Anda di halaman 1dari 10

GELIAT PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) PADA KOMUNITAS ADAT

TERPENCIL (KAT) SUKU AKIT DI KECAMATAN RUPAT UTARA, KABUPATEN


BENGKALIS

NL. Meilani1, Hesti Asriwandari2, Sukarno3


1
Pusat Studi Kependudukan & Peranan Wanita Universitas Riau
Gedung LPPM Universitas Riau, Jalan HR. Soebrantas 1 Simpang Baru, Tampan, Pekanbaru
2
Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Riau
Kampus FISIP Universitas Riau, Jalan HR. Soebrantas 1 Simpang Baru, Tampan, Pekanbaru
3
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Pusat,
Jln. Permata no. 01 Halim Perdanakusuma Jakarta Timur

Abstrak
Berkembang stereotype bahwa Suku Akit yang bermukim di wilayah tertinggal, terpencil, dan
perbatasan (galciltas) merupakan komunitas adat yang introvert dan sangat antipati terhadap program
KB. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan KB di Kecamatan Rupat Utara yang
merupakan wilayah bermukin Suku Akit dan merumuskan strategi pengembangan program KB
berbasis Komunitas Adat Tertinggal (KAT) Suku Akit. Data dikumpulkan melalui wawancara bebas
dan terpimpin, serta dokumentasi. Selanjutnya dianalisis dengan model analisis interaktif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari segi pelaksanaan program KB pada komunitas aadat Suku Akit,
teridentifikasi beberapa urgensi untuk melakukan intervensi khususnya dalam hal (a) provider KB,
(b) metode KB, (c) preferensi tentang nilai dan jumlah anak, (d) mitos dan tahayul, (e) tokoh panutan
yang berpengaruh/disegani, dan (f) pengetahuan, pemahaman dan motivasi KB dari PUS. Merujuk
pada urgensi temuan di lapangan tersebut, kajian ini memformulasikan model pengembangan
program KB yang berkelanjutan berbasis Komunitas Adat Suku Akit. Esensi utama dari model yang
ditawarkan adalah (a) penekanan akan pentingnya trust, commitment dan social network antara
formal dengan informal institution serta (b) perlunya dekonstruksi tujuan ber-KB di dalam komunitas
Suku Akit, utamanya pada kelompok Pasangan Usia Subur/PUS.

Kata Kunci: Suku Akit, Keluarga Berencana, kependudukan, mitos dan tahayul

I. PENDAHULUAN dasar yaitu sumberdaya manusia (SDM),


Dinamika penggarapan Program prasarana (infrastruktur), kemampuan
Keluarga Berencana (KB) mengalami tren keuangan (celah fiskal), perekonomian
yang fluktuatif serta bervariasi di berbagai masyarakat, aksesibilitas dan karakteristik
wilayah di Indonesia. Kondisi makro dan daerah serta berdasarkan keberadaannya di
mikro dari wilayah setempat turut berpengaruh daerah perbatasan antarnegara dan gugusan
terhadap dinamika tersebut. Adalah wilayah pulau kecil, daerah rawan bencana atau daerah
perbatasan yang seringkali dipandang rawan konflik.
memiliki karakteristik lingkungan baik di Pulau Rupat Utara merupakan pulau
tingkat makro (struktur sosial budaya terluar di Provinsi Riau yang memenuhi enam
masyarakat) maupun mikro (kondisi individual kriteria dasar penetapan daerah Galciltas.
penduduk) yang unik dan menyumbang Ghofur (2014) menemukan bahwa muncul
tingkat kesulitan tertentu dalam rangka tingkat kesulitan tinggi ketika hendak
menyukseskan penggarapan Program KB. mewujudkan pembangunan yang bersifat
Meskipun tidak semua wilayah people centered development di Pulau Rupat
perbatasan identik dengan keterpurukan dan Utara. Permasalahan ini mengerucut pada
marjinalisasi (lihat daerah Lagoi, Tanjung persoalan aksesibilitas dan infrastruktur yang
Pinang), akan tetapi image bahwa daerah masih terbatas serta sulitnya melakukan
perbatasan adalah daerah yang tertinggal dan pemberdayaan kepada Suku Akit (penduduk
terpencil jamak ditemukan di beberapa lokal Pulau Rupat Utara) yang sangat
wilayah Indonesia, sehingga muncul istilah introvert.
daerah Galciltas (tertinggal, terpencil, dan Lebih lanjut, urgensi pembangunan
perbatasan). Secara nasional, penetapan daerah yang menyeluruh di daerah Galciltas pada
Galciltas memperhitungkan 8enam kriteria umumnya dan di Pulau Rupat Utara pada

