Anda di halaman 1dari 8

bismillaahir rahmaanir rahiim

assalaamu 'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu

Alhamdulillahi ladzi khalakal mauta wal hayata liyab’luwakum ayyukum ahsanu amalang waja
ala lilwudzuli ilaihi tharaika wadzihatang wasubulang
Wa ashadu anna muhammadang aiduhu warasuluhu.
Ya ayyuhal ladzina amanu ttakullaha hakkatu katihi wala tamutunna illa wa antum muslimun
Ya ayyuhannasu ttaku rabbakumulladzi khalakakum min nafsing wahidating wa khalaka minha
sawjaha wa bas minhuma rijalung.
Kasirang wa nisai wattakullaha lladzi tasaluna bihi wal irhama inna llaha kana alaikum rakibung.
Ya ayyuhalladzina amanu takullaha wakuulu kaulang sadidang yuslih lakum a’malakum wayag
firlakum dzunubakum wa man yuti’ llahu wa rasuluhu pa kade’ fasa fausang adzim.
Amma ba’du, fain khairal hadisyi kitabu llahu, wa khairul huda.. muhammading salla llahu alaihi
wa sallam, wa sarrul umuri wa mal hayatud dunya illa mata”u sallallahu.
Jamaah sholat Jumat dirohmati Allah Subhanahu wa Ta’ala

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,


Kullu nafsing daikatul mauti wa inna ma tuwaffauna ujurakum yaumal kiyamati faman
zuhziha… aninnari wa ude’hilal jannati fakade’ fasa wamal hayatud dunya illa mata ul
uru..r.
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185)

Jamaah sholat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Ketahuilah bahwa kematian merupakan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang pasti
terjadi. Semua orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir tentu
mengimani ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

1
Ketahuilah bahwa kematian merupakan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang pasti
terjadi. Semua orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir, tentu
mengimani ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa kematian. Atas dasar inilah seorang
muslim yang hidup di dunia wajib muhasabah (introspeksi diri) sebelum kematian
menjemputnya.
Manakala seorang meninggal, bisa jadi ia adalah seorang yang sangat dicintai oleh
keluarganya, dihormati oleh kerabatnya, dan dipatuhi oleh masyarakatnya. Namun ia akan
tinggal di liang lahat. Tidak ada harta yang dapat dibawa, kecuali secarik kain kafan.

Jamaah sholat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Pernahkah kita melihat gelapnya kuburan dan melihat sempitnya ruang di dalamnya?
Pernahkah kita membayangkan kedahsyatan alam kubur?
Sadarkah kita bahwa kuburan itu dipersiapkan untuk kita dan untuk semua manusia? Bukankah
kita sering melihat teman, orang tercinta, dan keluarga diusung dari dunia fana ini ke alam
kubur?
Umar bin Abdul Aziz radhiallahu ‘anhu pada suatu hari menasihati para sahabatnya:
“Jika kalian melewati kuburan, panggillah mereka, jika engkau bisa memanggil. Lihatlah, betapa
sempitnya tempat tinggal mereka. Tanyakanlah kepada orang-orang kaya dari mereka, masih
tersisakah kekayaan mereka? Tanyakan pula kepada orang-orang miskin di antara mereka, masih
tersisakah kemiskinan mereka? Tanyakanlah tentang lisan-lisan yang dengannya mereka
berbicara, tentang sepasang mata yang dengannya mereka melihat. Tanyakan pula tentang kulit
dan tubuh mereka, apa yang diperbuat oleh ulat-ulat di balik kafan-kafan mereka?
Lisan-lisan telah hancur, anggota badan telah berserakan. Lantas di mana teman dekat
yang dulu setia?
Di mana tumpukan harta dan sederet pangkat? Di mana rumah-rumah mewah yang banyak dan
menjulang? Di mana kebun-kebun yang dicintai? Di mana kesenangan dunia yang dulu pernah
dinikmati? Bukankah sekarang berada di tempat yang sangat sunyi, dan bukankah siang dan
malam bagi penghuni kubur adalah sama.

Jamaah sholat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2
Janganlah kita terpedaya dengna dunia? Renungkanlah tentang orang-orang yang telah
pergi meninggalkan kita. Sungguh mereka amat berharap untuk bisa kembali ke dunia agar bisa
menghimpun amal sebanyak-banyaknya. Tetapi, itu semua tidak mungkin terjadi.
Abdul Haq al-Isybily suatu ketika berkata, “Hendaknya orang yang berziarah ke kuburan
menghayalkan bahwa dirinya akan menyusul orang-orang yang dikubur sebelumnya. Kemudian
hendaknya ia membayangkan tentang berubahnya warna kulit mereka, berserakannya anggota
badan mereka. Ia juga harus merenungkan tentang terbelahnya tanah dan dibangkitkannya
penghuni kubur.
Merenungkan tentang bangkitnya setiap orang dari kuburnya dalam keadaan tanpa alas
kaki, telanjang dan tanpa dikhitan. Semua sibuk dan panik dengan urusannya sendiri.”
Mengapa kita terpedaya dengan kehidupan dunia. Tempat kembali kita adalah akhirat. Hari ini
kita masih bisa bersenang-senang, namun bisa jadi esok hari kita akan diusung ke kuburan.
Maka, marilah kita bertaubat kepada Allah. Jalan itu masih mungkin sekali. Palingkanlah hawa
nafsu kita karena takut kepada Allah dalam keadaan sunyi atau ramai. Jagalah selalu diri kita.
Dikisahkan bahwa Ar-Robi bin Khutsaim sedang menggali liang kubur di rumahnya. Ketika ia
mendapati hatinya keras, maka ia masuk ke liang kubur tersebut. Ia menganggap dirinya telah
mati, lalu menyesal dan ingin kembali ke dunia seraya membacakan ayat:
Rabbir jiuuuna, la alli a’malu salihang fiima taraktu…
Artinya: “Ya Robbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal sholih terhadap apa
yang telah kutinggalkan (dahulu).” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)

