Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN DAN KRITIS

PADA PASIEN AKUT KIDNEY INJURI

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Disusun Oleh:
KELOMPOK VII

Lasmini NPM 220110140185


Dadang Yoga P NPM 220110140192
Efi Mulyati NPM 220110140198
Ecin Kuraesin NPM 220110140199
Neni Rochmayanti S NPM 220110140202

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR

Atas rahmat Alloh subhanahuwata’ala penulis dapat menyelesaikan


makalah ini yang diberi judul “Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Dan
Kritis Pada Pasien Akut Kidney Injuri”, makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan dan Kritis.
Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan
peran serta berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap
makalah ini untuk kebaikan bersama di masa datang

Bandung, September 2015

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
AKI (Akut Kidney Injury) adalah penurunan fungsi ginjal yang cepat dan
ditandai dengan penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan berakibat
penurunan pembuangan produk nitrogen, hilangnya regulasi air, elektrolit, dan
asam basa. Laju Filtrasi Glomerulus yang menurun dengan cepat menyebabkan
kadar kreatinin serum meningkat 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah
sebanyak 10mg/dl/hari.
AKI mempunyai mortalitas yang cukup tinggi 45-75%, angka survivalitas
tergantung dari ketepatan dignosis, terapi dan manajemen perawatan. Dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien Akut Kidney Injuri, diperlukan
pemahaman tentang kondisi penyakit dan penatalaksanaannya.
BAB II
AKUT KIDNEY INJURI

A. Pengertian
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel,
diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan
atau tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Sinto & Nainggolan,
2010). Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang secara cepat
(biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang berkembang
cepat. Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar
kreatinin serum meningkat sebanyak 0.5 mg/dl/hari dan dan kadar nitrogen urea
darah sebanyak 10mg/dl/hari dalam beberapa hari ( Prince & Wilson, 2006).
Acute kidney injury merupakan gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala yang khas berupa anuria atau oliguria
dengan peningkatan BUN (blood ureum nitrogen) atau kreatinin serum.(Probowo,
2014).
Acute kidney injury adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal secara
mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal, serta gangguan fungsi tubulus dan
glomerulus dengan manifestasi penurunan produksi urine dan terjadi azotemia
(peningkatan kadar nitrogen darah, peningkatan serum kreatinin dan retensi
produk metabolit yang harus di ekskresikan oleh ginjal (Mutaqin, 2011).
Dari beberapa definisi tentang acute kidney injury dapat disimpulkan
reversibel yang di tandai dengan peningatan kadar ureum dan kreatinin serum
yang manifetasikan dengan penurun produksi urine.