www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132


1 e ISSN 2503-3379
khususnya sejalan dengan Agenda Prioritas rendah jika dibandingkan dengan
Pembangunan Pemerintahan Presiden Joko kabupaten/kota lain di Provinsi Riau.
Widodo atau yang lebih dikenal dengan istilah persentase peserta KB Baru di Kabupaten
Nawacita. Butir ketiga dan kelima dalam Bengkalis hanya sebesar 0,2 %. Ini merupakan
Nawacita menggariskan pemerintah baik pusat capaian terendah se-Provinsi Riau yang pada
maupun daerah untuk melaksanakan gilirannya tidak mampu menaikkan persentase
“pembangunan Indonesia dari pinggiran peserta KB aktif di Kabupaten Bengkalis,
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa sehingga capaian peserta KB aktif masih
dalam kerangka negara kesatuan” dan menempatkan Kabupaten Bengkalis sebagai
“peningkatan kualitas hidup manusia salahsatu daerah dengan jumlah peserta KB
Indonesia”. BKKBN, selaku agen aktif yang terendah di Provinsi Riau (terendah
pembangunan bidang kependudukan dan keempat setelah Kampar, Siak, Pekanbaru).
keluarga berencana mengejawantahkan agenda Lebih lanjut, tingkat kepesertaan KB di
Nawacita tersebut dalam Arah Kebijakan dan Kecamatan Rupat Utara masih di bawah
Strategi Pembangunan Kependudukan dan capaian di tingkat kabupaten Bengkalis.
Keluarga Berencana (KKB) sebagaimana yang Capaian Kabupaten Bengkalis adalah sebesar
termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 2 55,9%, sedangkan di Kecamatan Rupat Utara
Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019. sebesar 52%. Selain dari segi kuantitas capaian
Secara spesifik, program penggarapan tersebut, hal menarik lain yang terdapat di
KB di daerah Galciltas baru mulai diinisiasi Kecamatan Rupat Utara adalah
oleh BKKBN pada tahun 2011. Dalam periode terkonsentrasinya penduduk Suku Akit di dua
tersebut, BKKBN menetapkan beberapa desa yang ada di Kecamatan Rupat Utara,
klasifikasi wilayah dalam konteks yaitu di Desa Titi Akar dan Desa Hutan Ayu.
penggarapan Program KB di Galciltas. Terdiri Jumlah penduduk Suku Akit di kedua desa
dari (a) wilayah prioritas dengan pertimbangan tersebut sekitar 95% - 98% dari jumlah
angka Unmet Need dan MOP terendah, (b) penduduk desa tersebut. Jika dilihat dari angka
Wilayah kuadran II berdasarkan ukuran capaian KB di Desa Titi Akar dan Hutan Ayu,
persentase tertinggi Pusmupar tidak ber-KB, terkonsentrasinya komunitas adat yang sama
(c) wilayah kuadran III yang merupakan dalam satu tata ruang wilayah nyatanya tidak
wilayah dengan persentase tertinggi Pusmuti lantas membuat capaian Program KB menjadi
KB Non-MKJP, dan (d) wilayah kudran IV tinggi. Sebab capain di Desa Hutan Ayu dapat
yang merupakan wilayah dengan persentase dikatakan tinggi (lebih besar dari capaian
tinggi dari PUS hamil. Kabupaten), akan tetapi capaian di Desa Titi
Dari keempat penetapan wilayah Akar masih relatif rendah jika dibandingkan
penggarapan KB di daerah Galciltas tersebut, dengan capaian tingkat kabupaten. Di sisi lain,
wilayah Provinsi Riau pada umumnya dan komposisi penduduk yang heterogen
Rupat Utara pada khususnya nyatanya tidak sebagaimana yang ada di Desa Tanjung
masuk dalam wilayah penetapan penggarapan Medang, nyatanya memiliki tingkat capaian
Program KB di daerah Galciltas. Padahal jika Program KB yang sangat tinggi.
dilihat dari aspek sosial ekonomi, budaya, dan Dalam kedudukannya sebagai wilayah
hankam, wilayah Rupat Utara memiliki peran perbatasan yang terpencil, kecamatan Rupat
serta posisi yang strategis, disamping juga Utara menyajikan beberapa keunikan dan
memiliki bahaya ancaman terkait pertahanan kekhasan kependudukan yang menarik untuk
dan nasionalisme bangsa Indonesia. Oleh dikaji. Penelitian ini mencoba menyuplik
karenanya intensifikasi pembangunan yang salahsatu keunikan dan kekhasan Rupat Utara
menyeluruh di semua bidang kehidupan di dari sisi Komunitas Adat Tertinggal (baca :
Rupat Utara menjadi penting dan harus segera Suku Akit) dengan berbagai karakteristik
digesa. sosial budayanya khususnya dalam kaitan
Terkhusus pembangunan kependudukan dengan penggarapan Program KB di wilayah
dan Keluarga Berencana di Rupat Utara, perbatasan Rupat Utara. Dialektika yang
hingga saat ini dapat dikatakan belum berkembang selama ini adalah bahwa Suku
maksimal. Hal ini terindikasi dari capaian Akit bersikap antipati dengan Program KB.
kesertaan KB baru dan KB aktif yang masih Oleh karena itu, penelitian ini hadir untuk
rendah baik tingkat kecamatan Rupat Utara memastikan apakah memang ada keengganan
maupun Kabupaten Bengkalis. Di tingkat dari Suku Akit untuk berperan aktif dalam