Kemudian ia berkata, “Kini engkau telah dikembalikan ke dunia wahai Ar-Robi.” Setelah itu Ar-
Robi bin Khutsaim mendapati hari-hari setelahnya senantiasa dalam keadaan ibadah dan takwa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jamaah sholat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam kitab-Nya surat Ibrahim ayat 43:
Muhti’ina muk’tii ruusihim la yarta’du ilaihim tarfuhum wa af idauhu hawa uu
Artinya: “Mereka datang bergegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang
mata mereka tidak berkedip dan hati mereka kosong.”

3
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
Wa ansiri nnasa yauma ya’tihimul adzabu fayakuluu lladzina thalamu rabbana ahhirna ila
ajaling karibing uhib’ da’wataka wa nattabi u rrusulu awalam takuwnu aksamtum min
kaulu malakum min sawaling.
Artinya: “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu)
datang adzab
kepada mereka, maka berkatalah orang-orang dholim, ‘Ya Robb kami, berilah kami kesempatan
(kembali ke dunia) walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan
mengikuti rosul-rosul.’ (Kepada mereka dikatakan), Bukankah dahulu (di dunia) kamu telah
bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (QS. Ibrahim: 44)

 (Menutup Khutbah 1)
barakallahu lii wa lakum fill qur'aanil azhiim
wa nafa'nii wa iyyakum bima fiihimaa minal aayaati wa dzikril hakiim
wa nafa'anaa bi hadii sayyidal mursaliin
wa biqawlihiil qawiim aquulu qawli haadza
wa astaghfirullaahal 'azhiim lii wa lakum
wa lii syaa-iril mu'miniina wal mu'minaat
wal muslimiina wal muslimaat min kulli dzanbii
fastaghfiruuhuu innahuu huwas samii'ul 'aliim
wa innahuu huwal ghafuurur rahiim

 (DUDUK SEBENTAR)

Khubtha Kedua
Jamaah sholat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketahuilah, sesungguhnya kebaikan yang paling besar adalah kebaikan di akhirat yang abadi dan
tidak berakhir, yang kekal dan tidak fana, yang terus berlanjut dan tak kenal putus. Hamba yang
dimuliakan akan ditempatkan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala mendapatkan segala hal yang
menyenangkan dan menyejukkan. Mereka saling mengunjungi, bertemu, dan bercerita.
Jika kita meniti jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya kita akan mendapatkan kebahagiaan
dan keberuntungan yang besar dalam waktu singkat. Namun jika kita mendahulukan syahwat,

4
kesenangan dan main-main niscaya kamu akan mendapatkan kepahitan yang besar dan abadi di
mana rasa sakit dan kepayahannya jauh lebih besar daripada sakit dan kepayahan karena
bersabar untuk tidak melanggar yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kesabaran
dalam mentaati-Nya serta kesabaran dalam melawan hawa nafsu karena-Nya.

Jamaah sholat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita harus mengakui, dosa demi dosa telah tercatat dalam lembaran kehidupan kita, kemaksiatan
demi kemaksiatan telah menorehkan luka menganga dan noda-noda hitam di dalam hati kita.
Maha Suci Allah!! Seolah-olah kita lupa hari kebangkitan, seolah-olah tidak ada hari
pembalasan, seolah-olah tidak ada Dzat yang Maha Melihat segala perbuatan dan segala yang
terbesit di dalam benak pikiran.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,


Ya ayyuhallasina amanuuw tuubu ilallahi taubatan nasuhang asa rabbukum an yukaffira
ankum sayyiatikum wayude’hilakum jannating taje’rimin tahtihal anharu yauwma la
yuhsiyallahu na biyya walladzina amanuu ma ahu nuruhum yas’ a baina aidihim wabi
aimanihim yakuuluna rabbana atmimlana nu rana wag’firlana innaka alaa kulli sai ing
kadir.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha
(taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Robb-mu akan menutupi kesalahan-
kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah (surga) yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama
dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan, ‘Ya Robb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami;
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.” (QS. At-Tahrim: 8)

Allah Ta’ala menjanjikan balasan yang sangat agung bagi mereka yang bertaubat kepada-Nya
dengan taubatan nasuha. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di berkata tentang makna
taubatan nasuha, “Yang dimaksud dengannya adalah taubat yang umum yang meliputi seluruh
dosa, taubat yang dijanjikan hamba kepada Allah, dia tidak menginginkan apa-apa kecuali wajah