B. Etiologi
Secara umum ada tiga faktor potensial yang dapat mengakibatkan
terjadinya acute kidney injury yaitu Prerenal (Hipoperfusi ginjal), Intrarenal
(kerusakan aktual jaringan ginjal), Pascarenal (Obstruksi aliran urine) (Smeltzer
& Bare, 2002).
1. Prerenal
Pre-renal Acute Kidney Injury terjadi ketika aliran darah menuju ginjal
berkurang, dihubungkan dengan kontraksi volume intravaskular atau
penurunan volume darah efektif. Seperti diketahui pada pre-renal injury
secara intrinsik ginjal normal, dimana volum darah dan kondisi hemodinamik
dapat kembali normal secara reversibel. Keadaan pre-renal injury yang lama
dapat menimbulkan intrinsic acute kidney injury dihubungkan dengan
hipoksia/iskemia acute tubular necrosis (ATN). Perubahan dari pre-renal
injury menjadi intrinsic renal injury tidak mendadak.
Ketika perfusi ginjal terganggu, terjadi relaksasi arteriol aferen pada
tonus vaskular untuk menurunkan resistensi vaskular ginjal dan memelihara
aliran darah ginjal. Selama terjadi hipoperfusi ginjal, pembentukan
prostaglandin vasodilator intrarenal, termasuk prostasiklin, memperantarai
terjadinya vasodilatasi mikrovasular ginjal untuk memelihara perfusi ginjal.
Pemberian inhibitor siklooksigenase seperti aspirin atau obat anti inflamasi
non steroid dapat menghambat terjadinya mekanisme kompensasi dan
mencetuskan insufisiensi ginjal akut. Ketika tekanan perfusi ginjal rendah,
dengan akibat terjadi stenosis arteri renalis, tekanan intraglomerular
berusaha untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, yang diperantarai oleh
peningkatan pembentukan angiotensin II intrarenal sehingga terjadi
peningkatan resistensi eferen arteriolar. Pemberian inhibitor angiotensin-
converting enzyme pada kondisi ini dapat menghilangkan tekanan gradien
yang dibutuhkan untuk meningkatkan filtrasi dan mencetuskan terjadinya
acute kidney injury.
Pre-renal injury dihasilkan dari hipoperfusi ginjal berhubungan
dengan kontraksi volume dari perdarahan, dehidrasi, penyakit adrenal,
diabetes insipidus nefrogenik atau sentral, luka bakar, sepsis, sindrom
nefrotik, trauma jaringan, dan sindrom kebocoran kapiler. Penurunan volume
darah efektif terjadi ketika volume darah normal atau meningkat, namun
perfusi ginjal menurun berhubungan dengan penyakit seperti gagal jantung
kongestif, tamponade jantung, dan sindrom hepatorenal.
Walaupun pre-renal injury disebabkan oleh penurunan volume atau
penurunan volume darah efektif, koreksi dari gangguan penyerta akan
memulihkan fungsi ginjal kembali normal. Beberapa penilaian dari parameter
urine, termasuk osmolalitas urine, konsentrasi natrium urine, fraksi ekskresi
natrium, dan indeks gagal ginjal dapat digunakan untuk membantu
membedakan pre-renal injury dengan acute kidney injury oleh karena
hipoksia/iskemia yang disebut juga vasomotor nephropathy dan atau acute
tubular necrosis. Tubulus renalis bekerja dengan baik pada pre-renal injury
dan mampu untuk mengubah garam dan air, sedangkan pada vasomotor
nephropathy, tubulus bersifat ireversibel dan tidak mampu untuk mengubah
garam dengan baik. Selama pre-renal injury, tubulus berespon terhadap
penurunan perfusi ginjal dengan mengubah natrium dan air sehingga
osmolalitas urin > 400-500 mosmol/l. Natrium urin < 10-20 mEq/l, dan fraksi
ekskresi dari natrium < 1%.
2. Intrarenal
a. Hypoxic/ishemic acute kidney injury
Pada hypoxic/ischemic acute kidney injury ditandai oleh vasokonstriksi
lebih awal diikuti oleh patchy tubular necrosis. Penelitian terkini menduga
bahwa vaskularisasi ginjal berperan penting pada acute injury dan chronic
injury, dan sel endotel telah diidentifikasi sebagai target dari kelainan ini.
Aliran darah kapiler peritubular telah diketahui abnormal selama reperfusi,
dan juga terdapat kehilagan fungsi sel endotel normal yang dihubungkan
dengan gangguan morfologi perikapiler peritubular dan fungsinya.
Mekanisme dari kerusakan sel pada Hypoxic/ishemic acute kidney injury
tidak diketahui, tetapi pengaruh terhadap endotel atau pengaruh nitrit
oksida pada tonus vaskular, penurunan ATP dan pengaruh pada
sitoskeleton, mengubah heat shock protein, mencetuskan respon
inflamasi dan membentuk oksigen reaktif serta molekul nitrogen yang
masing-masing berperan dalam terjadinya kerusakan sel.
Nitrit oksida merupakan vasodilator yang diproduksi dari endothelial nitric
oxide synthase (eNOS), dan nitrit oksida membantu mengatur tonus
vaskular dan aliran darah ke ginjal. Penelitian terkini menduga bahwa
kehilangan fungsi normal eNOS mengikuti kejadian ischemic/hypoxic
injury yang mencetuskan vasokonstriksi. Berlawanan dengan hal tersebut,
peningkatan aktifitas inducible nitric oxide synthase (iNOS) bersamaan
dengan kejadian hypoxic/ischemic injury, dan iNOS membantu terjadinya
pembentukan oksigen reaktif dan molekul nitrogen. Inducible nitric oxide
synthase, bersamaan pembentukan metabolit toksik nitrit oksida termasuk
peroxynitrate, telah diketahui sebagai perantara tubular injury pada hewan
percobaan dengan acute kidney injury. Sebagai respon awal dari
hypoxic/ishemic acute kidney injury adalah pengurangan ATP yang
dikaitkan dengan jumlah dari bahan biokimia yang merusak dan adanya
respon fisiologi, termasuk gangguan dari sitoskeleton dengan hilangnya
apical brush border dan hilangnya polaritas dengan Na+K+ATPase
berlokasi pada daerah apikal berdekatan dengan membran basal. Molekul
oksigen reaktif juga terlibat selama reperfusi dan berperan terhadap
kerusakan jaringan. Pada saat sel tubular dan sel endotel mengalami
kerusakan oleh molekul oksigen reaktif, diketahui bahwa sel endotel lebih
sensitif terhadap oxidant injury dibandingkan dengan sel epitel tubular.
Pada penelitian sebelumnya diketahui pentingnya peran dari heat shock
protein dalam mengubah respon ginjal terhadap ischemic injury yang
berperan meningkatkan penyembuhan dari sitoskeleton selama terjadinya
acute kidney injury. Pada anak dengan kegagalan multiorgan, systemic
inflammatory response dipikirkan berperan dalam acute kidney injury
sebagai disfungsi organ oleh aktivasi respon inflamasi, termasuk
peningkatan produksi sitokin dan molekul oksigen reaktif, aktivasi
polymorphonuclear leucocytes (PMNs), dan peningkatan ekspresi dari
molekul adhesi. Molekul oksigen reaktif dapat dibentuk melalui beberapa
mekanisme termasuk aktivasi PMN, yang dapat menimbulkan kerusakan
melalui pembentukan molekul oksigen reaktif termasuk anion
superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil, asam hipokloral, dan
peroksinitrit, atau melalui pelepasan dari enzim proteolitik.
Myeloperoksidase dari aktivasi PMN menjadi hidrogen peroksida
kemudian asam hipoklor, yang bereaksi dengan kelompok amino menjadi
bentuk kloramin. Masing-masing dapat mengoksidasi protein, DNA, dan
lipid, menghasilkan kerusakan jaringan penting. Molekul adhesi sel
endotel lekosit diperlihatkan pada acute tubular necrosis yang tidak
teratur, dan pemberian molekul anti adhesi dapat menurunkan kerusakan
ginjal pada hewan percobaan dengan ATN. Perbaikan dari
hipoxic/ischemic dan nephrotoxic GnGA dapat sempurna ditandai
dengankembalinya fungsi ginjal menjadi normal, tetapi penelitian terkini
menyebutkan bahwa perbaikan bersifat parsial dan pasien memiliki risiko
tinggi untuk terjadi chronic kidney disease kemudian.
b. Nephrotoxic acute kidney injury
Obat-obatan yang dihubungkan dengan kejadian acute kidney injury, saat