Kabupaten, persentase KB baru masih sangat pembangunan kependudukan pada umumnya
www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132
2 e ISSN 2503-3379
dan Keluarga Berencana pada khususnya? Data yang diperoleh kemudian
Sehingga secara kualitatif dapat dirumuskan dianalisis secara induktif untuk menemukan
permasalahan yang menjadi fokus dalam kategori data yang intinya agar dapat disusun
tulisan ini, yaitu “Bagaimanakah pelaksanaan dan diinterpretasi. Teknik analisis data yang
Program KB pada KAT Suku Akit di akan digunakan dalam penelitian ini dengan
Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten menggunakan analisis model interaktif (Miles
Bengkalis?” & Huberman, 1992). Pada model analisis ini
ada tiga komponen, yaitu reduksi data,
II. METODE penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Lokus penelitian ini ditetapkan di Penyajian data merupakan alur penting yang
Desa Titi Akar dan Desa Hutan Ayu, kedua dari kegiatan analisis. Peneliti
Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten membatasi suatu penyajian sebagai
Bengkalis. Penetapan lokasi ini dilakukan kesimpulan informasi tersusun yang memberi
secara purposive, sebab secara kuantitatif, kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
masyarakat Suku Akit memang terkonsentrasi atau disusun/dirumuskan. Namun dalam
di Desa Titi Akar dan Hutan Ayu. penelitian ini segala sesuatunya ditentukan
Unit analisis yang dikaji adalah dari hasil akhir pengumpulan data yang
komunitas, yaitu masyarakat Suku Akit di mencerminkan keadaan yang sebenarnya di
Kecamatan Rupat Utara yang nantinya akan lapangan. Dengan demikian penelitian ini
diambil/ditetapkan dengan prinsip non mengikuti pola pemikiran kualitatif yang
probability sampling, dalam hal ini dilakukan bersifat empirical inductive.
secara snowball. Dengan demikian besaran
dan jumlah subyek tidak dapat ditentukan III. HASIL DAN DISKUSI
sejak awal, semuanya berjalan secara alami Pelaksanaan program KB di
sesuai karakteristik subyek dan sebaran data di Kecamatan Rupat Utara menjadi sebuah
lapangan. langkah yang cukup urgent mengingat secara
Data primer dalam penelitian ini geografis (topografi dan luas wilayah) wilayah
diperoleh dari informan yang berasal dari Kecamatan Rupat Utara tidak cukup luas
masyarakat Suku Akit serta dari pihak untuk menampung penduduk dengan tingkat
pemerintah/stakeholders terkait baik di tingkat pertumbuhannya yang cukup pesat. Artinya,
desa, kecamatan, kabupaten, dan/atau provinsi. jumlah penduduk berbanding terbalik dengan
Jumlahnya tidak dapat ditentukan terlebih luas wilayah. Secara kuantitas, wilayah
dahulua sebab menggunakan penetapan secara Kecamatan Rupat Utara memang cukup besar.
snowball. Akan tetapi peneliti menetapkan key Akan tetapi dari segi kualitas, wilayah Ruapat
informant yaitu Camat Rupat Utara dan Utara bukan merupakan areal yang
Kepala Puskesmas Rupat Utara. menjanjikan banyak penghidupan. Sebab
Sedangkan data sekunder diperoleh sebagian besar wilayah di Ruapat Utara sudah
dalam bentuk dokumen, jurnal, literatur, dan dimonopoli oleh lahan sawit yang dimiliki
esai-esai terkait KB dan Suku Akit dalma oleh perusahaan swasta luar negeri. Secara
konteks pengembangan masyarakat lokal langsung hal ini berdampak pada seberapa
(locallity development models). Data-data besar peluang dan kesempatan penduduk lokal
tersebut dapat diperoleh dari Kantor Camat, setempat untuk mengembangkan dan/atau
UPTD Disdukcapil Rupat Utara, Puskesmas berkembang di tanah kelahirannya. Tingginya
Rupat Utara, Puskesmas Pembantu Desa penetrasi kapital yang amsuk ke Rupat Utara
Titiakar dan Poskesdes Desa Hutan Ayu serta secara faktual telah membuat penduduk lokal
dari Kantor Desa Titiakar dan Hutan Ayu. makin terdesak sehingga angka migrasi keluar
Teknik pengumpulan data yang menjadi sangat tinggi. Kondisi seperti ini pada
digunakan adalah teknik wawancara gilirannya mampu menciptakan pergeseran
terpimpin, dokumentasi, dengan melakukan paradigma dari penduduk lokal terkait dengan
pencatatan, memfotokopi data sekunder pada strategi bertahan hidup (how to survive) di
dinas dan instansi terkait untuk menjaring data tanah kelahirannya, yaitu di Rupat Utara.
yang relevan dengan tujuan penelitian, serta Jika dikorelasikan dengan prinsip
wwancara bebas, dengan melakukan dasar teori evolusi dari Darwin bahwa yang
wawancara bebas terhadap subyek dan mampu menyesuaikan diri dengan
beberapa tokoh masyarakat serta dinas terkait lingkungannya yang akan dapat bertahan