5
Allah dan kedekatan kepada-Nya, dan dia terus berpegang teguh dengan taubatnya itu dalam
semua kondisinya.” (Taisir Karimirahman, Hal. 874)
Ibnu Jarir berkata dengan membawakan sanadnya sampai Nu’man bin Basyir, beliau (Nu’man)
pernah mendengar Umar bin KhAththAb berkata “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang semurni-murninya).”
Beliau (Umar) berkata, “(yaitu orang) yang berbuat dosa kemudian tidak mengulanginya.”
Ats-Tsauri mengatakan, “Umar pernah berkata, ‘Taubat yang murni adalah (seseorang) bertaubat
dari dosanya kemudian dia tidak mengulanginya dan benar-benar tidak ingin mengulanginya’.”
Abul Ahwash dan yang lainnya mengatakan, dari Samak dari Nu’man, “Bahwa Umar pernah
ditanya tentang (makna) taubatan nasuha, maka beliau menjawab, ‘Seseorang bertaubat dari
perbuatan buruknya kemudian tidak mengulanginya lagi untuk selama-lamanya’.” (Lihat Tafsir
Alquran al-Azhim karya Imam Ibnu Katsir, VI:134)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menyebutkan ada empat sebab yang akan
memudahkan hamba meraih ampunan dari Allah:
Pertama, taubat, yaitu kembali dari segala yang dibenci Allah; baik lahir maupun batin, menuju
segala yang dicinta-Nya; baik lahir maupun batin, taubat itulah yang akan menutupi dosa-dosa
yang pernah dilakukan sebelumnya; yang kecil maupun yang besar.
Kedua, iman, yaitu pengakuan dan pembenaran yang kokoh dan menyeluruh terhadap semua
berita yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya, yang menuntut berbagai amalan hati, kemudian
harus diikuti dengan amalan anggota badan.
Ketiga, amal shalih, ini mencakup amalan hati, amalan anggota badan dan ucapan lisan, dan
kebaikankebaikan (hasanat) itulah yang akan menghilangkan keburukan-keburukan (sayyi’aat).
Keempat, konsisten (terus menerus) berada di atas keimanan dan hidayah serta terus berupaya
meningkatkannya, barang siapa menyempurnakan keempat sebab ini maka berilah berita
gembira kepadanya dengan maghfirah dari Allah yang menyeluruh dan sempurna.

Kala rabbana dzalamna wainlam tag’firlana wa tarhamna lanakunanna minalhasyirin


Artinya: “Ya Robb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang
merugi.” (QS. Al-A’rof: 23)

6
 Bacaan penutup wasiat khutbah kedua dan membaca ayat al qur'an yang menyuruh
bershalawat (al ahzab 56)
'ibaadallaah innallaaha amarakum bi amri bi da-aafiati binafsihi
wa tsanii bimalaaikatihil musabbihati biqudsihi
wa tsullatsaa bikum ayyuhal mu-minuuna min jannati wa insihi
fa qaalallaahu qawlan kariiman
innallaaha wa malaaikatahuu yushalluuuna 'alan nabii
yaa ayyuhal ladziina 'aamanuu shalluu 'alaihi wa salliimu tasliimaa
allaahumma shalli wa sallim wa baarik 'alaa 'abdukaa wa rusuulikaa muhammad
wa aridhallaahumma 'an khulafaa-ur raasyidiin
abi bakri wa 'umaara wa 'utsmaana wa 'alii
wa 'an syaa-iril aali wash shahaabati ajma'iin
wat taabi'iina wat taabi'it taabi'iina
wa man tabi'ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin
wa 'alaina ma'ahum birahmatika yaa arhamar raahimiin

 (Membaca Do'a)
allahummagh fir lil mu'miniina wal mu'minaat wal muslimiina wal muslimaat
al-ahyaa-i minhum wal amwaat innakas samii'un qariibun mujiibud da'wat
wa yaa qaadhiyal haajaat
allahumma inna....

 (Baca Do'a Yang Lain Dan Ditutup Do'a)


rabbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanah wa fill aakhiraati hasanah wa qinaa 'adzaaban naar

 Penutup khutbah kedua (bacaan ini didekritkan oleh khalifah umar bin abdul aziz harus
dibaca karena pada masa itu khutbah jum'at sering digunakan untuk menyerang lawan
politik oleh para khatib, diambil dari surat an nahl 90)

7
'ibaadallah
innallaaha ya-muruu bil 'adli wal ihsaan
wa iitaa-i dzil qurbaa
wa yanhaa 'anil fahsyaa-i wal munkari wal baghyi
yaizhzhukum la'allakum tadzakkaruun
fadzkurullaaha 'azhiimi wa yadzkurkum
fastaghfirullaaha yastajib lakum
wasykuruuhu 'alaa ni'matil latii
wa ladzikrullaahu akbaru
wa aqiimish shalah

(Iqamat Untuk Shalat Jum'at)

Anda mungkin juga menyukai