:

Tergantung pada posisi meatus kemih dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk:
1. Balanica atau epispadias kelenjar
Adalah malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak pada permukaan, alur dari meatus di puncak
kepala penis. Ini adalah jenis epispadias kurang sering dan lebih mudah diperbaiki.
2. Epispadias penis
Derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra terletak di titik variabel antara kelenjar dan simfisis
pubis.
3. Penopubica epispadias
Varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra terbuka sepanjang perpanjangan seluruh hingga leher
kandung kemih yang lebar dan pendek.

B. Epidemiologi:

Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki. Keadaan ini biasanya tidak terjadi
sendirian, tetapi juga disertai anomali saluran kemih. Inkontinensia urine timbul pada epispadia penopubis
(95%) dan penis (75%) karena perkembangan yang salah dari spingter urinarius. Perbaikan dengan
pembedahan dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, memperluas uretra ke glans. Prepusium
digunakan dalam proses rekonstruksi, sehingga bayi baru lahir dengan epispadia tidak boleh di sirkumsisi.

Etiologi:

Penyebab sebenarnya sangt multifactor dan sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab dari
epispadia, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi epispadia:

1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone

Hormon yg dimaksud disini adalah hormon androgen yang mengatur orgonogenensis kelamin (pria) atau
dapat juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.
sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak
ada tetap saja tidak akan memberikan efek yang semestinya. Selain itu, enzim yang berperan dalam
sintesis androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

2. Genetik atau Idiopatik terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan zat-zat yang bersifat teratogenik yang
dapat mengakibatkan mutasi.

C. Patofisiologi:

Pada anak laki-laki normal, meatus terletak di ujung penis, namun anak laki-laki dengan epispadias, terletak
di atas penis. Dari posisi yang abnormal ke ujung, penis seperti terbuka, membentuk selokan. Klasifikasi
epispadias didasarkan pada lokasi meatus pada penis. Hal ini dapat diposisikan pada kepala penis (glanular),
di sepanjang batang penis (penis) atau dekat tulang kemaluan (penopubic). Posisi meatus penting dalam hal
itu memprediksi sejauh mana kandung kemih dapat menyimpan urin (kontinensia). Semakin dekat meatus
adalah dasar atas penis, semakin besar kemungkinan kandung kemih tidak akan menahan kencing.
Dalam kebanyakan kasus epispadia penopubic leher kandung kemih tidak dapat menutup sepenuhnya dan
hasilnya adalah kebocoran urin. Kebanyakan anak laki-laki dengan epispadias penopubic dan sekitar dua
pertiga dari mereka dengan epispadias penis memiliki kebocoran urin stres (misalnya, batuk dan usaha yang
berat). Pada akhirnya, mereka mungkin membutuhkan bedah rekonstruksi pada leher kandung kemih.
Hampir semua anak laki-laki dengan epispadias glanular memiliki leher kandung kemih yang baik. Mereka
dapat menahan kencing dan melatih bak normal. Namun, kelainan penis (membungkuk ke atas dan
pembukaan abnormal) masih memerlukan operasi perbaikan

D. Manifestasi Klinis :

1. Uretra terbuka pada saat lahir, posisi dorsal


2. Terdapat penis yg melengkung ke arah dorsal, tampak jelas pada saat ereksi
3. Terdapat chordae
4. Terdapat lekukan pada ujung penis
5. Inkontinesia urin timbul pd epispadia penopubis (95%) dan penis (75%) karena perkembangan yang
salah dari sfingter urinarius.

E. Diagnosis :

1. Radiologis (IVP)
2. USG sistem kemih-kelamin.
3. Epispadia biasanya diperbaiki melalui pembedahan

F. Tatalaksana

Tujuan dari penatalaksanaan bedah dari epispadia adalah merekomendasikan penis yang lurus dengan
meatus uretra di tempat normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat
melakukan coitus dengan normal. Selain itu perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki
inkontinensia, membuang chordee, dan memperluas uretra ke glands. Ada beberapa tahap pembedahan
yang dilakukan untuk penatalaksanaan epispadia, yaitu :

1. Urethroplasty
Adalah teknik operasi sederhana yang sering digunakan terutama untuk epispadia tipe distal. Tipe distal
ini meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk
kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter yang memilih untuk melakukan 2 tahap.

2. Operasi Epispadia 2 Tahap


Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunneling dilakukan untuk meluruskan penis supaya meatus
(lubang tempat keluar kencing) nanti letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak yang normal),
memobilisasi kulit, dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya (tahap
kedua) dilakukan urethroplasty (pembuatan saluran kencing buatan/uretra) sesudah 6 bulan. Dokter akan
menentukan teknik operasi yang terbaik. satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan
keinginan yang dialami oleh pasien.

G. Komplikasi :

Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat epispadia yaitu:


1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee-nya parah, maka penetrasi
selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan.
2. Pada epispadia, apabila lubang uretra di dorsalnya luas, maka dapat terjadi ekstrofi (pemanjanan
melalui kulit) kandung kemih.

Komplikasi pasca operasi epispadia:

a. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga
terbentuknya hematom atau kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan
selama 2-3 hari pasca operasi.
b. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis
rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukkan
batu saat pubertas.
c. Fitula Uretroputan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuk
menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur atau tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah
5-10%.
d. Residual Chordee/rekuren chordee, akibat rilis chordee yang tidak sempurna, dimana tidak
melakukan ereksi artificial saat operasi atau pembentukkan skar yang berlebihan di ventral penis
walaupun sangat jarang.
e. Divertikulum, terjadi pada pembentukkan neuretra yang terlalu lebar atau adanya stenosis meatal
yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

Anda mungkin juga menyukai