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. hidup (survival of the fittest), barangkali hal
www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132
3 e ISSN 2503-3379
tersebutlah yang tengah diupayakan oleh ke dalam garis keturunannya, memberi celah
penduduk lokal di Rupat Utara, khususnya bagi Suku Akit utama yang berjenis kelamin
Suku Akit. Tentang bagaimana mereka laki-laki untuk berpoligini, dan Suku Akit
bertahan hidup dengan menjaga keturunannya. yeng berjenis kelamin perempuan untuk
Terjadi pergeseran terkait dengan pola pikir dipoligini oleh laki-laki dari luar dan/atau
Suku Akit tentang keturunan. Dalam satu dalam Suku Akit. jika kondisinya seperti ini,
dekade yang lalu, Suku Akit masih sangat maka akan sangat signifikan dalam menaikkan
menjaga garis keturunan mereka agar tidak angka kelahiran. Angka kelahiran yang tinggi
“bercampur” dengan suku/etnis yang lain, secara linier akan menjadi persoalan
maka dilakukanlah perkawinan murni antar kependudukan yang lebih besar lagi. Maka
Suku Akit itu sendiri. Akan tetapi, nyatanya disinilah muncul tantangan sekaligus
strategi tersebut justru makin menggerus pertanyaan tentang bagaimana seharusnya dan
mereka dan memarjinalkan Suku Akit itu senyata Program Keluarga Berencana (KB)
sendiri dalam dinamika perkembangan dilaksanakan di dalam komunitas Suku Akit,
khususnya di Rupat Utara. sebab nyatanya terdapat berbagai macam
Dalam lima tahun terakhir ini marak potensi masalah kependudukan yang sifatnya
terjadi perkawinan campur antara Suku Akit jangka menengah dan jangka panjang.
dengan etnis lain seperti Jawa, Minang, Berbicara mengenai perjalanan
Melayu, Batak, serta etnis dari luar negeri pelaksanaan Program KB di Kecamatan Rupat
(Malaysia dan Tiongkok). Konsekuensi logis Utara secara umum, barangkali perlu terlebih
dari perkawinan campur ini adalah tingginya dahulu diidentifikasi tentang bagaimana
akulturasi sosial dan budaya dari Suku Akit itu penerimaan masyarakat Rupat Utara terhadap
sendiri. Makin banyak penduduk Suku Akit sistem kesehatan modern. Informasi yang
yang memeluk agama selain Budha. Suku Akit dihimpun dari dokter dan tenaga kesehatan di
yang menikah dengan orang Melayu, Minang Puskesmas Kecamatan menyebutkan bahwa
atau Jawa, kebanyakan akan pindha agama dari segi kunjungan masyarakat Rupat Utara
menjadi agama Islam. Orang Akit yang ke fasilitas kesehatan (Puskesmas, Polindes,
menikah dengan orang Batak, akan pindah Pustu, Praktek Bidan, Klinik) mengalami
agama menjadi agama Protestan (Kristen atau peningkatan dalam lima tahun terakhir ini.
Katolik). Lebih lanjut, ketika orang Akit telah Trend peningkatan ini sejalan dengan makin
masuk agama Islam, muncul kecenderungan intensifnya pembangunan dan pengembangan
tidak mau lagi disebut sebagai komunitas Suku kewilayahan yang ada di Rupat Utara. Lebih
Akit. kecenderungan seperti ini dalam jangka lanjut, hal ini mengindikasikan adanya
panjang dapat mempengaruhi keterkaitan yang erat antara kemudahan dari
kelangsungan/kelanggengan dari konunitas segi aksesibilitas dan infrastruktur fisik dengan
suku Akit itu sendiri. Asumsinya, jika makin tingkat kunjungan masyarakat ke faskes yang
banyak ornag Akit yang menikah dengan ada (kebanyakan faskes modern terdapat di
etnis/suku lain yang beragama Islam tingkat kecamatan, bukan desa). Akan tetapi
(misalnya), maka secara kauntitas maupun dari hal ini tidak lantas mengubah perilaku
segi kelestarian suku dan budaya Akit itu masyarakat terhadap keberadaan tenaga
sendiri akan makin menurun, sebab jumlah kesehatan tradisional (dukun dan tabib).
“warga”nya mengalami penurunan serta Eksistensi dukun tradisional, misalnya, masih
kebanggaan akan identitas lokal yang original tetap terjaga khususnya untuk menangani
makin memudar. Singkat kata, terdapat persalinan. Sampai disini, kajian ini
ancaman akan kepunahan Suku Akit itu menyimpulkan bahwa biaya, jarak tempuh,
sendiri. dan urgensi situasi terkait kesehatan individu
Pergeseran karakter dan pola pikir tetap menjadi pertimbangan utama dari
Suku Akit yang semakin terbuka tentang masyarakat Rupat Utara. Pertimbangan ketiga
dengan siapa dirinya akan menikah, hal tersebut yang kemudian memberikan
sesungguhnya membuka pula peluang untuk pilihan bagi penduduk apakah memilih datang
terjadinya pergeseran tentang bagaimana Suku ke faskes modern ataukah ke tenaga kesehatan
Akit memaknai keturunan (baca : anak), tradisional. Jika sikon yang dihadapi sangat
termasuk di dalamnya adalah tentang jumlah urgen, sementara jarak tempuh ke faskes
anak. Sikap yang semula introvert dan modern jauh dan butuh biaya mahal, maka