ini dihubungkan dengan toxic tubular injury, termasuk antibiotik golongan
aminoglikosida,media kontras intravaskular, amfoterisin B, obat
kemoterapi seperti ifosfamid dan cisplatin, asiklovir, dan asetaminofen.
Nefrotoksisitas karena amoniglikosida ditandai dengan non oliguria
GnGA, dengan urinalisis menunjukkan abnormalitas urin minimal.
Insidensi dari nefrotoksisitas karena aminoglikosa dihubungkan dengan
dosis dan lama penggunaan dari antibiotik serta fungsi ginjal yang
menurun berhubungan dengan lama penggunaan aminoglikosa.
Etiologi kejadian tersebut dihubungkan dengan disfungsi lisosom dari
tubulus proksimal dan perbaikan fungsi ginjal akan tercapai jika
pemakaian antibiotik dihentikan. Namun, setelah penghentian pemakaian
antibiotik aminoglikosida, kreatinin serum dapat meningkat dalam
beberapa hari, hal ini dihubungkan dengan berlanjutnya kerusakan
tubular dengan kadar aminoglikosida yang tinggi pada prenkim ginjal.
Cisplatin, ifosfamid, asiklovir, amfoterisin B, dan asetaminofen juga
bersifat nefrotoksik dan mencetuskan terjadinya acute kidney injury.
Hemolisis dan rabdomiolisis oleh karena beberapa penyebab dapat
menghasilkan hemoglobinuria atau yang mencetuskan terjadinya
kerusakan tubular dan acute kidney injury.
c. Uric acid nephropathy dan tumor lysis syndrome
Anak dengan acute lymphocytic leukemia dan B-cell lymphoma memiliki
risiko tinggi untuk terjadinya acute kidney injury, hal ini dihubungkan
dengan uric acid nephropathy dan atau tumor lysis syndrome. Walaupun
patogenesis dari uric acid nephropathy bersifat komplek, mekanisme
penting terjadinya kerusakan dihubungkan dengan munculnya kristal
dalam tubulus, yang menyebabkan aliran urine terhambat, atau hambatan
mikrovaskular ginjal, yang mengakibatkan aliran darah ginjal terhambat.
Penyebab utama acute kidney injury pada leukemia adalah
berkembangnya tumor lysis syndrome selama kemoterapi, tetapi dengan
alopurinol akan membatasi peningkatan ekskresi asam urat selama
kemoterapi, namun alopurinol akan menghasilkan peningkatan ekskresi
prekursor asam urat termasuk hypoxanthine dan xanthin, dan
mencetuskan terjadinya xanthine nephropathy. Xanthin sedikit lebih larut
dalam urin dibandingkan asam urat, dan pembentukan dari hypoxanthine
dan xanthine berperan dalam berkembangnya acute kidney injury selama
tumor lysis syndrome. Rasburicase merupakan bentuk rekombinan dari
urate oxidase yang mengkatalisasi asam urat menjadi allantoin, yang lima
kali lebih larut daripada asam urat. Rasburicase bersifat efektif dan
memiliki toleransi yang baik dalam pencegahan gagal ginjal pada pasien
anak dengan tumor lysis syndrome. Acute kidney injury selama tumor
lysis syndrome dapat menimbulkan hiperfosfatemia nyata berasal dari
pemecahan cepat dari sel tumor dan mencetuskan pembentukan kristal
kalsium fosfat.
d. Acute interstitial nephritis
Acute interstitial nephritis (AIN) dapat menyebabkan gagal ginjal sebagai
hasil reaksi terhadap obat atau dihubungkan dengan acute interstitial
nephritis idiopatik. Anak dengan AIN terdapat gejala rash, demam,
artralgia, eosinofilia, dan piuria dengan atau tanpa eosinofiluria. Obat-
obatan yang dihubungkan dengan terjadinya AIN termasuk metisilin dan
golongan penisilin lainnya, simetidin, sulfonamid, rifampin, obat anti
inflamasi non-steroid, dan proton pump inhibitors. Acute interstitial
nephritis yang dihubungkan dengan obat anti inflamasi non-steroid dapat
ditandai dengan proteinuria bermakna serta mencetuskan sindrom
nefrotik. Penanganan spesifik yaitu penghentian obat tersebut yang
menyebabkan AIN.
e. Rapidly progressive glomerulonephritis
Berbagai bentuk dari glomerulonefritis pada bentuk kasus yang berat
dapat mencetuskan terjadinya acute kidney injury dan RPGN. Gambaran
klinis termasuk hipertensi, edema, gross hematuria, dan peningkatan
yang cepat dari nilai blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin. Rapid
progressive glomerulonephritis dihubungkan dengan post infeksi
glomerulonefritis,seperti antineutrophil cytoplasmic antibody (ANCA)-
positive glomerulonephritis, goodpasture’s syndrome, dan idiopathic
RPGN, dapat mencetuskan terjadinya GnGA dan dapat berubah menjadi
chronic kidney disease dengan atau tanpa terapi. Pemeriksaan serologi
termasuk antinuclear antibody (ANA), titer anti glomerular basement
mambrane (GBM), dan komplemen dapat digunakan untuk menilai
etiologi dari RPGN. Karena terapi berdasarkan dari gambaran patologi,
biopsi harus dilakukan cepat ketika anak dengan gejala curiga RPGN.
f. Vascular insults
Nekrosis kortikal sebagai penyebab acute kidney injury lebih sering terjadi
pada anak lebih muda terutama neonatus. Nekrosis kortikal dihubungkan
dengan hypoxic/ischemic pada anoksia perinatal, dan twin-twin
transfusions dengan akibat aktivasi dari kaskade koagulase. Anak dengan
nekrosis kortikal biasanya memiliki gross hematuria atau hematuria
mikroskopis dan oliguria dan dengan tanda hipertensi. Dari gambaran
laboratorium terjadi peningkatan nilai BUN dan kreatinin, trombositopenia
yang berhubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Gambaran
radiografi termasuk gambaran normal dari USG ginjal pada fase awal,
dan USG ginjal pada fase lebih lanjut memperlihatkan ginjal telah atrofi
dan pengurangan ukuran ginjal. Prognosis untuk nekrosis kortikal adalah
lebih buruk dibandingkan dengan acute tubular necrosis. Anak dengan
nekrosis kortikal dapat mengalami perbaikan parsial atau sama sekali
tidak perbaikan. Hemolytic Uremic Syndrome merupakan penyebab
GnGA yang sering pada anak dan dihubungkan dengan angka morbiditas
dan mortalitas dan komplikasi jangka panjang yang pada dewasa
biasanya tidak terlihat nyata.
3. Pascarenal
Obstruksi dari saluran urin dapat menyebabkan acute kidney injury jika
obstruksi terjadi pada ginjal unilateral, bilateral ureter, atau jika ada
obstruksi uretra. Obstruksi dapat diakibatkan malformasi kongenital seperti
katup uretral posterior, bilateral ureteropelvic junction obstruction, atau
bilateral obstructive ureteroceles. Kelainan kongenital yang paling sering
adalah katup uretra posterior. Obstruksi saluran urin didapat dihasilkan dari
hambatan batu ginjal atau lebih jarang karena tumor. Ini penting untuk
mengevaluasi adanya obstruksi. Di Indonesia biasanya disebabkan oleh
kristal asam jengkol (intoksikasi jengkol). Obstruksi dapat terjadi di seluruh
saluran kemih mulai dari uretra sampai ureter dan pelvis. Sampai sekarang
belum ada bukti terjadinya kristalisasi di tubulus. Tindakan yang cepat
dengan alkalinisasi urin dengan bikarbonat natrikus dapat melarutkan kristal
tersebut, tetapi pada beberapa kasus yang datang terlambat, kadang-
kadang sampai memerlukan tindakan dialisis. Uropati obstruktif adalah
penyebab penting acute kidney injury dan CKD pada anak yang bersifat
potensial reversibel. Uropati obstruktif neonatal merupakan penyebab utama
acute kidney injury pada neonatus. Etiologi uropati obstruktif biasanya
adalah kelainan kongenital saluran kemih, kadangkadang saja didapat.
Kelainan kongenital merupakan faktor predisposisi untuk obstruksi aliran
kemih yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan stasis aliran
kemih dan mudah menimbulkan infeksi saluran kemih berulang, selanjutnya
dapat mengakibatkan Chronic kidney disease. Obstruksi kongenital juga
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan ginjal.