eksklusif kemudian berubah menjadi pilihan yang ada hanyalah datang ke dukun
ekstrovert dan menerima masuknya etnis lain tradisional. Hal inilah yang jamak terjadi dan
www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132
4 e ISSN 2503-3379
dilakukan oleh masyarakat di Desa Titi Akar, Dalam kontek pengembangan Program KB
desa dimana komunitas Suku Akit yang berkelanjutan yang berbasis Komunitas
terkonsentrasi disitu. Lain halnya jika Adat Terpencil (KAT), teridentifikasi bahwa
sikonnya memang urgen, tapi jarak tempuh ke tantangannya terletak pada aspek-aspek
faskes modern relatif dekat dan terjangkau, sebagai berikut :
maka pilihan yang diambil adalah datang ke a. Provider KB
faskes modern. Hal ini banyak terjadi di Desa Masih minimnya penyelenggara/penyedia
Tanjung Medang, ibukota kecamatan Rupat layanan KB di Desa Titi Akar menyebabkan
Utara. Namun ketika sikon yang dihadapi cukup banyak PUS yang sebenarnya ingin ber-
tidak terlalu urgen, sementara jarak tempuh KB akan tetapi tidak terlayani dengan baik.
relatif jauh dan butuh biaya cukup mahal, Akibatnya tingkat Unmet Need KB menjadi
maka penduduk memiliki kebebasan memilih cukup tinggi di Desa Titi Akar. Konsetrasi
dari 2 opsi yang ada; datang ke dukun Unmet Need ini lebih banyak di Dusun Hutan
tradisional atau ke faskes modern. Samak, sebuah dusun yang menjadi
Tanpa bermaksud mendiskreditkan konsentrasi utama pemukiman Suku Akit dan
layanan kesehatan yang disediakan oleh tenaga harus melakukan penyeberangan dengan kapal
kesehatan tradisional, akan tetapi jika pompong kecil untuk mencapai dusun
mayoritas penduduk lebih banyak berkunjung tersebut. Dari segi akulturasi dan asimilasi
dan mempercayakan kesehatannya pada dukun budaya, dusun ini memang relatif tertutup
tradisional, hal ini tentu saja akan sebab mereka masih sangat menjaga keaslian
kontraproduktif dengan optimalisasi dan lokalitas suku mereka.
pelaksanaan Program KB. Sebab layanan KB b. Metode KB
secara “ideal” diselenggarakan oleh faskes Seberapa bervariasi pilihan teknik/metode
modern (sebenarnya tidak menutup ber-KB yang ditawarkan juga menjadi
kemungkinan dan dapat menjadi wacana untuk tantangan tersendiri dalam pengembangan KB
menyediakan layanan KB di tenaga kesehatan berbasis komunitas adat. Di lokasi kajian
tradisional). Oleh karena itu, jika mengerucut ditemui bahwa pilihan yang ditawarkan masih
pada pelaksanaan program KB pada komunitas terbatas. Selain itu, dari segi kekinian program
Suku Akit, maka akan muncul permasalahan KB, masih belum ada kader-kader KB yang
dan tantangan yang sifatnya kontekstual. memiliki sertifikat pelatihan pemanfaatan alat
Terkait dengan existing condition pelaksanaan pengambil keputusan ber-KB. Artinya bahwa
Program KB di Kecamatan Rupat Utara, dari pilihan-pilihan metode KB yang
kajian ini mencoba memetakan dalam matriks ditawarkan kepada PUS dan/atau WUS, pada
di bawah ini. Diklasifikasikan menurut akhirnya akan jatuh pada metode-metode KB
wilayah yang majemuk (Desa Tanjung pada umumnya, seperti susuk, pil, atau
Medang, Kadur, dan sekitarnya) dan wilayah kondom.
yang homogen dan merupakan basis Suku c. Preferensi tentang nilai dan jumlah
Akit (Desa Titi Akar) serta wilayah yang anak
merupakan basis Suku Akit akan tetapi Aspek ini sesungguhnya menjadi aspek
komposisi masyarakatnya sudah majemuk kunci ketika hendak mengembangkan model
(Hutan Ayu). KB yang berkelanjutan. Sampai sejauh ini,
Matriks overview di halaman berikut Suku Akit masih menganggap bahwa anak
ini memberikan ringkasan tentang pelaksanaan laki-laki jauh lebih baik daripada anak
Program KB berdasarkan aspek-aspek yang perempuan. Akan terus dilakukan upaya dalam
ditetapkan serta prioritas dalam rangka rangka memperoleh keturunan berjenis
pengembangan Program KB di Rupat Utara kelamin laki-laki, sehingga kecenderungan
menuju Program KB yang berkelanjutan. untuk memiliki anak dalam jumlah banyak
Prioritas tersebut juga diarahkan dalam rangka menjadi sangat tinggi. Lebih lanjut, keinginan
peningkatan derajat kualitas kesehatan untuk memiliki anak laki-laki membuat
masyarakat Rupat Utara secara keseluruhan. kepedulian dan perhatian mereka untuk
Kolom dengan warna merah menunjukkan menciptakan kualitas keturunan yang baik
prioritas utama yang memiliki urgensi paling menjadi sangat minim. Sebab orientasinya
tinggi, sehingga harus diintervensi melalui bukan pada bagaimana masa depan gemilang
langkah-langkah affirmative guna akselerasi anak-anaknya, tapi lebih pada bagaimana
peningkatan kualitas atas aspek yang terkait. menjaga “api” garis keturunan agar tetap

www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132


5 e ISSN 2503-3379
langgeng dan “bara api” itu hanya dapat dijaga konflik internal antara Kepala Desa dengan
dan diteruskan oleh anak laki-laki. tokoh adat Suku Akit (bathin). Situasi seperti
d. Mitos dan tahayul ini jelas sangat mempengaruhi kondusivitas
Tidak dapat dipungkiri bahwa mitos dan pengembangan program KB. Stakeholders KB
tahayul di Desa Titi Akar masih sangat lekat akan sulit untuk melakukan afirmasi maupun
dalam kehidupan sehar-hari. Terkait dengan intervensi pada Suku Akit, sebab ketika
KB dan kesehatan reproduksi, muncul mitos stakeholders KB hendak menginisiasi langkah
adanya “Gomo”, yaitu roh halus yang akan intervensi atau afirmasi tersebut, akan selalu
membisikkan tentang jenis kelamin anak yang muncul prasangka dan kecurigaan-kecurigaan
akan lahir. Akan tetapi dari sisi ketepatan dari kedua belah pihak yang tengah berkonflik.
“bisikan” tersebut, nyatanya tidak selalu Sampai disini, menempatkan desa Titi Akar
tepat/benar. Disisi lain, penyediaan alat menjadi sebuah desa yang “tertutup” dan
teknologi yang mampu meminggirkan mitos eksklusif dengan dunianya sendiri.
Gomo ini juga masih minim, bahkan memang f. Pengetahuan, pemahaman dan
belum ada. Alat USG, misalnya. Seluruh motivasi KB
faskes di Titi Akar belum ada yang Motivasi PUS Suku Akit untuk ikut
menyediakan layanan USG, sehingga jika program KB lebih banyak karena sekedar ikut-
hendak memperoleh prediksi yang rasional ikutan dan juga karena gratis, sementara
dan tepat tentang jenais kelamin anak, kondisi ekonomi mereka masih pada level
masyarakat harus pergi ke kecamatan ekonomi bawah. Selain itu dari segi
Bengkalis Kota dan butuh biaya yang tidak pemahaman dan pengetahuan khususnya
sedikit untuk melakukan perjalanan dalma tentang tujuan KB, PUS Suku Akit masih
rangka USG checking tersebut. Pada memaknai bahwa program KB merupakan
gilirannya, masyarakat menjadi sangat percaya program pemerintah dalam rangka membatasi
dan meyakini apa-apa saja yang dibisikkan jumlah anak mereka. Pengetahuan dan
oleh Gomo tersebut. pemahaman ini tentunya tidak sepenuhnya
e. Tokoh panutan yang berpengaruh benar, sebab esensi program KB di Indonesia
Kepala desa dan tokoh adat (disebut tidak hanya membatasi jumlah anak hanya
“Bathin”) menjadi tokoh sentral yang sangat sebanyak 2 orang, akan tetapi lebih pada
disegani di Desa Titi Akar. Keduanya mengatur jarak kelahiran. Ketika KB dipahami
merupakan Suku Akit asli yang memegang sebagai pembatasan jumlah anak, sementara
kendali atas semua gerak langkah masyarakat komunitas Akit masih memegang prinsip
di Titi Akar, sehingga tipe kepemimpinan banyak anak banyak rezeki, maka jelas akan
lebih bersifat otoriter sentralistis. Satu sisi hal memunculkan peluang resistensi dan refusal
ini menjadi berita baik dalam rangka dari Suku Akit terhadap program KB. Maka
pengembangan KB berbasis komunitas, tidak mengherankan jika selama ini yang
dengan prasyarat bahwa Kepala Desa dan terjadi adalah tidak ada keberlanjutan dari KB
bathin berada pada situasi kondusif (komitmen pertama yang diikuti PUS Suku Akit. Ikut ber-
dan paham tentang KB). Di sisi lain, menjadi KB pil, misalnya. Pil tersebut hanya diminum
berita buruk ketika Kepala Desa dan bathin ketika memang stok pil KB yang dimiliki
kurang paham dan berkomitmen terhadap masih ada. Ketika pil tersebut habis dan tidak
program KB, dan sayangnya berita buruk ada layanan KB gratis yang disediakan
inilah yang terjadi di Desa Titi Akar. provider, maka seorang WUS tidak akan
Komitmen dan pemahaman kepala desa terkait menganggap hal tersebut sebagai sebuah
program KB masih minim sebab orientasi masalah. Ketika terjadi kekosongan KB inilah,
kebijakan yang selama ini diambil dan maka peluang terjadinya kehamilan menjadi
dijalankan adalah kebijakan-kebijakan untuk sangat tinggi.
pembangunan fisik, bukan kebijakan yang
berwawasan kependudukan. Artinya,
keputusan-keputusan yang diambil
berorientasi pada bagaimana mendatangkan
kapital, mendatangkan keuntungan materi,
serta membangun wilayahnya secar fisik.
Belum diimbangi dengan pembangunan dan
pengembangan non-fisik dari wilayahnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, muncul
www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132
6 e ISSN 2503-3379
No Aspek Wilayah Heterogen Wilayah Antara Wilayah Homogen (Suku
(Desa Tanjung (Desa Hutan Ayu) Akit)
Medang) (Desa Titi Akar)
1 Fasilitas a. Puskesmas (ada a. Puskesmas a. Puskesmas Pembantu
kesehatan layanan rawat inap) Pembantu (Pustu) (Pustu)
(secara b. Klinik swasta b. Praktek Bidan b. Praktek Bidan
umum) c. Praktek dokter c. Poskesdes c. Posyandu
d. Praktek bidan d. Apotik d. Dukun Desa (Botha)