C. Kriteria acute kidney injury


Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel,
diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/
tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Penurunan tersebut dapat
terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (AKI “klasik”) atau tidak normal
(acute on chronic kidney disease). Dahulu, hal di atas disebut sebagai gagal
ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga parameter
dan batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada
berbagai kepustakaan. Hal itu menyebabkan permasalahan antara lain kesulitan
membandingkan hasil penelitian untuk kepentingan meta-analisis, penurunan
sensitivitas kriteria untuk membuat diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk
menilai tahap penyakit yang diharapkan dapat menggambarkan prognosis
pasien.
Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang
beranggotakan para nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat
mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney
diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan
penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan
patologi gangguan ginjal. Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut
beberapa hal antara lain (1) kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap
penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata
mempengaruhi prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi
penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang
seringkali mendahului peningkatan Cr serum; (4) penetapan gangguan ginjal
berdasarkan kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat belum adanya penanda
biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di
mana saja. ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE
yang terdiri dari 3 kategori(berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau
penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan
fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal,
seperti yang terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007


Kategori Peningkatan kadar cr Penurunan LFG Kriteria UO
serum
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar atau >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam, >24
> 4 mg/dL dengan jam atau anuria >12
kenaikan akut > 0.5 jam
mg/dL
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebihdari 3 bulan
Stage
Sumber : Majalah kedokteran Indonesia, Vol 60, 2010.