e. Apotik
2 Provider KB a. Puskesmas a. Puskesmas a. Puskesmas Pembantu
b. Klinik swasta Pembantu b. Praktek Bidan desa
c. Praktek dokter b. Praktek Bidan
d. Praktek bidan c. Apotik
e. Apotik
3 Metode KB a. KB Pria : c. KB Pria : a. KB Pria :
yang - Kondom - Kondom - Kondom
disediakan - MOP - MOP b. KB Wanita :
b. KB Wanita : d. KB Wanita : - Suntik
- Implant - Implant - Pil
- IUD - IUD - Implant
- Suntik - Suntik
- Pil - Pil
4 Preferensi Anak laki-laki maupun Lebih bersifat fatalistik, Anak laki-laki lebih baik
tentang nilai perempuan sama saja, dalam artian bahwa daripada anak perempuan.
anak yang penting adalah memang anak laki-laki Salahsatu sebabnya karena
bagaimana merawat dan lebih disukai dan abu dupa nenek moyang
mendidik mereka diidam-idamkan. Akan yang merupakan salahsatu
sehingga bisa menjadi tetapi jika Tuhan media dalam ritual
generasi penerus yang menggariskan untuk keagamaan, hanya dapat dan
membanggakan. memiliki anak mau dijaga oleh anak laki-
perempuan, maka laki. Selain itu anak laki-laki
diterima dengan suka juga bertugas menjaga
cita dan keikhlasan. mangkok bara (sejenis
kemenyan yang dibakar
sebagai ritual peribadatan
suku Akit).
5 Preferensi Tidak ada preferensi Menolak anggapan Tidka ada batasan terkait
tentang khusus tentang jumlah bahwa banyak anak jumlah anak. Seorang ibu
jumlah anak anak. Jika mampu secara banyak rezeki. Artinya berhak untuk melahirkan
ekonomi, jumlah anak bahwa masyarakat sadar sampai kapanpun selama dia
lebih dari dua dianggap dan mendukung untuk mampu. Akan terus
sah-sah saja. Tapi membatasi jumlah anak mengejar sampai
jumlah anak yang hanya karena makin banyak memeperoleh anak laki-laki
dibatasi sebanyak dua jumlah anak, maka dalam keluarga. Makin
orang dianggap jauh beban ekonomi dan non- banyak anak laki-laki, itu
lebih baik daripada ekonomi akan makin makin baik karena
jumlah anak yang lebih bertambah. dipandang sebagai sebuah
dari dua orang. keberuntungan bagi keluarga
yang bersangkutan.
6 Mitos dan Sudah tidak ada mitos Terdapat pantang-larang a. Terdapat roh halus yang
tahayul bahwa KB terutama bahwa orang sakit tidak disebut “Gomo”. Gomo
terkait susuk membawa efek boleh melewati air asin inilah yang akan
kesehatan negatif (baca : laut) memberi isyarat terkait
dengan jenis kelamin
bayi yang tengah
dikandung oleh seorang
ibu di Suku Akit.
www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132
7 e ISSN 2503-3379
b. Mitos bahwa KB
terutama susuk
membawa banyak efek
negatif sudah tidak ada.
c. Terdapat pantang-larang
bahwa orang sakit tidak
boleh melewati air asin
(baca : laut)
7 Tokoh a. Camat Rupat Utara a. Tokoh pemerintahan a. Kepala Desa,
panutan & b. Dokter Wahyudi dan b. Tokoh kesehatan mendominasi semua
berpengaruh istri (dokter modern (bidan dan dinamika kehidupan
sekaligus tokoh dokter) desa.
masyarakat yang c. Tokoh agama, yaitu b. Tokoh adat yang
membuka praktek di pendeta karena memiliki julukan
Puskesmas dan juga mayoritas beragama “Bathin”
di rumah) Kristen c. Bidang kesehatan dan
c. Kepala Desa KB, peran dukun lebih
dominan dan lebih
diprioritaskan daripada
peran bidan desa
8 Pengetahuan, PUS tahu tentang PUS tahu dan paham PUS tahu tentang Program
pemahaman Program KB dan akan urgensi program KB sebagai program untuk
dan motivasi memahaminya sebagai KB, sehingga motivasi membatasi jumlah anak.
KB program untuk memiliki untuk ber-KB tinggi, Motivasi ber-KB lebih
anak cukup dua orang yaitu dalam rangka karena sekedar ikut-ikutan
saja. Sedangkan menciptakan generasi saja, bukan dalam rangka
motivasi ber-KB rendah yang berkualitas, bukan mengatur jarak kelahiran
karena merasa mampu pada penekanan anak, sehingga tingkat
menghidupi anak- kuantitas kepesertaan KB baru sangat
anaknya, sehingga keturunan/generasi tinggi, akan tetapi jumlah
jumlah anak tidak penerus. KB aktifnya rendah. Ikut KB
menjadi masalah. bukan karena kesadaran diri
sendiri.
9 Teknik Sosialisasi dan Bidan desa bekerjasama Melalui penyuluhan dan
sosialiasi ber- penyuluhan secara secara proaktif dan sosialisasi door to door yang
KB kolektif di Puskesmas, intensif dengan bidan dilakukan oleh bidan desa
balai desa dan/atau dan dokter di tingkat bekerjasama dengan dokter
public space lain yang kecamatan untuk Puskesmas Kecamatan dan
strategis, akan tetapi memberikan PTT serta dukun desa.
tingkat partisipasi dari penyuluhan, sosialisasi, Terjadi pola komunikasi dan
PUS masih rendah. dan KIE kepada PUS. sosialisasi yang sifatnya
“getok tular” antar warga.
Terdapat upaya
“penggerakan dan
pengumpulan massa” dalam
rangka sosialisasi ber-KB.
Keterangan Warna :
: Prioritas 1 (Utama),
: Prioritas 3 (Pertahankan : Prioritas 2 (Tingkatkan
mendesak untuk
kualitas) kualitas)
diintervensi