Kriteria RIFLE sudah diuji dalam berbagai penelitian dan menunjukkan


kegunaaan dalam aspek diagnosis, klasifikasi berat penyakit, pemantauan
perjalanan penyakit dan prediksi mortalitas.Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury
Network (AKIN), sebuah kolaborasi nefrolog dan intensivis internasional,
mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE. AKIN mengupayakan peningkatan
sensitivitas klasifikasi dengan merekomendasikan (1) kenaikan kadar Cr serum
sebesar >0,3 mg/dL sebagai ambang definisi AKI karena dengan kenaikan
tersebut telah didapatkan peningkatan angka kematian 4 kali lebih besar
(OR=4,1; CI=3,1-5,5); (2) penetapan batasan waktu terjadinya penurunan fungsi
ginjal secara akut, disepakati selama maksimal 48 jam (bandingkan dengan 1
minggu dalam kriteria RIFLE) untuk melakukan observasi dan mengulang
pemeriksaan kadar Cr serum; (3) semua pasien yang menjalani terapi pengganti
ginjal (TPG) diklasifikasikan dalam AKI tahap 3; (4) pertimbangan terhadap
penggunaan LFG sebagai patokan klasifikasi karena penggunaannya tidak
mudah dilakukan pada pasien dalam keadaan kritis.
Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada kriteria RIFLE
secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2, dan 3. Kategori
LE pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis (outcome) sehingga tidak
dimasukkan dalam tahapan.6,7 Klasifikasi AKI menurut AKIN dapat dilihat pada
tabel 2. Sebuah penelitian yang bertujuan membandingkan kemanfaatan
modifikasi yang dilakukan oleh AKIN terhadap kriteria RIFLE gagal menunjukkan
peningkatan sensitivitas, dan kemampuan prediksi klasifikasi AKIN dibandingkan
dengan kriteria RIFLE

Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN, 2005.


Tahap Peningkatan kadar Cr serum Kriteria UO
1 >1,5 kali nilai dasar atau peningkatan >0,3 <0,5 mL/kg/jam, >6 jam
mg/dL
2 >2,0 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, > 12
jam
3 >3,0 kali nilai dasar atau >4 mg/dL atau <0,3 mL/kg/jam > 24 jam
kenaikan akut > 0.5 mg/dL atau inisiasi atau anuria >12 jam.
terafi pengganti ginjal.
Sumber : Majalah kedokteran indonesai Vol 60, 2010.

D. Patofisiologis
Acute kidney injury adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan
hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan
glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urine
normal. Anuria (kurang dari 50 ml urin per hari) dan normal haluaran urine tidak
seperti oliguria (urin kurang dari 400 ml per hari) adalah situasi klinis yang umum
dijumpai pada gagal ginjal akut (Smeltzer & Bare, 2002). Sedangkan pada bayi
dan anak Kriteria oliguria jika urine output < 1ml/kgbb/jam pada bayi dan
1ml/kgbb/jam pada anak (Sinto & Nainggolan, 2010).
Disamping volume urine yang di ekskresikan, pasien dengan gagal ginjal
akut mengalami peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin
serum dan retensi produk sampah metabolik lain yang normalnya diekskresikan
oleh ginjal. Tiga kategori penyebab gagal ginjal akut adalah : Prarenal
(hipoperfusi ginjal), Intrarenal (Kerusakan aktual jaringan ginjal), Pascarenal
(Obstruksi aliran urine).
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status
penipisan volume (hemoragik atau kehilangan cairan melalui saluran
gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi
jantung (infark miokardium, gagal jantung kengestif atau syok kardiogenik).
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat
benturan, dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis
tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan
benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang
dilepaskan dari otot ketika terjadi cedera), sehinggan terjadi toksik renal iskemia
atau keduanya. Reaksi tranfusi yang parah juga menyebabkan gagal intra renal :
hemoglobin dilepaskan melalui meknisme hemolisis melewati membran
glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus
terbentuknya hemoglobin. Faktor penyebab lain adalah pemakaian obat-obat
anti inflamasi non streroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini
mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
Pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi dibagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat : akhirnya
laju filtrasi glomelurus meningkat. Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal
akut dan oligria belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang
menjadi penyebab. Beberapa penyebab mungkin reversibel jika diidentifikasi dan
ditangani dengan tepat, sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi
berikut menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal
: hipovolemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif,
obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau
batu ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi ini diperbaiki
dan ditangani sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria,
dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan acute kidney injury dapat
dikurangi.
Terdapat empat tahapan klinik dari acute kidney injury : periode awal,
periode oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan.
1) Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya
oliguria
Pada tahapan ini belum menunjukan gejala sampai terjadinya oliguri.
2) Periode oliguria (7 hari – 10 hari)
Perubahan – perubahan (volume urine < 400ml per 24 jam) disertai
peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang basa diekresikan
oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Jumlah
urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah
normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik muncul
pertama kalinya dan kondisi mengancam jiwa seperti hiperkalemia
terjadi.
Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal
disertai kenaikan retensi nitrogen, namun pasien masih mengekresikan
urine sebanyak 2 liter atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk
nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama setelah antibiotik
nefrotoksik diberikan kepada pasien, dapat juga terjadi pada kondisi
terbakar, cedera traumatik, dan penggunaan anestesi halogen.
Menurut Sukandar (2006) Perubahan – perubahan kimia darah selama
periode oliguria adalah sebagai berikut :
 Kenaikan Ureum darah
 Hiponatremi
 Hiperkalemia
 Ascidosis
 Kenaikan kadar kalsium, fosfat dan magnesium
3) Periode diuresis ( sampai 2 minggu)
Pada tahap diuresis pasien menunjukan peningkatan jumlah urine
secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai
laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun
haluaran urine mencapai kadar normal atau meningkat fungsi renal
masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada sehingga
penatalaksaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien harus
dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini : jika
terjadi dehidrasi tanda uremik biasanya meningkat.
4) Periode penyembuhan (2 minggu – 3bln/1tahun)
Tahap ini merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung
selama tiga sampai duabelas bulan. Nilai laboratorium akan kembali
normal. Meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus sekitar 1%
sampai 3%, tetapi hal ini secara klinik tidak signifikan. Proses
penyembuhan ini tergantung pada : Usia, beratnya penyakit, penyakit
yang mendasari dan tingkat kesehatan individu.
Menurut Sukandar (2006) gambaran klinik lain yang biasanya muncul
pada periode acute kidney injury yaitu :
a. Gangguan pembuluh darah dan jantung
Disini terutama terjadi gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit
(fluid Overload), gangguan irama jantung, gagal jantung kongestif,
hipertensi dan perikarditis uremic.
b. Neuropsikiatri
Manifestasi neuropsikiatri sangat bervariasi seperti lethargi,
konfusi, agitasi, muscular twitching, anxiates, stupor, koma.
c. Saluran cerna
Anoreksia, mual – mual, muntah, nyeri perut, stomatitis, gastritis
dan perdarahan saluran cerna.
d. Kelainan hemopoesis
Anemia kronis, gangguan faal trombosit, trombosit turun,
defesiensi faktor pembekuan, gangguan faal pembuluh darah.
Gambar 1 : Patofisiologi Acute Kidney Injury
E. Pemeriksaan Penunjang
data pendukung tentang ukuran ginjal, adanya obstruksi pada saluran
urinari, hidronefrosis, dan peny Pemeriksaan klinis yang dibutuhkan untuk
menegakan diagnosa acute kidney injury adalah (Prabowo, 2014) :
1. Kadar kimia darah
Meliputi natrium, kalium, ureum, kreatinin dan bikarbonat. Biasanya natrium
mengalami penurunan (< 20mmol/l). Sedangkan urea akan mengalami
peningkatan (>8) yang akan mempengaruhi sistem RAA (renin angiotensin
aldosteron).
2. Urinalisis
Pemeriksaan analisa kimia pada urine untuk melihat fungsi ginjal
3. Ultrasonografi (USG)
Hal ini untuk mendapatkan data pendukung tentang ukuran ginjal, adanya
obstruksi pada saluran urinari, hidronefrosis, dan penyakit pada saluran
kemih bagian bawah. USG juga diperuntukan adanya komplikasi dari gagal
ginjal, misalnya adanya kardiomegali dan edema pulmonal.
4. Darah lengkap
Adapun hasil yang spesifik dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada klien
dengan gagal ginjal akut adalah :
a. Peningkatan kadar BUN (Blood urea Nitrogen).
b. Peningkatan serum kreatinin
c. Peningkatan kadar kalium
d. Penurunan PH darah
e. Penurunan kadar bikarbonat
f. Penurunan kadar hematokrit dan kadar hemoglobin
Pada pasien dengan gagal ginjal akut jarang terjadi anemia normokrom.
Namun pada gagal ginjal kronik sering terjadi. Biasanya sering
didapatkan trombositopenia, fragmentasi sel darah merah dan hemolitik
uremik syndrome.
5. ECG (elektrokardiografi)
Biasanya menunjukan adanya ischemia jantung dengan gejala bradikardia
dan pelebaran kompleks QRS.