www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132


8 e ISSN 2503-3379
SIMPULAN (a) provider KB, (b) metode KB, (c)
preferensi tentang nilai dan jumlah anak,
Secara ekonomi, masyarakat (d) mitos dan tahayul, (e) tokoh panutan
Kecamatan Rupat Utara memiliki tingkat yang berpengaruh/disegani, dan (f)
perekonomian pada level bawah karena pengetahuan, pemahaman dan motivasi
sebagian besar penduduk Rupat Utara KB dari PUS. Merujuk pada urgensi
belum/tidak bekerja. Harus diakui bahwa temuan di lapangan tersebut, kajian ini
ketersediaan lapangan pekerjaan di memformulasikan model pengembangan
wilayah ini menjadi sesuatu hal yang program KB yang berkelanjutan berbasis
snagat mendesak, sebab minimnya Komunitas Adat Suku Akit. Model inilah
lapangan pekerjaan ini membuat angka yang diharapkan menjadi rekomendasi
migrasi keluar menjadi meningkat dari sekaligus solusi dalam rangka
tahun ke tahun. Penduduk memutuskan mewujudkan sebuah sistem
untuk bermigrasi keluar karena mereka pengembangan program KB yang
tidak memiliki keunggulan komparatif berkelanjutan berbasis komunitas adat
yang bisa “ditawarkan dan dijual” di Suku Akit, baik pada kondisi ceteris
kampung halamannya. Meskipun migrasi paribus maupun non-ceteris paribus.
keluar dalma rangka bekerja, ketika sudah Esensi utama dari model yang ditawarkan
di luar wilayah pun mereka menjadi adalah (a) penekanan akan pentingnya
pekerja lapangan sebab mereka bukan trust, commitment dan social network
tenaga terdidik. Rendahnya tingkat antara formal dengan informal institution
pendidikan penduduk Rupat Utara serta (b) perlunya dekonstruksi tujuan ber-
(mayoritas SD sampai dengan SMP) KB di dalam komunitas Suku Akit,
memposisikan mereka menjadi angkatan utamanya pada kelompok Pasangan Usia
kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Subur/PUS. Melalui kedua hal tersebut,
Lebih lanjut, secara budaya, masyarakat maka pilihan yang kemudian muncul
Rupat Utara merupakan komunitas adat adalah, apakah KB akan menajdi social
Suku Akit yang terkonsentrasi di Desa Titi action ataukah menjadi social behaviour
Akar dan Hutan Ayu. Meskipun berasal dari PUS Suku Akit. Singkat kata, ketika
dari suku yang sama, hasil observasi KB menjadi social behaviour, maka
penelitian menunjukkan adanya sebuah tatanan program KB yang
diferensiasi yang mencolok dari kedua berkelanjutan akan terwujud di komunitas
desa ini; desa Titi Akar sangat introvert adat Suku Akit. Akan tetapi jika KB
dan didominasi oleh Kepala Desa yang menjadi social action, maka membutuhkan
saat ini tengah berkonflik dengan tokoh upaya yang lebih ekstra keras lagi untuk
adat/bathin, perkembangan desa ini relatif mewujudkan program KB yang
stagnan dan pembangunan yang dilakukan berkelanjutan berbasis komunitas adat.
sangat berorientasi profit; kemudian desa
Hutan Ayu yang ternyata jauh lebih
terbuka dan memang mau menerima DAFTAR PUSTAKA
pengaruh/budaya baru. Desa Hutan Ayu
mengalami perkembangan yang pesat dan Adi, Isbandi Rukminto, 2008. Intervensi
Komunitas (Pengembangan Masyarakat
mengubah mindset masyarakatnya
Sebagai Upaya Pemberdayaan
menjadi lebih open minded. Hal ini terjadi Masyarakat). Jakarta : Rajawali Pers.
pasca masuknya misionaris ke desa Alfitri. 2009. Community Development
tersebut, sehingga pendeta menjadi tokoh Perusahaan Migas; Model
yang sangat berpengaruh dan disegani oleh Pengembangan Masyarakat Partisipatif.
masyarakat. Bandung : UNPAD Press
Dari segi pelaksanaan program Asriwandari, Hesti. 2011. Pengembangan
KB, teridentifikasi beberapa urgensi untuk Kelembagaan Desa dan Strategi
melakukan intervensi khususnya dalam hal Pemberdayaan Masyarakat Miskin di
Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten
www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132
9 e ISSN 2503-3379
Kampar. Lembaga Penelitian Universitas KementerianPertanian.
Riau. Laporan Penelitian (tidak
dipublikasikan)
Hikmat, Harry. 2006. Strategi Pemberdayaan
Masyarakat. Bandung : Humaniora
Utama Press.
I Ketut Ardhana, et.al. Dinamika Etnisitas dan
Hubungan Ekonomi pada Wilayah
Perbatasan di Kalimantan Timur –
Sabah, Studi Kasus di Wilaya Krayan dan
Long Pasia (Jakarta : Pusat Penelitian
Sumber Daya Regional Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, 2007), hal: 4.
Johnson, David W dan Frank P. Johnson
(1982). Joining Together; Group Theory
and Group Skills. Eaglewood Cliffs. New
York : Prentice Hall Inc.
Lucas, David.1987. Pengantar Kependudukan.
Yogyakarta : UGM Press-PPSK
Mantra, I. B. 2003. Demografi Umum.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mantra, Ida Bagus. 1985. Pengantar Studi
Demografi. Yogyakarta : Nur Cahya
Miles & Huberman. 1992. Analisis Data
Kualitatif. Jakarta. UI-Press.
Nasdian, Fredian Tonny. 2014.
Pengembangan Masyarakat. Jakarta :
Yayasan Pustaka Obor.
Rogers, Everett M. 1983. Diffusion of
Innovations. 3rd Edition. New York : The
Free Press.
Singarimbun, Masri (Ed).1982.
Kependudukan, liku-liku penurunan
kelahiran. Jakarta : LP3ES &
LK-UGM.
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat
Memberdayakan Masyarakat. Bandung :
Refika Aditama.
Sukamdi & Agus Joko Pitoyo. 2014. Kajian
Relevansi IPBK dan HDI : Studi di
Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta :
Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional.
Swanson, D.A. and Siegel, J.S. 2004. The
Methods and Materials of Demography:
Second Edition. California USA: Elsevier
Academic Press.
Tjondronegoro, Sediono MP. 1985. Ilmu
Kependudukan. Jakarta : Erlangga
Tukiran. 2010. Kependudukan. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Walgito, Bimo. 2007. Psikologi Kelompok.
Yogyakarta : Andi Offset.
Zubaedi. 2013. Pengembangan Masyarakat :
Wacana & Praktik. Jakarta: Kencana.
www.jurnalkb.org Jurnal Keluarga Berencana Vol.02, Tahun 2017 p ISSN 2527-3132
10 e ISSN 2503-3379

Anda mungkin juga menyukai