F. Komplikasi
Sebagai organ vital yang menjaga homeostatis tubuh, ginjal akan
mengatur beberapa proses regulasi. Oleh karena itu gangguan fungsi/kegagalan
fungsi fisiologis pada ginjal akan berdampak pada ketidak seimbangan dalam
sirkulasi dan metabolisme tubuh. Berikut ini adalah beberapa potensial
komplikasi yang bisa terjadi pada pasien dengan acute kidney injury (Leppert,
dalam Prabowo, 2014)
1) Keseimbangan elektrolit tubuh : Hiperkalemia, hiponatremia, asidosis
metabolik, hipokalsemia, hiperphosphatemia, hipermagnesia.
2) Fungsi jantung dan paru : edema pulmonal, perikarditis, hipertensi.
3) Gastrointestinal : nausea, vomiting, anoreksia, perdarahan.
4) Hematologi : anemia, disfungsi platelet.
5) Neurologis : pusing, obtundation, asterixis, myoclonus, seizure, dialitic
6) Infeksi pada traktus urinarius, paru-paru, luka operasi, dan sepsis.
7) Intoksikasi obat

G. Masalah keperawatan
Menurut Prabowo (2014) Masalah keperawatan yang bisa muncul pada
pasien dengan acute kidney injury (AKI) adalah (NANDA 2012-2014):
1) Kelebihan volume cairan
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
3) Intoleran aktifitas
4) Gangguan pertukaran gas
Menurut Mutaqin & Kumalasari (2011) masalah keperawatan yang bisa
muncul pada pasien dengan gagal ginjal akut adalah :
1) Defisit volume cairan
2) Aktual/risiko tinggi pola nafas tidak efektif
3) Aktual/risiko tinggi menurunya curah jantung
4) Aktual/risiko tinggi penurunan perfusi serebral
5) Aktual/risiko tinggi aritmia
6) Aktual/risiko tinggi kejang
7) Aktual/risiko tinggi defisit neurologis
8) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
9) Gangguan ADL
10) Kecemasan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
A. Biodata
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 64 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : Sunda/ WNI
Alamat : Jl. Dahlia no 127 Rt 08 Rw 05 Rancaekek
Kabupaten Bandung
Tanggal Masuk : 03 September 2015
Tanggal Pengkajian :04 September 2015
No. Register :0001476110/15007847
Diagnosa Medis :HHD, DC FC IV, AKI

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama :Tn. J
Umur :65 Tahun
Pekerjaan : Buruh
Hubungan dengan Pasien :Suami

B. STATUS KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama
Sesak nafas
b. Riwayat Masalah Kesehatan
Sejak satu minggu SMRS penderita mengeluhkan sesak nafas yang
semakin memberat dalam 3 hari SMRS. Sesak nafas dirasakan terus
menerus bahkan saat istirahat, penderita lebih nyaman istirahat
dengan posisi setengah duduk. Penderita sering terbangun malam hari
setelah tidur 2 – 3 jam karena sesak nafas yang membaik dengan
posisi duduk sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan sesak nafas mulai
dirasakan sejak 7 bulan yang lalu saat penderita beraktifitas berat.
Penderita merasakan sesak nafas dengan aktifitas sehari hari sejak 4
bulan yang lalu, dan keluhan sesak nafas dengan aktifitas ringan sejak
2 bulan yang lalu, keluhan masih berkurang dengan istirahat.
Penderita lebih nyaman tidur dengan 3-4 bantal ditumpuk sejak 7 hari
SMRS. Penderita juga mengeluh bengkak pada kedua tungkai sejak 1
bulan SMRS. Penderita merasakan BAK mulai berkurang sejak 2 hari
SMRS.
Pada saat dikaji, penderita mengeluh sesak saat istirahat, tidur
dengan posisi semi fowler
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mempunyai riwayat tekanan darah tinggi sejak 8 tahun SMRS,
dengan tekanan darah tertinggi 200/..mmHg dan rata-rata 130/..mmHg.
Penderita tidak minum obat secara rutin. Tidak ada riwayat penyakit
stoke, DM atau serangan jantung dan tidak pernah menderita TB paru.
Tidak ada riwayat minum obat-obatan atau jamu.
3. Riwayat kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak ada yang
memiliki riwayat penyakit keturunan seperti epilepsi, hipertensi, DM, tumor
dan kelaianan jantung, serta tidak ada yang memiliki penyakit kronis
menular seperti TB paru

4. Riwayat ADL
NO. AKTIVITAS SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
1. Nutrisi
 Makan
 Frekuensi 2-3 x sehari 2-3x /hari
 Porsi 1 porsi ½ porsi
 Jenis Menu keluarga Diit lunak RG
- 1800kkal, protein
0,8gr/kgBB/hr
 Pantangan -
 Minum ± 8 gelas sehari Minum dibatasi
 Air putih 1000cc/hari

2. Eliminasi
 BAB Di toilet Di tempat tidur
 Frekuensi 1 x sehari 1 x sehari
 Warna Kuning Kuning
 Konsistensi Padat, bau khas feses Lembek
 BAK Di toilet Terpasang DC no 16
 Frekuensi 5-6 x sehari 200 selama 7 jam
 Warna Kuning jernih Kuning pekat
3. Personal Hygiene
 Mandi 2 x sehari 1 x sehari, di seka
 Gosok gigi 2 x sehari 2 x sehari

C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis, GCS E4 M6 V5
TTV : HR 110 x/ menit, RR 25 x/menit, TD 107/74 mHg, S=36.50 C, BB 60 kg,
TB 155 cm

a. Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak tampak adanya cairan baik berupa darah
maupun lesi. Sianosis dan pernafasan cuping hidung (-). Mukosa hidung
lembab, tidak ada sekret maupun polip. Terpasang Oksigen Binasalcanul 3
lt/mnt,Saturasi 02 100%. Frekuensi nafas 23 x/menit. Dada bentuk simetris,
pergerakan otot nafas tambahan (-), ronchi +/+, wheezing -/-.

b. Sistem Kardiovaskuler
Jugular Venous Pressure (JVP) tidak tampak mengalami peningkatan,
tidak ditemukan adanya clubbing finger, Capilarry Refilling Time (CRT)
kembali dalam 2 detik, ektremitas teraba hangat, Suara perkusi jantung
terdengar dullness. Bunyi jantung S1 dan S2 terdengar murni reguler.
Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).Sirkulasi tampak dalam monitor
gambaran EKG sinus takikardi, HR 110 x/ menit, TD 107/74 mmHg,
MAP 94 mmHg. Pulsasi denyut nadi radialis teraba cepat, irama denyut
nadi teratur.

c. Sistem Gastrointestinal
Bentuk mulut simetris, warna bibir kemerahan, mukosa bibir kering.
Abdomen datar, auskultasi didapatkan bising usus 8 x/menit. Berat
badan 60 kg, tinggi badan 155 cm.

d. Sistem Urogenital
Tidak teraba adanya distensi kandung kemih. Klien terpasang dower
cateter dengan keluaran urine berwarna kuning pekat.

e. Sistem Muskuloskeletal
Penderita tirah baring dan tampak lemah, semua kebutuhan aktivitas
sehari-hari di bantu dengan alat dan perawat. Pengkajian risiko jatuh
dengan Morse Fall Scale (MFS) skor 30 (berisiko jatuh). Kekuatan otot 4
(empat). Terdapat IV line ditangan kanan dengan terapi Furosemide drip
20mg/jam.
Ada oedema pada kedua ekstremitas bawah

f. Sistem Integumen
Suhu tubuh 36,5 0 C. Tidak terdapat luka dekubitus

g. Sistem Endokrin
Kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba pembengkakan.

h. Sistem Neurologi
GCS :15 E4M6V5, pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+.

D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan 3-9-2015 Nilai Rujukan
1) Sysmex 8 parameter
HB 12,5 13.5 – 17.5 g/dl
HT 39 40 - 52
Leukosit 10.400 4400 – 11300/mm3
Eritrosit 4,24 4.5 – 6.5 Juta/ UL
Trombosit 321.000 150.000 – 450.000/ mm3
MCV 91,3 80-100fl
MCH 29,2pg 26-34pg
MCHC 32,0 32-36%

2) Kimia Klinik
GDS 109 <140
Ureum 129 15 – 50
Kreatinin 2,24 0.7 – 1.2
Natrium 132 135 – 145
Kalium 5,3 3.6 – 5.5
Kalsium 4.99 4.7 – 5.2
Magnesium 2.41 1.70 – 2.5

2. Radiologi03/09/15
Kesan :
Kardiomegali dengan bendungan paru, edema paru, tidak tampak TB
paru aktif

E. Penatalaksanaan Medis
 Infus Furosemide 20mg/jam
 Captopril 3 x 6,25mg
F. Analisa Masalah
No Data Penyebab Masalah
Keperawatan
1. DS: Klien mengeluh sesak Fungsi ginjal menurun Gangguan
DO:  pemenuhan
- Posisi tidur semi fowler oksigen
- Rr: 25 x/mnt, SpO2 100% 
- Terpasang O2 Binasal
canul 3lt/mnt 
- Oedema ekstremitas +/+
- Pemeriksaan fisik, 
auskultasi : ronchi (+)
- Hasil foto 
thoraks:kardiomegali
dengan bendungan paru 
Oedema paru
- Urin output 200cc/7jam

- Terpasang Furosemide
drip 20mg/jam

3. DS :Klien menyatakan BAK Gangguan reabsorbsi Gangguan


mulai berkurang sejak 2  keseimbangan
hari SMRS Hipernatremi cairan

DO : Kadar H2O meningkat
- Produksi urine 200cc/7jam 
dengan support Oedema
Furosemide drip 
20mg/jam Kelebihan volume cairan
- Hasil Ur 129, Kr 2,24
K 5,3
- Warna urine kuning pekat
No Data Penyebab Masalah
Keperawatan
4. DS:Klien menyatakan Sesak Intoleran aktifitas
semakin sesak bila 
banyak bergerak Hyperventilasi

DO : Kerja otot meningkat
- Klien masih bedrest 
- Terdapat oedema pada Asam laktat meningkat
kedua ekstremitas 
- TD 107/74mmHg, HR Keletihan
110x/mnt, Rr 25x/mnt 
- EKG: ST, VES - Intoleran aktifitas

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

3. Intolerans aktifitas

;09n0yu

Anda mungkin juga menyukai